You are on page 1of 37

BAB I PENDAHULUAN

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang disebabkan oleh defek genetik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin. Presentasi klinisnya bervariasi dari ringan sampai berat, bahkan dapat mengancam jiwa.1 Talasemia ternyata tidak hanya terdapat di Laut Tengah tetapi juga di Asia Tenggara. Di Indonesia banyak dijumpai kasus Talasemia, yang diduga terkait dengan migrasi penduduk dan percampuran penduduk. Talasemia selalu diwariskan dari orang tua ke anaknya. Seseorang yang mewarisi gen Talasemia dari salah satu orang tuanya adalah seorang karier (Talasemia trait). Seorang karier tidak menunjukkan gejala, kecuali anemia ringan, tetapi dapat mewariskan gen Talasemia ke anaknya.2 Di seluruh dunia, Talasemia adalah suatu penyakit yang umum terdapat pada manusia. Talasemia mengenai seluruh kelompok etnik di kebanyakan negara di dunia. Sekitar 7% populasi di dunia menderita Talasemia, dimana 300.000 500.000 bayi dilahirkan dengan Talasemia setiap tahunnya. Penyebaran Talasemia di dunia dikaitkan dengan migrasi penduduk. Frekuensi gen Talasemia di Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih dari 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya.2,3 Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sampai dengan akhir tahun 2008 terdapat 1442 pasien Talasemia mayor yang berobat jalan di Pusat Talasemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5% pasien Talasemia homozigot, 46,5% pasien Talasemia HbE, serta 1,3% pasien Talasemia . Sekitar 70-100 pasien baru datang setiap tahunnya.4 Ditinjau dari segi keluarga penderita, adanya anggota keluarga yang menderita penyakit Talasemia merupakan beban yang sangat berat karena mereka menderita anemia berat dengan kadar hemoglobin kurang dari 6-7 gram %. Mereka harus mendapat tranfusi seumur hidup untuk mempertahankan kadar hemoglobin 9-10 gram %. Pemberian tranfusi yang berulang - ulang juga dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan hemokromatosis.2 Dapat dibayangkan betapa berat beban yang ditanggung keluarga tersebut baik dari segi biaya ataupun mental.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Talasemia merupakan suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis rantai atau atau absennya pembentukkan satu atau lebih rantai globin sehingga mengurangi sintesis hemoglobin normal (kuantitatif).1,3,5 Sebagai akibatnya timbul ketidakseimbangan sintesis suatu rantai, salah satu rantai disintesis berlebihan sehingga mengalami presipitasi membentuk Heinz bodies. Eritrosit yang mengandung Heinz bodies ini mengalami hemolisis intrameduler sehingga terjadi eritropoesis inefektif, disertai pemendekkan masa hidup eritrosit yang beredar. Sering diikuti kompensasi pembentukkan rantai globin lain sehingga membentuk konfigurasi lain.1,3 Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.2 Hemoglobin terbuat dari dua macam protein yang berbeda, yaitu globin alfa dan globin beta. Protein globin tersebut dibuat oleh gen yang berlokasi di kromosom yang berbeda. Apabila satu atau lebih gen yang memproduksi protein globin tidak normal atau hilang, maka akan terjadi penurunan produksi protein globin yang menyebabkan Talasemia. Mutasi gen pada globin alfa akan menyebabkan penyakit alfaTalasemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan menyebabkan penyakit betaTalasemia. 1,2

2.2 Epidemiologi Gen thalasemia sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis thalasemia. Fakta ini mendukung thalasemia sebagai penyakit genetik terbanyak yang menyerang hampir semua golongan etnik.2

Beberapa tipe thalasemia lebih umum terdapat di daerah tertentu di dunia. Thalasemia lebih sering ditemukan di daerah - daerah Mediterania seperti Yunani, Itali dan Spanyol. Thalasemia juga umum ditemukan di Afrika Utara, India, Timur Tengah dan Eropa Timur. Sedangkan thalasemia lebih sering ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah dan Afrika.2

2.3 Klasifikasi Terdapat 2 tipe utama Talasemia yaitu:1 1. Talasemia alfa : dimana terjadi penurunan sintesis rantai alfa 2. Talasemia beta : terjadi penurunan sintesis rantai beta.

2.4 Thalasemia Beta 2.4.1 Gambaran Klinis Talasemia beta memberikan gambaran klinik yang beraneka ragam, mulai dari yang paling berat sampai yang paling ringan. 1 1. Talasemia beta mayor (Cooleys anemia) merupakan bentuk homozigot yang bergantung pada transfusi darah (transfusion dependent). 2. Talasemia intermedia memiliki dasar genetik yang sangat bervariasi dengan gambaran klinik terletak antara Talasemia mayor dan minor. 3. Talasemia minor atau trait merupakan bentuk heterozigot yang sering asimtomatik.

2.4.2 Kelainan Genetik Talasemia beta lesi genetik sangat beraneka ragam, tetapi sebagian besar berupa point mutation. Mutasi terjadi pada kompleks gen sendiri, atau pada region promoters atau region enhancer. Akibat kelainan genetik ini maka sintesis rantai beta terhenti atau berkurang. Jika sintesis berhenti sama sekali disebut sebagi varian 0, apabila masih ada sintesis rantai beta maka disebut rantai +. 1 Globin beta adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. HBB gen yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut globin beta. Lebih dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan talasemia beta. Sebagian besar mutasi melibatkan

perubahan dalam satu blok bangunan DNA (nukleotida) dalam atau di dekat gen HBB. Mutasi lainnya menyisipkan atau menghapus sejumlah kecil nukleotida dalam gen HBB. Mutasi gen HBB yang menurunkan hasil produksi globin beta dalam kondisi yang disebut beta-plus (B +) talasemia. Tanpa globin beta, hemoglobin tidak dapat terbentuk yang mengganggu perkembangan normal sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan menghambat oksigen yang akan dibawa dan membuat tubuh kekurangan oksigen. Kurangnya oksigen dalam jaringan tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ, dan masalah kesehatan lainnya termasuk Talasemia beta. HBB gen yang terletak di kromosom 11 lengan pendek di posisi 15.5. HBB gen dari pasangan basa 5.203.271 sampai pasangan basa 5.204.876 pada kromosom 11. Pada manusia normal terdapat 2 kopi gen beta globin yang terdapat pada kromosom 11, yang membuat beta globin yang merupakan komponen dari hemoglobin pada orang dewasa, yang disebut hemoglobin A. Lebih dari 100 jenis mutasi yang dapat menyebabkan thalasemia , misalkan mutasi beta 0 yang berakibat tidak adanya beta globin yang diproduksi, mutasi beta +, dimana hanya sedikit dari beta globin yang diproduksi. Jika seseorang memiliki 1 gen beta globin normal, dan satu lagi gen yang sudah termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.2

