You are on page 1of 4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peranan para pelaku usaha kecil mikro. Pemberdayaan usaha kecil dipandang mampu menggerakan perekonomian pedesaan dan pada akhirnya juga bisa menggerakan perekonomian nasional. Hal ini tidak terlepas dari peranan usaha kecil yang strategis baik dilihat dari segi kualitasnya maupun kemampuannya dalam meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Bank Indonesia (2001) dalam Ashari (2006) mencatat beberapa peran startegis dari dari usaha kecil tersebut, diantaranya (1) Jumlahnya yang besar dan terdapat pada sektor ekonomi, (2) Potensi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja karena setiap investasi pada usaha kecil lebih banyak menciptakan kesempatan kerja dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha yang berskala besar dan menengah, (3) Memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat dengan harga terjangkau.

Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB)Tahun 2008 - 2009 Tahun 2008 Indikator Usaha Mikro Usaha Kecil (UK) Usaha Menengah(UM) Usaha Besar (UB) Satuan Jumlah (Unit) (Unit) (Unit) (Unit) 50.847.771 522.124 39.717 4.650 Jumlah 52.176.795 546.675 41.133 4.677 Jumlah 1.329.024 24.551 1.416 27 Tahun 2009 Perkembangan

Sumber : Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di Tahun 2008 dan 2009

Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di tahun 2008 dan 2009 terjadi peningkatan jumlah UMKM yang terdapat di Indonesia. Pada tahun 2008 jumlah total unit

UMKM yang terdiri dari usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah sebesar 51.409.612 unit dan pada tahun 2009 jumlah itu berubah menjadi 52.764.603 unit yang artinya terjadi peningkatan jumlah unit UMKM yang cukup besar yakni sebesar 1.354.991 unit. Hal tersebut menunjukan bahwa UMKM sudah menjadi andalan dalam perekonomian nasional yang ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah unit UMKM pada tahun 2008-2009. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa UKM masih memiliki permasalahan. Menurut Ashari (2006) permasalahan-permasalahan yang biasanya dihadapi oleh UKM meliputi kurangnya permodalan, sumber daya manusia yang terbatas dan lemahnya jaringan. Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh para pelaku UKM merupakan masalah yang paling banyak ditemui karena pada umumnya usaha kecil mikro merupakan usaha yang bersifat tertutup yang mengandalakan modal dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan pinjaman modal dari lembaga keuangan konvensional atau perbankan sangat sulit untuk diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta Bank tidak dapat dipenuhi padahal modal finansial sendiri merupakan faktor yang diperlukan untuk menjalankan suatu unit usaha. Permasalahan perolehan kredit yang dihadapi oleh pelaku usaha kecil mikro terhadap lembaga keuangan konvensional memicu munculnya suatu lembaga yang sifatnya jauh lebih fleksibel dari lembaga keuangan konvensional yakni lembaga keuangan mikro (LKM). Munculnya LKM menjadi angin segar bagi para pelaku usaha berskala kecil dalam melakukan kegaiatan perekonomian. Hal itu ditandai dengan keberhasilan mereka dalam memperoleh kredit dari LKM walaupun jumlahnya tidak terlalu besar tetapi cukup bermanfaat bagi mereka. Kerjasama yang dibentuk oleh pihak LKM dengan pelaku usaha kecil melalui pinjaman kredit yang diberikan kepada pelaku usaha tersebut menunjukan adanya suatu hal yang mempengaruhi pihak LKM bersedia meminjamkan kredit kepada pelaku usaha tanpa disertai jaminan atau angunan seperti yang

diberlakukan oleh perbankan dimana jaminan atau angunan tersebut dijadikan pegangan oleh pihak perbankan jika si peminjam belum atau tidak dapat mengembalikan kredit yang dipinjamkan. Hal tersebut adalah modal sosial dimana kepercayaan, norma dan jaringan merupakan pilar-pilar utama dari modal

