You are on page 1of 94

SKENARIO B BLOK 8

Mrs B, 50 years old, is a housewife. She was brought to the emergency room of Mohd. Hoesin Hospital by his family due to short of breath since 7 hours ago. She has been suffered from type 2 DM for 5 years and consumed OAD irregularly. Ten days ago she had a wound at the right foot and doesnt heal until now. Yesterday she got fever and his wound became swollen. She also felt nauseous, epigastric pain, very thirsty and fatigue. She refused to eat since yesterday. According to her family she started to be disoriented since 7 hours ago.

Physical examination: Lab results Random blood glucose: 529 mg/dl Leucocyte 21.000/mm3 Urinary ketone : +++ Height: 150 cm & BW : 70 kg ; Patient was in delirious state BP: 95/50 mmHg, ; Pulse 110 x/min reguler, filliformis RR: 34 x/min, Kussmaul respiration, acetone odor (+) Left foot: dirty and swollen wound

According to the examination Mrs. B suffered from Diabetic Ketoacidosis due to uncontrolled hyperglicemia and infection

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Type 2 DM : non insulin dependent, onset puncak antara 50-60 tahun, ditandai dengan omset bertahap dan beberapa gejala gangguan metabolik (glikosuria dan konsekuensinya), kadar insulin normal atau berkurang, respon insulin terhadap pelepasan glukosa berkurang atau tertunda. Dapat juga terjadi gangguan reseptor glukosa pada sel beta pankreas (Dorland halaman 309, edisi 25) 2. OAD : Obat anti diabetes yang diminum secara oral
1

3. Dirty and swollen wound : Luka yang bengkak dan kotor 4. Fever : Pireksia, atau peningkatan temperatur tubuh di atas normal (Dorland halaman 422 edisi 25) 5. Random blood glucose : Glukosa (gula darah) yang diambil tanpa memperhatikan waktu 6. Epigastric pain : Nyeri di regio epigastric 7. Fatigue : Keadaaan meningkatnya ketidaknyamanan dan menurunnya efisiensi akibat kerja yang berkepanjangan atau berlebihan; atau kehilangan tenaga atau kemampuan menjawab rangsangan (Dorland halaman 429 edisi 25) 8. Disoriented : Keadaan kekacauan mental dalam mengenal waktu, tempat, dan identitas; atau hilangnya tingkah laku yang tepat (Dorland halaman 339 edisi 25) 9. Delirious state : Gangguan mental yang berlangsung singkat, biasanya mencerminkan keadaan keracunan, yang biasanya ditandai oleh ilusi, halusinasi, delusi, kegirangan, kegelisahan, gangguan memori dan inkoheren ( Dorland hal 295 edisi 25) 10. Filliformis : Pembuluh darah yang berbentuk benang- benang kecil karena kurangnya aliran darah ke perifer 11. Kussmaul respiration : Pola pernafasan yang abnormal dengan karakteristik cepat, pernafasan dalam, yang sering terjadi pada pasien dengan asidosis metabolik (Medical dictionary.thefreedictionary.com) 12. Acetone odor: Bau aseton yang berasal dari mulut 13. Diabetic ketoacidosis : Asidosis metabolik akibat akumulasi benda keton, pada diabetes melitus tak terkontrol (Dorland halaman 10 edisi 25) 14. Urinary ketone : Badan keton yang berlebihan pada urin (Dorland halaman 581 edisi 25) 15. Hyperglicemia : Peningkatan kadar glukosa dalam darah yang abnormal (Dorland halaman 526 edisi 25) 16. Infection : Invasi dan perkembangbiakan mikroorganisme pada bagian tubuh, terutama yang menyebabkan cedera selular lokal akibat metabolism yang kompetitif, toksin, replikasi intraselular, atau respons antigen-antibodi (Dorland halaman 555 edisi 25)

