Dari Umar bin Al-Khaththab radhiallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian, seperti Allah memberikan rezeki kepada seekor burung. Ia pergi (dari sarangnya) di pagi hari dalam keadaan perut yang kosong (lapar), dan kembali (ke sarangnya) di sore hari dalam keadaan perut yang penuh (kenyang)". Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, dan Al-Hakim. Dan At-Tirmidzi berkata, "Hasan Shahih".117
PENJELASAN HADITS 1- Hadits ini merupakan pokok dalam masalah tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan tetap melakukan sebab-sebab yang disyariatkan. Dan melakukan sebab-sebab tersebut tidak bertentangan dengan tawakal itu sendiri. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bapak orang-orang yang bertawakal, beliau pernah memasuki kota Mekkah pada tahun penaklukan kota tersebut (tahun ke delapan hijriyah), dan di kepala beliau terdapat helm besi (yang digunakan untuk berperang). Beliau pun telah menjelaskan tentang penggabungan tawakal dengan melakukan sebab dalam sebuah hadits dalam Shahih Muslim (2664):
Bersemangatlah terhadap apa-apa yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah Dan hadits Umar radhiallahu 'anhu ini pun demikian, padanya terdapat penggabungan melakukan sebab (usaha) dengan tawakal kepada Allah. Dan melakukan sebab (usaha) dalam hadits disebutkan tentang seekor burung yang pergi di pagi hari dengan perut kosong untuk mencari rezeki, dan kemudian ia pulang kembali dengan perut yang penuh. Dan seorang manusia, tatkala ia melakukan sebab (usaha), ia tidak boleh semata-mata bersandarkan pada usahanya itu. Akan tetapi seharusnya ia menyandarkan usahanya kepada Allah dengan tetap tidak melalaikan usaha dan mengambil sebab. Dan Allah telah mentaqdirkan sebab dan akibat. Ibnu Rajab berkata dalam Jami'ul 'Ulumi wal Hikam (2/496-497), "Hadits ini merupakan pokok dalam masalah tawakal. Dan tawakal merupakan salah satu sebab terbesar yang dapat mendatangkan rezeki. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: -O) =}^U4 O}_UE_ O}-O7O^` NOuE) u O}-O~jO lNOuE) W-jg;+4 ;O4O ;4N 7Lg)` W-O1g~4 EEE_O=- *. _ :gO ^4NONC gO) }4` 4p~E ;g`uNC *.) gO4O^-4 @O=E- _ }4`4 -+-4C -.- E^_ N-. ~w}4O^CE` ^g +O^~NeO4C4 ;}g` +^OEO CUO4^4 _ }4`4 -4O4-4C O>4N *.- 4O_ +O+lOEO _ Ep) -.- u)U4 j@O^` _ ;~ EE_ +.- ]7g 7/E* -4O;~ ^@
barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya, dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. [QS. Ath-Thalaq: 2-3]".
Beliau berkata lagi, "Dan hakikat tawakal adalah kemurnian hati dalam menyandarkan segala urusan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik berupa mencari kebaikan (kemaslahatan) dan menolak kemadharratan, dan baik itu perkara dunia maupun perkara akhirat. Semua permasalahan dan urusannya ia sandarkan hanya kepada Allah. Dai ia pun merealisasikan keimanannya bahwa tidak ada yang dapat memberi atau menolak atau memberikan madharrat atau memberikan manfaat kecuali hanya Allah". 2- Pelajaran dan faidah hadits: a. Wajibnya bertawakal kepada Allah dan bersandar kepadanya dalam usaha mencari segala yang ia butuhkan, dan mencegah segala yang tidak ia inginkan. b. Mengambil sebab (melakukan usaha) dengan tetap bertawakal kepada Allah, dan hal itu tidak bertentangan dengan (makna) tawakal itu sendiri.
