You are on page 1of 45

BAB I PENDAHULUAN

Impaksi merupakan gigi yang terpendam dalam tulang alveolar yang tidak dapat erupsi. Gigi impaksi paling sering dan mudah didiagnosis ketika gigi mengalami keterlambatan erupsi yang lama. Kasus impaksi pada umumnya terjadi pada gigi molar ketiga rahang bawah, kaninus rahang atas, molar ketiga rahang atas, premolar kedua rahang atas dan rahang bawah dan insisif sentral rahang atas. Meskipun faktor herediter memegang peranan penting pada gigi impaksi, faktor etiologi yang umum pada gigi impaksi adalah malposisi benih gigi, persistensi gigi sulung, lesi patologis, dan pendeknya lengkung rahang.Menarik gigi impaksi atau gigi yang belum erupsi ke dalam lengkung merupakan masalah yang khusus selama perawatan. Masalah yang ditemukan pada kasus gigi impaksi terbagi dalam tiga kategori , yaitu: Tindakan pembedahan / exponasi, Pemasangan attacment pada gigi impaksi, Perawatan mekanik ortodonti untuk membawa gigi impaksi ke dalam lengkung. Sebelum dilakukan pembedahan untuk mengexpose gigi impaksi, sangat penting untuk mengetahui posisi gigi tersebut secara tepat. Radiografi panoramik biasanya dilakukan untuk mengetahui letak gigi impaksi. Radiografi oklusal dan periapikal terbukti lebih membantu dalam menentukan posisi gigi impaksi dengan tepat, yang mungkin posisi gigi impaksi dapat overlap terhadap akar gigi yang sudah erupsi. Gigi yang erupsi sebaiknya melalui attached gingiva, bukan melalui

mukosa alveolar, hal ini menjadi pertimbangan saat menentukan rencana flap untuk exponasi gigi yang impaksi.

BAB II ISI
1. DEFINISI GIGI IMPAKSI Gigi impaksi atau gigi terpendam adalah gigi yang erupsi normalnya terhalang atau terhambat, biasanya oleh gigi di dekatnya atau jaringan patologis sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal di dalam deretan susunan gigi geligi lain yang sudah erupsi. Umumnya gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi posterior dan jarang pada gigi anterior. Namun gigi anterior yang mengalami impaksi terkadang masih dapat ditemui. Pada gigi posterior yang sering mengalami impaksi adalah sebagai berikut : 1) Gigi molar tiga (48 dan 38) mandibula 2) Gigi molar tiga (18 dan 28) maksila 3) Gigi premolar (44,45,34 dan 35) mandibula 4) Gigi premolar (14,15,24 dan 25) maksila Sedangkan gigi anterior yang dapat ditemui mengalami impaksi adalah sebagai berikut : 1) Gigi kaninus maksila dan mandibula (13,23,33 dan 43)

2) Gigi incisivus maksila dan mandibula (11,21,31 dan 41) Untuk mengetahui ada atau tidaknya kemungkinan suatu gigi mengalami impaksi atau tidak sangatlah penting mengetahui masa erupsi masing-masing gigi pada setiap lengkung rahang. Berikut ini masa erupsi gigi geligi pada masing-masing rahang. Gigi RA RB 1 7-8 6-7 2 8-9 7-8 3 11-12 9-10 4 10-11 10-12 5 10-12 11-12 6 6-7 6-7 7 12-13 11-13 8 17-21 17-21

Tabel 1Tabel Erupsi Gigi Permanen Apabila gigi geligi tersebut belum erupsi pada masa erupsinya tersebut, sebaiknya dikonsultasikan ke dokter gigi.

2. ETIOLOGI Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak factor, menurut Berger penyebab gigi terpendam antara lain : 2.1 Kausa Lokal 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Abnormalnya posisi gigi Tekanan gigi tetangga pada gigi tersebut Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal) Pencabutan premature pada gigi Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa di sekitar gigi Penyebab yang menimbulkan neksrosis tulang karena

inflamasi atau abses 9) Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak 2.2 Kausa Umur Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi walaupun tidak ada kausa lokal antara lain : 2.2.1 Kausa Prenatal 1) Keturunan 2) miscegenation 2.2.2 Kausa Postnatal 1) Ricketsia

2) Anemi 3) Syphilis congenital 4) TBC 5) Gangguan kelenjar endokrin 6) Malnutrisi 2.2.3 Kelainan pertumbuhan 1) Cleido cranial dysostosis 2) Oxycephali 3) Progeria 4) Achondroplasia 5) Celah langit-langit

3. KLASIFIKASI Klasifikasi dilakukan bertujuan untuk membantu operator dalam memastikan dan membuat rencana kerja serta memperkirakan kesulitankesulitan yang mungkin ditemuinya pada saat melalukan pencabutan gigi tersebut. Klasifikasi menurut Pell dan Gregory yang meliputi sebagian klasifikasi dari George B. Winter: 3.1 Hubungan Gigi Dengan Tepi Ramus Antara Mandibula Dan Tepi Distal Molar Kedua 1) Kelas I: Ada cukup ruangan antara ramus dan batas distal molar kedua untuk lebar mesiodistal molar tiga 2) Kelas II: Ruangan antara distal molar kedua dan ramus lebih kecil daripada lebar mesiodistal molar ketiga 3) Kelas III: Sebagian besar atau seluruh molar ketiga terletak di dalam ramus

Gambar 1 . Klasifikasi Impaksi berdasarkan hubungan distal M2 dengan Ramus Mandibula

3.2 Berdasarkan Letak Molar Ketiga Di Dalam Rahang 1) Posisi A: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis oklusal. 2) Posisi B: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah garis oklusal tapi masih lebih tinggi daripada garis servikal molar kedua. 3) Posisi C: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada dibawah garis servikal molar kedua.