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mrs. B, 50 years old, is a housewife. She has been suffered from type 2 DM for 5 years and consumed OAD irregularly. (Main problem) 2. Ten days ago she had a wound at the right foot and doesnt heal until now. 3. Yesterday she got fever and his wound became swollen, she also felt nauseous, epigastric pain, very thirsty, and fatigue, and refused to eat. 4. According to her family, she started to be disoriented and short of breath since 7 hours ago, and then she was brought to emergency room. 5. Physical examination: Height: 150 cm & BW : 70 kg ; Patient was in delirious state BP: 95/50 mmHg, ; Pulse 110 x/min reguler, filliformis RR: 34 x/min, Kussmaul respiration, acetone odor (+) Left foot: dirty and swollen wound

Lab results Random blood glucose: 529 mg/dl Leucocyte 21.000/mm3 Urinary ketone : +++

6. According to the examination Mrs. B suffered from Diabetic Ketoacidosis due to uncontrolledhyperglicemia and infection

III. ANALISIS MASALAH

1. Mrs. B, 50 years old, is a housewife. She has been suffered from type 2 DM for 5 years and consumed OAD irregularly

a. Apa saja macam-macam Diabetes Melitus ? DM Tipe 1 DM jenis ini disebabkan oleh rusaknya sel beta pankreas sebagai penghasil insulin sehingga penderita sangat kekurangan insulin. Akibatnya, yang bersangkutan harus disuntik insulin secara teratur. Tipe ini diderita 1 dari 10 penderita DM yang kebanyakan terjadi sebelum usia 30 tahun. Para
3

ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanan atau dewasa awal) menyebabkan kerusakan sistem kekebalan pada sel beta pankreas. DM tipe 1 ini memiliki kecenderungan untuk menular secara genetik. DM Tipe 2 DM jenis ini disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan resitensi insulin sehingga tubuh penderita tidak merespon secara normal insulin yang dihasilkan tubuh dan membentuk kekebalan tersendiri sehingga terjadi kekurangan insulin relative. Tipe ini biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun dan sekitar 80% penderita mengalami obesitas. DM Tipe Spesifik DM jenis ini disebabkan oleh faktor genetik (kerusakan genetik sel beta pankreas) juga akibat konsumsi obat-obatan maupun bahan-bahan kimia. DM Kehamilan DM jenis ini terjadi pada sekitar 2-5% dari semua kehamilan, namun sifatnya hanya sementara dan akan sembuh setelah melahirkan. Namun demikian, ia berpotensi merusak kesehatan ibu hamil maupun janinnya, meningkatkan resiko kelahiran serta cacat pada janin dan penyakit jantung bawaan pada bayi. Selain itu, sekitar 40-50% dari penderita tipe ini menjadi penderita DM tipe 2 di kemudian hari.

b. Bagaimana patofisiologi Diabetes Melitus tipe 2 ? Diabetes melitus tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset mauturitas dan tipe nondependen insulin. Insiden diabtes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini. Pada diabetes tipe 2 disebabkan kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat diakibatkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk memepertahankan euglikemia. Sekitar 80 % pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan

dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pada awalnya, resistensi insulin tidak menyebabkan diabtes secara klinis. Sel-sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi dengan peningkatan kadar insulin dalam darah ( hiperinsulinemia ) yang akan menyebabkan penurunan sedikit glukosa di dalam darah. Namun, lama kelamaan, sel beta tidak sanggup untuk mengkompensasi tingginya glukosa dalam darah terus menerus yang baru akan menyebabkan diabetes secara klinis dan peningkatan ladar glukosa dalam darah. Seiring dengan progesifitas penyakit maka produksi insulin ini berlangsung turun, yang akan menyebabkan hiperglikemia yang nyata. Resistensi insulin juga menyebabkan penurunan utilasi glukosa oleh sel sel tubuh. Otot adalah pengguna glukosa tertinggi, sehingga resistensi insulin mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa oleh otot. Selain itu, hal ini juga berefek Pada jaringan adiposa sehingga merangsang lipolisis yang akan meningkatkan asam lemak bebas. Hal ini juga mengakibatkan gangguan proses ambilan glukosa oleh sel beta pankreas (lipotaksisitas).

