You are on page 1of 48

16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sekolah Menengah Kejuruan Pendidikan Menengah menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal baik dengan hubungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. 2.1.1 Arti Pendidikan Kejuruan Rumusan arti pendidikan kejuruan bervariasi menurut subyektif si perumus. Evans (1976) bahwa pendidikan kejuruan adalah program pendidikan yang secara langsung dikaitkan dengan penyiapan seseorang untuk suatu pekerjaan tertentu atau untuk persiapan tambahan karier seseorang. Nampak bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan untuk memasuki lapangan kerja dan diperuntukkan bagi siapa saja yang menginginkannya, yang membutuhkannya, dan yang dapat untung darinya. Menurut Undang-Undang No. 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional : Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Arti pendidikan kejuruan ini dijabarkan lebih spesifik dalam Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1990 tentang Pendidikan 10 16
Universitas Sumatera Utara

17

Menengah, yaitu : Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pangembangan kemampuan siswa untuk pelaksanaan jenis pekerjaan tertentu. Pada tingkat undang-undang, rumusan arti pendidikan kejuruan masih luas, namun setelah sampai pada peraturan pemerintah, rumusan arti pendidikan kejuruan mulai dipersempit, yaitu hanya untuk jenjang pendidikan menengah. Apapun bedanya berbagai definisi tersebut, semuanya ada kesamaan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didiknya untuk memasuki lapangan kerja. Orientasi semacam ini membawa konsekuensi bahwa pendidikan kejuruan harus selalu dekat dengan dunia kerja. 2.1.2 Fungsi Pendidikan Kejuruan Pendidikan kejuruan memiliki multi-fungsi yang kalau dilaksanakan dengan baik akan berkontribusi besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional. Fungsi-fungsi dimaksud antara lain meliputi : 1. Sosialisasi, yaitu transmisi nilai-nilai yang berlaku serta norma-normanya sebagai konkrititasi dari nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai yang dimaksud adalah teori ekonomi, solidaritas, religi, seni, dan jasa yang cocok dengan konteks Indonesia. 2. Kontrol Sosial, yaitu kontrol perilaku agar sesuai dengan nilai sosial beserta norma-normanya, misalnya kerjasama, keteraturan, kebersihan, kedisiplinan, kejujuran dan sebagainya.

17

Universitas Sumatera Utara

18

3. Seleksi dan alokasi, yaitu mempersiapkan, memilih dan menempatkan calon tenaga kerja sesuai dengan tanda-tanda pasar kerja, yang berarti bahwa pendidikan kejuruan harus berdasarkan demand-driven. 4. Asimilasi dan konservasi budaya, yaitu abosrbsi terhadap kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, serta memelihara kesatuan dan persatuan budaya. 5. Mempromosikan perubahan demi perbaikan, yaitu pendidikan tidak sekedar berfungsi mengajarkan apa yang ada, tetapi harus berfungsi sebagai pendorong perubahan. Dapat diringkas bahwa pendidikan kejuruan berfungsi sekaligus sebagai akulturasi (penyesuaian diri) dan enkulturasi (pembawa perubahan). Karena itu, pendidikan kejuruan tidak hanya adaptif terhadap perubahan, tetapi juga harus antisipatif. 2.1.3 Tujuan Pendidikan Kejuruan Banyak rumusan pendidikan kejuruan yang dikemukakan oleh berbagai pihak, dua diantaranya adalah sebagai berikut : Evans (1978) merumuskan bahwa pendidikan kejuruan bertujuan untuk : (a) memenuhi kebutuhan masyarakt akan tenaga kerja; (b) meningkatkan pilihan pendidikan bagi setiap individu; dan (c) mendorong motivasi untuk belajar terus. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1990 merumuskan bahwa siswa Pendidikan Menengah Kejuruan disiapkan untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profeional. Tujuan yang dirumuskan PP 29 ini kemudian dijabarkan lagi dalam Keputusan Mendikbud No.

18

Universitas Sumatera Utara

19

0490/U/1990 seperti berikut : (a) mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih dan/atau meluaskan pendidikan dasar; (b) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan sekitar; (c) meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mengembangkan diri sejalan dengan pengembangan ilmu, teknologi dan kesenian, serta (d) menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap profesional. Dua rumusan tersebut mengandung kesamaan yaitu mempersiapkan peserta didik sebagai calon tenaga kerja dan mengembangkan eksistensi peserta didik, untuk kepentingan peserta didik, masyarakat bangsa dan negara. 2.1.4 Karakteristik Pendidikan Kejuruan

1. Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja. 2. Pendidikan kejuruan didasarkan atas demand-driven (kebutuhan dunia kerja). 3. Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh dunia kerja. 4. Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan siswa harus pada hands-on atau performa dalam dunia kerja. 5. Hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan.

19

Universitas Sumatera Utara

20

6. Pendidikan kejuruan yang baik adalah reponsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi. 7. Pendidikan kejuruan lebih ditekankan pada learning by doing dari hand-on experience. 8. Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktek. 9. Pendidikan kejuruan memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar daripada pendidikan umum. 2.2 Konsep Link and Match Link and match adalah salah satu kebijakan yang mulai diperkenalkan pada tahun 1993/1994, (tahun terakhir Pelita V, sekaligus tahun terakhir PJP I, momen tepat digunakan sebagai tahun persiapan memasuki PJP II). Secara harfiah, Link berarti terkait, menyangkut proses yang harus interaktif dan Match berarti cocok, menyangkut hasil yang harus sesuai atau sepadan (Djojonegoro, 1999). Karena itu, link and match sering diterjemahkan menjadi terkait dan sepadan. Maka filosofis (secara filsafat) mengandung wawasan pengembangan sumberdaya manusia, wawasan masa depan, wawasan mutu dan keunggulan, wawasan profesionalisme, wawasan nilai tambah dan wawasan efisiensi. 2.2.1 Link and Match dalam Wawasan Sumberdaya Manusia Wawasan sumberdaya manusia pada kebijakan link and match berusaha menempatkan pendidikan menengah kejuruan sebagai sub-sistem dari sestem pembangunan nasional dalam peran dan tugas pengembangan sumberdaya manusia.

20

Universitas Sumatera Utara

21

Wawasan sumberdaya manusia menuntut supaya penyelenggaraan pendidikan pada SMK tidak hanya sekedar layanan sosial terhadap masyarakat, tetapi secara sungguh-sungguh dapat diandalkan menghasilkan tamatan yang berkualitas tinggi, yang memiliki kemampuan produktif, untuk menjadi aset bangsa. Biaya yang diinvestasikan bagi pengembangan dan operasional pendidikan kejuruan, baik yang bersumber dari pemerintah, pinjaman asing, orangtua siswa dan masyarakat, harus memiliki nilai ekonomi, harus accountable, tidak boleh lagi sekedar penyelenggaraan pendidikan demi pendidikan. 2.2.2 Link and Match dalam Wawasan Masa Depan Wawasan masa depan kebijakan link and match mengandung pemikiran bahwa : Produk pendidikan yang kita peroleh saat ini adalah produk pendidikan masa lalu, dan proses pendidikan yang kita lakukan sekarang ini adalah untuk masa depan. Misalnya, kalau kita mau menghasilkan tamatan SMK yang bermutu tinggi dan memiliki keunggulan kompetitig memerlukan waktu tiga tahun sesuai dengan satuan waktu pendidikan SMK. Peserta pendidikan yang masuk ke SMK-pun, berdasarkan wawasan kebijakan link and match ditentukan oleh kualitas tamatan pendidikan dasar sembilan tahun. Tetapi masyarakat umum, bahkan sebagian pakar pendidikan, kurang menyadari, karena kurang memiliki wawasan masa depan. Sering terjadi kekurang puasan terhadap produk pendidikan yang dirasakan saat ini, menimbulkan kritik yang ditujukan terhadap sistem, program, dan proses yang berlangsung sekarang ini.