Gambar 2. Klasifikasi Impaksi Berdasarkan Letak M3 di dalam Rahang

3.3 Gigi Impaksi Digolongkan Berdasarkan Posisi Gigi Molar Ketiga Terhadap Gigi Molar Kedua (George Winter) 1) Vertikal 2) Horizontal 3) Inverted (terbalik/kaudal) 4) Mesioangular 5) Distoangular 6) Buccoangular 7) Linguoangular

4. KLASIFIKASI IMPAKSI GIGI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH 4.1 Klasifikasi Menurut Archer (1975) Klasifikasi didasarkan pada pemeriksaan radiologis yaitu dengan menggunakan photo periapikal , panoramik, oklusal dan Waters. 4.2 Menurut Pell Dan Gregory 4.2.1 Berdasarkan Hubungan Antara Ramus Mandibula

Dengan Molar Kedua. Klasifikasi ini didapatkan dengan cara

membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara bagian distal -molar kedua ke ramus mandibula. 1) Kelas I : Ruangan antara ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua cukup bagi ukuran mesio distal gigi molar tiga (Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula).

Gambar 3. Impaksi Kelas I M3 RB Berdasarkan hubungan Ramus Mandibula dengan M2

10

2) Kelas II : Ruangan antara ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua kurang dari ukuran mesiodistal gigi molar tiga (U k u r a n m e s i o - d i s t a l m o l a r k e t i g a l e b i h b e s a r d i b a n d i n g k a n j a r a k a n t a r a distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula)

Gambar 4. Impaksi Kelas II M3 RB Berdasarkan hubungan Ramus Mandibula dengan M2

3) Kelas III : Seluruh atau sebagian besar gigi molar tiga berada dalam ramus mandibula.

Gambar 5. Impaksi Kelas III M3 RB Berdasarkan hubungan Ramus Mandibula dengan M2

11

4.2.2

Berdasarkan Letak Gigi Molar Tiga Dalam Tulang (Rahang)

1) Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar tiga terletak setinggi atau diatas garis oklusal gigi molar dua.

Gambar 6. Impaksi Posisi A M3 RB berdasarkan Letak gigi M3 dalam Rahang

2) Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar tiga terletak dibawah bidang oklusal, tetapi diatas garis servikal gigi molar dua.

Gambar 7. Impaksi Posisi B M3 RB berdasarkan Letak gigi M3 dalam Rahang

3) Posisi C : Bagian tertinggi gigi molar tiga terletak dibawah servikal gigi molar dua.

12

Gambar 8. Impaksi Posisi C M3 RB berdasarkan Letak gigi M3 dalam Rahang

Kedua klasifikasi ini digunakan biasanya berpasangan. Misalnya, Kelas I tipe B artinya panjang mesio -distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak distal molar kedua ramus mandibula dan posisi molar ketiga berada dibawah garis oklusal tapi masih di atas servikal gigimolar kedua.

4.3 Klasifikasi Menurut George Winter Klasifikasi yan g dic etu skan oleh George W inter ini cukup sederhana. posisi gigi Gigi molar impaksi ketiga digolongkan terhadap gigi

berdasarkan

m o l a r k e d u a . P o s i s i - p o s i s i meliputi: a. Vertikal b. Horizontal c. Mesioangular (miring ke mesial) d. Distoangular (miring ke distal) e. Bukoangular (miring ke bukal)

13

f. Linguoangular (miring ke lingual) g. Inverted h. Unusual position (posisi tidak biasa)

Gambar 9. A Mesial Impaction(mesioangular), B Horizontal Impaction, dan C Distal Impaction(distoangular) pada gigi M3 RB

14

5. KLASIFIKASI IMPAKSI GIGI M3 ATAS 5.1 Didasari Pada Posisi Anatomi (Menurut Pell And Gregory) 5.1.1 Berdasarkan kedalaman relatif impaksi gigi M3 atas dalam tulang,yaitu: 1) Klas A : Bagian terbawah dari mahkota gigi impaksi M3 atas berada segaris dengan oklusal gigi M2 disebelahnya. 2) Klas B : Bagian terbawah mahkota gigi impaksi M3 atas berada diantara dataran oklusal disebelahnya. 3) Klas C : Bagian terbawah dari mahkota gigi impaksi M3 atas berada pada atau terletak diatas servikal gigi M2 disebelahnya. dan garis servikal gigi M2

Gambar 10. Klasifikasi Impaksi M3 Rahang Atas berdasarkan kedalaman realtif dalam tulang

5.1.2

Berdasarkan posisi dari sumbu panjang gigi impaksi M3 atas terhadap sumbu panjang gigi M2 disebelahnya yaitu : 1) Vertikal 2) Horizontal

15

3) Mesioangular 4) Distoangular 5) Inverted 6) Bukoangular 7) Palatoangular Posisi gigi impaksi M3 atas yang paling sering ditemukan adalah vertikal sebanyak 63%, distoangular 25%, mesioangular 12%, serta posisi lainnya sekitar 1% (Peterson,2003).

