You are on page 1of 11

5UJI TOKSISITAS AKUT TEH HITAM Camellia Sinensis TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT THE ACUTE TOXICITY

TEST OF BLACK TEA Camellia sinensis ON CHANGE HISTOPATHOLOGY LIVER IN MICE Nanda Indira 1), Dewa Ketut Meles 2) Farmakologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga 2009
1)Mahasiswa, 2)Departemen

ABSTRACT The aims of this research were to know causing lethal dose 50% ( LD50) black tea of Camellia sinensis at acute toxicity test and to know change histopathology liver of mice in the form of congestion, degeneracy and necrosis. Mice of 160 (Mus musculus), body weight between 20-30 grams, divided into two group of treatment per oral and intra peritoneal, then each group of treatment divided into four sub treatment that is 1st treatment dose 15 g/kg BW, 2nd treatment dose 30 g/kg BW, 3rd treatment dose 45 g/kg BW, 4th treatment dose 60 g/kg BW. Treatment is done during 24 hours, then observed by delaying toxicity effect during 14 days then it is autopsy and it will made histopathology liver preparation. At per oral treatment is not seen existence of toxicity effect and at observation of liver histopathology nor there is existence the change of pathology. At treatment intra peritoneal happened death of 95% mice at dose 30 g/kg BW then it be calculated causing lethal dose of 50% mice (LD50) that is 21,577 g/kg BW/IP. Inspection of liver histopathology at treatment intra peritoneal there is change in the form of congestion and degeneracy. Data obtained from inspection of histopathology either per oral and also intra peritoneal furthermore have statistic test Kruskal Wallis and both showing result that not significant (0,05). Keywords: Black tea, LD50, histopathology, liver. PENDAHULUAN Teh hitam secara empiris telah dibuktikan oleh masyarakat maupun secara ilmiah tentang kegunaan sebagai alternatif pengobatan terutama pada penyakit diabetes melitus. Penelitian yang dilakukan oleh Dashti dan Morshedi (2000) serta Jayakodi dan Ratnasooriya (2008) telah membuktikan bahwa teh hitam kaya akan flavonoid seperti catechins, theaflavins, thearubigins dan flavonol yang berkhasiat sebagai anti hiperglikemia. Teh hitam yang telah terbukti berkhasiat sebagai obat anti hiperglikemia perlu diaplikasikan di klinik.

Setiap bahan yang akan diaplikasikan di klinik disamping perlu adanya uji tentang khasiat, perlu dilakukan uji keamanan bahan obat terhadap fisiologis tubuh melalui uji toksisitas akut, toksisitas sub kronis, toksisitas kronis dan toksisitas spesifik (Sastrowardoyo, 2009 dan Loomis dan Hayes, 1996). Uji toksisitas akut adalah uji keamanan bahan berkhasiat obat yang dilakukan pada hewan coba dalam waktu tidak lebih dari 24 jam dengan dosis tunggal atau berulang (Meles, 2007). Uji toksistas akut dirancang dengan menentukan dosis letal median (LD50) bahan berkhasiat obat. Lethal Dose 50 (LD50) merupakan dosis yang menyebabkan kematian pada 50% jumlah hewan coba. Uji toksisitas akut dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin rusak dan efek toksik spesifik (Lu, 2006).

Hepar mempunyai peran kunci dalam metabolisme. Hepar mendapat darah ganda, darah kaya-oksigen dari sirkulasi umum melalui arteri ( 25% ) dan lebih banyak darah yang sedikit mengandung oksigen yang datang dari saluran cerna melalui vena porta ( 75% ). Darah dari kedua sumber bercampur dalam sinusoid hati, dimana bahan terlarutnya dapat langsung berhubungan dengan sel hepar. Darah yang keluar dari organ dibawa melalui vena hepatika ke vena cava inferior. Hepar terdapat di antara saluran cerna dan sirkulasi umum, menampung nutrien yang diserap dan menyimpan atau memecahkannya menjadi molokul yang lebih kecil yang dilepaskan ke dalam sirkulasi umum agar dapat disebarkan ke jaringan dan organ lain dalam tubuh ( Fawcett, 2002 ).
Senyawa yang berasal dari tanaman pada umumnya mempunyai toksisitas rendah, sehingga dosis yang digunakan pada pengujian toksisitas akut adalah dosis maksimum (Meles, 2007). Dosis maksimum yang digunakan pada penelitian ini

mulai 15 g/kg BB. Penentuan dosis berdasarkan klasifikasi toksisitas oleh Loomis (2005) yang menyatakan bahwa dosis 15 g/kg BB termasuk ke dalam bahan obat yang relatif kurang berbahaya. Uji toksisitas akut pada hewan coba dilakukan dalam dua cara pemberian yaitu : per oral dan intra vena. Cara pemberian secara per

