You are on page 1of 11

Analisis Regresi

Analisis Menggunakan bantuan software SPSS dan Eviews 1. DATA ASLI

Regression
[DataSet0] Descriptive Statistics Mean inflasi m1 7.9332 3.1369E5 Std. Deviation 4.03940 1.51414E5 N 145 145

Dari tabel Descriptive Statistics dapat dilihat bahwa terdapat dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Infalsi dan Jumlah Uang Beredar (JUB M1). Dengan jumlah observasi yang sama untuk kedua varibel yaitu sebanyak 145 observasi. Selanjutnya rata-rata Inflasi di Indonesia periode Agustus 1999 sampai Agustus 2011 sebesar 7.9332% dengan standar deviasi sebesar 4.03940, dengan kata lain Inflasi di Indonesia periode tersebut menyebar di sekitar 4.03940 di atas dan di bawah nilai 7.9332%. Sedangkan rata-rata untuk JUB di Indonesia periode Agustus 1999 sampai Agustus 2011 sebesar 313690 (dalam Milyar Rupiah) dengan standar deviasi 151414 (dalam Milyar Rupiah), dengan kata lain JUB di Indonesia periode tersebut menyebar di sekitar 151414 (dalam Milyar Rupiah) di atas dan di bawah nilai 313690 (dalam Milyar Rupiah).
Correlations inflasi Pearson Correlation inflasi m1 Sig. (1-tailed) inflasi m1 N inflasi m1 1.000 -.142 . .044 145 145 m1 -.142 1.000 .044 . 145 145

Dari tabel correlations dapat dilihat bahwa korelasi/hubungan antara inflasi dan jumlah uang beredar di Indonesia periode Agustus 1999 sampai Agustus 2011 adalah korelasi/hubungan

negatif sebesar 0.145. Hal ini berarti kenaikan salah satu variabel akan menurunkan variabel lainnya, dalam hal ini ketika uang beredar mengalami kenaikan atau peningkatan maka akan membuat inflasi menurun. Hubungan negatif antara inflasi dan jumlah uang beredar di Indonesia pada periode tersebut tidak searah dengan teori penyebab inflasi akibat permintaan (demand pull inflation).
Inflasi akibat permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan. (Sumber: Wikipedia Bahasa Indonesia;27/10/2011)

Model Summary

Adjusted R Model 1 R .142


a

Std. Error of the Estimate

R Square .020

Square .013

4.01222

a. Predictors: (Constant), m1 b. Dependent Variable: inflasi

ANOVA Model 1 Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), m1 b. Dependent Variable: inflasi Sum of Squares 47.610 2302.002 2349.612 df

Mean Square 1 143 144 47.610 16.098

F 2.958

Sig. .088
a

Coefficients Standardiz ed Unstandardized Coefficients Std. Model 1 (Constant) m1 B 9.124 -3.798E-6 Error .769 .000 -.142 Beta t 11.871 -1.720 Coefficient s

95% Confidence Interval for B Lower Sig. .000 .088 Bound 7.605 .000 Upper Bound 10.644 .000 -.142 -.142 -.142 Zeroorder Partial Part Correlations

a. Dependent Variable: inflasi

Berdasarkan tabel Model Summary dan Coefficients diperoleh hasil sebagai berikut: - b0 = 9.124, b1= -3.798x10-6 se (b0)= 0.769, se (b1)= 0.000 t (b0)=12.675, t (b1)=67.286, t (b2)= 4.676, t (b3)=3.556 sig. (b0)=0.000, sig. (b1)= .088 (signifikan pada =10%, tetapi tidak signifikan pada =5%) R2=0.020, R2adj= 0.013 Inflasi = 9.124 - 3.798x10-6 M1

Sehingga model yang diperoleh adalah:

Selanjutnya dilakukan pemerikasaan asumsi model regresi linier berganda pada errornya agar persamaan regresi yang terbentuk adalah persamaan regresi yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimator).