Secara khusus, hadis ini mengajarkan kita tentang tawakal. Para ulama mendefinisikan tawakal sebagai, Kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah azza wa jalla dalam mendatangkan kemaslahatan dan mencegah dari bahaya pada semua urusan dunia dan akhirat, bersandar dalam semua perkara kepada-Nya serta beriman dengan sungguh-sungguh bahwa tidak ada yang dapat memberi dan mencegah, mendatangkan manfaat dan bahaya selain-Nya. Diantara nama Allah adalah Al-Wakiil. Ibnul Atsir mengatakan bahwa makna nama Allah Al-Wakil adalah: Allah satu-satunya yang menjamin dan memberikan rizki bagi hamba- hambanya, Dia menyendiri dalam segala hal yang dijaminnya. Al-Ghazali menyatakan bahwa Al-Wakiil adalah Yang disandarkan kepada-Nya segala urusan. Tanpa tawakal, kegiatan usaha untuk mendapatkan rizki akan mendatangkan ragam malapetaka. Penyelewengan manusia dalam orientasi mencari rizki terjadi ketika kekuatan tawakal sangat lemah. Orientasi dalam mencari rizki menjadi pragmatis, yang dicita-citakan menjadi hanya sebatas perolehan nominal, bukan lagi keberkahan dan manfaat. Orang yang mengalami disorientasi dalam soal rizki ini, kelak tidak akan segan-segan mengusahakan penghasilannya dari jalan yang tidak diridhoi oleh Allah. Ia tidak akan peduli lagi dengan cara halal atau haram. Yang penting baginya adalah meraup keuntungan sebesar- besarnya. Padahal Allah berfirman, Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. (QS As-Syura: 36) Orang-orang tawakal yakin bahwa rizki di dunia ini milik Allah, Allah yang membagi- baginya kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Sementara rizki-Nya di akhirat kelak jauh lebih baik dan kekal. Tawakal adalah ciri orang beriman. Allah berfirman, Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal. (QS Ali Imran: 122) Namun, sikap tawakal tentu bukan berarti pasrah menunggu dan berpangku tangan. Tawakal justru disertai kerja dan usaha. Tawakal bersifat aktif dan tidak pasif. Bekerja sama sekali tidak menafikan nilai tawakal. Pada hadis tentang burung di atas terdapat dalil atas hal ini. Pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang petang dalam keadaan kenyang. Mubarakfuri berkata, Hadis ini mengisyaratkan bahwa tawakal bukanlah dengan diam menganggur, tapi berusaha untuk mencari sebab, karena burung itu diberi rizki dengan berusaha dan mencari. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata, Hadis ini tidak manunjukkan atas meninggalkan usaha, akan tetapi padanya justru terdapat dalil atas mencari rizki. (Tuhfah al-Ahwadzi) Ibnu Abbas mengisahkan, Dahulu penduduk Yaman berhaji tanpa membawa perbekalan. Mereka berkata, kami bertawakal. Sesampainya di Mekkah, mereka meminta-minta kepada orang lain. Lalu turunlah firman Allah, Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa (Hadis riwayat Bukhari) Oleh karena itu para ulama menjelaskan bahwa tawakal harus dibangun diatas dua pilar: (1) Bersandar kepada Allah. (2) Mengupayakan sebab yang dihalalkan. Orang berupaya menempuh sebab saja namun tidak bersandar kepada Allah, maka berarti ia cacat tauhidnya. Adapun orang yang bersandar kepada Allah namun ia tidak berusaha menempuh sebab yang dihalalkan, maka ia berarti cacat akalnya. Perbandingan dengan Hadist sejenis : 79. Dari Umar r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata engkau sekalian itu suka bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscayalah Dia akan memberikan rezeki padamu sekalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Pagi-pagi burung-burung berperut kosong dan sore-sore kembali dengan perut penuh berisi. Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Adapun makna Hadis itu ialah bahwa burung-burung itu pada permulaan hari siang, yakni mulai pagi harinya sama pergi dalam keadaan khimash, artinya kosong perutnya, sebab lapar, sedangkan pada akhir siang, yakni pada sore harinya sama kembali dalam keadaan bithaan, artinya perutnya penuh sebab kenyang. Inilah tanda tawakkalnya burung pada Allah.