oral dilakukan karena sesuai dengan cara pemberian obat yang disarankan untuk dipakai di klinik. Sedangkan pemberian secara intra vena dimaksudkan untuk mengetahui efek obat yang diberikan secara per oral apabila diperkirakan terabsorbsi masuk ke pembuluh darah dapat mewakili efek obat secara sistemik. Namun, apabila cara yang disarankan di klinik dilakukan secara intra vena, maka uji toksisitas akut hanya dilakukan dengan satu cara pemberian yaitu intra vena (Meles, 2007).
METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh (Camellia sinensis), yang telah mengalami proses fermentasi sehingga didapatkan dalam bentuk teh hitam atau black tea.. Teh hitam (Black tea) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ou Tea produksi PT Sumber Budimulia Adiputra dengan POM TR 063 264 561 dengan kemasan 45 gram. Formalin buffer fosfat 10 % sebagai larutan fiksasi organ, dietil eter, larutan saline (0,9% NaCl), etil alkohol 70% , aquades. Penelitian ini menggunakan hewan coba mencit sebanyak 160 ekor dengan berat antara 20-30 mg/kg BB atau berumur sekitar 2 bulan. Hewan coba dibagi dalam 2 kelompok pemberian yaitu P.O dan I.P, masing-masing kelompok dibagi dalam 4 perlakuan (P1, P2, P3, P4) yang diberi infusum teh hitam dengan dosis 15 g/kg BB, 30 g/kg BB, 45 g/kg BB dan 60 g/kg BB.

Hewan percobaan diberi perlakuan selama 24 jam. Selanjutnya dihitung jumlah kematian yang terjadi dalam 24 jam pemberian obat. Bila kematian yang terjadi dalam waktu 24 jam tidak mencapai 50% atau lebih, maka dilanjutkan pengamatan sampai hari ke-14 untuk mengamati efek toksisitas yang tertunda, kemudian semua hewan percobaan dikorbankan dan dilakukan autopsi. Pemeriksaan preparat histopatologis hepar mencit dilakukan dengan mikroskop cahaya. Pemeriksaan menggunakan perbesaran 400 kali pada lima lapangan pandang yang berbeda, selanjutnya dilakukan penilaian skoring berdasarkan tingkat kerusakan gambaran histopatologi hepar mencit (Azmijah dkk, 1996). Tingkat kerusakan yang diamati berupa kongesti, degenerasi dan nekrosis. Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah LD50 dan perubahan mikroskopik sel hepar berupa kongesti, degenerasi, dan nekrosis. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan delapan perlakuan. Data yang diperoleh dari hasil jumlah kematian hewan coba mencit selanjutnya dihitung besar dosis LD50 nya. Menurut Meles dkk (2009), LD50 dihitung berdasarkan rumus : LD50 = anti Log {Log a + (b x Log c)} Data yang diperoleh dari perubahan gambaran histopatologi hepar mencit yang telah diberi skor, diolah dengan penilaian peringkat (rank) lalu dianalisis menggunakan uji statistik non parametrik dengan menggunakan Uji Kruskal Wallis. Apabila terdapat perbedaan yang nyata di antara kelompok perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji pebandingan berganda (Uji Z) 5% (Daniel, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji toksisitas akut pada infusum teh hitam yang berpotensi sebagai antihiperglikemia, pada hewan coba mencit (Mus musculus) melalui dua rute pemberian yaitu per oral dan intra peritoneal. Uji toksisitas akut dilakukan dengan menggunakan dosis 15 g/kg BB, 30 g/kg BB, 45 g/kg BB dan 60 g/kg BB selama 24 jam dan kemudian dilanjutkan pemeliharaan selama 14 hari guna mengamati kemungkinan terjadinya toksisitas yang tertunda. Uji toksisitas akut teh hitam Camellia sinensis pada perlakuan per oral tidak menyebabkan kematian terhadap mencit. Loomis dan Hayes (1996) menyatakan bahwa pada umumnya rute pemberian per oral memiliki viabilitas yang lebih lebar dan lebih lama. Pada perlakuan intra peritonial pada dosis 30 g/kg BB sudah dapat menyebabkan kematian lebih dari 50% mencit. Hasil tersebut selanjutnya dihitung dosis LD50 yaitu dosis 21,577 g/kg BB/IP, sehingga teh hitam tergolong bahan obat yang relatif kurang berbahaya. Analisis statistik berdasarkan perubahan patologis yang terjadi pada pemeriksaan histopatologi hepar menunjukkan pada perlakuan per oral maupun intra peritonial menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata ( > 0,05). Hal ini menunjukkan penambahan dosis antar perlakuan dari masing-masing kelompok pemberian tidak berpengaruh pada sel hepar. Pada pemeriksaan histopatologi hepar perlakuan rute pemberian per oral dengan dosis 15 g/kg BB, 30 g/kg BB, 45 g/kg BB dan 60 g/kg BB tidak terdapat perubahan patologis.

