You are on page 1of 31

LBM 2 MODUL GERAK DAN MUSCULOSKELETAL Myasthenia Gravis dan SGB

STEP 1 Hipestesi sentuhan. : Penurunan kepekaan secara abnormal terutama terhadap

EMG : Elektro myelografi pemeriksaan untuk menilai nyeri pinggang atau penyakit reumatik pada vertebra cervicalis, khusus untuk kontraksi volunteer.

Refleks fisiologis adekuat secara normal. Refleks Patologis adekuat secara abnormal.

: Aktivitas spontan motorik sebagai jawaban dari rangsangan yang

: Aktivitas spontan motorik sebagai jawaban dari rangsangan yang

STEP 2 KELEMAHAN OTOT AKUT DISERTAI DG HISPESTESI, GANGGUAN MENELAN RINGAN, KELUMPUHAN OTOT WAJAH ; Tidak disertai demam, maupun gangguan BAB, BAK, gangguan ADL, bukan herediter STEP 3 Bagaimana mekanisme kontraksi otot? Mengapa terjadi kelemahan otot pada tungkai bawah saja ? Ototbergerak butuh rangsangan adequate. Otot mekano reseptor,dll Gangguan di sinapsis(titik pnghubung dr 1 neuron ke neuron lain eksitasi ; memperkuat , inhibisi ; memperlambat rangsang) neuron rangsangan lemah 1. Efektor (asetil colin gak aktif) mengalami defek.jadi antara reseptor sm efektor hrus seimbang. 2. Kelemahan otot 3. Defek pada Retikulo sarkoplasmanya. Apa etiologinya sampai bisa terjadi kelemahan otot wajah? Mungkin ada kelainan pada N. VII

Misalkan terjadi defek pada reseptor karena adanya autoimun. Autoimun akan menghancurkan antigen, ACH reseptor dianggap sebagai antigen sehingga si imun akan menghancurkan si reseptor.sehingga reseptornya mengalami gangguan dalam kontraksi ototnya. Infeksi virus Defek pada otak (penyumbatan otak tumor otak) Kecelakaan (trauma) Herediter / genetik

Mengapa terjadi hipestesi? Adanya defisit sensoris

Sensoris : reseptor di syaraf Motoris : Mengapa susah untuk menelan? Kelainan pada N. IX dan X Apakah DD nya? Infeksi : poliomyelitis, siphilys, syndrome Guillain Barre (SGB) Autoimun : Miastenia Graves Apakah Diagnosisnya? Apa saja tanda dan gejala kelemahan otot? OTOT Anatomi -musculi membri superior -musculi membri inferior Fisiologi

Alat gerak aktif Membantu jantung kontraksi Mengendalikan tekanan darah dengan mengatur diameter Fungsi berdasar kelompok otot Melindungi organ organ vital Tempat penyimpanan glikogen Histology Otot polos : organ visceral, sifat involunter,seratnya bentuk fusiform kedua ujung meruncing yg mengandung 1 inti di pusat. Serat mengandung filament aktin myosin. Fungsi : tonus dan kontraksi aktif. Otot lurik : di muscle yg melekat pada tulang rangka, volunteer, filament kontraktil membentuk gurat2 melintang yg sebagai pita2 isotropik.di persarafi oleh saraf motorik besar (akson) Otot jantung : di jantung, involunter, ujung terminal serat2 otot bersebelahan membentuk suatu kompleks yang disebut diskus interkalaris. Patologi Otot Bagaiman perlekatan otot terhadap tulang Beda otot dan tendo Gerakan otot (endorotasi, pronasi,dll) Axis gerak (horizontal,sagital,dll) Mekanisme system saraf pusat

STEP 4

Lemah kedua tungkai

Lemah ekstremitas superior - inferior

Refleks fisiologis menurun Refleks patologis (-) Hipestesi kedua kaki

Gangguan BAB & BAK (-)


Lumpuh otot-otot wajah, Keturunan (-), Kelemahan otot lurik

Neuromuskular SGB

Etiologi

Patofisiologi

Penatalaksanaan

Diagnosis Banding

Poliomyelitis

Myestenia Gravis

STEP 5

LEARNING ISSUE STEP 6 BELAJAR MANDIRI STEP 7 Bagaimana mekanisme kontraksi otot? Kontraksi : Impuls ditangkap oleh saraf sensorik SSP motorik rangsang jalan ke serabut saraf sampai di ujung ke otot sekresi acetilkolin (Ach) kerja local membuka banyak kanal gudang acetilkolin ion Na+ bs berdifusi ke membrane serabut oto depolarisasi reticulum sarcoplasma melepas banyak Ca2+ mengelilingi myofibril ion Ca2+ memacu tarik menarik antaran aktin dan myosin jembatan silang bergeser manifestasi dari kontraksi Relaxasi : Ca2+ kembali ke RS disimpan lagi relaxsasi

ANATOMY & PHYSIOLOGY Carloz Junquiera Potensial aksi saraf motorik ujung saraf mensekresi asetilkolin membuka saluran asetilkolin di membran serat otot ion natrium masuk membran serat otot (di titik terminal) potensial aksi dalam serat otot potensial aksi berjalan di sepanjang membran serat otot depolarisasi membran serat otot & menyebabkan retikulum sarkoplasma melepas ion kalsium ke miofibril ion kalsium menimbulkan kekuatan

menarik antara filamen aktin dan miosin bergerak bersama-sama & terjadi proses kontraksi setelah < 1 detik, ion kalsium masuk lagi ke retikulum sarkolasma sampai potensial aksi yang baru datang lagi kontraksi otot terhenti. (Guyton Arthur C.2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC)
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor neurone. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal (2,4). Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral (3). Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah suatu aktifitas fisik (1,4). 3.Saraf Kranialis Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan gangguan 2.Gangguan sensibilitas

Mengapa terjadi kelemahan otot pada tungkai bawah saja ?