2.4.3 Patofisiologi Pada dasarnya Talasemia beta timbul karena presipitasi rantai beta yang berlebihan yang tidak mendapat pasangan rantai beta. Presipitasi ini membentuk inclusion bodies yang menyebabkan lisis eritrosit intrameduler dan berkurangnya masa hidup eritosit dalam sirkulasi.1 Sebagian kecil prekursor eritrosit tetap memiliki kemampuan membuat rantai , menghasilkan HbF extra uterine. Kombinas anemia pada talasemia beta dan eritrosit yang kaya HbF dengan afinitas oksigen tinggi, menyebabkan hipoksia berat yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini mengakibatkan peningkatan masa eritroid yang tidak efektif dengan perubahan tulang, peningkatan absorbsi besi, metabolisme rate yang tinggi dan gambaran klinis talasemia beta mayor. Penimbunan lien dengan eritrosit abnormal

mengakibatkan pembesaran limpa. Juga diikuti dengan terperangkapnya eritrosit, leukosit dan trombosit di dalam limpa, sehingga menimbulkan gambaran hipersplenisme.5
gamma

alfa

beta

Kompensasi 22 (Hb F)

Ekses rantai dan Hb A menurun

Afinitas O2 meningkat Hipoksia jaringan Produksi eritropoetin meningkat Hemopoesis ekstrameduler Ekspansi sumsum tulang

Presipitasi rantai Hemolisis

Presipitasi intrameduler Eritropoesis inefektif

Anemia

Absorbsi Fe

Transfusi

Deposit Fe dalam jaringan

Hemokromatosis jaringan

- Splenomegali - Hipersplenisme

- Deformitas tulang - Keadaan Hiperkatabolik - Gout - Defisiensi asam folat

- Gagal jantung - Gagal endokrin - Kerusakan hati

Gambar 1. Skema patogenesis Talasemia beta

2.4.4 Klasifikasi Thalasemia Beta a. Thalasemia Beta Mayor Talasemia beta mayor merupakan bentuk homozigot dari Talasemia beta yang disertai anemia berat dengan segala konsekuensinya. Gambaran kliniknya dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :1 1. Yang mendapatkan transfusi dengan baik (well transfused). Usia pasien dapat diperpanjang dengan pemberian transfusi darah tetapi penimbunan besi yang disebabkan oleh transfusi berulang tidak terhindarkan kecuali diberikan terapi khelasi. Tiap 500 ml darah transfusi mengandung sekitar 250 mg besi. Yang lebih

memperburuk, absorbsi besi dari makanan meningkat pada Talasemia beta kemungkinan akibat eritropoesis yang inefektif. Besi merusak hati, organ endokrin (diabetes melitus, hipotiroidism, hipoparatiroidism) dan miokardium. Tanpa khelasi besi yang intensif, kematian dapat terjadi pada dekade kedua atau ketiga yang biasanya akibat gagal jantung kongestif atau aritmia jantung. Pigmentasi kulit akibat kelebihan melanin dan hemosiderin memberikan tampilan kelabu seperti batu tulis pada stadium awal penimbunan besi.1,5 2. Penderita yang tidak mendapatkan transfusi yang baik maka timbul anemia yang khas, yaitu Cooleys anemia. a. Gejala dimulai pada saat bayi berumur 3-6 bulan, pucat, anemis, kurus, hepatosplenomegali dan ikterus ringan. b. Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hiperplasia sumsum tulang yang hebat yang menyebabkan terjadinya thalassemic face dan penipisan korteks dibanyak tulang, dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan tengkorak dengan suatu gambaran rambut berduri (hair-on-end) pada foto rontgen. c. Gangguan pertumbuhan (kerdil) dan demam. Akibat peningkatan jaringan eritropoesis, yang tidak efektif, pasien mengalami hipermetabolik, sering demam dan gagal tumbuh. d. Gejala iron overload : pigmentasi, diabetes melitus, gonadal failure dan sirosis hati.1

Tabel 1. Diagnosis Banding Talasemia dan Anemia Defisiensi Besi


No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Parameter Anemia Defisiensi Besi Splenomegali + Ikterus + Perubahan Morfologik Tak sebanding dengan sebanding dengan eritrosit derajat anemia derajat anemia Sel target ++ +/Resistensi osmotic Meningkat Normal Besi serum Meningkat Menurun TIBC Menurun Meningkat Cadangan besi Meningkat Kosong Talasemia

9 10

Feritin serum HBA2/HBF

Meningkat Meningkat

Menurun Normal

Talasemia beta mayor memberikan gambaran hematologik sebagai berikut : 1. Darah tepi terdiri atas : a. Anemia berat, Hb dapat 3-9 g/dl sehingga terus menerus memerlukan transfusi darah b. Apusan darah tepi : eritrosit hipokromik mikrositer, dijumpai sel target, normoblast dan polikromasia. c. Retikulositosis 2. Sumsum tulang: hiperplasia eritroid dan cadangan besi meningkat 3. Masa hidup eritrosit memendek 4. Tes fragilitas osmotik : eritrosit lebih tahan terhadap larutan salin hipotonik 5. Elektroforesis hemoglobin terdiri atas : a. Hb F meningkat 10-98% b. Hb A bisa ada (pada +), bisa tidak ada (pada 0) c. HbA2sangat bervariasi, bisa rendah, normal atau meningkat. 6. Pemeriksaan khusus : pada analisis globin chain synthesis dalam retikulosit akan dijumpai sintesis rantai beta menurun dengan rasio / meningkat.1 Pada dasarnya terapi Talasemia beta mayor terdiri dari : 1. Usaha untuk mengatasi penurunan hemoglobin yaitu dengan pemberian transfusi secara teratur untuk mencapai kadar hemoglobin normal atau mendekati normal sehingga tidak terjadi gangguan pertumbuhan. Sekarang dipakai teknik

hipertransfusi untuk mencapai hemoglobin diatas 10 g/dl dengan jalan pemberian transfusi 2-4 unit darah setiap 4-6 minggu, dengan demikian produksi hemoglobin abnormal ditekan. 2. Usaha untuk mencegah penumpukkan besi (hemochromatosis) akibat transfusi dan akibat patogenesis Talasemia itu sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian iron chelator yaitu desferioksamin (desferalR) sehingga meningkatkan ekskresi besi dalam urin. 3. Pemberian asam folat secara teratur 5mg/hari

4. Usaha untuk mengurangi proses hemolisis dengan splenektomi. Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar serta terbukti adanya hipersplenisme. 5. Terapi definitif dengan transplantasi sumsum tulang. Transplantasi yang berhasil akan memberikan kesembuhan permanen.

b. Thalasemia Intermedia Pada Talasemia sedang dijumpai adanya :1 1. Anemia sedang (Hb 7-10 g/dl) oleh karena itu tidak memerlukan transfusi 2. Secara genetik bersifat beraneka ragam terdiri atas : a. Talasemia beta homozigot dengan defek sintesis rantai beta tidak terlalu berat b. Bentuk heterozigot : kombinasi Talasemia beta trait dengan HbE atau Hb lepore c. Koeksistensi bersama Talasemia alfa trait sehingga ekses rantai alfa berkurang d. Gejala klinik menyerupai Talasemia mayor dengan deformitas tulang, hepatosplenomegali dan iron overload terjadi setelah dewasa. e. Gambaran hematologik sama dengan Talasemia mayor.

c.

