You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Balakang Lansia adalah singkatan dari lanjut usia. Lansia merupakan periode dimana manusia sudah mengalami penurunan kemampuan tubuh. Proses penuaan akan mengakibatkan kesehatan tubuh menurun. Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik, psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi labil, mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis (kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah kesehatan mental lansia adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi kemunduran. Untuk mengurangi dampak dari kemunduran secara fisik maupun mental, maka seorang yang lansia harus sering melakukan konseling atau terapi untuk menjaga kesehatan isik dan mental klien. Hal ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik ataupun dengan anamnesis. Pemeriksaan fisik akan menjelaskan kondisi tubuh klien. Sedangkan anmnesis merupakan wawancara tentang keadaan klien. Wawancara ini memerlukan teknik-teknik khusus. Salah satu teknik khusus tersebut adalah menggunakan komunikasi terapeuitik. Komunikasi terapeutik dapat memberikan kenyamanan kepada klien sehingga klien merasa nyaman untuk terbuka tentang kondisi dirinya dan bagaimana perasaannya saat itu. Namun, adanya hambatan dalam penerapan komunikasi terapeutik, salah satunya adalah factor bahasa yang digunakan. Masalah akan timbul ketika seorang perawat berbada suku dengan klien sehingga keduanya tidak bisa menggunakan bahasa ibu masing-masing untuk berkomunikasi. Maka solusi dari masalah tersebut adalah

penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.

1.2. Tujuan 1.2.1.Mengetahui bentuk asuhan keperawatan bagi lansia. 1.2.2.Mengetahui teknik komunikasi terapeutik bagi lansia. 1.2.3.Mengetahui mafaat penggunaan bahasa Indonesia dalam komunikasi terapeutik bagi lansia.

1.3. Rumusan Masalah 1.3.1.Bagaimana bentuk asuhan keperawatan terhadap lansia. 1.3.2.Bagaimana teknik komunikasi terapeutik bagi lansia. 1.3.3.Apa manfaat dari penggunaan bahasa Indonesia dalam komunikasi terapeutik bagi lansia.

1.4. Sistematika Penulisan Dalam penulisan makalah ini, kami sebagai penulis menggunakan buku-buku kesehatan, buku-buku penanganan lansia dan kesehatannya dan sumber internet. Kami juga mencari bahan dari berita-berita terbaru seperti koran dan berita. Dalam menyusun makalah ini langkah-langkah yang kami lakukan yaitu: a. Menentukan judul,mencari sumber buku, b. Mencari data-data yang mendukung dalam pembuatan makalah ini, c. Mengadakan pencarian sumber berupa pendapat dari beberapa orang d. Menetukan kerangka makalah

e. Mengembangkan kerangka makalah ini Makalah ini tersusun atas tiga bab yaitu bab satu pendahuluan, bab dua pembahasan dan bab tiga penutup.

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Lansia Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai usia kemunduran yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Lansia bukan suatu penyakit tapi tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress. Walau bukan penyakit
tetapi kondisi ini dapat menimbulkan masalah fisik,sosial dan mental. Penurunan daya tubuh

pada lansia menimbulkan berbagai macam penyakit. Lansia akan memerlukan obat yang jumlah atau macamnya tergantung dari penyakit yang diderita. Semakin banyak penyakit pada lansia, semakin banyak jenis obat yang diperlukan. Banyaknya jenis obat akan menimbulkan masalah antara lain kemungkinan memerlukan ketaatan atau menimbulkan kebingungan dalam menggunakan atau cara minum obat. Disamping itu dapat meningkatkan resiko efek samping obat atau interaksi obat.

2.2. Asuhan Keperawatan Terhadap Lansia Tujuan perawatan pada lansia adalah untuk mengoptimalkan kesehatan mereka secara umum, serta memperbaiki atau mempertahankan kapasitas fungsionalnya. Keduanya bertujuan agar : a. Lansia dapat tetap dipertahannnkan dirumahnya untuk mengurangi biaya perawatan; b. Meningkatkan kualitas hidupnya sehari-hari; dan c. Mengoptimalkan kapasitas fungsionalnya. Pengkajian yang menyeluruh pada lansia yang dilakukan oleh perawat meliputi : a. Mengidentifikasi status kesehatannya (amnesis dan pemeriksaan fisik); b. Status gizi; c. Kapasitas fungsional; d. Status psikositas; dan e. Masalah khusus lainnya yang dihadapi secara individual.