21

Universitas Sumatera Utara

22

Kebijakan link and match yang berwawasan masa depan, menuntun SMK menganut prinsip sebagai berikut : a. Program pendidikan pada SMK yang berproses selama tiga tahun disiapkan untuk menghasilkan tamatan yang memiliki keahlian sesuai dengan kebutuhan tiga tahun mendatang, dan memiliki bekal dasar untuk pengembangan diri di masa depan. b. Dunia kerja yang menjadi lapangan hidup tamatan SMK adalah dunia ekonomi, dunia yang mengandung fenomena persaingan dan kerjasama, sekaligus dunia yang cepat mengalami perubahan. Karena itu program pendidikan SMK harus mengandung muatan : 1. Kompetitif produktif, yang memungkinkan tamatan sesegera mungkin bekerja setelah tamat dari SMK. 2. Memiliki keunggulan sebagai faktor keunggulan kompetitif menghadapi persaingan, dan sebagai modal kuat untuk menjalin kerjasama. 3. Memiliki bekal dasar pengetahuan, keterampilan dan sikap, sebagai bekal dasar menguasai perkembangan iptek, dan sebagai bekal dasar untuk penyesuaian diri menghadapi perubahan. 2.2.3 Link and Match dalam Wawasan Mutu Wawasan mutu pada kebijakan link and match, mengukur mutu tamatan SMK dengan dunia kerja. Cara-cara konvensional mengukur hasil pembelajaran SMK dengan angka nol sampai sepuluh, atau angka nol sampai seratus, sudah tidak

22

Universitas Sumatera Utara

23

memadai lagi, dan tidak sesuai dengan ukuran dunia kerja. Dunia kerja mengukur kompetensi tenaga kerjanya dengan memperhatikan kualitas hasil kerjanya dan tingkat produktivitas kerjanya. Pengukuran terhadap kualitas hasil kerja hanya dengan dua ukuran dasar, yaitu : baik (accepted) dan jelek (rejected). Kalau hasil kerja baik, baru diperhatikan lagi tingkat kebaikan/keberhasilannya, karena tingkat mutu baik itu sendiri, akan mempengaruhi harga jual. Sebaliknya kalau jelek atau gagal, langsung dirasakan sebagai kerugian atau lost. Beberapa prinsip yang diperhatikan dalam penerapan wawasan mutu sesuai dengan kebijakan link and match, antara lain : a. Ukuran yang dipakai untuk mengukur tingkat kemampuan tamatan SMK, adalah ukuran dunia kerja. Dalam proses evaluasi hasil belajar SMK perlu dilengkapi dengan uji kompetensi, yaitu proses pengujian oleh pihak dunia kerja dengan memakai ukuran dunia kerja. b. Tingkat produktivitas kerja dan kualitas hasil kerja seseorang, sangat kuat dipengaruhi oleh kerja (sesuai dengan persyaratan teknis kerja), teknologi yang digunakan dan sikap kerja pekerja tersebut. Karena itu, SMK dituntut mentransfer cara kerja yang benar, melatihkan penguasaan iptek, serta membentuk sikap melalui proses pembiasaan kerja yang benar. c. Guna mendapatkan standar mutu hasil yang sesuai dengan ukuran dunia kerja, diperlukan proses yang sesuai dengan cara kerja industri. Sehingga untuk mendapatkan mutu tamatan SMK yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja,

23

Universitas Sumatera Utara

24

diperlukan keikutsertaan dan kerjasama dengan dunia kerja, mulai dari penyusunan program, pelaksanaan, dan evaluasi hasilnya. 2.2.4 Link and Match dalam Wawasan Keunggulan Wawasan keunggulan pada kebijakan link and match memberikan pandangan, bahwa sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi dan memiliki keunggulan adalah faktor keunggulan kompetitif utama yang harus dimiliki Indonesia menghadapi persaingan global. Persaingan industri dan perdagangan akan selalu mengacu pada enam faktor penentu, yaitu : harga, mutu, disain (selera), waktu pemasokan (delivery time), pemasaran dan layanan (services). Dan tingkat kemampuan enam faktor persaingan ini, ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang berperan dalam proses produksi dan pemasarannya. Bangsa Jerman yang pernah mengalami kehancuran ekonomi aktor perang dunia, dan menghadapi tekanan persaingan ekonomi dari negara maju lainnya, selalu dengan bangga mengatakan bahwa mereka bisa survive dan bahkan menjadi salah satu negara industri paling maju di dunia, adalah atas dukungan tenaga kerja terampil yang dihasilkan melalui pendidikan dual systemnya. Supaya pendidikan kejuruan mampu menghasilkan sumberdaya manusia yang dapat berperan menjadi faktor keunggulan kompetitif industri Indonesia menghadapi persaingan global, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Program pendidikan kejuruan, selain memberikan keterampilan yang bermutu tinggi, harus dibekali dengan kompetensi kunci, yaitu : kemampuan berpikir

24

Universitas Sumatera Utara

25

logis; kemampuan berkomunikasi; kemampuan bekerjasama; kemampuan menggunakan data dan informasi; kemampuan menggunakan iptek. Kemampuan ini dapat dibentuk dengan pemberian muatan yang memadai pada pengajaran Matematika, IPA, Bahasa Inggris, Komputer, dan berbagai kegiatan yang membentuk kompetensi kunci. b. SMK harus mampu secara kreatif menghadirkan iklim persaingan di sekolah, antara lain dengan memberikan pengakuan dan penghargaan (recognition) kepada siswa yang berprestasi menonjol, menciptakan lomba dan membiasakan siswa mengikuti lomba. c. Metodologi pengajaran di SMK harus secara kreatif menerapkan prinsip reinforcement. Siswa dilatih mencapai tingkat keberhasilan tertentu, dituntun untuk menikmati kepuasan atas keberhasilannya, dan dengan demikian siswa akan berusaha mencapai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi. Metodologi pengajaran juga harus memacu siswa agar tidak mudah patah semangat, dan tidak cepat puas atas hasil yang telah dicapai. d. SMK harus mampu menanamkan pengertian dan membentuk sikap siswa, bahwa persaingan bukanlah sesuatu yang menakutkan dan harus dihindari. Dalam hal tertentu, kehadiran pesaing bahkan diperlukan untuk memacu kita bergerak maju. e. Dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah, bentuk pelayanan pembangunan SMK perlu dikembangkan secara bervariasi, tidak cukup dengan pelayanan yang bersifat nomatif sama bagi semua sekolah. Dapat dilakukan perlakuan khusus (specific treatment) bagi siswa tertentu, atau

25

Universitas Sumatera Utara

26

kelompok siswa tertentu, atau sekolah tertentu, yang dimaksudkan untuk membentuk keunggulan. 2.2.5 Link and Match dalam Wawasan Profesionalisme Sikap profeionalisme adalah sesuatu yang tertanam di dalam diri seseorang yang mempengaruhi perilaku : peduli kepada mutu (tidak asal jadi); bekerja cepat, tepat dan efisien, diawasi ataupun tidak diawasi orang lain; menghargai waktu; dan menjaga reputas. Sikap semacam ini adalah karakter tenaga kerja yang disukai dan diperlukan dunia industri Indonesia. Pembentukan sikap profesional bukanlah sesuatu yang mudah, tidak bisa diajarkan dengan metode ceramah memberikan pengertian dan pemahaman saja. Sikap profesional hanya dapat dibentuk melalui proses pembiasaan yang memerlukan waktu lama sampai kebiasaan itu terinternalisasi dengan nilai-nilai yang dianggap baik dan menguntungkan bagi dirinya. Wawasan profesionalisme sesuai dengan kebijakan link and match mengharapkan SMK mampu menghasilkan tamatan yang memiliki sikap profesional. Untuk itu, waktu belajar siswa SMK selama tiga tahun, harus dapat digunakan membentuk kebiasaan yang berwawasan profesional. Setting sekolah, iklim belajar mengajar, dan sistem nilai, harus mimpi dengan yang ada di industri. SMK harus diprogram sehingga mampu berfungsi sebagai pusat pengembangan budaya industri, antara lain dengan : a. Guru yang ada di sekolah, harus mampu menampilkan dirinya sebagai contoh orang yang bersikap profesional.

26

Universitas Sumatera Utara

27

b. Manajemen sekolah harus mampu menciptakan iklim organisasi sekolah, performa belajar mengajar, dan suasana kehidupan di sekolah mirip dengan yang ada di industri. 2.2.6 Link and Match dalam Wawasan Nilai Tambah Wawasan nilai tambah sesuai dengan kebijakan link and match, menuntun SMK berproses dan sekaligus menghasilkan tamatan yang berwawasan nilai tambah. Untuk ini SMK perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Kualitas seorang tamatan SMK dibandingkan kualitas yang bersangkutan pada saat masuk ke SMK (tiga tahun sebelumnya), harus memberikan nilai tambah yang berarti (significant). Seandainya siswa tersebut tidak masuk ke SMK dan menganggur (tidak bekerja), dibandingkan bila masuk SMK ternyata setelah tamat juga hanya menganggur, maka proses pendidikan selama tiga tahun di SMK tidak memberinya nilai tambah. b. Kualitas barang atau jasa produk tamatan SMK, harus menunjukkan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kualitas barang atau jasa yang dihasilkan oleh seseorang yang tidak mengenyam pendidikan atau pelatihan di SMK. c. Dengan kemampuan yang dimiliki oleh seorang tamatan SMK, yang bersangkutan harus mampu membuat pilihan, dan kemampuan untuk memilih serta mengerjakan pekerjaan yang memberi nilai tambah lebih tinggi. Wawasan nilai tambah ini masih sesuatu yang baru dan belum banyak dipahami oleh kalangan pendidikan kejuruan di Indonesia. Sehingga masih sering