Thalasemia Minor Kelainan ini adalah kelainan yang umum biasanya tanpa gejala, seperti sifat Talasemia

alfa yang ditandai oleh gambaran darah mikrositik hipokrom (MCV dan MCH yang sangat rendah) tetapi jumlah eritrosit yang sangat tinggi (> 5,5 x10 12/l ) dan anemia ringan (Hb 1015 g/dl).1

2.5 Talasemia Alfa Talasemia alfa adalah bentuk Talasemia yang paling sering ditemukkan di Asia Tenggara, dimana terjadi penurunan sintesis rantai alfa. Dasar genetik dan molekulernya adalah deletion dari gen alfa. 2.5.1 Patofisiologi Alfa-globin adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin, yang merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri dari empat subunit: dua subunit alfaglobin dan dua subunit jenis lain globin.

HBA1 (Hemoglobin, alfa 1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut alpha-globin. Protein ini juga diproduksi dari gen yang hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, alfa 2). Kedua gen globin alpha-terletak dekat bersamasama dalam sebuah wilayah kromosom 16 yang dikenal sebagai lokus globin alfa. Pada manusia normal terdapat 4 kopi gen alpha-globin yang terdapat masing-masing 2 pada kromosom 16. Gen-gen ini membuat komponen globin alpha pada hemoglobin orang dewasa normal, yang disebut hemoglobin A. dan juga merupakan komponen dari hemoglobin pada janin dan orang dewasa lainnya, yang disebut hemoglobin A2. Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin adalah delesi. Delesi 1 gen : tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang tersebut mewarisi gen thalasemia, atau disebut juga Thalassaemia Carier/Trait Delesi 2 gen : hanya berpengaruh sedikit pada kelainan fungsi darah Delesi 3 gen : anemia berat, disebut juga Hemoglobin H (Hbh) disease Delesi 4 gen : berakibat fatal pada bayi karena alpha globin tidak dihasilkan sama sekali 2.5.2 Klasifikasi Talasemia alfa Berdasarkan genotipnya maka Talasemia alfa dapat dibagi menjadi : 1. Sillent carrier atau Talasemia 2 terjadi deletion 1 gen alfa (-/) 2. Trait Talasemia alfa atau Talasemia 1 a. Terjadi deletion 2 gen alfa (--/) atau (-/-) b. Anemia ringan dengan mikrositosis, MCV 60-75 fl c. Hb H meningkat tetapi tidak dapat dideteksi dengan elektroforesis hemoglobin. d. Diagnosis lebih banyak dilakukan dengan menyingkirkan penyebab lain 3. Penyakit HbH (HbH disease) a. Terjadi deletion 3 gen (--/-) b. Terbentuk HbH (4) yang mudah mengalami presipitasi dalam eritrosit, membentuk inclusion bodies sehingga eritosit mudah dihancurkan c. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl), anemia hipokromik mikrositer, MCV 60-70 fl, disertai basophylic stippling dan retikulositosis

d. Pada pengecetan supravital (brilliant cressyl blue) tampak multiple inclusion bodies e. Sebagian besar penderita tidak memerlukan transfusi kecuali jika terjadi anemia berat. Asam folat diberikan 5 mg/hr, hindari pemakaian obat oksidan 4. Hb barts hydrops fetalis syndrome a. Akibat deletion 4 gen alfa (--/--) sehingga rantai alfa sama sekali tidak terbentuk dan sebagai kompensasi terbentuk Hb Barts b. Merupakan penyebab lahir mati yang sering di Asia tenggara c. Gejala menyerupai hydrops fetalis karena inkompatibilitas rhesus, dijumpai edema anasarka, hepatosplenomegali, ikterus berat dan janin yang sangat anemis. d. Hb 6 g/dl, gambaran sama dengan Talasemia berat dengan normoblastemia e. Elektoforesis hemoglobin menunjukkan 80-90% Hb barys, sedikit Hb H, tidak dijumpai Hb A atau Hb F f. Jika mungkin lakukan diagnosis prenatal dan jika positif sebaiknya dilakukan aborsi.3

2.6 Diagnosis Talasemia 2.6.1 Gambaran Klinis Tanda dan gejala dari penyakit Talasemia disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam aliran darah. Hal ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat sel-sel darah merah dan hemoglobin. Keparahan gejala tergantung pada keparahan dari gangguan yang terjadi.

a. Tidak Gejala Talasemia alfa silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Hal ini terjadi delesi 1 gen alfa sehingga hemoglobin dalam darah masih dapat bekerja normal.

b. Anemia ringan Orang yang telah menderita Talasemia alfa atau beta dapat mengalami anemia ringan. Anemia ringan dapat membuat penderita merasa lelah dan hal ini sering disalahartikan sebagai anemia kekurangan zat besi.

c. Anemia ringan sampai sedang dan tanda serta gejala lainnya

Orang dengan beta talasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan sampai sedang. Mereka juga mungkin memiliki masalah kesehatan lainnya, seperti: 1 Terlambatnya pertumbuhan dan pubertas. Anemia dapat memperlambat pertumbuhan anak dan perkembangannya. Masalah tulang. Talasemia dapat membuat sumsum tulang tidak berkembang. Hal ini menyebabkan tulang lebih luas daripada biasanya. Tulang juga dapat menjadi rapuh dan mudah patah. Pembesaran limpa dan hepar (splenomegali dan hepatomegali). Pada penderita talasemia akan terjadi hemolisis. Hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem retikuloendothelial (RES) terutama pada lien hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan membran (misalnya akibat reaksi antigen-antibodi), presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, dan menurunnya fleksibilitas eritrosit. Kapiler lien dengan diameter yang relatif kecil dan suasana relatif hipoksik akan memberikan kesempatan destruksi sel eritrosit, mungkin melalui mekanisme fragmentasi. Usaha lien dan hepar untuk menghancurkan eritrosit yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan splenomegali dan hepatomegali.

d. Anemia berat dan tanda serta gejala lainnya Orang dengan penyakit hemoglobin H atau Talasemia beta mayor (disebut juga Cooley's anemia) akan mengalami talasemia berat. Tanda dan gejala-gejala muncul dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Mereka mungkin akan mengalami anemia parah dan masalah kesehatan serius lainnya, seperti:
a) b) c) d) e) f)