Gambar 11. Gambaran Impaksi gigi M3 RA

5.2 Hubungan Gigi Impaksi M3 Atas Dengan Sinus Maksilaris, yaitu : 1) Sinus Maxillaris Apporoximation yaitu antara gigi impaksi M3 atas dengan sinus maksilaris terdapat hubungan langsung atau hanya dibatasi oleh selapis tipis jaringan tulang.

16

2) No Sinus Maxillaris Apporoximation yaitu antara gigi impaksi M3 atas dengan sinus maksilaris dibatasi oleh sekitar 2 mm atau lebih jaringan tulang.

17

6. IMPAKSI GIGI GIGI LAINNYA 6.1 IMPAKSI KANINUS MAXILA Menurut Archer (1975) impaksi kaninus atas diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Kelas I : Kaninus rahang atas impaksi terletak disebelah palatinal dengan posisi : horizontal, vertikal, semivertikal 2) Kelas II : Kaninus rahang atas impaksi terletak pada bagian bukal maksila dengan posisi : horizontal, vertikal, semivertikal 3) Kelas III : Kaninus rahang atas impaksi terletak diantara bukal atau labial dengan palatinal 4) Kelas IV : Kaninus rahang atas impaksi yang terletak didalam prosesus alveolaris, biasanya secara vertikal antara gigi insisivus dan gigi premolar 5) Kelas V : Kaninus rahang atas impaksi terletak pada rahang atas yang tidak bergigi.

Gambar 12. Gigi Kaninus atas yang impaksi

18

6.2 IMPAKSI KANINUS MANDIBULA Klasifikasinya adalah sebagai berikut : 1) Level A : Mahkota gigi kaninus terpendam berada di servikal line gigi sebelahnya 2) Level B : Mahkota gigi kaninus terpendam berada di antara garis servikal dan apikal akar gigi sebelahnya 3) Level C : mahkota gigi kaninus terpendam berada di bawah apikal gigi sebelahnya.

6.3 IMPAKSI PREMOLAR Impaksi Premolar sering terjadi karena

pencabutan prematur dari gigi molar desidui. Dibanding g i g i P r e m o l a r s a t u l e b i h s e r i n g t e r j a d i p a d a g i g i Premolar dua oleh karena Premolar dua lebih lama erupsinya. Impaksi pada Premolar mandibula lebih sering mengarah ke lingual dari pada ke bukal, sedangkan pada maksila lebih sering ke palatinal daripada ke bukal. Letaknya lebih sering vertikal, daya erupsinya lebih besar. Jika korona b e l u m

nampak di rongga mulut dan gigi terletak di arkus d e n t a l i s m a k a pengambilan gigi diambil dari bukal.

6.4 IMPAKSI INSISIVUS Gigi insisivus yang memiliki prevalensi impaksi lebih tinggi adalah

19

insisivus sentral RA. Etiologinya dapat berupa: a. Obstruksi yang menyebabkan terjadinya impaksi misalnya gigi supernumerary, odontoma dan posisi ektopik pada benih gigi. b. Gigi impaksi yang disebabkan oleh trauma. Terhambatnya perbaikan jaringan lunak yang semestinya , dilaserasi

perkembangan gigi yang tertahan, intrusi traumatic akut (luksasi intrusi).

20

7. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI ODONTEKTOMI Odontektomi adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan mukoperiosteal flap dan membuang tulang yang ada diatas gigi dengan chisel, bur, atau rongeurs. 7.1 Indikasi Odontektomi 7.1.1 Perikoronitis Perikoronitis merupakan peradangan pada jaringan lunak disekeliling gigi yang akan erupsi, paling sering terjadi pada molar 3 bawah. Perikoronitis merupakan suatu kondisi yang umum terjadi pada molar impaksi dan cenderung muncul berulang, bila molar belum erupsi sempurna. Akibatnya, dapat terjadi destruksi tulang di antara gigi molar dan geraham depannya. Odontektomi dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan dari terjadinya pericoronitis akibat gigi erupsi sebagian. Perikoronitis dengan gejala-gejala : 1) rasa sakit di regio tersebut 2) pembengkakan 3) mulut bau 4) pembesaran limfenode submandibular.

21

Gambar 13. Gambaran Klinis Perikoronitis

7.1.2

Mencegah Berkembangnya Folikel Menjadi Kista Odontegenik Suatu gigi yang impaksi mempunyai daya untuk

merangsang pembentukan kista atau bentuk patologi terutama pada masa pembentukan gigi. Benih gigi tersebut mengalami rintangan sehingga pembentukannya terganggu menjadi tidak sempurna dan dapat menimbulkan premordial kista dan folikular kista.

Gambar 14. Gambaran Radiologis Impaksi gigi M3 RB yang berpotensi menimbulkan premordial kista

22

7.1.3

Pencegahan Karies Gigi yang impaksi juga bertendensi menimbulkan infeksi atau karies pada gigi di dekatnya. Cukup banyak kasus karies pada gigi molar dua karena gigi molar ketiga mengalami impaksi. Gigi molar ketiga merupakan penyebab tersering karies pada molar kedua karena retensi makanan. Karies distal molar kedua yang disebabkan oleh karies posisi gigi molar ketiga.