Kelumpuhan

berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis n. laringeus (4). 4.Gangguan fungsi otonom Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB9 (4). Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai (1,4). Gangguan otonom ini jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu. 5.Kegagalan pernafasan Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita (1,4). 6.Papiledema Kadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang menyebabkan penyumbatan villi arachoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang (4). 7.Perjalanan penyakit Perjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase, seperti pada gambar 1. Fase progresif dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah berat sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu (3,4). Segera setelah fase progresif diikuti oleh fase plateau, dimana kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa pendek selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7 minggu (3). Fase rekonvalesen ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang berlangsung selama beberapa bulan.

Seluruh perjalanan penyakit SGB ini berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6 bulan. Gambar 1. Perjalanan alamiah SGB skala waktu dan beratnya kelumpuhan bervariasi antara berbagai penderita SGB (3).

1.Variasi klinis Di samping penyakit SGB yang klasik seperti di atas, kita temui berbagai variasi klinis seperti yang dikemukakan oleh panitia ad hoc dari The National Institute of Neurological and Communicate Disorders and Stroke (NINCDS) pada tahun 1981 adalah sebagai berikut : Sindroma Miller-Fisher Defisit sensoris kranialis Pandisautonomia murni Chronic acquired demyyelinative neuropathy.

Apa etiologinya sampai bisa terjadi kelemahan otot wajah?

Mengapa terjadi hipestesi?

Mengapa susah untuk menelan?

Apakah DD nya? Infeksi : poliomyelitis, siphilys, syndrome Guillain Barre (SGB)

Autoimun : Miastenia Graves Apa saja tanda dan gejala kelemahan otot?

OTOT Anatomi OTOT EKSTREMITAS SUPERIOR 1) Otot-otot punggung m. trapezius m. latissimus dorsi m. levator scapulae m. rhomboideus mayor m. rhomboideus minor 3) Otot-otot bahu m. deltoideus m. sub scapularis m. supraspinatus m. infraspinatus m. teres mayor m. teres minor 5) Otot-otot lengan bawah Kelompok radiodorsal Stratum superficial m. brachioradialis m. ekstensor carpi radialis longus m. ekstensor carpi radialis brevis m. ekstensor digitorum m. ekstensor digiti minimi m. ekstensor carpi ulnaris Stratum profundal m. supinator m. abductor pollicis longus m. ekstensor pollicis brevis m. ekstensor pollicis longus

2) Otot-otot dada m. subclavius m. serratus anterior m. pectoralis mayor m. pectoralis minor 4) Otot-otot lengan atas m. coracobrachialis m. bicep brachii m. brachialis m. tricep brachii m. anconeus

sebelah radial

intermediate

sebelah ulnar

m. ekstensor indicis hakkakcncc Kelompok ulnovolar Stratum superficial m. pronator teres m. flexor carpi radialis m. palmaris longus m. flexor carpi ulnaris Stratum mediale m. flexor digitorum superficial Stratum profundal m. flexor digitorum profundus m. flexor pollicis longus m. pronator quadratus 6) Otot-otot tangan Buku saku Anatomi FK UNISSULA vol.1 OTOT-OTOT EKSTREMITAS INFERIOR 1) Otot-otot pangkal paha 2) Otot-otot tungkai atas 3) Otot-otot tungkai bawah

Fisiologi Volunteer (otot sadar) Yang dipengaruhi oleh system sarafaf pusat (otak) dan sumsum tulang belakang) Contoh : otot skelet In Volunteer (otot tidak sadar) Dipengaruhi oleh system saraf otonom Contoh : otot polos dan otot jantung

FUNGSI VOLUNTER MRPKAN AKIBAT KERJA DR OTOT RANGKA 1. Mempertahankan Sikap Tubuh Duduk, Berdiri, Tidur 2. Melaksanakan Bermacam-Macam Gerakan Anggota Tubuh : Pergerakan Jari-Jari : Untuk Memegang Diafragma : Respirasi (Pernafasan) Pharyng : Menelan Makanan Lidah & Bibir : Menggerakan Makanan Dan Vokalisasi FUNGSI INVOLUNTER (TDK DIPENGARUHI KEHENDAK) AKIBAT KERJA OTOT POLOS & OTOT JANTUNG 1. Propulsi (Dorongan) Substansi Dlm Bermacam-2 Saluran, Misalnya: Makanan Yang Berjalan Sepanjang Saluran Pencernaan; Darah Yang Berjalan Di Sepanjang Pembuluh Darah; Sel Telur Yang Berjalan Di Sepanjang Saluran Telur (Oviduct); Sperma Yang Berjalan Di Spanjang Saluran Mani 2. Ekspulsi (Pengeluaran) Substansi Yang Tersimpan Dalam Kantung (Vesica) Empedu, Urine, Feses 3. Regulasi (Pengaturan) Diameter Lubang Mengatur Besar Kecilnya Pupil Mata, Pylorus Lambung, Rektum (Anus) (Repository.Ui.Ac.Id/Dokumen/Lihat/2802.Ppt)