Gambar 1. Potongan melintang hepar bagian korteks, perlakuan rute pemberian per oral dengan pewarnaan HE pembesaran 400x. Lobulus dan sitoplasma masih tampak normal. Pada pemeriksaan histopatologi hepar perlakuan rute pemberian intra peritonial terdapat perubahan patologis dari kongesti sampai degenerasi. Kongesti adalah suatu bendungan darah atau meningkatnya volume darah dalam pembuluh darah yang berdilatasi akibat rangsangan saraf vasodilatator atau kelumpuhan vasokonstriktor pada bagian tubuh tertentu (Price dan Willson, 2006). Kongesti pada hepar terjadi akibat keracunan zat toksik (Robbins dkk, 1995 dan Wulandari, 2007).

Gambar 2. Potongan melintang hepar bagian korteks, perlakuan rute pemberian intra peritoneal dengan pewarnaan HE pembesaran 400x. Tampak adanya kongesti tetapi lobulus dan sitoplasma masih normal

Pada kondisi kongesti yang parah, terjadi perdarahan di dalam sel. Pemeriksaan histopatologi hepar pada penelitian ini tidak ditemukan adanya perdarahan sel, melainkan hanya pembendungan pembuluh darah. Hal ini karena otopsi dilakukan setelah mencit tersebut mati sehingga darah tidak dapat keluar dan terjadi bendungan pada pembuluh darah. Kongesti juga terjadi sebagai akibat dari fungsi flavonoid vasodilatator (Sukri dan Saepudin, 2008). Pada preparat histopatologi hepar perlakuan rute pemberian intra peritoneal juga terdapat beberapa degenerasi. Degenerasi sel merupakan kerusakan yang terjadi pada sitoplasma tetapi tidak sampai merusak inti sel sehingga dapat pulih kembali menjadi normal apabila penyebab kerusakan dihilangkan (Price dan Wilson, 2006).

Gambar 3. Potongan melintang hepar bagian korteks, perlakuan rute pemberian intra peritoneal dengan pewarnaan HE pembesaran 400x. Tampak adanya degenerasi.

Degenerasi yang terjadi tidak menyeluruh, hanya pada beberapa bagian. Mengingat pada preparat histopatologi hepar perlakuan per oral normal, kemungkinan degenerasi tersebut sebagai akibat dari lamanya tenggang waktu antara kematian mencit dengan proses otopsi. Ressang (1984) menyatakan bahwa pada pemeriksaan postmortem, hepar lekas mengalami autolisis. Robbins dkk (1995) menyatakan bahwa bahan kimia dan obat-obatan merupakan penyebab penting dari adaptasi dan jejas. Setiap agen kimia dan obat dapat berperan dalam terjadinya jejas meskipun bahan tersebut tidak berbahaya seperti teh hitam. Bahan kimia dan obat memiliki kerja toksik yang spesifik pada sel epitel tubulus. Hal ini menyebabkan sel epitel hancur dan terlepas dari membran basal dan menempel menutupi tubulus, sehingga tubulus dapat mengalami nekrosis apabila pemberian zat toksik tidak dihentikan (Guyton dan Hall, 2000). Teh hitam merupakan bahan obat yang mengandung senyawa flavonoid, antioksidan serta asam amino yang cukup tinggi. Kandungan teh hitam memiliki

banyak manfaat dan memperlancar proses metabolisme serta siklus sel. Manfaat teh hitam lebih besar daripada sifat toksiknya, kemungkinan kematian hewan coba pada perlakuan intra peritonial sebagai akibat penyuntikan berulang secara intra peritoneal dalam waktu 24 jam. Volume cairan yang masuk ke dalam rongga peritonium berlebihan sehingga menyebabkan gangguan fungsi jantung, paru dan hepar yang menyebabkan distensi mekanik berlebihan dan berakibat terjadinya kematian (Sastrowardoyo, 2009). Timbulnya efek toksik di dalam tubuh, tergantung pada tempat masuknya zat, lama pemaparan, bentuk dan jumlah zat di dalam tubuh serta kecepatan absorbsi (Koeman, 1987). Pemberian obat secara intra peritoneal (parenteral) absorbsinya lebih cepat dibandingkan dengan pemberian obat secara per oral. Pada pemberian secara per oral terjadi proses metabolisme obat oleh reaksi dari asam lambung atau oleh enzim-enzim dari saluran cerna yang akan menghambat atau mengurangi proses absorbsi suatu obat (Sekarsana, 2009). Pemberian obat secara intra peritoneal lebih mudah menimbulkan efek toksisitas, karena obat langsung dibawa melalui aliran darah ke vena porta hepatica menuju hepar yang selanjutnya diekskresikan melalui ginjal. KESIMPULAN Infusum teh hitam Camellia sinensis pada perlakuan per oral sampai dengan dosis 60 g/kg BB yang diberikan berulang pada waktu 24 jam tidak menimbulkan kematian pada mencit serta tidak terdapat perubahan patologis pada hepar mencit. Pemberian infusum teh hitam secara intra peritonial dapat menyebabkan kematian pada 50% jumlah mencit pada dosis 21,577 g/kg BB sehingga tergolong dalam

