You are on page 1of 5

- PEMERIKSAAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

ANALISIS JURNAL
Judul : PENGARUH KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PENERIMAAN PRILAKU DISFUNGSIONAL AUDIT STUDI EMPIRIS PADA AUDITOR PEMERINTAH YANG BEKERJA DI BPKP PERWAKILAN JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ) Penulis : PROVITA WIJAYANTI

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kekayaan negara yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu pengawasan yang cukup andal guna menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini tertuang dalam ketetapan Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SASAFP) tahun 1996 oleh BPKP dengan keputusan Kepala BPKP No. Kep-378/K/1996. SA-APFP secara garis besar mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia. Penyelenggaraan auditing sektor publik atau pemerintahan tersebut dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguan (BPKP). BPKP merupakan suatu badan yang dibentuk oleh lembaga eksekutif negara (presiden), yang bertugas untuk mengawasi dana untuk penyelenggaraan pembangunan negara yang dilakukan pemerintah dan bertangungg jawab atas tugasnya pada pemerintah juga. Penyelenggaraan akuntansi pemerintahan yang bertumpu pada sistem Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD) berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 217/KMK.03/1990 masih terlalu sederhana. Pemakaian uang yang digunakan dalam proses penyelenggaaraan pemerintahan mengacu pada APBN atau APBD dan pertanggungjawabannya hanya menyangkut pada berapa uang yang diterima dan berapa uang digunakan. Jadi, ada suatu kecederungan bahwa penggunaaan dana bertumpu pada proses keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran uang saja. Mardiasmo (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam audit pemerintahan di Indonesia. Kelemahan tersebut antara lain: pertama tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai sebagai dasar pengukur kinerja pemerintahan baik pemerintah pusat maupun daerah. Hal tersebut umum dialami oleh organisasi publik karena output yang dihasilkan yang berupa pelayanan publik tidak mudah diukur. Kedua, berkaitan dengan masalah struktur lembaga audit terhadap pemerintahan pusat dan daerah di Indonesia. Permasalahanya adalah banyaknya

Page 1

- PEMERIKSAAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

lembaga pemeriksa fungsional yang overlapping satu dengan yang lainnya yang menyebabkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan pelaksanaan pengauditan. Di Indonesia yang melaksanakan fungsi pemeriksaan secara garis besar dipisahkan menjadi dua yaitu auditor eksternal dan auditor internal. Auditor eksternal pemerintah diimplementasikan oleh BadanPemeriksa Keuangan (BPK) yang dibentuk sebagai perwujudan pasal 23E UUD 1945. Auditor internal pemerintah diimplemantasikan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) dan badan pengawas internal di setiap departemen yaitu Inspektorat Jendral (IRJEN). BPKP merupakan salah satu lembaga audit internal pemerintah yang melaksanakan fungsi pemeriksaan. Berdasarkan tujuan pembentukannya, BPKP berperan untuk menciptakan pemerintahan yang good governance yaitu menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Berdasarkan fungsinya tersebut BPKP harus melaksanakan audit secara umum atau audit laporan keuangan dan audit khusus atau audit forensik (Arif, 2002). Salah satu hasil audit dari BPKP adalah sebuah kesimpulan mengenai ada tidaknya indikasi tindak pidana ataupun perdata yang menyebabkan kerugian keuangan dan kekayaan negara. Oleh karena itu audit yang dilakukan oleh BPKP harus berkualitas. Kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor untuk menemukan dan melaporkan pelanggaran sistem kliennya. (Dangelo, 1981 dalam Samsul Ulum, 2005). Penemuan-penemuan terhadap pelanggaran harus didukung oleh bukti kompeten yang cukup agar laporan yang disampaikan atau opini audit dapat dipertanggungjawabkan.Untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup maka auditor harus melaksanakan prosedur audit yang diperlukan dengan benar atau tidak melakukan perilaku disfungsioanal audit.(Herningsih, 2001 dalam Maryanti, 2005). Perilaku disfungsional audit dan berhentinya auditor (turnover) dari pekerjaannya berhubungan dengan penurunan kualitas audit (Public Oversight Board, 2000 dalam Donelly et al. 2003). Perilaku ini bisa mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kualitas audit. Perilaku yang mempunyai pengaruh langsung termasuk premature sign-off, pemerolehan bukti yang kurang (Otley & Pierce, 1995; Donelly et al. 2003), pemrosesan yang kurang akurat (Mc Danield, 1990) dan kesalahan dari tahapan audit (Margheim & Pany, 1986), altering/replacing of audit procedure (Donelly, et al. 2003) dan perilaku audit yang mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap kualitas audit adalah under reporting of time (Donelly et al. 2003)