Gambar 15. Gambaran radiologis Impaksi gigi M3 yang bisa menimbulkan karies dikarenakan posisi M3 mendesak distal M2

7.1.4

Untuk Keperluan Terapi Ortodontik Pencabutan gigi impaksi pada perawatan ortodontik dapat menjadi suatu indikasi apabila ruangan yang dibutuhkan kurang untuk ekspansi lengkung gigi atau juga dikhawatirkan akan menjadi faktor relapse setelah dilakukannya perawatan ortodontik.

7.1.5

Menimbulkan Kerusakan Pada Akar Gigi Yang Berdekatan.

23

Gigi impaksi dapat menyebabkan tekanan pada akar gigi sebelahnya sehingga mengalami resorpsi akar. Pencabutan gigi impaksi dapat menyelamatkan gigi terdekat dengan adanya perbaikan pada sementumnya. 7.1.6 Sakit Yang Tidak Diketahui Penyebabnya. Rasa sakit dapat timbul bila gigi impaksi menekan syaraf atau menekan gigi tetangga dan tekanan tersebut dilanjutkan ke gigi tetangga lain di dalam deretan gigi, dan ini dapat menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit dapat timbul karena gigi impaksi langsung menekan nervus alveolaris inferior pada kanalis mandibularis. 7.1.7 Diperkirakan Akan Mengganggu Pembuatan Protesa. Pencabutan gigi impaksi dilakukan apabila berada dalam denture bearing area yang dapat menghambat adaptasi landasan dan

mengganggu retensi serta stabilitas dari protesa yang akan dibuat.

7.2 Kontraindikasi Odontektomi 7.2.1 Tidak Ada Keluhan. Apabila tidak ada keluhan dari pasien yang mengalami gigi impaksi maka tidak diperlukan tindakan odontektomi yang dapat memakan waktu, biaya dan resiko pembedahan yang dapat terjadi. 7.2.2 Kemungkinan Menyebabkan Gigi Terdekat Rusak Atau Struktur Penting Lainnya.

24

Tindakan odontektomi beresiko tinggi untuk merusak jaringan dengan membuka flap dan juga merusak tulang yang menghalangi akses terhadap gigi yang impaksi. Apabila dikhawatirkan kerusakan yang akan diakibatkan oleh tindakan odontektomi tidak sebanding dengan manfaat yang didapatkan, maka sebaiknya odontektomi tidak dilakukan. 7.2.3 Penderita Usia Lanjut. Pada pasien yang berusia lanjut, tulang yang menutupi gigi impaksi akan sangat termineralisasi dan padat sehingga akan menyulitkan dilakukan odontektomi. Selain itu perlu diperhatikan juga keadaan umum pasien yang mungkin akan menghambat keberhasilan penyembuhan setelah dilakukannya odontektomi. 7.2.4 Kondisi Fisik Atau Mental Terganggu. Pada pasien dengan kesehatan umum yang terganggu misalnya mengidap penyakit sistemik maka diperlukan konsultasi terlebih dahulu kepada dokter yang bersangkutan sebelum melakukan tindakan bedah. Sedangkan untuk pasien dengan keadaan mental yang terganggu dapat mengganggu tingkat kooperatif pasien selama melakukan tindakan pembedahan.

25

8. PENATALAKSANAAN IMPAKSI GIGI Sebelum melakukan suatu tindakan pembedahan pada gigi impaksi, perlu dilakukan beberapa hal untuk menghindari komplikasi seminimal mungkin. Tindakan yang perlu dilakukan sebelum pembedahan : 1) Pemeriksaan keadaan umum penderita, dengan anamnesa dan pemeriksaan klinis. 2) Pemeriksaan penunjang dengan foto rontgen, sehingga dapat

mengevaluasi dan mengetahui kepadatan dari tulang yang mengelilingi gigi, sebaiknya didasarkan pada pertimbangan usia penderita, hubungan atau kontak dengan gigi molar kedua, hubungan antara akar gigi impaksi dengan kanalis mandibula, dan morfologi akar gigi impaksi, serta keadaan jaringan yang menutupi gigi impaksi, apakah terletak pada jaringan lunak saja atau terpendam didalam tulang. 3) Menentukan tahapan perencanaan pembedahan yang meliputi

perencanaan bentuk, besarnya dan tipe flap, menentukan cara mengeluarkan gigi impaksi, perkiraan banyaknya tulang akan dibuang untuk mendapatkan ruang yang cukup untuk mengeluarkan gigi impaksi, perencanaan penggunaan instrumen yang tepat, menentukan arah yang tepat untuk pengungkitan gigi dan menyebabkan trauma yang seminimal mungkin (Archer, 1975; Peterson, 2002)

26

8.1 Tindakan Pembedahan M3 Impaksi Rahang Bawah Prosedur penatalaksanaan yang umumnya dilakukan pada pencabutan M3 impaksi rahang bawah sebagai berikut: 8.1.1 Anestesi Anestesi yang digunakan dapat berupa anestesi lokal (pada pasien yang memiliki keadaan umum baik atau normal dan keadaan mental yang baik, prosedur operasi kurang dari 30-45 menit, operasi dilakukan pada satu sisi mulut, pada daerah operasi yang langsung terlihat) atau anestesi umum (pada pasien yang gelisah, sisi operasi yang multiple, operasi dengan lapangan pandang yang sulit, prosedur yang komplikasi dan durasi yang tidak dapat diperkirakan). 8.1.2 Teknik operasi