a. Asumsi Kenormalan Kenormalan juga dapat dilihat dengan Jarque Bera, sebagai berikut: Ho : data berdistribusi normal ( ~ N(0,1)) H1 : data tidak berdistribusi normal ( N(0,1)) =0.05 Wilayah kritik : Ho akan ditolak jika sign lebih kecil dari . Dari nilai Jarque-Bera diperoleh probability 0.212975 > =0.05, maka Ho diterima.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai error dari hasil regresi antara inflasi dan JUB mengikuti distribusi normal.
30 25 20 15 10 5 0 -10 -5 0 5 10 Series: Residuals Sample 1 145 Observations 145 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability -1.57e-15 -0.728056 10.25648 -9.636175 3.998265 0.337607 3.236761 3.093158 0.212975

b. Asumsi linearitas Asumsi linearitas dapat diperoleh dengan memplotkan antara residual dengan semua variable bebas, asumsi linieritas juga dapat dilakukan dengan meregresikan residual dengan masing-masing variable bebas. Jika koefisien determinasi (R2) adalah 0.00 berarti linieritas terpenuhi. Berdasarkan hasil regressi antara residual (dependen variabel) dan JUB (independent variabel) diperoleh nilai R2=0.00, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa error bersifat linear.
Model Summary
b

Adjusted R Model 1 R .000


a

Std. Error of the Estimate 3.99822303

R Square .000

Square -.007

a. Predictors: (Constant), m1 b. Dependent Variable: Unstandardized Residual

Coefficients

Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) m1 B 1.547E-15 .000 Std. Error .766 .000 .000 Coefficients Beta t .000 .000 Sig. 1.000 1.000

a. Dependent Variable: Unstandardized Residual

c. Asumsi Homoskedastisitas Dilihat dari plot antara residual (ei) dengan nilai prediksi Y ( ). Jika titik-titik pada grafik menyebar dan membentuk suatu pola acak dan tidak membuat suatu pola tertentu, maka asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Dari hasil plot diperoleh titik-titik menyebar dan membentuk pola dari besar kemudian mengecil pada nilai yang semakin besar. Hal ini mengindikasikan adanya heterosedastisitas. Untuk memastikan diuji dengan white hetereskedasticity test pada Eviews. H0: data bersifat Homoskedas H1: data bersifat Heteroskedas Dari hasil pengujian diperoleh bahwa probabilita 0.010484< =0.05 tolak H0. sehingga dapat disimpulkan bahwa data bersifat heteroskedas. Asumsi terlanggar.

White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 4.707398 9.015932 Prob. F(2,142) Prob. Chi-Square(2) 0.010484 0.011021

d. Asumsi Nonmultikolinieritas Untuk mendeteksi ada tidaknya korelasi antar variabel bebas menggunakan Durbin Watson (d). Hasil yang diperoleh bandingkan dengan nilai du dan d L dari tabel dengan aturan sebagai berikut: Ho : tidak ada korelasi positif maupun negative antar variabel bebas H1 : ada korelasi positif atau negative antar variabel bebas d < dL dL d du : tolak Ho, berarti ada korelasi yang positif. : tidak dapat diambil kesimpulan

Keputusan: -

- du < d < 4-du : tidak tolak Ho, berarti tidak ada korelasi positif maupun negative - d > 4-dL : tolak Ho, berarti ada korelasi negative akan tetapi karena dalam penelitian ini hanya ada satu variabel bebas berarti pengujian ini tidak pelu dilakukan. e. Asumsi Non-autokorelasi Untuk menguji apakah terjadi auto kerelasi digunakan corelogram square residual pada Eviews.

Ho : tidak ada korelasi antar waktu ke waktu H1 : ada korelasi antar waktu ke waktu =0.05 Dari hasil pengujian diperoleh pada lag pertama (t-1) nilai AC=0.875, menunjukkan nilai korelasi yang cukup besar. Selain itu nilai probabilita 0.000<0.05 hal ini mengindikasikan bahwa terjadi outo korelasi.