Page 2

- PEMERIKSAAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

Literatur terdahulu sudah mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan (seperti tekanan waktu, model atau gaya pengawasan) dan faktor personal auditor secara signifikan mempengaruhi perilaku disfungsional (Kelly & Margheim, 1990; Otley & Pierce,1996). Tingkat perilaku disfungsional (Disfungsional Behavior) yang sangat mengganggu berhubungan dengan profesi auditing (Otley & Pierce, 1995). Menurut Jansen & Glinow (1985) dalam Malone & Roberts (1996), perilaku individu merupakan refleksi dari sisi personalitasnya sedangkan faktor situasional yang terjadi saat itu akan mendorong seseorang untuk membuat suatu keputusan. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku disfungsional audit dapat disebabkan oleh faktor karakteristik personal dari auditor (faktor internal) serta faktor situasional saat melakukan audit (faktor eksternal). Penelitian ini penting dilakukan karena Indonesia masih menempati peringkat kedua sebagai negara terkorup di Asia (Sindo, 17 Maret 2007). Hal tersebut menunjukkan kurang berfungsinya badan pengawas yaitu BPKP sebagai auditor internal pemerintah yang mempunyai logo atau semboyan menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (www.bpkp.co.id). Kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah perlu dipulihkan dan hal itu tergantung pada praktek profesional yang dijalankan para auditor pemerintah terutama yang bertugas sebagai pengawas. Profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, pengetahuan, dan karakter. Karakter menunjukkan personality (kepribadian) seorang profesional yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etis (Marie, 2002 dalam Crismastuti & Vena, 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karekteristik personal auditor yang bekerja di

BPKP wilayah Jawa Tengah dan DIY yaitu locus of control berhubungan positif terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit tetapi tidak signifikan dan secara konsep teori, auditor pada BPKP sudah memenuhi kriteria ideal yaitu lokus kendali internal harus dimiliki pada orang yang bekerja pada sebuah lingkungan audit. (Hyatt & Prawitt, 2001) Berdasarkan hasil pengujian SEM dengan alat bantu analisis Visual-PLS disimpulkan bahwa: (H1 diterima) konsisten dengan penelitian Donelly et al. (2003) dan tidak konsisten dengan penelitian Malone & Robert (1996) dan Maryanti (2005). (H2 dan H3 ditolak), hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Donelly et al. (2003). (H4 diterima), hasil penelitian konsisten dengan penelitian Donelly et al. (2003). (H5 diterima), hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Donelly et al. (2003), Maryanti (2005), (H6 diterima), Hasil

Page 3

- PEMERIKSAAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

penelitian konsisten dengan penelitian Aranya et al. (1982), Lachman & Aranya (1986) dalam Otley & Pierce (1996), Mathiew dan Zajac (1990) dalam Donelly et al. (2003), Donelly et al. (2003) dan penelitian Maryanti (2005). (H7 ditolak) hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Otley & Pierce (1996) dan Maryanti (2005,dan konsisten dengan penelitian Malone & Robert (1996) Peneliti menyadari adanya beberapa keterbatasan yang mungkin mempengaruhi hasil
penelitian ini, dan bisa diperbaiki oleh peneliti yang akan datang yaitu: 1. Lokasi penelitian yang digunakan adalah BPKP perwakilan Jateng dan DIY, sehingga kesimpulan yang dihasilkan tidak bisa men-generalisasi untuk auditor BPKP seluruh Indonesia. Penelitian yang akan datang kemungkinan akan menunjukkan hasil yang berbeda jika diterapkan pada auditor BPKP seluruh perwakilan di Indonesia. 2. Penelitian ini menggunakan self rating scale pada pengukuran kinerja sehingga menyebabkan kecenderungan para responden mengukur kinerja mereka lebih tinggi dari kinerja aktualnya.Penelitian mendatang diharapkan dapat menggunakan ukuran kinerja yang lebih obyektif, misalnya menggunakan standar penilaian kinerja yang sudah ada pada instansi tersebut.

IMPLIKASI Bagi BPKP diharapkan untuk dapat mengetahui karakteristik personal auditor yang dapat menunjang kesuksesan personal dan membawa kesuksesan bagi BPKP dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawasan terhadap lembaga pemerintah dari tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme. Langkah yang bisa dilaksanakan oleh BPKP adalah melakukan seleksi pada saat merekrut, memberikan program pelatihan dan pengembangan untuk peningkatan profesionalisme auditor. Selain itu sangat penting bagi BPKP untuk menekankan pada semua personel audit untuk bekerja secara profesional dengan memberikan prioritas yang tinggi dalam evaluasi kinerja, kompensasi, promosi dan keputusan untuk mempertahankan pegawai.

Saran untuk penelitian yang akan datang adalah : A. Penelitian yang akan datang perlu untuk menggunakan populasi yang lebih luas yaitu auditor BPKP seluruh perwakilan Indonesia. Sehingga hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar pijakan untuk evaluasi bagi instansi BPKP seluruh Indonesia untuk meminimalisir faktor personal yang dapat mengurangi kualitas audit.

Page 4

- PEMERIKSAAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

B. Penelitian mendatang diharapkan dapat menggunakan ukuran kinerja yang lebih obyektif, misalnya menggunakan standar penilaian kinerja yang sudah ada pada instansi tersebut. C. Penelitian mendatang hendaknya juga mengakomodasi variabel karakteristik personal selain dari peneletian Donelly et al.(2003.Misalnya gender,dan komitmen profesional. (Rasch & Harrel, 1990; Malone & Robert, 1996; Micheal & Eaton, 2003) D. Penelitian mendatang hendaknya juga mengakomodasi variabel yang berasal dari faktor eksternal/lingkuangan audit, misalnya time budget pressure, Audit Firm Structure, quality control dan Review procedure, dan gaya kepemimpinan (Malone & Robert, 1996; Otley & Pierce, 1996).

Page 5

You might also like