2.3. Komunikasi Terapeutik Kepada Lansia 2.3.1.Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar petugas dengan pasien. Persoalan mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling kebutuhan antar petugas dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara petugas dengan pasien, petugas membantu dan pasien menerima bantuan.

Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Setiap fase atau tahapan komunikasi terapeutik mencerminkan uraian tugas dari petugas. Purwanto (1994) membagi tahapan komunikasi dalam tiga fase, yaitu fase orientasi, fase lanjutan dan fase terminasi. a. Fase Prainteraksi Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri. Petugas juga perlu menganalisa kekuatan kelemahan profesional diri. Selanjutnya mencari data tentang klien jika mungkin, dan merencanakan pertemuan pertama dengan pasien. b. Fase Orientasi Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan komunikasi atau kontrak komunikasi dengan pasien, serta penentuan program orientasi. Program orientasi tersebut meliputi penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah, mengakaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien, serta mengkaji apa yang diharapkan dari komunikasi yang akan dilakukan bersama antara petugas dan klien. Tugas petugas pada fase ini adalah menentukan alasan klien minta pertolongan, kemudian membina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka. Merumuskan kontrak bersama klien, mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan klien sangat penting dilakukan petugas pada tahap orientasi ini. Dengan demikian petugas dapat mengidentifikasi masalah klien, dan selanjutnya merumuskan tujuan dengan klien. c. Fase kerja / lanjutan Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau meningkatkan faktor fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan

pengkajian dan evaluasi masalah yang ada, meningkatkan komunikasi pasien dan mengurangi ketergantungan pasien pada petugas, dan mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada. Tugas petugas pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang terjadi pada klien dengan tepat. Petugas juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan mengarahkan atau mengatasi penolakan perilaku adaptif. d. Fase terminasi Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan batas hubungan yang telah ditentukan. Petugas harus mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini karena pasien mungkin menjadi tergantung pada petugas. Pada fase ini memungkinkan ingatan pasien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga pasien merasa sunyi, menolak dan depresi. Diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi. Pada fase terminasi tugas petugas adalah menciptakan realitas perpisahan. Petugas juga dapat membicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan. Saling mengeksplorasi perasaan bersama klien tentang penolakan dan kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain, yang mungkin terjadi pada fase ini. 2.3.2.Fungsi Komunikasi Terapeutik Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994). Prinsip-prinsip komunikasi adalah: 1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi

2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik 3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik 4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari 5. Kerahasiaan klien harus dijaga 6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman 7. Implementasi intervensi berdasarkan teori 8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat 9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional 10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien. 2.3.3.Teknik Komunikasi Terapeutik Teknik Komunikasi Terapeutik Menurut Stuart dan Sundeen tahun 1995, tehnik komunikasi terdiri dari: 1. Mendengar aktif; Mendengar mempunyai arti: konsentrasi aktif .dan persepsi terhadap pesan orang lain yang menggunakan semua indra (Liendberg et al, cit Nurjanah (2001)) 2. Mendengar pasif; Mendengar pasif adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien. Misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal 3. Penerimaan: Yang dimaksud menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan

berarti

kesediaan

mendengar

tanpa

menunjukkan

keraguan

atau

ketidaksetujuan. 4. Klarifikasi; Klarifikasi sama dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien apa yang tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang ada. Klarifikasi dilakukan apabula pesan yang disampaikan oleh klien belum jelas bagi perawat dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan oleh klien. 5. Fokusing; Fokusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti (Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001)). 6. Observasi; Observasi merupakan kegiatan mengamati klien/orang lain.