80. Ketujuh: Dari Abu 'Umarah, yaitu Albara' bin 'Azib radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Fulan, jikalau engkau bertempat di tempat tidurmu - maksudnya jikalau hendak tidur - maka katakanlah - doa yang artinya: "Ya Allah, saya menyerahkan diriku padaMu, saya menghadapkan mukaku padaMu, saya menyerahkan urusanku padaMu, saya menempatkan punggungku padaMu, karena loba akan pahalaMu dan takut siksaMu, tiada tempat bersembunyi dan tiada pula tempat keselamatan kecuali kepadaMu. Saya beriman kepada kitab yang Engkau turunkan serta kepada Nabi yang Engkau rasulkan. Sesungguhnya engkau - hai Fulan, jikalau engkau mati pada malam harimu itu, maka engkau akan mati menetapi kefithrahan - agama Islam -dan jikalau engkau masih dapat berpagi-pagi, - masih tetap hidup sampai pagi harinya, maka engkau dapat memperoleh kebaikan." (Muttafaq 'alaih). Disebutkan pula dalam kedua kitab shahih - Bukhari dan Muslim, dari Albara', katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada-ku: "Jikalau engkau mendatangi tempat pembaringanmu - maksudnya hendak tidur, maka berwudhu'lah sebagaimana berwudhu'mu untuk bersembahyang, kemudian berbaringlah atas lambung kananmu, kemudian ucapkanlah......." Lalu diuraikannya sebagaimana yang tertera di atas, selanjutnya pada penutupnya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jadikanlah ucapan tersebut di atas itu sebagai penghabisan sesuatu yang engkau ucapkan - maksudnya sehabis berdoa di atas, jangan lagi berkata yang lain-lain."
81. Kedelapan: Dari Abu Bakar ash-Shiddiq, yaitu Abdullah bin Usman bin 'Amir bin 'Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Luai bin Ghalibal-Qurasyi at- Taimi r.a., ia dan ayahnya, juga ibunya semuanya adalah termasuk golongan para sahabat radhiallahu 'anhum, katanya: "Saya melihat pada kaki kaum musyrikin sedang kita berada dalam guha dan orang-orang tersebut tepat di atas kepala kita, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, andaikata seorang dari mereka itu melihat ke bawah kakinya, pasti mereka akan dapat melihat tempat kita ini." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Apakah yang engkau sangka itu, hai Abu Bakar bahwa kita ini hanya berdua saja. Allah adalah yang ketiga dari kita ini - maksudnya senantiasa melindungi kita." (Muttafaq 'alaih)
82. Kesembilan: Dari Ummul Mu'minin Ummu Salamah dan namanya sendiri adalah Hindun binti Abu Umayyahyaitu Hudzaifah al-Makhzumiyah radhiallahu 'anha bahwasanya Nabi s.a.w. itu apabila keluar dari rumahnya, bersabda - yang artinya: "Dengan menyebut nama Allah, saya bertawakkal kepada Allah." "Ya Allah, sesungguhnya saya mohon perlindungan kepadaMu kalau-kalau saya sampai tersesat atau disesatkan, tergelincir - dari kebenaran - atau digelincirkan, menganiaya atau dianiaya, menjadi bodoh - tidak mengerti sesuatu - ataupun dianggap bodoh oleh orang lain atas diriku." Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Termidzi dan lain-lainnya dengan sanad- sanad yang shahih. Termidzi berkata bahwa ini adalah Hadis hasan shahih. Hadis di atas adalah menurut lafaznya Imam Abu Dawud.
84. Kesebelas: Dari Anas r.a., katanya: "Ada dua orang bersaudara pada zaman Nabi s.a.w. salah seorang dari keduanya itu datang kepada Nabi s.a.w., yang lainnya lagi bekerja. Orang yang bekerja ini mengadu kepada Nabi s.a.w. mengenai saudaranya yang menganggur itu - lalu beliau s.a.w. bersabda: "Barangkali engkau diberi rezeki - oleh Allah - itu adalah dengan sebab adanya saudaramu - yang engkau beri pertolongan makan dan lain-lain itu." Diriwayatkan oleh Termidzi dengan isnad shahih atas syarat Muslim.
Sumber : Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abbad Al Badr. 2012. Penjelasan 50 Hadits Inti Ajaran Islam (Terjemah kitab Fathul qawiyyil matin fi Syarhil Arbain wa tatimmaytul khamsin). E-book www.yufid.com; Riyadhus solihin Imam Nawawi