Pucat dan penampilan lesu Nafsu makan menurun Urin akan menjadi lebih pekat Memperlambat pertumbuhan dan pubertas Kulit berwarna kekuningan Pembesaran limpa dan hati

g)

Masalah tulang (terutama tulang di wajah)

2.6.2 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan dapat berupa pemeriksaan laboratorium berupa :4 Darah tepi lengkap - Hemoglobin - Sediaan apusan darah tepi (mikrositer, hipokrom, anisosotosis, poiklilositosis, sel eritrosit muda/normoblas, fragmentosit, sel target) - Indeks eritrosit: MCV, MCH, dan MCHC menurun, RDW meningkat. Bila tidak menggunakan cell counter, dilakukan uji resistensi osmotik I tabung (fragilitas).4,6 Konfirmasi dengan analisis hemoglobin menggunakan: - Elektroforesis hemoglobin: tidak ditemukannya HbA dan meningkatnya HbA2 dan HbF - Jenis Hb kualitatif: menggunakan elektroforesis cellulose acetase - HbA2 kuantitatif: menggunakan metode mikrokolom - HbF: menggunakan alkali denaturasi modifikasi Betke - HbH badan inklusi: menggunakan pewarnaan supravital (retikulosit) - Metode HPLC (Beta short variant Biorad): analisis kualitatif dan kuantitatif

2.7 Penatalaksanaan Talasemia A. Transfusi darah Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita Talasemia sedang atau berat. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta Talasemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta thalssemia mayor (Cooleys Anemia) harus dilakukan secara teratur (2 atau 4 minggu sekali). Prinsipnya adalah melakukan pertimbangan yang matang sebelum memberikan transfusi darah. Transfusi darah pertama kali diberikan bila:4 1. Hb < 7 g/dL yang diperiksa 2 kali berurutan dengan jarak 2 minggu

2. Hb 7 g/dL disertai gejala klinis: Perubahan muka/facies cooley Gangguan tumbuh kembang Fraktur tulang Curiga adanya hematopoetik ekstramedular, antara lain massa mediastinum. Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb 8 g/dL dan sampai kadar Hb 10-11 g/dL. Bila tersedia, transfusi darah diberikan dalam bentuk PRC rendah leukosit (leucodepleted).

B. Medikamentosa o Asam folat 2 x 1 mg/hari o Vitamin E 2 x 200 IU/hari o Vitamin C 2-3 mg/kg/hari (maksimal 50 mg pada anak < 10 tahun dan 100 mg pada anak 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari) dan hanya diberikan saat pemakaian deferioksamin (DFO), tidak dipakai pada pasien dengan gangguan fungsi jantung. o Kelasi besi. Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein. Apabila melakukan ransfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati, jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh. Kelasi besi dimulai bila :4 Feritin 1000 ng/mL Bila pemeriksaan feritin tidak tersedia, dapat digantikan dengan pemeriksaan saturasi transferin 55 % Bila tidak memungkinkan dilakukannya pemeriksaan laboratorium, maka digunakan kriteria sudah menerima 3-5 liter atau 10-20 kali transfusi Kelasi besi pertama kali dimulai dengan deferioksamin (DFO). Deferioksamin adalah obat cair yang diberikan melalui bawah kulit secara perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil yang digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek samping dari pengobatan ini dapat

menyebabkan kehilangan penglihatan dan pendengaran. Adapun ketentuan penggunaan deferioksamin antara lain :4 8-12 jam dengan syringe pump Anak usia < 3 tahun: 15-25 mg/kgBB/hari dengan monitoring ketat (efek samping: gangguan pertumbuhan panjang dan tulang belakang/vertebra) Anak usia 3 tahun: 30-50 mg/kgBB/hari, 5-7 kali seminggu subkutan Pasien dengan gangguan fungsi jantung: 60-100 mg/kgBB/hari intravena kontinu selama 24 jam Pemakaian deferioksamin dihentikan pada pasien-pasien yang sedang hamil, kecuali pasien menderita gangguan jantung yang berat, dan diberikan kembali pada trimester akhir deferioksamin 20-30 mg/kgBB/hari. Ibu menyusui tetap dapat menggunakan kelasi besi ini Jika tidak ada syringe pump, dapat diberikan bersama NaCl 0,9% 500ml melalui infus (8-12 jam) Jika persediaan deferioksamin terbatas: dosis dapat diturunkan tanpa mengubah frekuensi pemberian Pemberian kelasi besi dapat dalam bentuk perenteral (deferioksamin) atau oral (deferiprone/deferasirox) ataupun kombinasi Terapi kombinasi (deferioksamin dan deferiprone) hanya diberikan pada keadaan: a) Feritin 3000 ng/ml yang bertahan minimal selama 3 bulan b) Adanya gangguan fungsi jantung/kardiomiopati akibat kelebihan besi Untuk jangka waktu tertentu (6-12 bulan) bergantung pada kadar feritin dan fungsi jantung saat evaluasi.

2.8 Komplikasi Thalasemia mayor memerlukan tranfusi seumur hidup. Pada thalasemia mayor komplikasi lebih sering terjadi. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan penyakit jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis karena peningkatan endapan melanin yang dikatalisasi oleh endapan besi yang meningkat. Dengan chellatin agent hiperpigmentasi ini dapat dikoreksi kembali. Pembesaran limpa dapat mengakibatkan hiperslenisme dan dapat menyebabkan trombositopeni dan perdarahan.2

Komplikasi juga dapat berakibat gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang - ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun di berbagi jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit dan jantung. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ tersebut (hemokromatosis).2

2.9 Pemantauan Selain pemantauan efek samping pengobatan, pasien thalasemia memerlukan pemantauan rutin :4 Sebelum transfusi : darah perifer lengkap, fungsi hati Setiap 3 bulan : pertumbuhan (berat badan, tinggi badan) Setiap 6 bulan : feritin Setiap tahun : pertumbuhan dan perkembangan, status besi, fungsi jantung, fungsi endokrin, visual, pendengaran, serologi virus. Tabel 2.1 Pemantauan efek samping besi.4 Desferioksamin/DFO Audiometri setiap tahun dan Deferiprone/L1 Deferasirox/ICL 670

mata Darah tepi dan hitung Kreatinin setiap bulan jenis setiap minggu Feritin setiap 3 bulan Feritin setiap bulan

Feritin setiap 3 bulan

Foto tulang panjang dan SGOT dan SGPT/bulan SGOT dan SGPT setiap tulang belakang, serta selama 3-6 bulan, bulan bone age setiap tahun, terutama pada anak usia selanjutnya setiap 6 bulan < 3 tahun

BAB III LAPORAN KASUS

3.1. Kondisi Saat di Rumah Sakit 3.1.1. Identitas Pasien Nama Tanggal Lahir Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Suku Bangsa Alamat : GOFF : 30 Agustus 2002 : 10 tahun 8 bulan : Perempuan : Hindu : Pelajar SD : Bali : Indonesia : Jl. BatuYang Gang Angsa Batubulan-Gianyar

Tanggal Pemeriksaan : 09 Mei 2012 3.1.2 Heteroanamnesis Keluhan Utama : Lemas.