Date: 10/28/11 Time: 08:20 Sample: 1 145 Included observations: 145 Autocorrelation .|*******| .|****** | .|***** | .|**** | .|** | .|** | .|* | .|. | Partial Correlation .|*******| *|. | .|. | *|. | *|. | .|* | *|. | *|. | 1 2 3 4 5 6 7 8 AC 0.875 0.729 0.608 0.479 0.323 0.219 0.126 0.023 PAC 0.875 -0.160 0.033 -0.130 -0.186 0.128 -0.105 -0.086 Q-Stat 113.43 192.65 248.11 282.77 298.70 306.05 308.48 308.57 Prob 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Analisis Model: b0 = 9.124, b1= -3.798x10-6 se (b0)= 0.769, se (b1)= 0.000 t (b0)=12.675, t (b1)=67.286, t (b2)= 4.676, t (b3)=3.556 sig. (b0)=0.000, sig. (b1)= .088 (signifikan pada =10%, tetapi tidak signifikan pada =5%) R2=0.020, R2adj= 0.013 Inflasi = 9.124 - 3.798x10-6 M1

model yang diperoleh adalah:

Dari model yang diperoleh dapat dilihat bahwa pengaruh JUB terhadap inflasi di Indonesia pada periode penelitian adalah negatif sebesar 3.798x10-6 (nilai yang sangat kecil disebabkan

perbedaan satuan) signifikan pada =10% tetapi tidak signifikan pada =5% . Nilai koefisien JUB (M1) yang bernilai negatif sejalan dengan hasil pengujian korelasi antara inflasi dan JUB yang telah dijelaskan diatas. Nilai koefisien negatif mengindikasikan bahwa setiap kenaikan Rp 1 Milyar pada JUB akan mengakibatkan deflasi sebesar 3.798x10-6 di Indonesia. Hubungan yang sangat kecil dan bertentangan dengan teori penyebab inflasi akibat permintaan (demand pull inflation), bisa terjadi karena banyak kemungkinan. Diantara kemungkinan yang bisa terjadi adalah karena waktu atau periode penelitian. Pada penelitian ini digunakan data bulanan, menurut Makiw, 2003 keeratan hubungan inflasi dengan jumlah uang beredar tidak dapat dilihat dalam jangka pendek. Teori inflasi ini bekerja paling baik dalam jangka panjang, bukan dalam jangka pendek. Dengan demikian, hubungan antara pertumbuhan uang dan inflasi dalam data bulanan tidak akan seerat hubungan keduanya jika dilihat selama periode 10-tahun. Untuk mengetahui hubungan jangka panjang Regresi linear sederhana tidak dapat menjelaskan hubungannya perlu dilakukan pengujian lebih mendalam dengan alternatif pengujian menggunakan ECM (Error Correction Mechanism). Selanjutnya kemungkinan yang bisa terjadi karena adanya perkembangan ekonomi, Peningkatan jumlah uang beredar tidak selalu menimbulkan inflasi bila ada pertumbuhan ekonomi apabila JUB yang meningkat pada tingkat yang sama dengan pertumbuhan ekonomi, maka harga akan tetap relatif stabil. Sehingga inflasi yang ditakutkan akan meningkat apabila JUB ditingkatkan tidak terjadi, justru apabila dalam keadaan ekonomi mengalami peningkatan sedangkan JUB tidak ditingkatkan dapat megakibatkan daya beli masyarakat menurun, sehingga apabila ditinjau dari sisi produsen penurunan daya beli ini akan menyebabkan prdusen berpikir untuk mengurangi produksi. Apabila produksi dikurangi hal ini bisa menyebabkan terjadinya kelangkaan, selanjutnya kelangkaan tersebut bisa berakibat pada tingginya harga barang atau jasa yang apabila terjadi terus menerus bisa berakibat pada inflasi dan terjadi stagnasi bahkan penurunan ekonomi. Jika hal ini terjadi maka JUB yang menurun bisa menyebabkan terjadinya Inflasi, hal ini bertentangan dengan teori. Indonesia merupakan negara berkembang yang pertumbuhan ekonominya relatif tinggi yaitu dari 6.1 persen pada tahun 2010 menjadi 6.4 persen pada tahun. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang semakin meningkat harus sejalan dengan peningkatan jumalah uang beredar agar aktivitas ekonomi dapat tetap stabil dan inflasi berada pada frame yang telah ditetapkan BI berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam penelitian ini kecilnya