Histology Otot lurik :

Di dekatnya ada persarafan, volunteer, filamen aktin dan myosin teratur sehingga membentuk gurat-gurat melintang yang teratur, pita I terang, pita A gelap, inti di perifer, epimisium (keseluruhan otot rangka)-perimisium(berkas serat otot rangka)-endomisium(serat otot), motor end plate(taut neuromuskular):tempat impuls dipindahkan dari akson ke serat otot rangka. Ujung terminal akson: vesikel yang mengandung transmitter asetilkolin. Impuls akson terminal vesikel sinaps menyatu reseptor asetilkolin serat otot terangsang kontraksi. (Eroschenko Victor P.2003.Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Otot polos :

Satu inti dipusat, organ visceral dan pembuluh darah, tersusun melingkar, mengendalikan tekanan dengan mengubah diameter pembuluh, involunter. (Eroschenko Victor P.2003.Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC) Otot jantung :

Di dalam dinding dan septa jantung, gurat-gurat melintang, saraf otonom dan hormone, ritmis, involunteer, satu atau dua inti di tengah, ujung terminal seratserat otot membentuk diskus interkalaris (tautan end to end), diskus interkalaris mengikat dan menggabungkan semua serat otot jantung penyebaran cepat stimuli kontraksi seluruh muskulatur jantung. (Eroschenko Victor P.2003.Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

(Guyton Arthur C.2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Patologi Otot

Bagaiman perlekatan otot terhadap tulang

Beda otot dan tendo PERBEDAAN Sifat Vaskularisasi Imunitas Tahanan TENDO OTOT Tidak kontraktil , elastisitas Kontraksi , elastic sedikit Sedikit Banyak Tidak tahan infeksi Tahan infeksi Thana terhadap goresan Tidak tahan terhadap atau tekanan geseran atau tekanan (Diktat Anatomi Musculoskeletal edisi 2011 , hal 136)

Gerakan otot (endorotasi, pronasi,dll)

Macam gerak Fleksi Ekstensi Adduksi Abduksi Endorotasi Eksorotasi Pronasi Supinasi

: gerakan memperkecil sudut : gerakan memperbesar sudut : gerakan mendekat ke garis tengah/median : gerakan menjauhi garis tengah : gerakan memutar ke arah lateral : gerakan memutar ke arah medial : endorotasi untuk lengan/tungkai : eksorotasi untuk lengan/tungkai (Diktat Anatomi Musculoskeletal edisi 2011 , hal 136)

Axis gerak (horizontal,sagital,dll)

Axis gerak Axis sagital Tegak lurus terhadap bidang frontal

Axis tranversal Tegak lurus terhadap bidang sagital

Axis vertical

Tegak lurus terhadap bidang horizontal

Sumber : Myologia dan Arthrologia, Lab.Anatomi FK Undip, Semarang, 1981

Mekanisme system saraf pusat


Myasthenia Gravis Definisi, Etiologi, dan Patogenesis

MG merupakan paradigma dari kelainan autoimmune yang disebabkan oleh antibody , dimana yang diserang akan mengurangi integritas salah satu komponen yang ada ditubuh . Antibody normalnya dibuat setiap hari sejak kita lahir dan terekspos oleh protein asing seperti virus dan bakteri . MG merupakan juga kelainan antibody yang terjadi akibat sel reseptor dari lapisan otot sehingga menjadi autoimmune. Autoimmune ini menyerang pada beberapa lapisan otot sehingga terjadinya gejala dan tanda umum dari MG . Patofisiologi Semua otot yang ada ditubuh kita diaktifkan oleh rangsangan syaraf yang berjalan sepanjang batang syaraf dari otak dan urat syaraf tulang belakang . Bila rangsangan saraf mencapai persimpangan neuromuscular , titik dari sambungan serabut saraf berakhir pada serabut otot , zat yang dihasilkan disebut Acetylcholine (AcH) , dimana reseptor pada membrane otot yang diserang serta menghasilkan kontraksi otot . Pasien dengan MG akan membuat blocking antibody , dimana akan menumpuk pada membrane otot reseptor dan mencegah masuknya molekul AcH . Hasil yang didapatkan akan melemahkan otot dan terkadang terjadi apa yang dinamakan Frank Paralysis . Karakteristik klinis Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak mata atau otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal sebagai ptosis ; yang mengenai otot extraocular maka pasien akan melihat dobel pada arah otot yang lemah Dalam hal ini mungkin akan melihat baik kesemua arah kecuali keatas , dimana salah satu otot elevatornya lemah . Untuk mengkompensasi kelemahan tersebut penderita dapat memiringkan kepalanya atau memutar wajahnya kearah otot yang lebih kuat . Sebagai contoh penderita akan memiringkan