27

Universitas Sumatera Utara

28

terjadi, untit produksi SMK teknologi (STM) mengerjakan pekerjaan pagar besi dengan nilai tambah yang rendah, padahal sekolah tersebut mempunyai mesin bubut, mesin frais, dan mesin CNC yang sebenarnya dapat memberi nilai tambah yang jauh lebih tinggi. Selain itu, benda hasil kerajinan produk SMK belum menunjukkan kualitas lebih baik dibandingkan dengan hasil kerajinan masyarakat yang tidak mengikuti pendidikan, dan kenyataan seperti ini belum dipahami oleh SMK sebagai suatu masalah. 2.2.7 Link and Match dalam Wawasan Efisiensi Pendidikan menengah kejuruan adalah suatu jenis dan tingkat pendidikan yang memerlukan biaya relatif tinggi, baik untuk investasi pengadaan sumberdaya pendidikannya, maupun biaya operasional pendidikannya. Tetapi, sekalipun dengan baiaya tinggi, tetap harus diselenggarakan untuk memenuhi fungsinya sebagai subsistem pembangunan nasional dalam tugas pengembangan sumber daya manusia. Wawasan efisiensi sesuai dengan kebijakan link and match, menuntun SMK memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : a. SMK menghasilkan tamatan dengan bidang keahlian, jumlah, dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Sesuai dengan kebijakan link and match, kesesuaian ini akan dicapai melalui pendekatan demand driven. b. Setiap alokasi pembangunan dana SMK, harus dilihat sebagai investasi. Keberhasilannya akan diukur dengan rate of return nya, tingkat keuntungan balik hasil investasi itu sendiri.

28

Universitas Sumatera Utara

29

c. Keberhasilan SMK mencapai tujuannya (dengan dana investasi dan biaya operasional yang tinggi) sangat tergantung kepada kehandalan manajemen sekolah. Karena itu, manajemen sekolah perlu selalu mendapatkan perhatian penting untuk mampu melaksanakan proses pendidikan yang efisien. d. Kemampuan keuangan pemerintah membelanjai pembangunan dan

penyelenggaraan pendidikan kejuruan, akan selalu terbatas. Sikap ketergantungan sepenuhnya kepada keuangan pemerintah pusat akan sangat mempersulit pendidikan kejuruan itu sendiri. Karena itu, kebijakan link and match membuka peluang menggali tambahan dana, yang merasa mendapatkan keuntungan dari pendidikan kejuruan, dan mendorong SMK untuk melakukan kegiatan unit produksi. Dengan penjelasan pengertian link and match yang berwawasan sumberdaya manusia, berwawasan masa depan, berwawasan mutu, berwawasan keunggulan, berwawasan profesional, berwawasan nilai tambah, dan berwawasan efisiensi seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan link and match adalah dasar yang kuat dan tepat untu melakukan pembaruan pendidikan kejuruan. Kesimpulan ini didasarkan pada : 1. Kebijakan link and match mengharapkan perbaikan yang mendasar dan menyeluruh, menyangkut perbaikan konsep, program, dan perilaku

operasionalnya.

29

Universitas Sumatera Utara

30

2. Kebijakan link and match membuka wawasan dan pola pikir (frame of thinking) sehingga mampu memahami perubahan yang terjadi dan fenomena baru yang timbul. 3. kebijakan link and match membuka dan mendorong kemitraan kerjasama antara pendidikan kejuruan dengan dunia usaha, yang pada dasarnya mendekatkan supply-demand. 4. Link and match meliputi spektrum internal dan eksternal. Spektrum internal merujuk pada keterkaitan dan kesepadanan dalam internal pendidikan itu sendiri (pendidikan kejuruan sebagai sub sistem dari sistem pendidikan nasional). Spektrum eksternal merujuk pada keterkaitan dan kesepadanan dengan sistemsistem lain : ekonomi, ketenagakerjaan, sosial, politik dan sebagainya (pendidikan kejuruan sebagai sub sistem dari sistem pembangunan nasional). 5. Kebijakan link and match bermaksud memposisikan pendidikan menengah kejuruan pada posisi yang seharusnya. 6. Link and match bermaksud meingkatkan efisiensi dan relevasi semua sub-sistem pendidikan dalam satu sistem pendidikan nasional yang handal, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Oleh karena itu, artikulasi antar jenis dan jenjang pendidikan mendapatkan perhatian. Ini berarti bahwa pengembangan pendidikan kejuruan tidak bersifat dead-end. 7. Link and match menghendaki perubahan sistem nilai, pola pikir, sikap mental, dan perilaku para pelaku pendidikan, supaya mampu memahami, menyadari,

30

Universitas Sumatera Utara

31

peduli, dan komit terhadap perubahan dari pendidikan demi pendidikan kependidikan kejuruan sebagai wahana pengembangan sumberdaya manusia. 2.3 2.3.1 Aspek-aspek Ketenagakerjaan Sumber Daya Manusia Surya (2006:90), megemukakan bahwa kualifikasi seorang pegawai (tenaga kerja) tidak semata-mata ditentukan oleh pemilikan gelar akademik, tetapi juga ditentukan oleh pemilikan keterampilan. Bagi pengguna tenaga kerja, yang diinginkan adalah calon yang terampil dan bisa bekerja, meskipun tidak memiliki gelar akademik tinggi. Pernyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk menhasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, karena keterampilan seseorang tidak dapat diukur hanya dengan secarik ijazah yang diperolehnya di bangku sekolah. Sejalan dengan pernyataan diatas Hamalik (2000:7) menyatakan bahwa tenaga kerja (ketenagakerjaan) adalah sumber daya manusia yang memiliki potensi, kemampuan, yang tepat guna, berdaya guna, berpribadi dalam kategori tertentu untuk bekerja dan berperan serta dalam pembangunan, sehingga berhasil guna bagi dirinya dan masyarakat secara keseluruhan. Selanjutnya Sumarsono (2003:4), menyatakan bahwa Sumber daya Manusia (human resources) mengandung dua pengertian, pertama, sumber daya manusia (SDM) mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam

31

Universitas Sumatera Utara

32

proses produksi. Dalam hal ini SDM mencerminkan usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Jadi pengertian tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup bekerja menghasilkan suatu output (hasil kerja) kemudian hasil kerja tersebut diukur dengan upah (penghasilan). Jika berbicara mengenai ketenagakerjaan tentu tidak terlepas dari produktivitas dan upah yang diperoleh seseorang dalam bekerja. Ada 4 (empat) hal yang berkaitan dengan tenaga kerja (Sumarsono, 2003:7, yaitu : 1) Bekerja (employed), jumlah ini dipakai sebagai petunjuk tentang luasnya kesempatan kerja (employment). Dalam pengkajian ketenagakerjaan kesempatan kerja sering dipicu sebagai permintaan tenaga kerja, 2) Pencari Kerja (Unemployed), penduduk yang menawarkan tenaga kerja tetapi belum berhasil memperoleh pekerjaan dianggap terus mencari pekerjaan, 3) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Labor Force Participation Rate), 4) Profil Angkatan Kerja. Teori ketenagakerjaan (SAKERNAS,2009) adalah Konsep Dasar Angkatan Kerja (Standard Labor Force Concept) dimana penduduk dikelompokkan menjadi penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Pengukurannya didasarkan pada periode hunjukan (time reference), yaitu kegiatan yang dilakukan selama seminggu yang lalu sehari sebelum pencacahan. Angkatan Kerja terdiri dari penduduk yang bekerja dan pengangguran Bukan Angkatan Kerja terdiri dari penduduk yang pada periode hunjukan tidak mempunyai/melakukan aktivitas ekonomi, baik karena sekolah,

32

Universitas Sumatera Utara

33

mengurus rumah tangga, atau lainnya (pensiun, penerima transfer/kiriman, penerima deposito/bunga bank, jompo atau alasan lainnya). Yang dimaksud dengan bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus. Penghasilan atau keuntungan mencakup upah/gaji/pendapatan termasuk semua tunjangan dan bonus bagi pekerja/karyawan/pegawai dan hasil usaha berupa sewa, bunga atau keuntungan baik berupa uang atau barang bagi pengusaha. Kegiatan bekerja ini mencakup, baik yang sedang bekerja maupun yang punya pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara tidak aktif bekerja, misal karena cuti, sakit dan sebagainya. Pengangguran meliputi penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja. Mencari pekerjaan adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh pekerjaan pada suatu periode hunjukan. . Mempersiapkan usaha adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu usaha yang baru yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan atas resiko sendiri, baik dengan atau tanpa mempekerjakan buruh/karyawan/pegawai dibayar maupun tak dibayar.