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang bersama ayahnya ke poliklinik anak RSUP Sanglah dengan keluhan lemas pada seluruh badan. Lemas pada seluruh badan dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Rasa lemas dirasakan dirasakan sepanjang hari dan memberat sejak 2 hari terakhir SMRS sehingga pasien tidak dapat mengikuti aktivitas di sekolah. Rasa lemas dirasakan memberat dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat.Awalnya rasa lemas ini tidak terlalu

dikeluhkan pasien, namun ketika pasien sedang bermain-main dengan adik lelakinya, pasien mengatakan cepat lelah. Oleh karena itu, pasien datang mengunjungi poliklinik anak untuk melakukan kontrol rutin bulanan. Keluhan seperti ini sudah sering dialami oleh pasien dan berulang setiap bulan sejak pasien berusia 3 tahun. Keluhan dirasakan membaik jika pasien sudah mendapatkan transfusi darah. Pasien juga dikeluhakan kulitnya pucat sejak 2 hari SMRS. keluhan pucat pada kulit ini dikeluhkan pada seluruh tubuh dan paling jelas pada bibir dan gusi pasien. Nafsu makan pasien dikatakan biasa, dimana pasien tidak dikeluhkan adanya penurunan berat badan. BAK dan BAB pasien juga dikatakan biasa, dimana pasien dapat BAK sebanyak 34 kali dalam sehari, dengan volume -1/2 gelas setiap kali BAK, dengan warna urin kuning, tidak berbuih, dan tidak nyeri saat kencing. BAB pasien dikatakan biasa, dimana pasien BAB 1 kali dalam sehari, konsistensi padat, berwarna kuning kecoklatan, tidak encer, tidak berlendir maupun bercampur darah. Riwayat mengalami perdarahan sebelumnya disangkal. Riwayat Penyakit Terdahulu: Saat pasien berusia 3 tahun, pasien mengalami demam setiap malam hari. Suhu badannya mencapai kisaran 39oC hingga 400C. Karena tidak kunjung sembuh, orang tua pasien memutuskan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium. Pasien didiagnosis menderita penyakit Thalasemia. Sejak pasien berumur 3 tahun, pasien rutin menjalani kontrol ke poliklinik anak setiap satu bulan sekali dan transfusi darah sebulan sekali. Riwayat Pengobatan : Pasien menjalani kontrol dan pengobatan di RSUP Sanglah, berupa transfusi darah dan tablet eskalasi besi. Riwayat Keluarga: Pasien merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Adik lekakinya berusia 6 tahun tidak memiliki penyakit yang sama dengan pasien. Ayah dan ibunya tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Penyakit serupa pada keluarga ayah dan ibu pasien tidak diketahui.

Riwayat Sosial: Pasien saat ini merupakan pelajar kelas 4 SD. Menurut ayah pasien, pasien disekolahkan terlambat dibandingkan dengan rekan seusianya karena penyakit pasien. Pasien mulai

mengeyam pendidikan sekolah dasar pada usia 7 tahun. Di sekolah, pasien dapat bergaul dengan teman-teman sebayanya. Dari 30 jumlah siswa di kelasnya, pasien berhasil mendapatkan rangking 3 dalam hal prestasi akademiknya. Jika dibandingkan dengan teman-teman sebayanya, pasien dikatakan memiliki postur tubuh lebih pendek. Riwayat Antenatal: Pasien merupakan anak pertama dari kehamilan pertama. Ibu secara rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan. Riwayat trauma, sakit keras, operasi, dan penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi kehamilan selama masa kehamilan disangkal oleh ibu pasien. Riwayat Persalinan: Pasien lahir di bidan melalui persalinan spontan tanpa penyulit. Berat badan lahirnya sekitar 3200 gram dengan panjang badan 42cm. Kelainan pada proses kelahiran dan kelainan saat lahir disangkal. Riwayat Imunisasi: Riwayat imunisasi dasar lengkap pada pasien sesuai umur. BCG pada umur 7 hari, Polio I, II, III, IV pada umur 0, 2, 4, dan 6 bulan. Hepatitis B I, II, III pada umur 7 hari, 1 bulan, dan 6 bulan. DPT I, II, III pada umur 2,4, ddan 6 bulan. Imunisasi campak pada umur 9 bulan. Riwayat Nutrisi: Pasien mendapatkan ASI dari umur 0 hingga berusia 2 tahun., bubur susu dari usia 6 bulan hingga 1 tahun. Makanan dewasa dari umur 1 tahun. Sehari-hari pasien makan nasi 3 porsi (pagi, siang, malam) dengan lauk pauk yang terdiri dari daging dan sayuran, bervariasi setiap harinya. Riwayat Tumbuh Kembang: Mengangkat kepala : 1 bulan

Berbalik Duduk Berdiri Berjalan 3.1.3 Pemeriksaan Fisik Status Present: KU Kesadaran Tekanan darah Nadi RR Tax

: 4 bulan : 6 bulan : 10 bulan : 12 bulan

: Kesan sakit sedang : compos mentis : 110/70 mmHg : 98 x /menit reguler, isi cukup : 30 x /menit reguler : 36,6C

Antropometri: Berat Badan Tinggi Badan Lingkar Kepala Lingkar lengan atas Status gizi: Menurut: Nelson : Berat badan ideal = 8 x 7 5 2 = 25,5 kg Status gizi = 23 x 100 % 25,5 = 90, 20 % (gizi baik) Z score : (38 22,2) x 1SD = ?? SD ?? Interpretasi = ?? : 24kg : 115cm : 51 cm : 17 cm

CDC 2000 BB/U TB/U BB/TB : Persentil 10 - 25 : Persentil 5 - 10 : Persentil 50

Status General Kepala: Inspeksi : normocephali Palpasi : ubun-ubun besar menutup Mata: THT: -Telinga: -Hidung: Inspeksi : sekret (-) Inspeksi : nafas cuping hidung (-), sianosis (-), sekret (-), mukosa hidung hiperemi (-) -Tenggorokan: Inspeksi : faring hiperemi (-), Tonsil T1/T1 Mulut: Inspeksi : mukosa bibir basah (+), bibir pucat (+), sianosis (-), lidah kotor (-) Leher: Inspeksi : benjolan (-), bendungan vena jugularis (-) Palpasi : pembesaran kelenjar getah bening (-), kaku kuduk (-) Thorak: -Jantung: Inspeksi : iktus cordis tidak tampak Palpasi : iktus kordis teraba di apex (ICS V midclavicula line sinistra) kuat angkat (-) thrill (-) Perkusi : batas kiri: 1 cm midclavicula line sinistra batas kanan: 1 cm parasternal line dekstra batas atas : ICS II Auskultasi : S1S2 tunggal reguler murmur (-) -Paru: Inspeksi : bentuk torak simetris, gerakan dada simetris, retraksi (-) Palpasi : gerakan dada simetris, vokal fremitus N/N Perkusi : sonor/sonor Inspeksi : anemis +/+, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor,