Observasi dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal klien dan saat tingkah laku verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa ada pada klien (Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001)). Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah. 7. Menawarkan informasi; Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan, dan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan (Stuart & Sundeen, cit, Nurjanah, (2001)). Penahanan informasi pada saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat memberikan informasi.
8. Diam (memelihara ketenangan); Diam dilakukan dengan tujuan mengorganisir

pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon. Kediaman ini akan bermanfaat pada saat klien mengalami kesulitan untuk membagi persepsinya dengan perawat. Diam tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam dapat juga diartikan sebagai mengerti, atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain agar punya kesempatan berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat menyebabkan

orang lain merasa cemas. 9. Assertive: Assertive adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain( Nurjanah, 2001). 10. Menyimpulkan; Membawa poin-poin penting dari diskusi untuk meningkatkan pemahaman. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama denga ide dalam pikiran (Varcarolis, cit, Nurjanah, 2001). 11. Giving recognition (memberiakn pengakkuan/penghargaan); Memberi

penghargan merupakan tehnik untuk memberikan pengakkuan dan menandakan kesadaran (Schultz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001). 12. Offering Sel (menawarakan diri); Menawarkan diri adalah menyediakan diri anda tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan (Schultz & Videbeck.cit. Nurjanah, 2001). 13. Offering general leads (memberikan petunjuk umum); Mendukung klien untuk meneruskan (Schultz & Videbeck cit, Nurjanah, 2001). 14. Giving broad opening (memberikan pertanyaan terbuka): Mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeuitik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeuitk apabila perawatan mendominasi interaksi dan menolak res[pon klien (Stuart % Sundeen, cit, Nurjanah, 2001). 15. Placing the time in time/sequence (penempatan urutan/waktu); Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu kejadian dengan kejadian lain. Teknik bernilai terapeutik apabila perawat dapat mengeksplorasi klien dan memahami masalah yang penting. Tehnik ini menjadi tidak terapeutik bila perawat memberikan nasehat, meyakinkan atau tidak mengakui klien. 16. Encourage deskripition of perception (mendukung deskripsi dari persepsi); Meminta kepada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan atau

diterima (Schulz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001). 17. Encourage Comparison (mendukung perbandingan); Menanyakan kepada klien mengenai persamaan atau perbedaan 18. Restating (mengulang) Restating; adalah pengulangan pikiran utama yang

diekspresiakn klien (Stuart & Sundeen, Cit Nurjanah, 2001). 19. Reflekting (Refleksi): Digunakan pada saat klien menanyakan pada perawat tentang peneliaian atau kesetujuannya. Tehnik ini akan membantu perawat untuk tetap memelihara pendekatan yang tidak menilai (Boyd & Nihart, cit, Nurjanah). 20. Eksploring (Eksporasi); Mempelajari suatu topik lebih mendalam 21. Presenting reality (menghadikan realitas/kenyataan); Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai 22. Voucing doubt (menunjukkan keraguan); Menyelipkan persepsi perawat mengenai realitas. Tehnik ini digunakan dengan sangat berhati-hati dan hanya pada saat perawat merasa yakin tentang suatu yang detil. Ini digunakan pada saat perawat ingin memberi petunjuk pada klien mengenai penjelasan lain. 23. Seeking consensual validation; Pencarian pengertian mengenai komunikasi baik oleh perawat maupun klien. Membantu klien lebih jelas terhadap apa yang mereka pikirkan. 24. Verbalizing the implied: Memverbalisasikan kata-kata yang klien tunjukkan atau anjuran. 25. Encouraging evaluation (mendukung evaluasi): Perawat membantu klien mempertimbangkan orang dan kejadian kedalam nilai dirinya 26. Attempting to translate into feeling (usaha menerjemahkan perasaan); Membantu klien untuk mengidentifikasi perasaan berhubungan dengan kejadian atau pernyataan.

27. Suggesting collaborating (menganjurkan kolaborasi): Penekanan kegiatan kerja dengan klien tidak menekan melakukan sesuatu untuk klien. Mendukung pandangan bahwa terdapat kemungkinan perubahan melalui kolaborasi. 28. Encouragingformulation of plan of action (mendukng terbentuknya rencana tindakan): Memberikan kesempatan pada klien untuk mengantisipasi alternative dari tindakan untuk masa yang akan datang. 29. Estabilising guidelines (menyediakan petunjuk); Statemen yang menunjukkan peran, tujuan dan batasan untuk interaksi. Hal ini akan menolong klien untuk mengetahui apa yang dia harapkan dari dirinya. 30. Open- ended comments (komentar terbuka-tertutup): Komentar secara umum untuk menentukan arah dari interaksi yang seharusnya dilakukan. Hal ini akan mengijinkan klien untuk memutuskan apa topik/materi yang paling relevan dan mendukung klien untuk meneruskan interaksi. 31. Reducing distant (penurunan jarak); Menurunkan jarak fisik antara perawat dank klien. Hal ini menunjukkan komunikasi non verbal dimana perawat ingin terlibat dengan klien.
32. Humor; Dugan (1989) menyebutkan humor sebagai hal yang penting dalam

komunikasi verbal dikarenakan: tertawa mengurangi keteganan dan rasa sakit akibat stress, serat meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan .

2.3.4.Komunikasi Terapeutik Kepada Lansia Perawat memiliki peran yang penting dalam upaya preventif dan promotif bagi lansia. Salah satu peran perawat dalam asuhan keperawatan terhadap lansia adalah sebagai case finding dan pemberi informasi-informasi kesehatan. Perawat sebagai case finding bertugas untuk meneliti dan mencari penyebab kasus menurunnya kesehatan klien lansia. Hal ini bisa dilakukan dengan anamnesis. Anamnesis merupakan wawancara yang mengkaji tentang diagnosis masalah klien.

Wawancara ini mebahas masalah masa lalu dan saat ini, riwayat keluarga atau lingkungan social, kebiasaan klien dan obat yang dimakan atau diminum. merupakan metode penelitian secara langsung dan membutuhkan komunikasi dengan klien. Komunikasi yang baik akan memberikan kenyamanan kepada klien untuk menjawab setiap pertanyaan perawat. Komunikasi yang baik ini terwujud dengan menerapkan komunikasi terapeutik . Komunikasi terapeutik ditujukan untuk memberikan kenyamanan kepada klien hingga klien terbuka untuk memberikan semua informasi tentang riwayat kesehatan hidupnya. Teknik yang dapat digunakan dalam komunikasi terapeutik ini adalah Encourage deskripition of perception (mendukung deskripsi dari persepsi) yaitu meminta kepada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan atau diterima. Hal ini bertujuan untuk menggali kondisi klien saat itu ataupun di masa lalu. Ataupun menggunakan teknik Attempting to translate into feeling (usaha menerjemahkan perasaan) yaitu membantu klien untuk mengidentifikasi perasaan berhubungan dengan kejadian atau pernyataan. Teknik-teknik komunikasi terapeutik ini baik dilaksanakan secara verbal ataupun nonverbal. Perawat harus menguasai teknik komunikasi terapeutik ini sehingga tujuan dari asuhan keperawatan lansia dapat tercapai.

2.4. Penerapan Bahasa Indonesia pada Komunikasi Terapeutik Banyak kendala yang menghambat komunikasi terapeutik antara perawat dan klien. Salah satu kendala tersebut terletak pada penggunaan bahasa sebagai pengantar komunikasi terapeutik. Perbedaan suku dan bahasa ibu menjadi kendala bahasa yang digunakan pada proses komunikasi. Solusi untuk menjembatani kendala ini adalah dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar komunikasi. Penggunaan bahasa Indonesia akan memperlancar komunikasi antara perawat dan klien.

BAB III PENUTUP


3.1. Simpulan 3.1.1.Bentuk asuhan keperawatan kepada lansia dikhususkan pada pemeriksaan fisik dan anamnesis. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan kesehatan mereka secara umum, serta memperbaiki atau mempertahankan kapasitas fungsionalnya 3.1.2.Teknik komunikasi terapeutik bagi lansia terdiri tigapuluhdua teknik umum komunikasi terapeutik. Semua teknik komunikasi terapeutik ini dapat digunakan untuk anamnesis atau wawancara perawat kepada klien yang lansia. 3.1.3.Penggunaan bahasa Indonesia pada komunikasi terapeutik kepada lansia bisa menjembatani kendala perbedaan bahasa daerah antara perawat dan klien tersebut sehingga komunikasi terapeutik dapat berjalan lancar. 3.2. Saran 3.2.1.Perawat agar memberikan asuhan keperawatan secara maksimal kepada klien yang lansia sehingga kesehatan klien tetap terjaga. 3.2.2.Penggunan bahasa Indonesia yang benar dan baik perlu ditingkatkan untuk memperlancar komunikasi terapeutik.

You might also like