33

Universitas Sumatera Utara

34

Merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (putus asa) adalah alasan bagi mereka yang berkali-kali mencari pekerjaan tetapi tidak berhasil mendapatkan pekerjaan sehingga ia merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan yang diinginkan. 2.3.2 Lapangan kerja dan Kesempatan Kerja Lapangan kerja adalah bidang/jenis pekerjaan yang mampu memberikan kesempatan kepada seseorang melakukan aktivitas kegiatan untuk menghasilkan upah (gaji). Lapangan pekerjaan ini terdiri dari berbagai sektor yaitu, 1) industri pengolahan, 2) pertanian, peternakan dan perikanan, 3) pertambangan dan penggalian, 4) listrik, gas dan air, 5) bangunan/konstruksi, 6) perdagangan, hotel dan restoran, 7) angkatan, pergudangan dan komunikasi, 8) keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan/tanah dan jasa perusahaan, 9) jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan. Adanya permintaan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan tentunya merupakan peluang kesempatan untuk memperoleh pekerjaan bagi para pencari karja. Karena kebijaksanaan perluasan kerja erat hubungannya dengan kebijaksanaan kependudukan dan sumber utama penawaran tenaga kerja adalah penduduk. Tidak semua penduduk menawarkan tenaga kerjanya dipasar tenaga kerja, hal ini karena mereka lebih dulu mempertimbangkan kelayakan bekerja berdasarkan kesesuaian pekerjaan dengan upah yang diterimnanya, selain itu kemampuannya untuk melakukan pekerjaan tersebut juga merupakan bahan pertimbangan baginya.

34

Universitas Sumatera Utara

35

Pernyataan ini menunjukkan bahwa tidak semua tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja siap bekerja. Secara umum penyediaan (penawaran) tenaga kerja suatu negara atau daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jumlah penduduk, tenaga kerja, pendidikan, perkembangan ekonomi dan lain sebagainya (Sumarsono, 2003:41). Semakin sempitnya daya serap sektor modern terhadap perluasan kesempatan kerja telah menyebabkan sektor tradisional menjadi tempat penampungan angkatan kerja. Hal ini terjadi karena langkanya tenaga yang cukup terdidik karena ekonomi industri membutuhkan tenaga kerja yang mendidik. Mutu angkatan kerja Indonesia dilihat dari keperluan proses industrialisasi sangat tidak memadai. Menurut perkiraan para ahli, sekitar 70%-78% dari angkatan kerja pada tahun 1990 sampai dengan 1995, jumlah pekerja yang secara pasti mendapat pekerjaan disektor modern hanya sebesar 22%-30% atau berkisar 11 juta sampai dengan 23 juta pekerja (Buchori, 1995:32). Dari pernyataan tersebut diatas dapat dilihat bahwa jumlah pekerja yang mendapat pekerjaan disektor modern sangat kecil sekali. Hal ini terjadi bukan saja dikarenakan peluang atau kesempatan kerja yang tidak ada namun sering juga disebabkan karena tidak adanya tenaga yang dibutuhkan untuk menempati suatu lowongan pekerjaan. Oleh karena itu untuk mengisi peluang tersebut diperlukan adanya pasar tenaga kerja. Menurut Sumarsono (2003:99), pasar kerja merupakan seluruh aktivitas dari para pelaku yang tujuannya adalah mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Sedangkan pasar tenaga kerja (Sumarsono, 2003:103),

35

Universitas Sumatera Utara

36

yaitu seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pelaku-pelaku ini terdiri dari : 1) pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja, 2) pencari kerja, dan 3) perantara atau pihak ketiga yang memberikan kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk saling berhubungan. Dalam permintaan tenaga kerja biasanya perusahaan selalu memperhatikan dari berbagai aspek, salah satunya adalah bagaimana mengisi lowongan yang ada dengan ornag yang sesuai (Sumarsono, 2003:108). Jadi dalan hal ini harus ada kesesuaian antara lowongan pekerjaan dengan tingkat pendidikan dan keterampilan dari calon tenaga kerja tersebut. Jika berbicara mengenai tenaga kerja yang memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan maka kita dapat membedakan pusat tenaga kerja yang terdidik dan tidak terdidik. Pasar tenaga kerja terdidik adalah pasar tenaga kerja yang membutuhkan persyaratan dengan kualifikasi khusus yang biasanya diperoleh melalui jenjang pendidikan formal dan membutuhkan waktu yang lama serta biaya pendidikan yang cukup besar. Sedangkan pasar tenaga kerja tidak terdidik merupakan pasar kerja yang menawarkan dan meminta tenaga kerja yang tidak membutuhkan kualifikasi dan tingkat pendidikan yang relatif rendah. 2.4 2.4.1 Keterkaitan antara Pendidikan, Ketenagakerjaan dengan Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah Wilayah adalah suatu sistem dan merupakan tempat manusia bermukim serta mempertahankan hidupnya (Ary, 1991:172). Sedangkan Pengembangan wilayah

36

Universitas Sumatera Utara

37

merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumber daya yang ada dan memberikan kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunana antar daerah, antar sektor serta pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah (Anwar, 1999 dalam Ramli, 2007:68). Menurut Sirait (1986) dalam Ramli (2007:68), pengembangan wilayah menyangkut kegiatan-kegiatan memanfaatkan sumber daya wilayah, penataan ruang, reformasi sosial dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kemudian teori lain seperti yang dikutip Ramli (2007:69) dari Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah merupakan suatu suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Selanjutnya Zen (1999:4) mengemukakan bahwa pengembangan wilayah merupakan pemberdaya rakyat setempat dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan setempat dengan teknologi yang mereka miliki atau kuasai

37

Universitas Sumatera Utara

38

Gambar 2.1 Hubungan antara pengembangan wilayah, Sumberdaya alam, Sumberdaya manusia dan teknologi (Sumber : Zen, 1999:5) Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa 3 pilar pengembangan wilayah yaitu sumberdaya alam, sumber daya manusia dan teknologi sangat erat sekali antara satu dengan lainnya. Karena sumber daya alam yaitu dan yang memegang peranan penting dalam pengembangan wilayah adalah sumber daya manusia. Karena sumberdaya manusia dengan kemampuan yang dimilikinya akan mampu menggerakkan seluruh sumber daya yang ada. Begitu juga dengan teknologi, manusia dapat memanfaatkan teknologi yang ada untuk mempermudah pekerjaannya untuk memenuhi

kebutuhannya.

38

Universitas Sumatera Utara

39

2.4.2

Pendidikan dan Ketenagakerjaan dalam Konteks Pengembangan Wilayah Apabila kita memandang suatu wilayah, ada 3 komponen wilayah yang perlu

diperhatikan, yaitu : Sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi dan ketiga unsur ini disebut dengan tiga pilar pengembangan wilayah. Suatu wilayah yang mempunyai sumberdaya alam yang cukup kaya dan sumberdaya manusia yang mampu memanfaatkan dan mengembangkan

teknologinya, akan lebih cepat berkembang dibandingkan wilayah lainnya yang tidak cukup mempunyai sumberdaya alam dan sumberdaya manusia (SDM), karena mampu menggerakkan seluruh sumberdaya wilayah yang ada dan mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan dan merupakan objek maupun subjek dalam pembangunan. (Nachrowi & Suhandojo, 1999:21). Oleh karena SDM sebagai objek dan subjek pembangunan maka dibutuhkan berbagai ilmu pengetahuan tentang kependudukan dan ketenagakerjaan yang merupakan bagian dari pengembangan sumberdaya manusia. Karena indikator keberhasilan pembangunan salah satunya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dinilai dari tingkat pendidikan dan tingkat penduduk suatu wilayah, dan untuk meningkatkan kualitas dan peran sumberdaya manusia dalam pengembangan wilayah maka perlu melakukan usaha-usaha, antara lain meningkatkan keahlian, keterampilan dan kemampuan tenaga kerja untuk menguasai tugas pekerjaannya agar dapat meningkatkan produktivitas (Ary, 1991:182).

