You are on page 1of 6

1.

1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk menguatkan mutu sumber daya manusia yang sehat, cerdas dan produktif serta mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat dengan komitmen yang tinggi terhadap kemanusiaan dan etika dan dilaksanakan dengan semangat pemberdayaan dan kemitraan yang tinggi (Depkes RI, 2005 dalam www.depkes.go.id). Pembangunan bidang kesehatan adalah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan guna mencapai tingkat kesejahteraan rakyat yang lebih baik dan merata. Pembangunan kesehatan dilakukan diseluruh wilayah Indonesia dimana sasarannya adalah masyarakat yang ada diperkotaan dan dipedesaan baik pembangunan sarana, prasarana dan program pelayanan kesehatan di masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dilakukan salah satunya adalah pemberantasan penyakit menular dan tidak menular yang sampai saat ini masih dihadapi masyarakat (Depkes, 2006 dalam www.depkes.go.id) Pelayanan kesehatan dapat dilakukan pada masyarakat yang sehat maupun masyarakat yang mengalami gangguan. Salah satu gangguan yang dialami oleh masyarakat adalah gangguan penglihatan berupa suatu penyakit yang disebut katarak, yang merupakan salah satu satu penyakit yang menjadi masalah pada masyarakat baik

di dunia maupun Indonesia. Katarak adalah kekeruhan pada lensa kristalina yang normalnya jernih. Katarak biasanya terjadi karena proses penuaan tetapi dapat juga timbul saat kelahiran. Menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), saat ini terdapat 180 juta penduduk dunia yang mengalami cacat penglihatan. Sebanyak 40-45 juta di antaranya tidak dapat melihat atau buta. Laporan WHO juga mengungkapkan bahwa setiap detik tambah satu penderita kebutaan di dunia. Sembilan dari 10 penderita kebutaan di negara Afrika dan Asia Selatan atau Asia Tenggara. Angka kebutaan di Indonesia (1,5%) tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu terutama disebabkan ketidakseimbangan antara insiden kejadian baru katarak yang besarnya 210.000 orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang hanya 80.000 orang per tahun.

Angka kebutaan negara lain di Asia Tenggara yang cukup tinggi antara lain Bangladesh (1,0%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), dan kelainan refraksi (0,14%) serta penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut. Besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia saat ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut yang pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 15,3 juta (7,4% total penduduk). Jumlah itu akan bertambah besar di masa depan seiring peningkatan usia harapan hidup (Siswono, 2005 dalam www.gizinet.com). Berdasarkan catatan di Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung tahun 2008, didapatkan data penderita katarak sebanyak 514 orang, sedangkan pada periode bulan Januari-Maret 2009 didapatkan 142 orang penderita katarak (Rekam Medik RSUDAM, 2009).

Salah satu penatalaksanaan katarak adalah operasi atau pembedahan yang paling sering dilakukan pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Pengambilan keputusan untuk menjalani pembedahan sangat individual sifatnya. Dukungan finansial dan psikososial dan konsekwensi pembedahan harus dievaluasi, karena sangat penting untuk penatalaksanaan pasien pasca operasi. Seringkali pasien merasa cemas ketika menghadapi operasi, untuk itu diberikan obat penghilang cemas untuk mengatasi perasaan klaustrofobia sehubungan dengan pembedahan (Brunner & Suddarth, 2001). Kecemasan dapat dipandang sebagai suatu keadaan ketidakseimbangan atau tegangan yang cepat mengusahakan koping. Adanya stres atau ancaman terhadap keutuhan seseorang, penahan, keamanan dan pengendalian akan menyebabkan kecemasan (Hudak & Gallo, 1999). Berdasarkan penelitian Indra (2002) tentang hubungan pengetahuan dengan kecemasan pada pasien pre operasi di Malang, terhadap 20 orang responden, didapatkan hasil tidak ada hubungan pengetahuan pengetahuan dengan kecemasan pada pasien pre operasi. Berdasarkan presurvey peneliti di Ruang ZZZ terhadap 10 penderita katarak, didapatkan data sebanyak 6 orang (60%) mengatakan takut akan operasi yang akan dijalaninya, mereka mengatakan takut tidak bisa melihat lagi, sebanyak 4 orang (40%) mengatakan takut menjalani operasi katarak, mereka mengatakan takut kalau berdampak pada kematian. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran tingkat kecemasan pasien pre operasi katarak di Ruang ZZZ tahun 2009.

1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1.2.1 Menurut WHO, saat ini terdapat 180 juta penduduk dunia yang mengalami cacat penglihatan akibat katarak. 1.2.2 Angka kebutaan di Indonesia (1,5%) tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu terutama disebabkan ketidakseimbangan antara insiden kejadian baru katarak yang besarnya 210.000 orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang hanya 80.000 orang per tahun. 1.2.3 1.2.4 Angka kebutaan di Bangladesh (1,0%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), dan kelainan refraksi (0,14%) serta penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut. Besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia saat ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut yang pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 15,3 juta (7,4% total penduduk). 1.2.5 Berdasarkan catatan di Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung tahun 2008, didapatkan data penderita katarak sebanyak 514 orang, sedangkan pada periode bulan Januari-Maret 2009 didapatkan 142 orang penderita katarak (Rekam Medik RSUDAM, 2009). 1.2.6 Berdasarkan presurvey peneliti di Ruang ZZZ terhadap 10 penderita katarak, didapatkan data sebanyak 6 orang (60%) mengatakan takut akan operasi yang akan dijalaninya, mereka mengatakan takut tidak bisa melihat lagi, sebanyak 4 orang (40%) mengatakan takut menjalani operasi katarak, mereka mengatakan takut kalau berdampak pada kematian.

1.3 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: gambaran tingkat kecemasan pasien pre operasi katarak di Ruang ZZZ tahun 2009. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pasien pre operasi katarak di Ruang ZZZ tahun 2009. 1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan ringan pasien pre operasi katarak di Ruang ZZZ tahun 2009. 1.4.2.2 Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan sedang pasien pre operasi katarak di Ruang ZZZ tahun 2009. 1.4.2.3 Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan berat pasien pre operasi katarak di Ruang ZZZ tahun 2009. 1.4.2.4 Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan panik pasien pre operasi katarak di Ruang ZZZ tahun 2009.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Pasien Pre Operasi Katarak Menambah wawasan dan pengetahuan tentang respon kecemasan pada pasien pre operasi katarak, dimana diharapkan pasien dapat mengatasi kecemasan akan dilakukan opearsi katarak.

1.5.2

Bagi Institusi Prodi Keperawatan ZZZ Sebagai bahan masukan atau informasi bagi Politeknik Kesehatan Depkes Program Studi Keperawatan ZZZ khususnya kecemasan pasien pre operasi katarak.

1.5.3

Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai aplikasi dari materi keperawatan yang telah didapatkan di bangku perkuliahan serta menerapkannya dalam metode riset.

Tersedia (Proposal Only): Pesan Sekarang


Labels: Katarak, kecemasan, Pasien, Pre Operasi 0 comments: Poskan Komentar Links to this post Buat sebuah Link Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

You might also like