You are on page 1of 1

Polemik di Laut China Selatan Resiko ketegangan yang terjadi di wilayah Asia Pasifik ini semakin bertambah sejak

dua tahun terakhir dengan sedikit dibukanya negosiasi dan resolusi tentang sengketa tersebut dan memuncak pada 5 April lalu, ketika pesawat tempur Filipina yang sedang berpatroli memergoki delapan perahu nelayan Cina mendekati Pulau Panatog yang diakui Filipina sebagai wilayahnya dan kemudian Filipina menurunkan beberapa kapal tempurnya untuk mengawasi wilayah tersebut. Setelah kejadian itu, Cina langsung bereaksi cepat dengan menerjunkan armada militer angkatan lautnya di Laut Cina Selatan sehingga menimbulkan ketegangan antara kedua negara. Hal ini sangat mengejutkan Amerika Serikat dan berbagai negara di dunia. Meskipun kedua negara tersebut berjanji akan menyelesaikan sengketa ini melalui jalur diplomasi, namun kenyataan yang didapat sebaliknya. Seminggu kemudian setelah kejadian tersebut, Sekertaris Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario meminta Cina untuk membawa kasus ini ke Pengadilan Hukum Maritim Internasional (UNCLS) namun ditolak oleh pemerintah Cina. Kesalahan terbesar dari perkiraan Filipina adalah Filipina tidak memperhitungkan kekuatan dan tekad Cina untuk mempertahankan wilayahnya, Jenderal Luo Yuan berbicara pada Global Times. Menyikapi hal ini, Filipina menjalin kerja sama jangka panjang dengan Amerika Serikat dalam latihan gabungan yang dilakukan baru-baru ini sebagai sikap defensif Filipina terhadap ancaman perang jika keadaan semakin memburuk. Tentu hal ini bukan kabar gembira bagi Beijing, yang dalam waktu hampir bersamaan mengadakan latihan bersama dengan Rusia untuk melakukan latihan bersama diwilayah Cina. Perebutan wilayah maritim ini bukan hal baru karena konflik ini sudah terjadi setelah Perang Dunia II. Penyebab dari konflik ini adalah sumber daya alam yang terkandung di Laut Cina Selatan. Sekitar dua pertiga perdagangan gas alam melalui laut tersebut dan menurut para ahli terkandung sekitar 130 Juta Barel minyak mentah dan 900 Trilyun kubik gas alam. Oleh karena itu, negara-negara disekitar Laut Cina Selatan selain Cina dan Filipina pun ikut andil dalam kepentingan teritorial ini seperti Malaysia, Vietnam, Brunei, dan Taiwan. Cina beranggapan bahwa Laut China Selatan memiliki hubungan erat dengan sejarah historis Cina. Beberapa hari setelah insiden di Pulau Patanog atau lebih dikenal dengan Pulau Huangyan di Cina, Menteri Luar Negeri Cina membeberkan fakta-fakta tentang historis Cina dengan Pulau tersebut. Ia menyatakan bahwa ketika masa kerajaan Kublai Khan, diutuskan seorang pakar astoronomi Cina Gou Shoujing untuk melakukan survei ke sekitar wilayah Cina dan Pulau Huangyan lah yang menjadi awal survei peneliti Cina tersebut. Sedangkan Filipina mengklaim bahwa Pulau tersebut memiliki jarak lebih dekat sekitar 125 Mil dan Cina sekitar tiga kali lipat jaraknya dari pulau tersebut. Lain halnya dengan Amerika Serikat melalui Sekertaris Menteri Pertahanannya Leon Panetta, akan melakukan pengawasan diwliayah tersbeut guna meredam konflik dari negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan.

You might also like