39

Universitas Sumatera Utara

40

Pernyataan diatas didukung oleh pendapat Singer (1957), bahwa faktor sumberdaya manusia merupakan faktor utama dalam pembangunan ekonomi. Kemudian Fabrikan menyatakan adanya kaitan yang erat anatara pendidikan dan penghasilan yang diperoleh oleh seorang tenaga kerja (Ary:1999) Kemudian Hamalik (20007), menyatakan bahwa tenaga kerja

(ketenagakerjaan) adalah sumber daya manusia yang memiliki potensi, kemampuan, yang tepat guna, berpribadi dalam kategori tertentu untuk bekerja dan berperan serta dalam pembangunan, sehingga berhasil guna bagi dirinya dan masyarakat secara keseluruhan. Masalah besar yang dihadapi oleh negara berkembang saat ini adalah ketenagakerjaan, yang dimulai dengan kondisi makro yang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan angkatan kerja yang lebih tinggi dibandingkan kesempatan kerja. Selain itu kualitas angkatan kerja yang masih rendah yang pada umumnya mempunyai produktivitas rata-rata. Kondisi ini menyebabkan semain besarnya tingkat pengangguran karena kurangnya kesempatan kerja. Di Indonesia peringkat Human Development Indeks (HDI) masih sangat rendah, pernyataan ini didukung berdasarkan data World Bank pada tahun 2004 menyatakan bahwa Indonesia berada pada peringkat 111 dari 117 negara dan tahun 2005 peringkat 110 di bawah Vietnam dengan peringkat 108. Untuk itu peranan pendidikan dalam menunjang kebijakan pemerintah untuk mengembangkan sumber daya manusia sangat dibutuhkan sekali, untuk

menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang terampil dan profesional bukan saja sebagai

40

Universitas Sumatera Utara

41

pekerja (job keeper) namun mampu membuka lapangan pekerjaan (job creator) sesuai dengan keahliannya. Sekolah kejuruan merupakan solusi untuk mengatasi masalah pengangguran tersebut. Pernyataan diatas sejalan dengan yang diungkapkan Harahap (2001:14), bahwa pendidikan merupakan salah satu cara untuk membentuk dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang memiliki kemampuan sesuai dengan yang diharapkan. Judisseno (2008:20) berpendapat bahwa, lembaga pendidikan merupakan pihak yang bertanggungjawab menciptakan dan menyuplay tenaga kerja bagi industri. Oleh karena itu, lembaga pendidikan dituntut untuk memberikan SDM yang sesuai dengan permintaan dan kebutuhan industri. Dalam kaitan ini, lembaga pendidikan harus menciptakan SDM yang kompeten dan organisasi bisnis harus mampu mendefinisikan kompetensi apa yang dibutuhkan. Keduanya harus saling bersinergi dalam suatu kemitraan yang tak putus-putusnya dan secara konsisten dapat mendefinisikan dan menciptakan pola tenaga kerja yang kompeten pada bidang masing-masing. Pengembangan ketenagakerjaan merupakan merupakan upaya menyeluruh yang ditujuakan pada peningkatan pembentukan dan pengembangan tenaga kerja berkualitas, produktif, efisien, efektif dan berjiwa wirausaha sehingga mampu mengisi, menciptakan dan memperluas lapangan kerja serta kesempatan usaha. Pembangunan ketenagakerjaan dalam rangka menciptakan lapangan kerja dan menurangi pengangguran serta pengembangan sumber daya manusia (SDM)

41

Universitas Sumatera Utara

42

diarahkan pada pembentukan tenaga profesional yang mandiri dan beretos kerja dan produktif (Hamalik, 2000:6). SMK sangat erat kaitannya dengan dunia usaha atau dunia kerja, karena siswa SMK disiapkan untuk langsung bekerja setelah lulus, program pembelajaran di SMK dirancang dengan memberikan porsi lebih pada praktek kerja. Dengan pola kemitraan tersebut siswa SMK dapat mengikuti program magang, praktek kerja lapangan ataupun prakerin (praktek kerja industri) pada dunia usaha yang telah maju, sehingga terjadi Link and Match antara kurikulum dengan kemajuan dunia usaha. Dalam program magang tersebut yang ditekankan kepada siswa adalah sikap disiplin. Siswa harus melihat program magang sebagai suatu kesempatan untuk benar-benar membekali diri dengan keterampilan yang dibutuhkan di dalam dunia kerja, sehingga siswa harus berdisiplin diri dan memanfaatkan kesempatan tersebut semaksimal mungkin dan tidak bisa bersikap take it for granted (menganggap enteng). Secara konsep peran pendidikan kejuruan sudah berjalan dengan baik, meskipun dalam pelaksanaannya masih perlu banyak perbaikan. Namun karena kelebihan sekolah kejuruan yang memberikan peluang bagi siswa untuk mendalami satu disiplin ilmu tentunya memberikan peluang yang lebih besar untuk memasuki dunia kerja setelah lulus sekolah, karena benar-benar telah siap dengan pendalaman ilmu serta keterampilan yang telah diperolehnya tersebut dapat langsung diberdayakan.

42

Universitas Sumatera Utara

43

2.5

Bahasa Inggris Berdasarkan sejarah pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia, Bahasa Inggris

sudah dianggap sebagai bahasa yang wajib diajarkan di sekolah sejak kemerdekaan Indonesia tercapai pada tahun 1945 (Jazadi, 2004). Indonesia adalah negara yang secara linguistik sangat kaya karena memiliki lebih dari 300 bahasa daerah (Encyclopedia Indonesia, 2005). Sejak kemerdekaan Indonesia, bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu dan bahasa nasional. Bahasa Inggris memiliki status sebagai bahasa asing sehingga hanya menjadi sebuah mata pelajaran di sekolah saja. Dengan kata lain, Bahasa Inggris tidak memiliki fungsi sosial di masyarakat (Mistar, 2005). 2.5.1 Aspek aspek dalam Kemampuan Bahasa Inggris Menurut Susanti (2002) Belajar bahasa itu mencakup 4 aspek yaitu: Reading (Membaca), Writing (Menulis), Speaking (Berbicara), Listening (Mendengarkan). Sebagaimana dalam kurikulum 2004 (KBK) yang kemudian disempurnakan dengan kurikulum 2006 (KTSP) mata pelajaran bahasa Inggris di Sekolah disebutkan bahwa salah satu tujuan pengajaran bahasa Inggris adalah mengembangkan kemampuan dalam bahasa tersebut, dalam bentuk lisan dan tulis. Kemampuan berkomunikasi meliputi mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Menurut Pattison (1987) komunikasi melibatkan empat keterampilan berbahasa yaitu listening (menyimak), speaking (berbicara), reading (membaca), dan writing (menulis)

43

Universitas Sumatera Utara

44

1. Reading (Membaca) Walaupun kini telah banyak sarana-sarana informasi untuk menambah pengetahuan , seperti misalnya radio, televisi dan internet, membaca masih merupakan hal penting untuk membuka jendela informasi, lagi pula dalam internet sarana informasi yang tercanggih saat ini, kemampuan membaca yang tinggi tetap dituntut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : Membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis ( dengan melisankan atau hanya di hati ). Kamus Webster mendefinisikan membaca: To read is to understand and grasp the full sense of (such mental formulation) either with or without vocal reproduction. The World Book Encyclopedia menyatakan bahwa : Reading is the act of getting meaning from printed or written words. It is basic to learning and one of the most important skills ineveryday life. Secara sederhana pengertian membaca adalah mengenali huruf-huruf dan kumpulan huruf yang memiliki arti tertentu yang mengekspresikan ide secara tertulis atau tercetak. Pada waktu membaca teks berbahasa Inggris, pembaca akan dihadapkan kepada lebih dari satu paragraf. Kadang-kadang pembaca mengerti semua kalimat dalam materi bacaan, tetapi tidak bisa menangkap apa yang sebenarnya disampaikan oleh penulis sebagai keseluruhan. Untuk memahami pesan atau informasi yang disampaikan oleh penulis melalui paragraf itu secara keseluruhan, maka pembaca harus mampu :

44

Universitas Sumatera Utara

45

Mengetahui ciri dan struktur paragraph Inggris Paragraf Inggris cenderung bersifat inear, disusun menurut time space, dan logic. Paragraf yang logis hanya menampilkan satu ide yang terbatas dan selanjutnya ide ini dikembangkan, didukung oleh sejumlah uraian penunjang (supporting details). Antara ide dan uraian pendukung dihubungkan oleh transitional devices. Paragraf Inggris memiliki ciri unity dan coherence dalam artian bahwa suatu paragraf tidak saja merupakan kumpulan kalimat tetapi merupakan suatu kesatuan (unit) yang memuat satu topik dan penulisnya harus selalu menulis tentang topik itu saja didukung oleh uraian yang relevan.

Mengetahui jenis paragraph yang mungkin dihadapi Penyusunan paragraf merupakan kerangka kerja komunikatif di mana suatu ide dipresentasikan dalam bahasa tertulis. Penyusunan ini memerlukan suatu pengaturan informasi yang sifatnya artifisial. Dengan demikian cara

pengembangan paragraf yang berbeda akan menghasilkan jenis paragraf yang berbeda pula. Di antara berbagai jenis paragraf yang ada yang paling umum dijumpai dalam tulisan ilmiah adalah: a) Paragraf yang dikembangkan dengan contoh Dalam paragraf ini penulis memberikan pembacanya fakta-fakta yang membantu membuat topik paragraf itu lebih konkret dan lebih gampang dimengerti. Teknik ini biasarsya digunakan bila topik paragraf dipandang cukup luas dan abstrak.