kepalanya kebelakang ,meskipun matanya relative melihat kearah bawah yang diakibatkan dari kelemahan otot elevator . Kekuatan otot mata pada MG setara dengan menelan , berbicara serta kekuatan kaki yang mungkin normal atau sedikit berpengaruh ketika penderita beristirahat , tetapi biasanya kelemahan tersebut dapat dihilangkan dengan latihan . Dalam hal ini tanyakan ke penderita untuk melihat keatas selama 60 detik , dengan demikian tes ketahanan otot vertical mata dan kelopak atas dilakukan secara bergantian , penderita mungkin akan mengalani perubahan kelemahan dari normal ke extreme dengan diplopia yang mencolok atau ptosis . Meskipun gerakan mata keatas dilakukan diawal , otot extraocular tidak akan mengikuti . Kelemahan dari gerakan mata pada horizontal pun biasanya sama . Pada dasarnya banyak contoh dari tidak berfungsinya otot gerak mata yang mungkin berkembang tetapi dihambat oleh kelumpuhan otot atau ketidakmampuan mata untuk berkembang , kadang pada kondisi medis lain seperi stroke , tumors , thyroid , infeksi dan multiple sclerosis . Tanda meliputi : kelemahan otot wajah termasuk kelopak mata yg menggantung penglihatan ganda kesulitan bernafas , berbicara & mengunyah kelemahan pada otot tangan & kaki kelelahan yg disebabkan karena factor emosional

Gejala yang umum yang terlihat pada pasien dengan Myasthenia gravis adalah : * Diplopia( penglihatan ganda ) * Ptosis ( kelopak mata yang menggantung ) * dan mata yang tidak dapat menutup rapat Gejala ini timbul karena lemahnya otot yang mengontrol bola mata dan pergerakan kelopak mata, sensitif terhadap cahaya Diplopia Penglihatan ganda yang terjadi ketika mata tidak dapat memfokuskan, dikarenakan lemahnya satu atau lebih otot luar mata yang mengontrol pergerakan mata. Hal ini lebih sering muncul ketika melihat keatas atau kesamping . Untuk menghilangkan kelemahan ini pasien akan memiringkan wajahnya kearah otot mata yang lebih baik. Contohnya : jika otot mata melihat keatas lemah , pasien akan mendongak /menarik posisi kepalanya kebelakang sehingga

objek diatas kepala dapat terlihat. Ptosis Ptosis ( kelopak mata yang menggantung) juga disebabkan lemahnya otot. Kedipan mata atau kernyitan kelopak mata yang menggantung kadang-kadang dapat terlihat. Bila kedua kelopak mata menggantung, umumnya satu mata lebih menggantung dibandingkan yang lainnya. (Susanti Arini.____.Ocular Myasthenia Gravis.http://www.mahendraindonesia.com/brt2.php?id=36.diakses tanggal 08 Juli 2010) PATOFISIOLOGI Jumlah AchR yang berfungsi menerima Ach dari terminal saraf motorik di neuromuskular junction menurun di postsynaptic fold sehingga bagian ini menjadi lebih rata sehingga transmisi neuromuskular menjadi tidak efisien dan ototpun melemah.; 75% MG menunjukkan kelenjar tymus yang abnormal dan sangat berhubungan dengan autoantibodi yang dihasilkan meskipun etiopatogenesis dari penyakit ini belum sepenuhnya diketahui dengan jelas.

http://demo.classontheweb.com/CBSE/ClassX/Science/getsetgo.php?file=getsetgo_science.html

GAMBARAN KLINIK - Kelemahan otot dan cepat lelah jika beraktivitas;membaik bila beristirahat;lebih parah di saat setelah pagi daripada saat pagi hari.

Distribusi kelemahan otot yang diserang bervariasi;paling sering di otot kelopak mata dan yang mengendalikan pergererakan bola mata (dominan di wajah; pasien sulit bicara,sulit tersennyum;dsb.) Atrofi otot serat II meskipun sediaan histologis menyatakan normal; kadang terdapat infiltrat limfosit di jaringan ikat otot

DIAGNOSA - Tes Antikolinestarse: diberikan IV; dosis awal 20 mg selama 15 detik, bila dalam waktu 30 detik tidak ada respon, maka tambah 8-9 mg; Respon yang diharapkan meliputi derajat ptosis, derajat gerak mata, dan menggenggam;bisa menyebabkan bradikardi. - EMG: stimulasi berulang akan menghasdilkan pengurangan amplitude dari ecoked motor response. - Antibodi AchR: positif bersifat diagnostic meski tidak berkorelasi dengan derajat oenyakit;umumnya 80% posited tetapi yang dengan kelalinan mata hanya sekitar 50% yang positif. - Antibodi MuSK (muscle kinase): diberikan terhadap 40% yang AchR negative. IPD Jilid II Buku Ajar aPatologi- Robin-Kumar-Coltran

SGB
Definisi
Sindroma Guillain Barre adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus (menyeluruh) yang mengenai radiks spinalis (saraf tulang belakang) dan saraf periter (tepi), kadang kadang juga sampai ke saraf knanialis (kepala), yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. www.library.usu.ac.id

Etiologi Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain: 1. Infeksi 2. Vaksinasi 3. Pembedahan 4. Penyakit sistematik: o Keganasan dan mungkin ada

o Systemic lupus erythematosus o Tiroiditis o Penyakit Addison 5. Kehamilan atau dalam masa nifas (Japardi Iskandar.2002.Sindroma Guillai- Barre.http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi46.pdf. diakses tanggal 18 Juli 2010) Patogenesis/patofisiologi Imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi. Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus. Peran imunitas seluler Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, alergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.