1. Membuat insisi untuk pembuatan flap: 1) Harus membuka daerah operasi dengan jelas 2) Insisi terletak pada jaringan yang sehat 3) Mempunyai basis yang cukup lebar, sehingga

pengaliran darah ke flap cukup baik. Flap mandibula yang sering digunakan adalah envelope tanpa insisi tambahan, direfleksikan dari leher M1 dan M2 tetapi dengan perluasan distal ke arah lateral atau bukal ke dalam regio M3 (trigonum retromolare). Aspek lingual mandibula dihindari untuk mencegah cedera pada n.lingualis. 2. Pengambilan tulang yang menghalangi gigi

27

Pengambilan tulang mandibula terutama dilakukan dengan bur dan dibantu dengan irigasi larutan saline. Teknik yang biasa dilakukan adalah membuat parit sepanjang bukal dan distal mahkota dengan maksud melindungi crista oblique externa namun tetap bisa mendapatkan jalan masuk yang cukup kepermukaan akar yang akan dipotong. 3. Pengambilan gigi Pengambilan gigi dapat dilakukan secara : 1) Intoto (utuh) Tulang yang mengelilingi gigi diambil secukupnya, sehingga didapatkan cukup ruangan untuk dapat meletakkan elevator di bawah korona. Kemudian dengan elevator tersebut dilakukan gerakan

mengungkit gigi tersebut. 2) In separasi (terpisah) Pada metode ini, pengambilan gigi impaksi dilakukan dengan membuang sedikit tulang. Gigi yang impaksi tersebut diambil dengan cara diambil sebagiansebagian (dibelah terlebih dahulu). 4. Pemotongan yang Terencana Gigi bawah yang impaksi biasanya dipotong-potong. Kepadatan dan sifat tulang mandibula menjadikan pemotongan terencana pada kebanyakan gigi impaksi menjadi sangat

28

penting apabila ingin diperoleh arah pengeluaran yang tidak terhalang. Tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari fraktur dinding alveolar lingual atau

tertembusnya bagian tersebut dengan bur karena ada kemungkinan terjadi cedera n.lingualis. Dasar pemikiran dari pemotongan adalah menciptakan ruang yang bisa digunakan untuk mengungkit atau

mengeluarkan segmen mahkota atau sisa akar. Berbagai cara pemotongan berdasarkan arah impaksi : 1) Impaksi Mesioangular Untuk pemotongan bagian distal mahkota atau separuh bagian distal gigi bawah yang impaksi mesioangular, sesudah pembuatan parit disekitar gigi, bur fisur diletakkan pada garis servikal dan dengan gerakan seperti menggergaji atau menyikat, gigi dipotong ke aksial dari 2/3 atau 3/4 menembus dari lingual ke bukal. Elevator lurus yang kecil digunakan untuk menyelesaikan

pemisahan bagian-bagian gigi, mematahkan bagian distal mahkota atau memecah gigi menjadi dua daerah bifurkasi. Sesudah mahkota bagian distal dikeluarkan, sisa gigi impaksi didorong kearah celah yang terbentuk sebelumnya dengan menggunakan elevator Crane Pick #41 yang diinsersikan pada bagian mesio-bukal atau pada tempat

29

yang sama dengan pengeluaran bagian distal. Gaya ini melepaskan gigi dari linggir distal gigi sebelahnya.

Gambar 16. Cara melepaskan gigi impaksi mesioangular

2) Impaksi Distoangular Pemotongan standar untuk impaksi distoangular adalah mengambil sebanyak mungkin bagian akar atau mahkota gigi sebelah distal. Pada teknik ini yang sangat penting adalah mempertahankan bagian mesial mahkota atau akar, karena bagian tersebut menjadi pegangan untuk

pergeseran ke distal dari sisa potongan gigi. Jika segmen ini hilang, pengambilan hanya bisa dilakukan dengan membuat jalan masuk bukal yang besar dengan eksisi tulang tambahan.

30

Gambar 17. Teknik melepaskan gigi impaksi distoangular

3) Impaksi Horizontal

Gambar 18. Teknik melepaskan gigi impaksi Horizontal

Rencana pemotongan untuk impaksi horizontal tergantung pada pengambilan awal mahkota dan diikuti pergeseranakar baiksatu persatu atau langsung seluruhnya ke arah ruang yang terbentuk dari pengambilan mahkota.

31

Biasanya mahkota lebih baik diambil dengan dua tahap. Pemotongan pertama adalah melintang pada garis servikal, sedangkan tahap kedua (aksial atau longitudinal) adalah sejajar sumbu panjang gigi. Belahan mahkota lingual dipatahkan dan diungkit kearah lingual dengan

menggunakan elevator, sedangkan sisa mahkota yang tertinggal digeser ke arah ruang yang ada dan dikeluarkan. Akar superior terdedah dan dibuat titik kaian pada permukaa superior. Elevator diinsersikan dan kemudian ditarik ke anterior (mesial). Hal ini cenderung menggeser akar ke arah anterior ke arah ruang yang sebelumnya ditempati oleh mahkota. Apabila akar tidak bisa bergerak sebagai satu unit, maka akar superior dipisahkan dari yang inferior, dan kemudian akan dikeluarkan satu per satu.