45

Universitas Sumatera Utara

46

b) Paragraf sebab akibat yakni jenis paragraf yang memperlihatkan hubungan antara dua pernyataan. Yang satu merupakan akibat dari yang lainnya. c) Paragraf perbandingan dan kontras yang mengungkapkan persamaan atau perbedaan antara dua item dengan menunjukkan sejumlah elemen dari masing-masing item. d) Paragraf definisi Paragraf ini dikembangkan bila penulis menggunakan kata atau istilah yang mungkin bisa membuat pembaca bingung dan salah mengerti. Untuk mengatasinya dia menjelaskan arti kata/istilah itu untuk pembaca dengan memberi batasan atau padanan kata, beberapa contoh dan penjelasan arti. Tentu saja masih terdapat jenis paragraf lain seperti misalnya paragraf analogi,. deduktif, iriduktif dan lain sebagainya, namun pada kesempatan ini tidak dibicarakan mengingat keterbatasan tempat dan waktu di samping banyaknya aspek yang bisa diteliti dan dikembangkan mengenai paragraf. c Mencari topik dalam paragraph Topik paragraf merupakan inti pembicaraan atau ide sentral dalam suatu paragraf. Tiap paragraf terdiri dari sebuah kalunat topik (topic sentence) dan kalimatkalimat penunjang (supporting sentences). Pembaca bisa menemui topik paragraf dalam kalimat topik karena kalimat ini merupakan ide yang disarikan dari paragraf. Dalam paragraf Inggris kalimat topik bisa ditemui pada awal, di tengah atau di akhir paragraf. Bahkan kadang-kadang topik itu tersirat.

46

Universitas Sumatera Utara

47

Kalau demikian ide ini cenderung bersifat abstrak sedangkan kalimat-kalimat pendukungnya biasanya konkrit. d Mencari ide pokok Setelah menemukan topik paragraf pembaca harus bisa mencari ide utama/pokok. Ide ini merupakan "controlling idea" yakni titik tolak pembicaraan dalam pengembangan paragraf. Controlling idea ini bisa ditemukan dalam kalimat topik atau kalimat yang berdekatan dengannya. Wujudnya bisa berupa definisi, klasifikasi, tujuan atau penyelasan topik. Idea utama atau,controlling idea ini mungkin diekspresikan melalui : a) frasa : two main types; several reasons; three groups; the following results;

these effects; several problems; three disadvantages; several ways three main causes; four aims; three kinds; three routes dan sebagainya, b) kata sifat : suitable unsuitable good bad successful unsuccessful beneficial harmful fortunate unfortunate beautiful ugly healthy unhealthy; dan an sebagainya. e Mencari uraian penunjang (supporting details) Langkah selanjutnya yang diambil oleh pembaca apabila sudah menemukan topik paragraf dan controlling idea adalah berusaha mencari uraian pendukung sehingga ide atau informasi yang disampaikan penulis secara keseluruhan akan bisa ditangkap sepenuhnya. Uraian ini biasanya memberikan identitas kepada paragraf itu sendiri sebagai pendukung ide utama.

47

Universitas Sumatera Utara

48

Ada beberapa jenis fungsi uraian pendukung yang bisa digunakan sebagai petunjuk dalam membaca tulisan ilmiah berbahasa Inggris seperti : a) uraian yang mendefinisikan yakni suatu uraian yang mendukung ide utama dengan memberikan suatu definisi Lerhadap sesuatu yang dipresentasikan dalam ide utama itu, b) uraian yang mengklasifikasikan yakni uraian yang mengembangkan ide utama dengan mengklasifikasikan sesuatu yang ditunjukkan dalam ide utama itu, c) uraian yang memberikan penjelJsan terhadap ide utama seperti pada umumnya menguraikan suatu proses, ukuran, bentuk, ciricirl, fungsi, dan sebagainya, d) uraian yang mengembangkan ide utama dengan memberikan contoh-contoh ilustratif. Ini bisa dilihat melalui signal words seperti that is, for example, such as, include, for instance, dan sebagainya, e) uraian yang memberikan perbandingan/kontras dengan mengembangkan ide utama melalui mengutarakan persamaan atau perbedaan suatu benda atau konsep, f) uraian yang mengembangkan ide utama dengan mengemukakan hubungan sebab-akibat dan menggunakan signal words seperti that is why, consequently, as a result, for this reason, hence, dan sebagainya, g) uraian yang dimaksudkan mengulang kembali ide utama dengan

menggunakan cara lainnya atau dengan menyimpulkannya; ini dapat ditandai

48

Universitas Sumatera Utara

49

oleh pembaca dengan mengetahui signal words yang biasa dipakai seperti in other words, that is, in short, in conclusion, dan sebagainya. 2. Writing (Menulis) Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan suatu kegiatan yang mempunyai hubungan dengan proses berpikir serta keterampilan ekspresi dalam bentuk tulisan walaupun menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa, tetapi dalam proses pembelajaran bahasa tidak mungkin dipisahkan dengan keterampilan berbahasa yang lain seperti mendengarkan, berbicara dan membaca. Keempat keterampilan berbahasa itu terdapat saling melengkapi. Berkomunikasi secara lisan dan tulis dengan menggunakan ragam bahasa yang sesuai secara lancar dan akurat dalam wacana interaksional dan atau monolog yang melibatkan wacana berbentuk, deskriptif, naratif, spoofl, recount, prosedur, report, news item, anekdot, eksposisi, explanation, discussion, commentary, dan review dengan variasi ungkapan makna interpersonal, ideasional, dan tekstual sederhana (Depdiknas, 2004). Pengajaran keterampilan menulis bahasa Inggris untuk siswa diarahkan ke pencapaian kompetensi yang dapat terlibat dalam kemampuan siswa mengungkapkan berbagai makna dengan langkah-langkah retorika yang benar di dalam teks tertulis tentang suatu topik berkaitan dengan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual), dengan penekanan ciri-ciri ragam bahasa tulis. Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang terpadu, yang ditujukan untuk menghasilkan sesuatu yang disebut tulisan. Menurut Akhadiah, dkk (1988 ) bahsa menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta

49

Universitas Sumatera Utara

50

mengungkapkannya secara tersurat. Dalam proses pembelajaran keterampilan ini bisa diwujudkan dalam bentuk materi menulis dengan berbagai indikatornya.

Sebagaimana materi lainnya, materi inipun seharusnya disajikan secara bertahap, karena menulis merupakan keterampilan lanjutan yang cukup kompleks. Kegiatan menulis, khususnya menulis Bahasa Inggris, adalah suatu proses kognitif dan kreatif yang terjadi secara berulang-ulang tetapi tidak linier. Proses menulis adalah suatu kegiatan kognitif. Sebagai suatu proses kognitif, menulis adalah suatu alat yang digunakan untuk menuangkan buah pikiran. Secara kognitif, di dalam pikiran terdapat suatu skema yang mengandung potensi makna. Potensi ini berkembang karena adanya stimulus dari luar dan akan terjadi suatu transaksi antara potensi itu dengan pengaruh luar tersebut. Jadi untuk berkembang dengaan optimal, diperlukan faktor mediasi (Confrey, 1995), yaitu suatu intervensi lingkungan yang membangkitkan potensi yang ada dan menjadikannya suatu kemampuan. Menulis juga suatu proses kreatif. Kreativitas dikaitkan dengan fungsi dasar manusia, yaitu berpikir, merasa, menginderakan, dan intuisi (Semiawan, 1997). Kreativitas merupakan ekspresi tertinggi dari sintesa atas semua fungsi dasar manusia tersebut. Kreativitas dalam proses menulis tercermin dari topik yang dipilih, cara mengembangkan alur (plot) tulisan, serta pemilihan kosakata dan pola-pola kalimat yang menunjukkan gaya (style) seorang penulis. Hasil transaksi tersebut merupakan sesuatu yang baru dan unik. Karena peran unsur kreativitas ini, setiap karya tulis tidak pernah ada yang persis sama satu sama lain. Keunikan suatu karya tulis mencerminkan kreativitas penulisnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