Auskultasi : bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen: Inspeksi : distensi (-) Auskultasi : bising usus (+) normal Palpasi : Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba Perkusi : timpani Ekstremitas: Inspeksi : sianosis (-), edema (-), petekie (-) Palpasi : akral hangat + + + + capillary refill time < 2 detik

3.1.4 Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (09 Mei 2012) Parameter WBC %Ne %Lym %Mo %Eo %Ba RBC HB HCT MCV Hasil 8,69 45,3 44,8 4,47 4,22 1,26 3,02 7,94 25,3 83,6 Unit 103/L 103/L 103/L 103/L 103/L 103/L 103/L g/dl % fl Remarks Normal Rendah Tinggi Normal Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Nilai Rujukan 4,50-14,50 50,0 70,0 20,0 40,0 2,0 8,0 0,0 1,0 0,0 1,0 4,00 5,20 11,5 15,5 35,0 45,0 84,0 96,0

MCH MCHC RDW PLT MPV

26,3 31,4 17,9 330 4,85

pg g/dl % 103/ul fL

Rendah Rendah Tinggi Normal Rendah

28,0 34,0 32,0 36,0 11,5 14,5 150 450 7,20 11,1

3.1.5 Diagnosis Talasemia

3.1.6 Rencana Diagnostik Hapusan darah tepi

3.1.7 Penatalaksanaan - MRS - Transfusi WRC 377 cc - Hari I: Transfusi WRC 230 cc (habis dalam 3 jam) Disferal 1 ampul + 250 cc Nacl 0,9 % (habis dalam 8 jam) - Hari II: Transfusi WRC 150 cc (habis dalam 2 jam) Disferal 1 ampul + 250 cc Nacl 0,9 % (habis dalam 8 jam) - Exjade 1 x 2 tablet Pdx: cek feritin

3.1.8 Prognosis Dubius ad bonam

3.2

Kondisi Saat di Kunjungan Rumah

3.2.1 Identitas Nama : GOFF

Tempat/ tanggal lahir : Denpasar 30 Agustus 2002 Umur Jenis kelamin Alamat Agama Suku Pendidikan Tanggal kunjungan : 10 tahun 8 bulan : Perempuan : Jl. Batu Yang Gang Mawar Batubulan-Gianyar : Hindu : Bali : Pelajar Sekolah Dasar : 12 Mei 2012

Susunan anggota keluarga No 1. 2. 3. 4. Nama keluarga INS MA GOFF IMA Umur (th) 38 tahun 32 tahun 10 tahun 6 tahun Status Ayah penderita Ibu penderita Penderita Adik Penderita Pendidikan Tamat SMA Tamat SD SD kelas 4 SD kelas 1 Pekerjaan Pegawai Swasta Ibu Rumah Tangga Pelajar Pelajar

3.2.2 Heteroanamnesis Riwayat penyakit saat ini

Saat pemeriksaan dilakukan, keluhan lemas dan kulit pucat pada seluruh tubuh disangkal. Berat badan penderita dikatakan saat ini 24 kg. Penderita dikatakan makan cukup banyak. Setiap harinya pasien bisa makan 3 kali dengan menu nasi, lauk dan sayur mayur. Pasien dikatakan gemar makan nasi dan tempe goreng. Adapun setiap paginya, pasien sarapan dengan nasi kuning bungkus dengan lauk ayam suir, kacang saur, mie dan telur potong. Untuk siang hari pasien biasanya makan nasi dengan menu tempe goreng, ayam ataupun ikan serta sayur- mayor. Pasien dikatakan tidak terlalu menyukai menu sayur. Untuk malam hari, biasanya pasien mengkonsumsi mie goreng dengan telur, Konsumsi air dikatakan cukup dimana pasien dapat minum hingga 4 gelas dalam sehari. Dalam kesehariannya, pasien gemar minum teh, baik teh dalam kemasan ataupun teh yang diseduh sendiri. Pasien dapat mengkonsumsi teh sebanyak 5-6 gelas sehari. Pasien juga gemar mengkonsumsi buah-buahan seperti pepaya

Buang air besar dikatakan normal setiap hari (1 kali) dengan konsistensi padat Buang air kecil dikatakan normal, warna jernih kekuningan.

Riwayat Penyakit dan Riwayat Pengobatan Daru, ini ceritain dy dari umur tiga tahun, panas terus, samapi umur sekarang gimana,okeehhh............................................................................................................................... .............................................................................................

Riwayat Prenatal Ibu penderita menikah satu kali. Pasien merupakan kehamilan pertama. Saat hamil anak kedua ini ibu berusia 21 tahun. Selama hamil, ibu penderita rutin melakukan kontrol kehamilan di bidan setiap bulannya di PUSKESMAS. Pemeriksaan USG dilakukan sebanyak 3 kali dalam masa kehamilan. Ibu pasien biasanya mengkonsumsi makanan sesuai dengan apa yang bisa ia sediakan untuk keluarga dan dirinya sendiri. Saat hamil ia juga mengkonsumsi obat-obatan dan vitamin yang diperoleh dari PUSKESMAS.

Ibu penderita mengatakan selama kehamilannya ia sering mengalami mual dan muntah. Namun keluhan mual muntah ini tidak telalu menggangu aktivitas. Selama kehamilan ibu, mengerjakan pekerjaan ringan-sedang yang tidak membuat ibu pasien mudah lelah.