(Japardi Iskandar.2002.Sindroma Guillai- Barre.http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi46.pdf. diakses tanggal 18 Juli 2010) Klasifikasi


Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu: 1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy 2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy 3. Acute motor axonal neuropathy 4. Acute motor sensory axonal neuropathy 5. Fishers syndrome 6. Acute pandysautonomia
Source : Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah

Gejala klinis
o Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu. o o o Relatif simetris Gejala gangguan sensibilitas ringan Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang o mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain o Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,dapat memanjang sampai beberapa bulan. o Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,hipertensi dangejala vasomotor. o Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

Kelumpuhan Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor neurone. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadangkadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak,

kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal. Gangguan sensibilitas Parestesi (sensasi sentuhan abnormal) biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral (sekitar mulut). Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif (menerima rangsangan dalam jaringan tubuh;ujung saraf sensorik di dalam otot/tendo/kapsul sendi). Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah suatu aktifitas fisik. Saraf Kranialis Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otototot muka sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan gangguan berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis n. laringeus Gangguan fungsi otonom Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB9. Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu. Kegagalan pernafasan Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita Papiledema Kadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan otot

yang menyebabkan penyumbatan villi arachoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang. Perjalanan penyakit Fase progresif dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah berat sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu Fase plateau, dimana kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa pendek selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7 minggu Fase rekonvalesen ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang berlangsung selama beberapa bulan. Seluruh perjalanan penyakit SGB ini berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6 bulan

Penatalaksanaan
Sindroma Guillain-Barre (SGB) dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien diatasi di unit intensif care. Pasien yang mengalami masalah pernapasan memerlukan ventilator yang kadang-kadang dalam waktu yang lama. Plasmaferesis (perubahan plasma) yang menyebabkan reduksi antibiotik kedalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan pada serangan berat dan dapat membatasi keadaan yang memburuk pada pasien dan demielinasi. Diperlukan pemantauan EKG kontinu untuk kemungkinan perubahan kecepatan atau ritme jantung. Disritmia jantung dihubungkan dengan keadaan abnormal autonom yang diobati dengan propanolol untuk mencegah takikardi dan hipertensi. Atropin dapat diberikan untuk menghindari episode bradikardi selama penghisapan endotrakheal dan terapi fisik.

Penyusunan tendo otot

Pada otot pararel.fasikulus pararel terhadap aksis longitudinal otot dan berujung pada suatu tendon pipih untuk membentuk otot menyerupai pita.seperti pada otot Sartorius Pada otot peniformis,fasikulus tersusun seperti kumpulan bulu disepanjang sisi tendon otot,otot peniform memiliki kontraksi yang sangat kuat karena seluruh daya dimiliki miofibers dikonsentrasikan pada tendon. o Pada otot unipeniform semua fasikulus berada di salahsatu sisi tendon seperti pada otot semimembranosa. o Otot bipeniform memeiliki fasikulus yang menyatu dikedua sisi tendon seperti pada otot rektus tungkai o Otot multipeniform memeiliki fasikulus yang menyatu pada banyak tendon,seperti pada otot deltoideus. (ethel Sloaneanatomi dan fisiologiEGC) o Sistem otot (Fungsinya) Sistem gerak mekanisme geak dan bidang gerak Fungsi system otot Pergerakan ,otot menghasilkan gerakan pada tulang tempay otot tersebut melekat dan bergerak dalam bagian-bagian organ internal tubuh. Penopang tubuh dan memepertahankan postur,otot penopang rangka dan

mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi. Produksi panas,konsentrasi otot secara metabolis menghasilkan panas untuk

mempertahankan suhu normal tubuh.

(ethel Sloaneanatomi dan fisiologiEGC)

Penatalaksanaan Fisioterapi pada Problem Muskuloskeletal Masalah muskuloskeletal adalah penting baik pada fase pertama maupun kedua oleh karena bukan hanya motorik adalah masalah utama penderita GBS, tetapi juga skeletal sebagai akibat dari gangguan motorik. Pada fase pertama yang perlu diberikan adalah mempertahankan kekuatan otot, panjang otot, luas gerak sendi (LGS), tanpa melupakan bahwa kondisi pasien masih akan terus memburuk dalam waktu maksimal 2 minggu.

Bila panjang otot dan LGS terus terjaga pada fase pertama, fisioterapi pada fase kedua ditekankan peningkatan kekuatan otot, dengan tetap memperhitungkan jumlah motor unit yang kembali bekerja.