4) Impaksi Melintang

Gambar 19. Teknik melepaskan gigi impaksi melintang

32

Pemotongan pada gigi impaksi melintang mengikuti cara yang mirip dengan yang dilakukan pada impaksi horizontal. dikeluarkan Sekali dahulu. lagi kuncinya adalah ini, mahkota mahkota

Pada

keadaan

dipisahkan, kemudian dipatahkan dengan elevator dan diungkit ke lingual seluruhnya. Titik kaitan dibuat pada akar superior dan tekanan ke arah lingual diaplikasikan untuk mengeser akar kedalam ruang yang tadinya ditempati mahkota.

5) Impaksi Vertical Pencabutan gigi impaksi vertical , khususnya apabila terletak di tempat yang sangat dalam, biasanya diperlancar dengan pengeluaran mahkota dahulu. Ini dikerjakan dengan membuka garis servikal dan dengan menggunakan bur untuk memotong melalui duapertiga atau tigaperempat mahkota ke bukal/lingual, diikuti dengan mematahkan mahkota menggunakan elevator. Titik kaitan dibuat disebelah bukal akar, kemudian dikeluarkan ke arah superior dengan menggunakan elevator Crane Pick #41. Jika sulit digeser, akan dipisahkan pada bifurkasinya dan dicabut satu per satu.

33

Gambar 20. Teknik melepaskan gigi impaksi vertikal

5. Pembersihan luka Setelah gigi dikeluarkan, socket harus benar-benar

dibersihkan dari sisa-sisa tulang bekas pengeboran. Folikel dan sisa enamel organ harus dibersihkan atau diirigasi dengan air garam fisiologis 0,9% karena jika masih tertinggal dapat menyebabkan kista residual. 6. Flap dikembalikan pada tempatnya dan dijahit.

8.2 Tindakan Pembedahan M3 Impaksi Rahang Atas Prosedur penatalaksanaan yang umumnya dilakukan pada pencabutan M3 impaksi rahang atas sebagai berikut: 8.2.1 Anestesi Prosedur anestesi yang digunakan pada pembedahan impaksi gigi M3 rahang atas pada dasarnya sama dengan

34

prosedur pembedahan M3 rahang bawah, yaitu digunakan anestesi local atau anestesi umum. 8.2.2 Teknik operasi 1) Membuat Insisi Untuk Pembuatan Flap . Flap maksila yang biasa digunakan merupakan flap yang serupa dengan flap yang digunakan pada mandibula, tetapi diletakkan diatas tuberositas sedangkan perluasan distalnya tetap ke lateral atau bukal. Jalan masuk menuju M3 impaksi yang dalam (level C) pada kedua lengkung rahang sering diperoleh dengan insisi serong tambahan ke anterior. Untuk gigi impaksi M3 atas Buccal extention flap lebih sering dilakukan. Pembuatan flap dimulai dari daerah belakang hamular notch pada tuber maksila dengan menggunakan pisau incisi (Bord-parker blade no. 12). Mukosa membran yang menutupi tuberositas diinsisi dari daerah paling distal tuber, insisi dilanjutkan ke arah anterior sampai menyentuh tengah-tengah permukaan distal gigi M2 atas. Insisi dilanjutkan fold dengan mengelilingi kemiringan insisi 45 kearah derajat.

mukobukal

Mukoperiosteal yang menutupi gigi impaksi dibuka dengan rasparatorium. Demikian pula pada bagian palatinal. Setelah

35

flap terbuka berarti lapangan pandang yang cukup memadai sudah didapat.

Gambar 21. Membuat insisi untuk pembuatan Flap

2) Pengambilan Tulang Yang Menghalangi Gigi Meskipun pemotongan tulang dapat dilakukan dengan chisel, namun belakangan ini penggunaan bor tulang untuk membuang jaringan keras yang menutupi gigi impaksi lebih efektif. Pengambilan tulang diutamakan pada aspek bukal dibawah garis servikal M2, pengeboran dilakukan sampai kontur terbesar mahkota klinis tampak. Yang penting pada tahap ini adalah pengambilan tulang secukupnya menghindari trauma jaringan keras yang lebih besar. 3) Pengambilan Gigi Pengambilan gigi dapat dilakukan secara : i. Intoto (utuh) ii. In separasi (terpisah)

36

Pada impaksi gigi M3 atas jarang dipotong (separasi), sebab jaringan tulang yang menutupi lebih tipis dan relatif elastis, sehingga memungkinkan pengambilan gigi secara utuh dengan menggunakan elevator.

Pelaksanaannya setelah gigi yang impaksi tampak dan tulang pada kontur terbesar mahkota klinis dibuang harus dibuat ruangan yang cukup untuk memasukkan elevator pada daerah kontur terbesar mahkota. Lalu ujung elevator diinsersikan pada garis servikal didaerah mesiobukal gigi M3. Dengan menggunakan sisi bukal sebagai fulkrum gigi ditekan kearah distobukal dari prosesus alveolaris dengan tekanan secukupnya. Hati-hati dalam penempatan elevator, hindari tekanan mendorong keatas dan gunakan tekanan secukupnya agar gigi tidak terdorong ke arah sinus maksilaris atau ruang pterigomaksilaris. Saat menggunakan elevator ini tuberositas maksila harus difiksasi dengan ibu jari dan telunjuk mencegah frakturnya tuberositas maksila. 4) Debridemen Dan Penutupan Luka Luka dibersihkan dari serpihan tulang lalu dilakukan kuretase serta penghalusan proses alveolaris dengan bone file. Setelah itu luka diirigasi atau spooling dengan larutan NaCl 0,9% plus betadine. Penutupan luka dilakukan dengan mengembalikan flap ke posisi semula serta dilakukan