Riwayat persalinan Pasien dilahirkan di bidan secara normal dengan usia kehamilan 37 minggu. Saat dilahirkan penderita langsung menangis dengan berat badan lahir 3200 gram dan panjang badan 42 cm. Anus (+) dan saat lahir tubuh penderita tidak berwarna kekuningan. Riwayat imunisasi Riwayat imunisasi dasar lengkap pada pasien sesuai umur. BCG pada umur 7 hari, Polio I, II, III, IV pada umur 0, 2, 4, dan 6 bulan. Hepatitis B I, II, III pada umur 7 hari, 1 bulan, dan 6 bulan. DPT I, II, III pada umur 2,4, ddan 6 bulan. Imunisasi campak pada umur 9 bulan. Riwayat nutrisi Ibu penderita memberikan ASI hingga usia 2 tahun,. Bubur mulai dikonsumsi dari usia 6 bulan sampai 1 tahun. Makanan dewasa dari umur 1 tahun sampai sekarang. Sehari-hari pasien makan nasi 3 porsi (pagi, siang, malam) dengan lauk pauk yang terdiri dari daging dan sayuran, bervariasi setiap harinya. Riwayat tumbuh kembang Perkembangan penderita termasuk agak terlambat untuk anak seusianya. Personal sosial Menatap wajah Tersenyum spontan dan membalas senyuman Mengamati tangan Berusaha meraih makanan Makan sendiri : 2 bulan : 4 bulan : 6 bulan : 9 bulan : 3 tahun

Motorik halus Mengikuti ke garis tengah Mengikuti lewat garis tengah : 4 bulan : 7 bulan

Memegang kericikan Tangan bersentuhan

: 8 bulan : 15 bulan

Bahasa Bereaksi terhadap suara Bersuara ooh/aah Tertawa Berteriak Meniru bunyi suara : 2 bulan : 5 bulan : 6 bulan : 11 bulan : 3 tahun

Motorik kasar Telungkup, kepala terangkat sebentar Menegakkan kepala Berbalik Duduk Berjalan : 5 bulan : 6 bulan : 1 tahun : 2 tahun : 2,5 tahun

Riwayat pribadi dan sosial Penderita adalah anak pertama di keluarganya. Adik lelakinya, saat ini berumur 6 tahun dan masih duduk di kelas 1 SD. Ayah penderita bekerja sebagai pegawai swasta. Ibu penderita tidak bekerja dan hanya mengurusi anak dan suaminya dirumah Ayah pasien merupakan lulusan SMA dan ibu pasien lulusan SD.

3.2.3 Pemeriksaan fisik Status Present Keadaan umum Kesadaran N RR : baik : compos mentis : 120 kali/ menit, reguler, isi cukup : 30 kali/ menit, reguler.

T(ax) BB BBI TB LK LLA Status gizi 1. Waterlow

: 36,5 C : 24kg : 10 kg : 115 cm : 51 cm : 17 cm

: 114 % (overweight)

2. Z score (BB/PB) : 2 SD (kriteria normal) 3. CDC Growth Chart :

Berat badan/Umur : diantara persentil 75 dan persentil 90 Tinggi badan/Umur: diantara persentil 25 dan persentil 50

4. Lingkar kepala menurut Kurva Nellhaus terletak di antara -2 Sd dan +2 Sd kriteria normocepali

Pemeriksaan Denver II Berdasarkan pemeriksaan Denver II didapatkan Personal sosial Motorik halus Bahasa Motorik kasar : Normal : Normal : 2D, 2C : 2D, 1C

Intepretasi denver II pada penderita ini adalah suspect.

Status generalis Kepala : normocepali

Mata THT :

: konjungtiva pucat -/- , ikterus -/- , RP +/+ isokor, cowong -/-

Telinga Hidung Tenggorok Mulut Leher Thorak: -Jantung:

: sekret -/: sekret -/-, napas cuping hidung (-), sianosis (-) : faring hiperemis (-), T0/ T0, hiperemis (-) : mukosa basah

: pembesaran kelenjar (-)

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak Palpasi : iktus kordis teraba di apex (ICS V midclavicula line sinistra) kuat angkat (-) thrill (-) Perkusi : batas kiri: 1 cm midclavicula line sinistra batas kanan: 1 cm parasternal line dekstra batas atas : ICS II Auskultasi : S1S2 tunggal reguler murmur (-)

-Paru:

Inspeksi : bentuk torak simetris, gerakan dada simetris, retraksi (-) Palpasi : gerakan dada simetris, vokal fremitus N/N Perkusi : sonor/sonor Auskultasi : bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen:

Inspeksi : distensi (-) Auskultasi : bising usus (+) normal Palpasi : Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba Perkusi : timpani

Ekstremitas:

Inspeksi : sianosis (-), edema (-), petekie (-) Palpasi : akral hangat + + + + capillary refill time < 2 detik

3.2.4 Diagnosis klinis Talasemia 3.2.5 Problem list Status gizi penderita yang termasuk dalam status gizi lebih (overweight) Seringnya penderita menderita infeksi saluran napas (termasuk bronkiolitis)

kemungkinan diakibatkan oleh lingkungan rumah yang kurang higienis. Serangan sesak napas berulang dan adanya riwayat alergi pada keluarga (Ibu) mengarah pada dugaan Asma pada penderita ini. Hasil skrining Denver dengan Growth Delayed Development.

Keadaan Lingkungan Rumah Pendeita tinggal di sebuah rumah, yang ditempatinya bersama keluarga, dengan susunan seperti pada gambar 3.1.

IV

III

VI

I II

Keterangan 1. Teras Depan 2. Warung 3. Kamar tidur 4. Tempat pembuatan gitar 5. Dapur 6. Kamar Mandi

Gambar 3.1 Denah Rumah

3.3

Analisis Kasus

3.3.1 Kebutuhan dasar anak Kebutuhan fisik biomedis (ASUH) 1. Kebutuhan pangan/gizi Orang tua penderita menyatakan bahwa mereka selalu mengusahakan untuk memenuhi kebutuhan pangan penderita. Karena penderita saat ini mengkonsumsi makanan padat berupa nasi beserta lauk dan sayur, orang tua selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhan gizi penderita. Analisis gizi : Asupan : nasi, lauk dan sayur 3 kali sehari Kebutuhan kalori : 110 kkal/kgBB/hari 110 kkal x 11,4 kg = 1254 kkal Kebutuhan cairan : 1000 ml + [50 ml x (11,4 10)] + 20 % x [1000 ml + 50 ml x (11,4-10)] = 1070 + (20% x 1070)

= 1070 + 214 = 1284 ml Densitas : kebutuhan kalori = 0,97 kebutuhan cairan Densitas susu yang digunakan (BEBELAC) adalah 0,8125 Asupan gizi yang diberikan sudah mencukupi kebutuhan yang diperlukan.

2. Sandang Keperluan sandang kurang dianggap sebagai prioritas dalam keluarga, namun cukup diperhatikan. Mereka jarang membeli pakaian baru. Dari pengamatan, kebersihan dari pakaian penderita dan keluarganya cukup diperhatikan, karena ibu mencuci pakaian anak dan anggota keluarga lainnya setiap hari.