hubungang antara Inflasi dan JUB pada periode penelitian bisa disebabkan karena target perumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode tersebut telah sebanding dengan JUB, sehingga JUB tidak berpenagruh terlalu besar pada inflasi di Indonesia pada periode penelitian. Nilai R2=0.020, R2adj= 0.013. menunjukkan bahwa JUB hanya dapat menjelasankan Inflasi yang terjadi di Indonesia pada periode penelitian hanya sebesar 2% dan 98% lebihnya dipengaruhi oleh variabel lain. Hal ini menunjukkan bahwa dalam periode penelitian JUB dapat menjelaskan Inflasi di Indonesia sangat kecil.

Dari hasil penelitian dengan menggunakan Regresi Liniear sederhana masih belum dapat menjelaskan hubungan jangka panjang antara Inflasi dan JUB pada periode penelitian, sehingga dilanjutkan ke ECM:

1. Uji stasioneritas masing-masing variabel. Dilakukan dengan menggunakan uji ADF with drif pada Eviews. Dari hasil pengujian diperoleh kedua variabel Inflasi dan JUB (M1) tidak stasioner pada data level, dan sama-sama stasioner pada different pertama. Karena stasioner pada different yang pertama maka dapat dilanjutkan ke uji selanjutnya yaitu uji kointegrasi untuk melihat apakah ada hubungan jangka panjang antara keduanya. 2. Uji Kointegrasi

Dilakukan dengan menguji stasioneritas residual hasil regresi data level antara Inflasi dan JUB (M1), menggunakan uji ADF with drif pada eviews. Dari hasil pengujian diperoleh residual stasioner pada level, sehingga dapat dikatakan bahwa Inflasi dan JUB (M1) saling berkointergrasi atau secara jangka panjang memiliki hubungan dan bisa dilanjutkan menggunakan ECM. Selanjutnya untuk melihat bagaiman hubungan antara keduanya pengujian dilanjutkan dengan pembentukan dan pengujian persamaan ECM. 3. Uji persamaan ECM

Model yang terbentuk: Model jangka Panjang:

*Penjelasan model sama dnegan yang sebelumnya

Dependent Variable: INFLASI Included observations: 145 Variable C M1 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient 9.124404 -3.80E-06 0.020263 0.013411 4.012221 2302.002 -406.1941 0.111237 Std. Error 0.768653 2.21E-06 t-Statistic 11.87064 -1.719739 Prob. 0.0000 0.0876 7.933172 4.039399 5.630264 5.671322 2.957502 0.087643

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Model jangka pendek:

Dari model dapat dikatakan bahwa: Perubahan inflasi di Indonesia pada periode waktu penelitian dipengaruhi secara positif oleh JUB sebesar 1.52x10-6, hal ini menunjukkan bahwa perubahan JUB Rp 1 Milyar akan mengakibatkan kenaikan pada inflasi sebesar 1.52x10-6. Selain itu, juga dapat dilihat bahwa speed of adjustmen bernilai negarif, menandakan bahwa dalam jangka panjang antara Inflasi dan JUB di Indonesia akan menuju satu titik yang konvergen. Nilai negatif menandakan bahwa akan menuju pada titik yang sama suatu saat nanti (saling mempengaruhi) sedangkan nilai yang relatif kecil 0.056173% menunjukkan kecepatan menuju titik konvergen cukup kecil. Hal ini menjelaskan bahwa antara Inflasi dan JUB di Indonesia memiliki hubungan keterkaitan yang kecil untuk periode penelitian. Sedangkan nilai R2 juga masih tetap kecil.

Dependent Variable: DINFLASI Method: Least Squares Date: 10/27/11 Time: 22:10 Sample (adjusted): 2 145 Included observations: 144 after adjustments Variable C DM1 RESIDINFM1(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient -0.011927 1.52E-06 -0.056173 0.028756 0.014979 1.326527 248.1139 -243.5005 1.483286 Std. Error 0.116854 9.86E-06 0.027698 t-Statistic -0.102067 0.153987 -2.028059 Prob. 0.9188 0.8778 0.0444 -0.006806 1.336575 3.423619 3.485490 2.087316 0.127835

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

You might also like