sosial. Selain itu, sebagian besar LKM berlokasi dalam satu wilayah yang sama dengan para nasabahnya dalam hal ini adalah pelaku usaha kecil sehingga kedekatan dan kekerabatan diantara mereka dapat dikatakan sangat erat dan kekerabatan yang erat menunjukan adanya kepercayaan yang tinggi antar sesama, jaringan yang kuat dan norma-norma yang ada dijalani dengan baik secara bersama-sama. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa dalam perolehan kredit oleh para pelaku usaha kecil dan mikro terhadap LKM aspek sosial yang dalam hal ini adalah modal sosial tidak dapat dikesampingkan. Dengan demikian dalam memandang perolehan kredit oleh pelaku usaha kecil terhadap LKM ini modal sosial dianggap sebagai hal yang cukup berpengaruh.

1.2

Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui

bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh para pelaku usaha kecil dan mikro adalah sulitnya mereka dalam memperoleh kredit dari lembaga keuangan konvensional seperti perbankan. Hal itu disebabkan oleh persyaratan yang ditetapkan oleh pihak perbankan seperti adanya agunan/ jaminan dan prosedur yang begitu rumit dinilai terlalu memberatkan pihak pelaku usaha kecil karena pada dasarnya sebagian besar dari mereka tidak memiliki agunan dan tidak terlalu mengerti dan menyukai prosedur yang rumit. Namun hal tersebut berbeda dengan LKM, lembaga keuangan ini memberi kesempatan kepada pelaku usaha kecil mikro untuk dapat mengakses kredit tanpa disertai dengan adanya agunan dan keharusan untuk menjalani prosedur yang rumit. Segala bentuk kemudahan yang ditawarkan pihak LKM terhadap pelaku usaha kecil mikro mengindikasikan bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi kesediaan memberikan kredit oleh LKM. Faktor tersebut adalah modal sosial. Kepercayaan, jaringan , dan norma merupakan pilar-pilar utama dari modal sosial tersebut. Modal sosial yang dimaksud adalah kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama di dalam berbagai kelompok dan organisasi. Artinya kerjasama yang dibentuk oleh pelaku usaha kecil mikro dan lembaga keuangan mikro atas dasar kedekatan dan kekerabatan antar anggota masyarakat karena memang pada dasarnya mereka berada dalam satu masyarakat yang sama.

Dengan adanya rasa saling percaya, nilai-nilai yang menjadi dasar dan interaksi komunikasi antara pelaku usaha kecil mikro dan LKM apakah dapat berpengaruh terhadap keberhasilan para pelaku usaha kecil mikro dalam memperoleh tahapan kredit yang tinggi dari LKM. Secara spesifik penelitian ini akan memusatkan perhatian pada permasalahan yang disebutkan di bawah ini: 1. Apakah modal sosial (kepercayaan, jaringan, norma) yang terdapat antara pelaku usaha kecil mikro dan LKM berpengaruh terhadap tahapan perolehan kredit ? 2. Komponen modal sosial (kepercayaan, jaringan, norma) apa yang paling berpengaruh terhadap perolehan kredit?

1.3

Tujuan Berdasarkan perumusan yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan

dilaksanakannya penelitian ialah: 1. Untuk menganalisis adanya pengaruh modal sosial (kepercayaan, jaringan, norma) terhadap tahapan perolehan kredit oleh pelaku usaha kecil mikro terhadap lembaga keuangan mikro 2. Untuk mengetahui komponen modal sosial (kepercayaan, jaringan, norma) apa yang paling berpengaruh terhadap perolehan kredit oleh pelaku usaha kecil mikro terhadap lembaga keuangan mikro

1.4

Kegunaan Penelitian Mengacu kepada tujuan penelitian, maka kegunaan dilaksanakannya

penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai kedua aktor di dalam sistem keuangan mikro yakni pelaku usaha kecil mikro dan LKM. Selain itu, penelitian ini berguna untuk menambah pengatahuan mengenai konsep modal sosial dalam memandang kerjasama antara pelaku usaha kecil mikro dan LKM dimana kepercayaan, jaringan, dan norma merupakan pilar-pilar dari modal sosial tersebut.

You might also like