50

Universitas Sumatera Utara

51

tulisan adalah refleksi dari pikiran kreatif, dan karena ia merupakan hasil transaksi maka ia sekaligus juga mengembangkan pikiran (menambah skema yang telah ada sebelumnya). Secara umum, ramuan kognitif dan kreatif di atas dalam proses menulis dapat dilihat pada tiga tahap utama proses menulis, yaitu pramenulis, menulis, dan merevisi. Kemampuan menulis merupakan suatu kemampuan yang dihasilkan dari suatu proses menulis yang melibatkan faktor kognitif dan kreativitas dimana potensi yang dimiliki dan pengaruh faktor lingkungan bertransaksi untuk membentuk kemampuan menulis yang mencakup lima dimensi kemampuan yaitu kemampuan menemukan ide (isi) tulisan, susunan/organisasi ide, struktur kalimat, kosakata dan gaya (style). 3. Speaking (Berbicara) Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi Finochiaro dalam Azis (1964:8) mengatakan bahwa: Language is a system of arbitary, vocal symbols which permit all people in a given culture, or other people who have learned the system of that culture to communicate or to interact. Sementara itu Wardhaugh dalam Azis (1972:3) mendefinisikan bahasa: Language is a system of arbitary vocal symbols used human communication. Kedua defenisi bahasa di atas sangat mirip dengan pernyataan bahwa bahasa adalah sistem arbitrer yang dilambangkan dengan bunyi-bunyi ujaran yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi yang dilakukan manusia dapat berbentuk lisan yang dihasilkan alat ucap manusia dan juga berbentuk tulisan yang terdiri dari lambang-lambang yang berupa huruf dan tanda baca. Menurut Maidar dan Mukti

51

Universitas Sumatera Utara

52

(1993:17) berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pada saat berbicara. Komunikasi baik lisan maupun tulis baru akan berfungsi jika pelaku komunikasi saling dapat menjalankan perannya dengan baik. Partisipasi dan keterlibatan seseorang dalam kehidupan bermasyarakat akan terganggu karena ketidamampuannya dalam memahami informasi isi, misalnya: siaran radio, siaran televisi, surat kabar, pengumuman-pengumuman, pelajaran kuliah, film, dan sebagainya. Berkenaan dengan keterampilan berbicara Rivers (1980) mengatakan: we must not forget, however, that aural comprehension is an essential elemen of an act of communication which has frequently been neglected in language classroom. That student should have convidence in their ability to comprehend all kinds of spoken messages should be a goal of intruction from the early stage. Dilihat dari cara mengevaluasi, Madsen (1983) menjelaskan bahwa komunikasi merupakan suatu kegiatan yang sangat kompleks. Maka dari itu tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan berkomunikasi juga menjadi sangat kompleks, yaitu tidak hanya sekedar mengukur pengetahuan tentang bahasa melainkan bagaimana menggunakan pengetahuan bahasa tersebut dalam

berkomunikasi. Hal serupa juga dikemukakan oleh Sirait (1985:154) bahwa evaluasi pembelajaran keterampilan berbahasa seyogianya bertujuan untuk mengukur

keterampilan berbahasa siswa baik lisan maupun tulis. Harus diakui bahwa mengukur

52

Universitas Sumatera Utara

53

keterampilan jauh lebih sulit dibandingkan mengukur pengetahuan. Para guru menyadari bahwa pengujian keterampilan memang sangat diperlukank, namun sering diabaikan. Hal ini disebabkan pelaksanaan tes keterampilan lebih sukar daripada pelaksanaan tes pengetahuan. Dalam persiapan dan pelaksanaan tes ini diperlukan waktu lebih banyak dan pemberian skornya bersifat subyektif. Sehubungan dengan evaluasi, dari keempat keterampilan berbahasa tersebut dikatakan oleh Madsen bahwa tes keterampilan berbahasa merupakan tes yang mempunyai tantangan yang paling berat dalam hal persiapan, pengadministrasian dan penilaian. Madsen (1983:147) juga menambahkan bahwa: What are some of the reasons why speaking tests seem so challenging? One reason is that the nature of speaking skill itself is not usually well defined. Understandably then, there is some disagreement on just what critria to choose in evaluating oral communication. Grammar, vocabulary, and pronunciation are often named as ingredients. But matters such as fluency and appropriatness of expression are usually regarded as equally important. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam mempersiapkan dan

melaksanakan tes keterampilan berbahasa guru/dosen harus memahami konsepkonsep tentang keterampilan berbahasa tersebut. Sedangkan komponen atau kriteria yang dinilai yaitu Task Achievement, Pronunciation, Fluency, Vocabulary, dan Grammar. Halim (1974:116) menuliskan sekurang-kurangnya terdapat lima unsur dalam berbicara, yaitu: (1) lafal atau ucapan termasuk vocal, konsonan, pola-pola, intonasi,

53

Universitas Sumatera Utara

54

dan tekanan; (2) tata bahasa; (3) kosakata; (4) kefasihan (kelancaran dan kecepatan berbicara; (5) pemahaman. Nurgiantoro (1987:253) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kemampuan berbicara yang dipilih seharusnya memungkinkan siswa untuk tidak hanya mengungkapkan kemampuan berbahasanya, melainkan juga mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaannya. Dengan demikian tes tersebut bersifat fungsional. Adapun bentuk-bentuk tes tersebut dapat berupa: (1) berbicara berdasarkan gambar, (2) wawancara, (3) bercerita, (4) pidato, (5) diskusi. Evaluasi keterampilan berbicara bertujuan mengukur kemampuan siswa dalam menyampaikan dan mengekspresikan pikiran/gagasan dan perasaannya secara lisan dengan cara merangkum kata-kata disertai dengan unsur-unsur prosodi seperti: tekanan, nada, jeda yang tepat dan artikulasi bunyi yang jelas. Bentuk soal tes keterampilan berbicara dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban dari testi atau berupa skenario yang harus diceritakan atau diperankan testi. Soal-soal ini disusun secara cermat sehingga benar-benar dapat mengukut tujuan yang hendak dicapai. Dalam pelaksanaan ujian mahasiswa berhadapan langsung dengan penguji. 4. Listening (Mendengar) Rivers (1981) mengatakan : No matter the approach, however, the beginning lesson should provide frequent opportunities for hearing certain segments of language to develop familiarity with the phonological and syntactical patterning. Pentingnya keterampilan menyimak/ mendengar bagi siswa untuk tujuan familiarity

54

Universitas Sumatera Utara

55

terhadap fonem-fonem umum Bahasa Inggris sedini mungkin, bila kita/guru mengiginkan siswanya benar-benar menjadi effective listeners. Selanjutnya Penny Ur (1984) mengatakan : I am not concerned here so much with his pronunciation but it is true that if he learns to pronounce the sounds accurately himself, it will be much easier for him to hear them correctly when said by someone else. Rivers (1981) berpendapat bahwa materi yang digunakan untuk pengajaran menyimak terutama pada pengajaran tingkat pemula haruslah otentik yaitu materi harus berisi ujaran-ujaran yang sangat sering muncul. Dia jug mengatakan: Teaching students to comprehend artificial language combination which would rarely be heard from a native speaker is a waste of time and energy, and can only confuse the student when later confronted with natural speech. Anderson dan Lynch dalam Pujiati, berpendapat bahwa menyimak/ mendengarkan itu merupakan hal yang kompleks. Untuk memahami bahan simakan, penyimak harus mengintegrasikan secara simultan keterampilan-keterampilan, yaitu: keterampilan mengidentifikasi bunyi-bunyi, keterampilan memahami arti kata, keterampilan memahami makna kalimat dalam ujaran, dan keterampilan merumuskan suatu respon dengan cepat. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian (juncture). Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara. Keterampilan menyimak adalah kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasikan bunyi-bunyi, memahami arti kata dan kalimat dalam ujaran serta merumuskan suatu respon dengan tepat. Dengan demikian, bentuk soal tes menyimak adalah berupa

55

Universitas Sumatera Utara

56

ujaran yang dituturkan seseorang. Ujaran ini dapat dituturkan langsung oleh seorang penguji, dapat pula direkam dalam media kaset. Selanjutnya menurut Rost (1994) Listening is vital in language classroom because it provides input for the learner. Ini artinya Mendengar atau menyimak merupakana kemampuan fundamental dalam bahasa, dengan mendengar atau menyimak siswa mampu mendapatakan infrormasi dari guru. Rost (2002) menambahkan bahwasannya Listening, in its brodest sense, as a process of receiving what he speaker actually says (receptive orientation); constructing and representing meaning (constructive orientation); negotiating menaing with the speaker and responding (collaborative orrientation); and creating meaning through involment, imagination and empathy (transformative orientation). Hal ini menunjukkan mendengar atau menyimak merupakan sebuah kemampuan yang bersifat kompleks yang berjalan pada kehidupan nyata melalui beberapa proses dimana pendengar harus aktif dan kreatif dalam meningkatkan kemampuannya karena keahlian dalam mendengar tidak hanya berhubungan dengan identifikasi phoneme,kata kata, intonasi, penekanan pada kalimat, tetapi yang paling penting adalah identifikasi dari isi pesan tersebut. Melihat dari beberapa aspek aspek penting dari mendengar atau menyimak, Underwood (1989) melihat ada masalah masalah penting dalam mendengar atau menyimak, sebagai berikut: (1) lack of control over the speed at which speaker speak, (2) not being able to get things repeated, (3) the listeners limited vocabulary

56

Universitas Sumatera Utara

57

(4) failure to organize the signals, (5) problems of interpretation, (6) inability to concentrate. Ada beberapa perbedaan dalam jenis dari mendengarkan atau menyimak. Rost (2002) mengklafikasikannya menjadi 3 jenis mendengarkan atau menyimak berdasarkan instructional design yang diuraikan sebagai berikut: (1) Intensive listening refers to listening for precise sounds, words, phrases, grammatical units and prgmatic units. The prototypical intensive listening activity is dictation, the transcription of the exact words that a speker utters. (2) Selective listening refers to listening for specific information rather than trying to understand and recall everything. (3) Interactive listening refers to listening in collaborative conversation.