bahan obat yang relatif tidak berbahaya. Perlakuan intra peritonial menyebabkan perubahan patologis berupa kongesti sampai degenerasi. DAFTAR PUSTAKA Azmijah, A., Arimbi dan T. Widiyatno. 1996. Pengamatan Histopatologi Hati dan Ginjal Tikus Putih Akibat Pemberian Air Sumur Pada Daerah Pemukiman Disekitar Pabrik Baja. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya. Daniel W.W. 1989. Statistik Non Parametrik Terapan. Alih Bahasa: Alex Tri Kantjono. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. 272-275. Dashti, M. H. dan Morshedi A. 2000. A Comparison Between the Effect of Black Tea and Kambucha Tea on Blood Glucose in Diabetic Rat. Medical Journal of Islamic Academy of Sciences 13:2, 83-87 Guyton, A.C. and John. E. Hall. 2000. Textbook of Medical Physiology. 10th Edition. W.B. Saunders Company, Phyladelphia. Phenysilvania. Hal 397-400 Jayakodi, J.R.A.C and W.D Ratnasooriya. 2008. Blood Glucose Level Lowering Activtiy of Sri Lanka Black Tea brew (Camellia sinensis) in Rats. Department of Zoology, University of Colombo, Colombo 03, Sri Lanka. Pharmacognosy Magazine ISSN: 0973 0973-1296 Vol 4, Issue 16 Koeman, J.H. 1987. Pengantar Umum Toksikologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Loomis, T. A. and Hayes, A.W. (1996). Loomiss essentials of toxicology. 4th ed. California, Academic press: 208- 245 Lu, F. C. 2006. Toksikologi Dasar. Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko (Terjemahan). Edisi Kedua. UI Press. Jakarta. Hal 85-100 Meles D.K. 2007. Uji Toksisitas Alkaloid Daun Jarong (Achyranthes aspera Linn) sebagai Bahan Antikanker [Kutipan]. Single Dose Acute Toxicity Testing for Pharmaceuticals. Center for Drug Evaluation and Research (CDER), U.S. FDAs Proposed Implementation of International Conference on Harmonisation (ICH)Safety Working Group Consensus Regarding new Drug Applications Meles D.K., Sri Agus S., Tutik J., Iwan S.H., Rochmah K. 2009. Penuntun Praktikum Farmakoterapi dan Tokikologi Veteriner. Surabaya; Laboratorium Farmakologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Univeritas Airlangga Mukinda, T. J. 2005. Acute and Chronic Toxicity of the Flavonoid-containing Plant, Artemisia arfa in Rodents [Thesis]. Department of Pharmacology, University of the Western Cape. South Africa

Price, S.A and Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. E.G.C. Jakarta. Hal 867868 Ressang, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi ke 2. 49 50; 67 Robbins, L.S., Kumar V., Cotran S.R. 1995. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran. E.G.C. Jakarta Sastrowardoyo W, Meles D.K, Wurlina. Laporan Penelitian: Efek Antihiperglikemia dan Uji Toksisitas Teh Hitam (Camellia sinensis) Terfermentasi sebagai Obat Diabetes Mellitus. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) Propinsi Jawa Timur Sekarsana, D.A. 2009. Efek Toksisitas Pemberian Ekstrak Daun Mindi (Melia azaderach L) secara Intra peritoneal dan Per oral Berdasarkan Histopatologi Ginjal Mencit (Mus musculus) [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Syukri, Y., Saepudin. 2008. Aktivitas Penghambat Kejadian Kanker Ekstrak Etanol Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa boerl) Pada Mencit yang diinduksi 7,12-Dimetilbenz(a)antrasen. http://journal.uii.ac.id diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 Wulandari S.A.D. 2007. Efek Toksisitas Subkronis Ekstrak Biji Mahoni (Swietemia mahagoni Jacg) terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Mencit (Mus musculus) Jantan [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

You might also like