37

penjahitan terputus terutama pada distal M2 lalu di interdental. Penjahitan bisa dilakukan pada 3 atau 4 tempat tergantung dari luasnya insisi. Diatas luka bekas operasi diletakkan tampon yang telah diberi betadine, pasien disuruh menggigit sekitar 1 jam dan diberikan instruksi post operasi. 8.3 Pencabutan Gigi Impaksi Yang Lain Didasarkan Pada Lokasinya C atas yang impaksi agak sukar dicabut. Baik vertical atau horizontal, problem awalnya adalah menentukkan lokasi dari mahkotany apakah di palatal atau fasial. Ini dilakukan secara klinik atau radiografis. Mahkota mungkin tampil dengan penonjolan yang mudah diraba pada daerah vestibulum fasial atau tonjoloan yang serupa bisa terlihat atau teraba pada daerah rugae palatum. Petunjuk yang lebih jelas adalah kecondongan insisivus lateral di dekatnya kea rah lingual. Hal ini mungkin disebabkan oleh tekanan ke fasial dari mahkota kuspid yang impaksi horizontal terhadap akar gigi tersebut.

Lokasi Radiografis Teknik radiografis yang digunakan untuk menentukkan lokasi meliputi teknik true maxillary occlusal, lateral ekstraoral atau tangential dan schift shot. True occlusal view dibuat dengan menempatkan konus pada linger dahi dan meyerongkannya agak ke

38

depan, sejajar dengan sumbu panjang gigi anterior atas. Cara ini akan memperlihatkan penampang melintang gigi-gigi anterior dan posisi gigi impaksi pada hubungan sesungguhnya. Dengan menempatkan tongue blade terhadap film occlusal dapat diperoleh gambar ekstra oral yang memuaskan. Pasien memegang sendiri tongue blade untuk stabilisasi film pada posisi yang diharapkan di daerah di dekat gigi yang impaksi. Pemaparan tangential dibuat yang dapat

memperlihatkan lokasi mahkota. Teknik Schift shot menggunakan 3 film periapikal yang ditempatkan pada tempat yang tetap dan posisi konus terhadap daerah impaksi yang berbeda-beda, satu pemotretan dari akan, satu tegak lurus dan satu dari kiri, interpretasi tergantung pada fakta bahwa objek yang dekat dengan konus Nampak bergerak menjauh, sedangkan yang lebih jauh dari kunus, bergerak mendekati konus. 8.3.1 Kuspid Atas Impaksi Palatal Sebagian besar mahkota kuspid terletak di palatal baik impaksi ini horizontal / vertical. Pendektakan dari palatum adalah dengan menggunakan flap envelope yang diangkat dari leher gigi-gigi di sebelahnya. Jika diperlukan jalan masuk tambahan, maka bisa ditambah dengan insisi serong anterior. Insisi tambahan posterior sebaiknya dihindari untuk

melindungi n. palatinus mayor. Tulang diambil dengan bur atau chisel menggunakan tangan langsung. Rencana

39

pemotongan gigi adalah mengambil mahkotanya dahulu kemudian menggeser akar ke ruang bekas mahkota. Gigi pada mulanya dipotong pada garis servikal dan kemudian mahkota dipatahkan. Apabila mahkota tidak bisa dikeluarkan, dilakukan pemecahan lagi dalam arah memanjang sejajar dengan sumbu gigi. Titik kaitan dibuat pada permukaan akar dan kemudian digunakan elevator dengan kekuatan tekanan arah anteroinferior. Apabila akar tidak dapat terungkit dan mentok ke dinding anterior makan dilakukan pemotongan lagi dan dibuat lubang kaitan yang baru. Mentoknya akar tersebut disebabkan karena akar terlalu panjang atau karena kurvatur akar. Pertimbangan anatomis yang terutama di dalam pencabutan kaninus atas impaksi adalah kedekatan letaknya dengan sinus. Seperti pencabutan impaksi lainnya, sesudah pengeluaran gigi daerah tersebut diirigasi dengan larutan saline, diamati dan tepi-tepi tulang dihaluskan.

Gambar 22. Teknik melepaskan Impaksi gigi anterior

40

8.3.2

Kuspid Yang Impaksi Di Fasial Kuspid atas yang impaksi di labial dicabut melalui flap envelope semilunar menonjol atau dan retangular fasial. Biasanya bukal

mahkotanya

pengambilan

tulang

dilakukan dengan menggunakan elevator lurus yang kecil yang fungsinya seperti pencungkil tulang. Impaksi ini diungkit dengan menggunakan tekanan baji elevator yang diterapkan sepanjang permukaan akar gigi. Pemotongan akar gigi diperlukan apabila arah pengeluaran terblokir oleh insisivus yang sudah erupsi, atau karena akarnya dilaserasi. 8.3.3 Premolar Atas Impaksi Premolar yang impaksi di sebelah palatal sangat jarang terlihat, karena molar susu jarang tanggal secara premature. Pendekatan untuk pencabutan gigi impaksi ini srupa dengan gigi kaninus impaksi yang terletak di palatal. Flap envelope dibuat dan dibuka dari leher gigi. Mahkota dibuka dengan menggunakan elevator lurus sebagai pencungkil tulang. Pengunkitan gigi dilakukan dengan tekanan baji elevator. Apabila diperlukan pemotongan, harus dibuat rencana yang mirip dengan kuspid. Mahkota dikeluarkan dahulu dan akar digerakan ke bagian yang kosong bekas tempat mahkota. Seperti pada kaninus, keberadaan sinus maksilaris perlu pertimbangkan dalam menggunakan instrument. Juga harus

41

diperhatikan a. palatine mayor karena arteri ini terlibat dalam flap.