Penatalaksanaan pada masalah kekuatan otot Pada fase pertama, program awal yang bisa diberikan adalah latihan aktif, bila memungkinkan. Bila penderita tidak mampu menggerakkan sendiri anggota badannya, sebaiknya bantuan diberikan (=aktif asistif). Bila kemudian kondisi kelemahan otot sangat menonjol, latihan pasif harus diberikan; artinya fisioterapis yang menggerakkan angota badan penderita. Oleh karena dalam fase ini, kondisi penderita akan menurun, maka biasanya bantuan yang diberikan fisioterapis kepada pasien semakin banyak dari waktu ke waktu. Sebaiknya seorang fisioterapis mempunyai sistematis dalam menggerakkan anggota tubuh pasien, sehingga tidak ada bagian yang terlewati. Selain itu fisioterapis juga akan bisa sekaligus mengamati perkembangan motorik pasien bila dilakukan secara sistematis. Dianjurkan menggerakkan anggota tubuh dari bawah, sehingga akan diakhiri dengan bagian tubuh yang terkuat. Secara psikis hal ini juga akan sangat membantu motivasi pasien. Selain menggerakkan bagian tubuh secara sistematis, juga sebaiknya arah gerakan tiap sendi dibuat secara sistematis, sehingga tidak ada gerakan otot yang tertinggal. Dalam menggerakkan anggota badan, sebaiknya fisioterapis mengamati tingkat toleransi pasien terhadap latihan. Jangan sampai pasien dibiarkan terlalu lelah atau memaksa menggerakkan anggota tubuh, karena akan merusak motor unit. Berikan kesadaran kepada pasien bahwa pada waktunya ototnya akan kembali bergerak, asalkan dilakukan gerakan secara rutin. Bagi pasien GBS, frekuensi latihan seharusnya tidak terlalu tinggi dalam satu sesi, untuk mencegah kelelahan, mengingat jumlah motor unit yang bekerja hanya terbatas. Intensitas latihan dalam sehari bisa ditingkatkan dengan melakukan lebih banyak sesi dalam sehari. Penatalaksanaan pada fase kedua tidak jauh berbeda dengan fase sebelumnya. Sasaran utama pada fase ini adalah peningkatan kekuatan otot. Meskipun demikian latihan yang diberikan masih harus tidak boleh terlalu berat, karena jumlah motor unit yang aktif terbatas. Program latihan aktif seharusnya ditingkatkan bila penderita sudah mampu melakukan latihan aktif dan memenuhi LGS normal tanpa kesulitan. Latihan kemudian

meningkat menjadi aktif resistif, artinya menggunakan beban unntuk meningkatkan kekuatan otot. Jenis latihan bisa bervariasi, bisa menggunakan beban manual, artinya fisioterapis memberikan beban secara manual, hingga latihan dengan alat, seperti misalnya quadricep bench. Dalam memberikan program latihan, hendaknya selalu diingat bahwa tujuan akhir program fisioterapi adalah memaksimalkan kemampuan fungsional. Jadi dalam meningkatkan kekuatan otot, perlu diingat otot-otot mana saja yang diperlukan dalam beraktivitas, atau mensiasati bila ada keterbatasan. Untuk mengukur perubahan kondisi pasien, bisa digunakan pengukuran kekuatan otot (MMT- manual muscles testing). Tentu saja pada fase pertama kekuatan pasien tidak akan mengalami kenaikan, sesuai dengan perjalanan penyakit. Tetapi pengukuran kekuatan terakhir pasien, saat kekuatan biasanya berhenti sebelum kemudian membaik, bisa dijadikan titik balik pengukuran pada tahap berikutnya. Sebaiknya pengukuran dilakukan secara berkala, misalnya tiap minggu, atau tiap 3 hari. Dengan demikian fisioterapis maupun penderita bisa melihat perkembangan yang terjadi, yang mungkin juga akan menjadi motivasi keduanya. Penatalaksanaan pada Luas Gerak Sendi (LGS) Bersamaan dengan digerakkannya otot anggota tubuh penderita, bisa dikatakan semua sendi sudah digerakkan. Hanya perlu diingat bahwa pada fase pertama, otot penderita GBS biasanya tidak mampu menggerakkan LGS secara penuh. Oleh karenanya fisioterapis perlu membantu penderita untuk menggerakkan sendi sesuai dengan luas gerak sendi yang normal, minimal yang fungsional. Sama seperti memberikan latihan untuk otot, menggerakkan sendi sebaiknya juga dilakukan secara sistematis supaya tidak ada yang tertinggal. Sesudah gerakan aktif setiap sendi oleh penderita, sebaiknya ditambahkan 2 sampai 3 kali gerakan sendi oleh fisioterapis dalam LGS maksimal untuk mempertahankan LGS. Berbeda dengan program untuk kekuatan otot, untuk mempertahankan sendi sama pada fase pertama dan kedua. Ukuran yang dipergunakan untuk mengukur luas gerak sendi adalah pengukuran sudut setiap sendi. Alat yang digunakan adalah goniometer. Pengukurannya dilakukan dengan satuan derajat. Dalam satu institusi biasanya disepakati sistem apa yang digunakan, posisi penderita dan posisi goniometer pada setiap sudut pengukuran. Seharusnya tidak akan ada perubahan LGS dari waktu ke waktu, agar pada akhirnya penderita masih mempunyai kemampuan fungsional yang maksimal. Penatalaksanaan pada Panjang Otot Pada saat melakukan latihan untuk mempertahankan LGS, sebagian besar otot juga terpelihara panjangnya. Kecuali beberapa otot yang panjangnya melewati dua sendi.