3. Papan Penderita tinggal di jalan Letda Reta Gang Bhineka 2 No. 24, Denpasar. Rumah ini merupakan rumah milik orangtua dari ayah penderita. Rumah tersebut dihuni oleh keluarga inti penderita dengan total penghuni 4 orang. Penderita dan orang tuanya tidur sekamar yang berukuran 3,5 x 3,5 meter, dengan dinding papan kayu, lantai dari semen, dan ventilasi dari pintu masuk kamar dengan sedikit jendela sehingga menyebabkan kamar kurang mendapatkan sinar matahari. Di belakang kamar tidur terdapat tempat pembuatan gitar, sehingga banyak terdapat debu serbuk kayu. Kamar mandi dan dapur terletak bersebelahan dengan tempat pembuatan gitar ini. Secara umum kondisi dalam rumah tampak kurang terawat dan tidak dijaga kebersihannya. Rumah keluarga tersebut memiliki satu kamar mandi serta pemakaiannya secara bersama-sama. Sumber air didapatkan dari PDAM. Lingkungan sekitar rumah keluarga terkesan sedikit kotor dengan pemukiman yang padat. Di sekitar rumah penderita juga terdapat beberapa rumah yang terbuat dari bedeng-bedeng kayu.

4. Perawatan kesehatan Keluarga penderita merupakan keluarga yang mempercayakan kesehatannya kepada tenaga medis. Ibu penderita menyebutkan bahwa apabila ada keluhan sakit dari anaknya maka akan langsung dibawa ke tempat praktik dokter umum, dokter spesialis dan rumah sakit. ASI diberikan oleh ibunya hanya sampai usia 3 bulan, dengan alasan penderita sudah tidak mau menyusui setelah usianya menginjak 3 bulan. Perawatan kesehatan bagi penderita merupakan suatu prioritas dalam keluarga, kepercayaan perawatan kesehatan diberikan kepada tenaga medis dan bukan alternatif.

5.

Waktu bersama keluarga Ayah penderita bekerja di rumah, sehingga dapat merawat penderita bersama-sama dengan ibunya.

Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH) 1. Hubungan emosi dan kasih sayang dengan kedua orangtua Ayah dan ibu penderita tampak sangat menyayangi penderita, terlihat dengan kedekatan penderita dengan ayah dan ibunya saat kunjungan. Ayah dan ibu memegang peranan penting dalam hal perawatan dan pengawasan penderita sehari-harinya. Dengan adanya perhatian dari kedua orang tua, kebutuhan gizi anak terpenuhi dengan baik.

. Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH) 1. Sehari-hari penderita menghabiskan waktunya di rumah. Setiap hari ayah ibunya menemani penderita makan dan bermain secara bergantian. Jika ayah pasien sedang banyak pesanan membuat gitar, maka ibu penderitalah yang menemani penderita. Jika kakak penderi telah pulang dari sekolahnya, penderita kerap bermain robot-robotan dengan kakanya. Bila

penderita sedang diasuh/digendong orang lain, penderita terkadang rewel. Pasien juga dikatakan senang menonton televisi mengingat di tempat tidur penderita terdapat televisi. Sebagian besar kegiatan penderita dan orang tuanya dihabiskan di dalam rumah sehingga hubungan penderita dengan orang tuanya sangat dekat. Hal ini terlihat saat orang tua penderita berusaha mengajak penderita untuk bercakap-cakap dan bermain. Bahkan selama penderita sakit, ibu penderita menutup warungnya dan berhenti berjualan. Dari segi stimulasi, permainan edukatif untuk penderita masih kurang karena ketidaktahuan ibu mengenai pentingnya stimulasi pada umur ini karena nantinya dapat mempengaruhi personal sosial, motorik halus, motorik kasar dan bahasanya. 2. Perkembangan penderita secara umum mengalami keterlambatan. Tetapi tetap harus diperhatikan perkembangan tahap-tahap selajutnya, berkaitan dengan ketidaktahuan orang tua, kurangnya stimulasi, dan seringnya penderita dirawat di rumah sakit.

3.3.2 Analisis Bio-Psiko-Sosial Biologis Saat ini pada penderita tidak ditemukan keluhan sesak napas ataupun keluhan lainnya. Namun jika dilihat dari kurva CDC, tinggi berbanding umur dan berat berbanding umur, keduanya memperlihatkan bahwa penderita berada dalam urutan di atas jika dibandingkan dengan anakanak seusianya. Hal ini menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi overweight. Saat ini penderita masih rutin mengkonsumsi obat yang didapat dari RSUP Sanglah

Psikologis Ayah, ibu dan kakak laki-laki penderita memberikan perhatian yang cukup terhadap penderita terutama masalah kesehatannya. Walaupun ada keterbatasan ekonomi dalam keluarganya, kesehatan penderita masih merupakan prioritas. Bahkan saat penderita sakit, penderita sempat diajak berobat ke dokter spesialis anak. Disamping itu mereka juga secara sabar dan rutin menjaga interaksi dengan penderita, yaitu dengan mengajaknya bermain, berbicara, dan tidur bersama.

Sosial Aktivitas penderita selama ini sudah tidak dipengaruhi oleh penyakitnya mengingat saat ini penderita sudah sembuh. Sehari-harinya penderita dikatakan tidak rewel.

Lingkungan rumah Penderita dan orang tuanya tidur sekamar yang berukuran 3,5 x 3,5 meter, dengan dinding papan kayu, lantai dari semen, dan ventilasi dari pintu masuk kamar serta kurang terdapat jendela sehingga menyebabkan kamar kurang mendapatkan sinar matahari. Rumah keluarga tersebut memiliki satu kamar mandi serta pemakaiannya secara bersama-sama. Secara umum kondisi dalam rumah tampak kurang terawat dan tidak dijaga kebersihannya. Sumber air didapatkan dari PDAM. Lingkungan rumah keluarga terkesan padat dan kotor.

3.4 Asuh

KIE

Memberikan penjelasan pada orang tua penderita untuk selalu menjaga kesehatan terutama gizi penderita dengan selalu berusaha memberikan asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan penderita, namun tidak berlebihan.

Menyarankan pada keluarga penderita untuk rutin kontrol ke poliklinik baik ke poliklinik tumbuh kembang ataupun poliklinik anak untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan penderita. Dalam hal ini juga disarankan kepada orang tua untuk melakukan uji alergi mengingat ibu penderita memiliki riwayat atopi, sehingga dapat mendukung kecurigaan apakah anak tersebut menderita asam atau tidak.

Memberikan penjelasan pada orang tua penderita untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Asah

Memberikan informasi kepada orang tua untuk aktif menstimulasi anaknya misalnya dengan melatih anaknya untuk berjalan sendiri, jangan selalu digendong, mengajak anaknya berbicara sembari mengajarkan mengucapkan beberapa kata.

Asih Memberikan penjelasan tentang pentingnya hubungan erat antara penderita dengan orang tua dan keluarga.

BAB IV SIMPULAN

Adapun simpulan dari laporan ini adalah sebagai berikut. 1. Hasil tes Denver II yang dilakukan terhadap penderita adalah penderita dicurigai (suspected) mengalami keterlambatan dalam perkembangannya. 2. Status gizi penderita didapatkan dalam rentang status gizi lebih (overweight) yang kemungkinan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan kalori penderita yang berlebihan. 3. Sesak napas berulang yang diderita penderita menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.

You might also like