Collaborative conversation, in which learners interact with each other or with native speakers, is established as vital means of language development. Menurut Lucas (1992) Mendengar atau menyimak adalah kemampuan mengetahui, mengidentifikasi, mengerti, dan menyerap pesan atau informasi didalam bahasa yang disampaikan dengan cepat dan akurat. Hal ini menunjukkan pendengar harus dapat membedakan antara suara, memahami kosa kota dan struktur bahasa dalam memahami isi pesan tersebut. Selanjutnnya menurut Buck (2002) ada delapan kemampuan mendengar atau menyimak yang penting, antara lain: the ability to (1) process faster input, (2) process lower frequency vocabulary, (3) process tests with higher vocabulary density, (4) process more complex structures, (5) process longer

57

Universitas Sumatera Utara

58

segments, (6) process texts with a higher information density, (7) scan short segments to determine listening purpose, (8) synthesis scattered information, (9) use redundant information. Nunan (1999) menyatakan Mendengar adalah sebuah proses konstruktif dalam memahami stimulasi linguistik, para pendengar harus mengkonsepsi tujuan yang orisinil dari pembicara dengan membuat proses bottom-up dan top-down dan mengetahui kemampuan yang mereka sudah ketahui untuk menggunakan ilmu baru. Ini artinya ada dua proses yang mencakup dalam kemampuan mendengar atau menyimak yang diuraikan sebagai berikut: (1) Top-down processes The influence of the information which stored in the memory in the form of prior knowledge is knowm as top-down processes. Listeners use top-down process when they use prior knowledge to understand the meaning of a massage. Prior knowledge can be knowledge of the topic, the listening context, the text- type,the culture or other information stored in long-term memory as schemata (typical sequences or common situations around which world knowledge is organized). Listeners use content words and contextual clues to form hypotheses in an exploratory fashion. Top-down include; listening for the main idea, predecting, drawing inferences and summarizing. (2) Bottom-up process The analysis of the sonsory information coming in from the outside is known as bottom-up process. Listeners also use bottom-up process when they use linguistic

58

Universitas Sumatera Utara

59

knowledge to understand the meaning of a massage. They build menaing from lower level sounds to words to grammatical relationships to lexical meanings in order to arrive at the final massage. Bottom-up include; listening for specific details, recognizing cognates and word-order patterns. 2.6 Penelitian Terdahulu Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara lain : Artini (2004) : Dynamic Qualities sebagai upaya Optimalisasi Potensi Berbahasa Inggris di Indonesia menunjukkan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah, sampai saat ini belum cukup membekali lulusan sekolah menengah atas dengan bahasa Inggris yang sesuai dengan kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai akibatnya, banyak siswa yang berusaha dengan kesadaran sendiri meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris mereka, baik dengan mengikuti kursus maupun dengan belajar sendiri melalui berbagai sumber yang mudah didapatkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dengan menonton film atau membaca bacaan dalam bahasa Inggris. Masalahnya adalah, tidak semua siswa hidup dalam lingkungan dimana sumber belajar bahasa Inggris bisa didapatkan dengan mudah. Siswa di daerah perkotaan biasanya jauh lebih beruntung dibandingkan dengan siswa di pedesaan dalam hal lingkungan belajar berbahasa Inggris yang kondusif. Penelitian ini merupakan bagian kecil dari sebuah penelitian besar yang akan memaparkan langkah-langkah apa saja yang bisa di rancang pada tingkat sekolah untuk membantu setiap siswa dalam mengoptimalisasi potensi berbahasa asing (Inggris). Langkah

59

Universitas Sumatera Utara

60

yang dimaksud mencakup lima variabel Dynamic Qualities yaitu kecepatan belajar (personal learning rate), pilihan gaya dan strategi belajar (preferred learning styles and learning strategies), keinginan untuk berhasil (success-need), persepsi diri tentang belajar (self-view as a language learner), serta hubungan dengan guru (relations with teachers). Nurlaila (2004) : Hubungan antara kemampuan Berbahasa Inggris Dengan Kinerja Karyawan PT. Elang Express Surabaya menunjukkan bahwa pengetahuan berbahasa bukan satu-satunya faktor pembentuk sikap dan sikap tidak langsung mengekspresikan perilaku. Perilaku berbahasa Inggris yang baik lebih disebabkan oleh tuntutan kerja dan kinerja yang baik lebih disebabkan oleh sistem kompensasi yang baik. Dengan demikian hasil penelitian ini mempertanyakan kembali efektifitas dan efisiensi pemberian training dan penggunaan bahasa Inggris dalam setiap momen di tempat kerja, mengingat hal ini akan memerlukan biaya yang lebih besar dari perusahaan.Hasil analisis statistik dengan metode chi-square menunjukkan bahwa: 1) Tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan berbahasa Inggris dengan sikap berbahasa Inggris, yang ditunjukkan dengan chi-square hitung 2,506, (p= 0,113, p> 0,05). 2) Ada hubungan bermakna antara sikap berbahasa Inggris dengan perilaku berbahasa Inggris yang ditunjukkan dengan chi-square hitung 4,850, dan p = 0,028, P < 0,05, serta nilai koofisien kontingensi sebesar 0,306).3) ada hubungan bermakna antara perilaku berbahasa Inggris dengan kinerja yang ditunjukkan dengan chisquare hitung 4,846, p = 0,028, P < 0,05 serta nilai koofisien kontingensi sebesar 0,306). Berdasarkan sintesis dalam penelitian ini diperoleh kesimpulam bahwa ada keraguan

60

Universitas Sumatera Utara

61

atau diragukan kemampuan berbahasa Inggris berhubungan bermakna dengan kinerja. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa pengetahuan berbahasa bukan satu-satunya faktor pembentuk sikap dan sikap tidak langsung mengekspresikan perilaku. Perilaku berbahasa Inggris yang baik lebih disebabkan oleh tuntutan kerja dan kinerja yang baik lebih disebabkan oleh sitem kompensasi yang baik. Dengan demikian hasil penelitian ini mempertanyakan kembali efektifitas dan efisiensi pemberian training dan penggunaan bahasa Inggris dalam setiap momen di tempat kerja, mengingat hal ini akan memerlukan biaya yang lebih besar dari perusahaan. 2.7 Kerangka Berfikir Pengembangan wilayah dan pengembangan SDM melalui pendidikan dua masalah yang saling berpengaruh secara timbal balik. Salah satu upaya pengembangan SDM yang sangat intensif dilakukan pemerintah adalah melalui jalur pendidikan SMK. Kekuatan link and match antara Pendidikan SMK terletak pada kemampuan mengembangkan dan menata program keahlian yang dimiliki serta kemampuan berbahasa inggris sebagai basic knowledge dan nilai tambah di lapangan kerja dan lapangan usaha. Sebagai ujung tombak yang mempertemukan lulusan dengan lapangan kerja. Keterampilan lulusan SMK yang mampu berbahasa inggris merupakan modal untuk memasuki pasar kerja atau membuka usaha. Masalahnya adalah bagaimana menata kemampuan berbahasa Inggris siswa SMK Bisnis dan Manajemen agar link and match dengan kebutuhan pasar kerja,

61

Universitas Sumatera Utara

62

dimana sumberdaya manusia menuntut supaya penyelenggaraan pendidikan pada SMK tidak hanya sekedar layanan sosial terhadap masyarakat, tetapi secara sungguh sungguh dapat diandalkan menghasilkan tamatan yang berkualitas tinggi, yang memiliki kemampuan yang berkualitas. Fenomena yang terjadi, kemampuan berbahasa Inggris siswa SMK Bisnis dan Manajemen di Kabupaten Deli Serdang dapat dikatakan belum menggembirakan, hal ini dapat dilihat dari nilai Ujian Nasional Bahasa Inggris dari Tahun Pelajaran 2005 2008 dengan rata rata klafikasi nilainya adalah C. Selanjutnya kerangka berpikir ini digambarkan dalam bentuk bagan pada gambar 2.2

62

Universitas Sumatera Utara

63

Kemampuan Berbahasa Inggris

Reading Writing Speaking Listening

Kesempatan Kerja

Pengembangan Wilayah

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

63

Universitas Sumatera Utara

You might also like