Untuk otot-otot tersebut, perlu gerakan khusus untuk mempertahankan panjangnya. Otot-otot seperti quadricep, iliotibial band, sartorius adalah contoh otot yang melewati dua sendi. Otot-otot tersebut penting dalam kegiatan sehari-hari, misalnya duduk, bersila atau bersimpuh. Sehingga bila panjang ototnya tidak terpelihara, maka akan berpengaruh pada aktivitas penderita bila sembuh nanti. Agak sulit membuat pengukuran panjang otot, oleh karena panjang otot tiap individu akan berbeda tergantung pada aktivitas dan keturunan. Karenanya untuk mengetahui panjang otot yang normal, secara nalar, berarti fisioterapis harus tahu penderita sebelum menderita GBS. Kenyataannya hal itu tidak mungkin terjadi. Sehingga salah satu cara untuk mengetahui panjang otot adalah menanyakan aktivitas penderita, apakah penderita biasa bersila, duduk sambil menumpangkan kaki atau bersimpuh. Dengan demikian bisa diukur apakah panjang otot yang bersangkutan cukup untuk kembali melakukan kembali aktivitasnya. Cara lain yang bisa digunakan adalah membandingkan otot sebelah kiri dan kanan, karena biasanya keduanya mempunyai panjang otot yang sama. Pencatatannya baru dilakukan bila ada keterbatasan panjang otot. Penatalaksanaan pada Problem Kardiopulmonari Masalah kardiopulmonari lebih menonjol pada fase pertama. Pada kasus GBS yang berat, terjadi kelemahan otot-otot intercostal disebabkan karena berkurangnya jumlah motor unit yang terkonduksi. Akibatnya tidak dapat melakukan inspirasi secara penuh, sehingga kapasitas vital menjadi berkurang. menurunnya kemampuan batuk, akan menurunkan kemampuan untuk membersihkan saluran pernafasan. Sehingga saluran pernafasan semakin menyempit, dan ekspansi paru menjadi berkurang juga. Sehingga pada akhirnya kembali terjadi penurunan kapasitas vital. Penatalaksanaan pada Kemampuan Ekspansi Dada Berbeda dengan masalah muskuloskeletal yang lain, latihan pasif tidak bisa dilakukan dengan mudah. Latihan pasif hanya bisa dilakukan dengan bantuan ventilator atau manual hyperinflation. Dengan terpenuhinya volume sesuai dengan kapasitas vital, maka pertukaran gas dalam alveoli menjadi meningkat dan mampu memenuhi kebutuhan ventilasi. Selain itu juga memelihara kelenturan jaringan-jaringan lunak disekitarnya, sehingga LGS persendian disekitar tulang rusuk terpelihara. Dengan demikian bila kekuatan otot interkostal sudah kembali membaik, rongga dada sudah siap kembali mengembang.Bila otot intercostal dan diafragma sudah menigkat, maka latihan penguatan harus segera diberikan. Oleh karena tekanan positif yang diberikan lewat ventilator dan manual hyperinflation bisa memberikan efek samping, seperti barotrauma. Maka latihan aktif harus segera diberikan. Pemberian latihan masih

harus memperhatikan aturan rendah frekuensi dalam satu sesi dan banyak sesi dalam sehari. Ini berarti harus diberikan kesempatan istirahat cukup bagi penderita diantara sesi latihan, untuk menghindari kelelahan. Penatalaksaaan pada Pembersihan Saluran Pernafasan Dalam keadaan normal, setiap hari dihasilkan sekitar 100 ml sekresi saluran pernafasan dalam sehari. Pembersihan dilakukan sebagai bagian dari sistem pertahanan, yakni didorong oleh cilia yang kemudian tertelan. Bila sekresi yang dihasilkan lebih dari normal, atau ada kegagalan kerja cilia, maka diperlukan mekanisme batuk untuk mengeluarkannya dari saluran pernfasan. Agar bisa meletupkan batuk yang kuat, seseorang harus bisa menghirup cukup volume udara. Sehingga seorang penderita GBS dengan kelemahan otot pernafasan yang menonjol tidak mampu melakukan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Bila sekresi dibiarkan menumpuk, maka diameter saluran pernafasan akan menyempit. Ini berarti volume udara yang bisa masuk ke paru berkurang, sehingga kemampuan ventilasi menjadi berkurang. Pada fase awal, pada penderita GBS dengan kelemahan otot pernafasan yang menonjol, pembersihan saluran pernafasan bisa dilakukan dengan bantuan ventilator atau manual hyperinflation. Dengan teknik tertentu, maka panjang ekspirasi bisa diperpendek, sehingga kecepatan udara yang keluar pada waktu ekspirasi bisa meningkat. Dengan demikian sekresi saluran pernafasan bisa dikeluarkan. Selain menggunakan bantuan ventilator dan manual hyperinflation, bisa dilakukan postural drainage untuk membantu memindahkan sekresi dari saluran pernafasan yang distal ke yang lebih proksimal. Untuk membersihkan sekresi dari saluran pernafasan, penderita harus mampu batuk, atau bila tidak harus dilakukan suction. Selama melakukan postural drainage, haruslah diwaspadai tanda-tanda gangguan otonomik, seperti kecepatan nafas permenit, nadi permenit, atau saturasi penderita agar selalu dalam batas normal. Jelaslah bahwa melatih batuk sejak dini sangatlah diperlukan untuk meningkatkan kemampuan pembersihan saluran pernafasan. Hal ini biasanya bisa terlaksana pada fase ke-dua, ketika otot-otot pernafasan mulai menguat. Atau pada fase pertama bila kelemahan otot-otot pernafasan masih mampu menghasilkan batuk, sehingga latihan batuk berguna untuk mempertahankan kekuatan otot. Penatalaksanaan pada Gangguan Menelan Jika terjadi juga gangguan menelan, maka resiko infeksi dada semakin tinggi. Oleh karena kemungkinan masuknya benda asing ke saluran pernafasan menjadi lebih besar. Benda tersebut kemudian akan menjadi sumber infeksi dada. Dalam hal ini ada dua masalah dalam sistem respiratori, yakni benda itu sediri, dan sekresi yang berlebihan