Gambar 23. Teknik melepaskan impaksi gigi premolar Rahang atas

8.3.4

Premolar Bawah Yang Impaksi Premolar bawah yang impaksi mungkin menimbulkan masalah penentuan lokasi seperti kaninus atas. Pada awal perkembangannya gigi sering terletak di bukal, tetapi dengan penyempurnaan pembentukan akar, mahkotanya terdapat pada bagian lingual. Pada keadaan apapun, gigi sulit dikeluarkan. Pendekatan dari lingual menggunakan flap envelope yang dibuka dari leher gigi. Pada kasus ini lidah membatasu visualisasi. Pada waktu dikeluarkan kea rah bukal dnegan flap envelope, bundle neuromuscular mentalis sering terletak di dalam atau di dekat daerah pembedahan. Pertimbangan lain dalam pencabutan gigi premolar impaksi adalah kedekatannya dengan akar gigi di dekatnya. Jika arah pengeluaran yang tidak terhalang tidak didapatkan, mahkotanya biasanya dipotong dan

42

celah yang didapat dipergunakan untuk tempat pergeseran akar.

Gambar 24. Teknik melepaskan gigi premolar Rahang Bawah

8.3.5

Gigi Terpendam Lainnya Pencabutan gigi-gigi impaksi dan terpendam menggunakan prinsip-prinsip yang sudah diuraikan. Apabila gigi

supernumerary yang terpendam terlihat dengan sinar X sebelum erupsi gigi geligi permanent, maka pencabutannya sering ditunda sampai sesudah erupsi jika mungkin, karena membedakan antara gigi normal dengan gigi ekstra pada waktu pembedahan sulit atau tidak mungkin dilakukan. Gigi supernumerary meliputi mesiodens, dan disto atau para molar, menimbulkan kendala jalan masuk dan cara pengeluarannya. Pendekatan inovatif didasarkan pada prinsip yangPencabutan gigi-gigi impaksi dan terpendam menggunakan prinsip-prinsip yang sudah diuraikan. Apabila gigi supernumerary yang terpendam terlihat dengan sinar X sebelum erupsi gigi geligi

43

permanent, maka pencabutannya sering ditunda sampai sesudah erupsi jika mungkin, karena membedakan antara gigi normal dengan gigi ekstra pada waktu pembedahan sulit atau tidak mungkin dilakukan. Gigi supernumerary meliputi mesiodens, dan disto atau para molar, menimbulkan kendala jalan masuk dan cara pengeluarannya. Pendekatan inovatif didasarkan pada prinsip yang tepat sering dapat

menyelamatkan keadaan. Dengan rasio risiko / manfat yang tidak menguntungkan, tidak melakukan apa-apa kadangkadang merupakan tindakan yang tepat. Mengorbankn gigi yang erupsi sebagian akibat pencabutan gigi terpendam atau impaksi tidak dapat dibenarkan.

8.4 Instruksi Pasca Pembedahan (Pedlar.1996) Diterangkan pada pasien bahwa proses penyembuhan tergantung pula pada pasien untuk melaksanakan instruksi setelah pembedahan. Kondisi yang biasa terjadi : a. Rasa sakit b. Perdarahan c. Pembengkakkan 8.4.1 Tindakan yang sebaiknya dilakukan: a. Gunakan obat sesuai yang dianjurkan dalam resep

44

b.

Tempatkan kasa diatas daerah pencabutan bukan didalam soketnya

c.

Lakukan

kompres

dingin

untuk

mengurangi

pembengkakkan d. Tidurlah dengan kepala agak dinaikkan, ini dapat mengurangi pembengkakkan e. f. 8.4.2 Lakukan diet lunak Istirahat yang cukup

Yang harus dihindarkan : a. b. c. d. e. Hindari makanan yang keras. Jangan menghisap-hisap daerah bekas operasi Jangan sering meludah Hindarkan daerah bekas operasi dari rangsang panas. Tidak melakukan kerja berat.

8.4.3

Kontrol (Peterson, 2003) Pasien kembali kontrol setiap hari sampai jahitan dibuka. Kontrol perdarahan. Kontrol rasa sakit dan rasa tidak nyaman, termasuk diet, oral hygiene, edema, infeksi, trismus, ekimosis.

45

DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos, Fragiskos D. . Oral Surgery. New York : Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2007.

Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta : EGC. Peterson L.J.,2003.Contemporary Oral Maxillofacial Surgery.4th Ed.St.Louis: Mosby

Peterson. 2004. Principle of Oral and Maxillofacial Surgery. London : BC Decker Inc.

Riawan, Lucky. 2007. Materi Kuliah Bedah Dento Alveolar. Universitas Padjadjaran Bandung

You might also like