akibat adanya benda asing yang masuk ke saluran pernafasan. Bila kemampuan pasien untuk batuk kuat, maka pasien mampu mengeluarkan benda asing dari saluran pernafasan dan membersihkan sekresi. Sayangnya, biasanya gangguan menelan disertai kelemahan otot pernafasan, sehingga penderita tidak mampu batuk. Namun penderita dengan gangguan menelan biasanya menerima makanan melalui slang yang langsung masuk ke lambung, sehingga tidak perlu dikawatirkan akan masuk ke saluran pernafasan. Pada fase pertama tidak banyak fisioterapi yang bisa dilakukan. Tetapi pada fase ke dua program fisioterapi yang bisa diberikan adalah segera memberikan latihan batuk, bila otot-otot pernafasan sudah bertambah kuat. Sehingga pada saatnya penderita belajar menelan, resiko masuknya benda asing ke saluran pernafasan sudah teratasi. Penatalaksanaan pada Problem Saraf Otonomik Seperti disebutkan diatas, gangguan saraf otonomik akan timbul, bila kehancuran selaput myelin mencapai tingkat thoracal atau lebih tinggi, yakni cranial nerves. Pada umumnya gangguann saraf otonnomik tersebut adalah hal yang perlu dicermati dalam melakukan tindakann fisioterapi. Gangguan-gangguan tersebut antara lain labilnya tekanan darah, keluarnya keringat tidak sesuai keadaan, atau postural hipotensi. Gangguan-gangguan tersebut akan mejadi masalah, biasanya pada waktu mobilisasi. Pada waktu mobilisasi, misalnya dari berbaring ke duduk, tubuh memerlukan berbagai adaptasi, oleh karena terjadi perbedaan pengaruh terhadap tubuh. Tanpa gangguan saraf otonomik pun, seseorang yanng berbaring lama memerlukan waktu untuk beradaptasi terhadap tekanan darah. Adaptasi tersebut teratasi oleh karena pusat pengaturan tekanan darah mendapatkan input, kemudian tekanann darah meningkat atas pengaruh saraf otonnom. Bila terjadi gangguan saraf otonnomik, maka adaptasi tersebut akan terganggu. Maka, dalam memberikan tindakan fisioterapi harus selalu dicermati tekanan darah dari waktu ke waktu. Oleh karena yang diukur adalah tekanan darah, maka yang dijadikan aturan adalah tekanan darah. Bila memungkinkan digunakan spirometer elektronik yang terus bisa dimonitor setiap saat. Disamping tekanan darah, bisa dicermati kemampuan komunikasi penderita, atau warna muka sebagai indikator tekanan darah. Penatalaksanaan pada Problem Sensasi Problem sensasi pada penderita GBS yang muncul adalah rasa terbakar, kesemutan, rasa tebal atau nyeri. Tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat rasa tebal, rasa terbakar, atau kesemuta. Secara teori rasa nyeri bisa dikurangi dengan pemberian TNS.

Rasa nyeri bisa disebabkan murni oleh karena gangguan sensasi. Tetapi nyeri pada punggung mungkin juga disebabkan oleh kurangnya gerakan pada sendi-sendi tulang belakang. Bila sesudah peregangan sendi-sendi tulang belakang beserta otot-otot disekitarnya, rasa nyeri berkurang, maka rasa nyeri tersebut disebabkan oleh kurangnya gerakan. Tetapi bila rasa nyeri tersebut tidak hilang, maka gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan sensasi. Seringkali rasa nyeri yang timbul karena kombinasi keduanya. Jadi bila sesudah peregangan rasa nyeri berkurang, tetapi tidak hilang sama sekali. Bila rasa nyeri disebabkan oleh kuranngnya gerakan sendi, tindakan yang bisa dilakukan adalah peregangan lebih lanjut, atau lebih spesifik bisa dilakukan manipulasi atau mobilisasi pada tulang belakang tertentu. Selain ketidaknyamanan, rasa tebal juga bisa menimbulkan komplikasi, yaitu dekubitus. Rasa tebal menyebabkan penderita tidak dapat merasakan tekanan kasur pada penonjolan-penonjolan tulang, sehingga memungkinkan terjadi lecet dan akhirnya dekubitus. Oleh karenanya perubahan posisi harus selalu dilakukan sebagai usaha pencegahan. Idealnya perubahan posisi dilakukan setiap 2 jam, dan setiap penonjolan tulang harus selalu mendapat perhatian. http://www.fisiosby.com/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=7

You might also like