c. Apa komplikasi Diabetes Melitus tipe 2 ? Ada 2 tipe: Akut a. diabetic ketoacidosis b. hyperglycemia c. respiratory infection d. periodontal disease e. diabetic coma Kronis a. diabetic neuropathy b. diabetic neprophaty c. diabetic cardiomyopathy d. diabetic retinopathy

Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : 1. Hematoma Hematoma adalah ekstravasasi, sekelompok sel biasanya telah darah yang telah mengalami baik di

menggumpal,

dalam organ, interstitium, jaringan dan otak. 2. Nekrosis jaringan lunak 3. Keloids Keloids adalah pertumbuhan yang berlebih dari jaringan granulasi (kolagen tipe 3) di lokasi cedera kulit yang telah sembuh yang kemudian perlahan-lahan digantikan oleh kolagen tipe 1. Keloid adalah perusahaan, lesi kenyal atau mengkilap, nodul fibrosa, dan dapat bervariasi dari pink ke daging berwarna merah atau coklat gelap. Sebuah bekas luka keloid adalah jinak dan tidak menular, tapi kadang-kadang disertai dengan gatal parah dan rasa sakit, serta perubahan tekstur. Pada kasus berat, dapat mempengaruhi pergerakan kulit. 4. Formasi hipertropik scar 5. Infeksi Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

Manifestasi klinis a. Poliuria Suatu keadaan yang hiperglikemia akan mempengaruhi kerja tubulus ginjal mengingat perannya untuk mereabsorbsi kembali glukosa. Kadar glukosa yang dapat ditoleransi oleh ginjal hanya mencapai 160-180 mg/dl. Jika lebih dari kadar tersebut maka akan terjadi Glikosuri, glukosa keluar bersama urine. Pengeluaran

kadar glukosa yang tinggi ini membutuhkan air yang cukup banyak. Pada kasus penderita, kemungkinan terjadi gangguan reseptor insulin untuk mengaktifkan GLUT 4 yang akan membawa glukosa masuk ke dalam sel. Keadaan ini akan menimbulkan hiperglikemik pada ECF dan hipoglikemik ICF, memaksa tubuh untuk mempertahankan homeostasis dengan cara pengeluaran urine yang meningkat, poliuri. b. Polidipsia Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler

menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia). c. Poliphagia Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia). d. Penurunan berat badan Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis. Selain itu glukoneogenesis menggunakan protein dari otot dan terjadinya lipolisis. e. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002) Hal ini disebabkan resistensi insulin yang dialami Penderita, sehingga terjadi gangguan pada sel-sel tubuhnya untuk menggunakan glukosa yang ada di plasma walaupun kadar glukosa darah yang tinggi, dan pada akhirnya aktifitas pembentukan energi yang berasal dari glukosa menjadi berkurang dan energi yang terbentuk pun sedikit sekali. Bila jumlah glukosa yang memasuki tubulus ginjal dalam filtrat glomerolus meningkat diatas kadar kritis , hal ini secara normal dapat timbul bila konsentrasi glukosa darah meningkat diatas 180 mg/dl, suatu kadar yang disebut sebagai nilai ambang darah untuk timbulnya glukosa dalam urin volume urin meningkat akibat terjadinya diuresis osmotik dan

kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat yang bersamaan (poliuria) kejadian ini selanjutnya menyebabkan dehidrasi (hiperosmolaritas).5 Glukosuria

menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar (4,1 kkal untuk setiap gram karbohidrat yang disekresikan keluar) sehingga hal ini menyebabkan Penderita merasa lelah yang berlebihan.

Komplikasi Diabetes Melitus Tipe II a. Komplikasi akut 1. Diabetes Ketoasidosis Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada diabetes ketoasidosis : 1. Dehidrasi 2. Kehilangan elektrolit 3. Asidosis Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali, kedua faktor tersebut akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan glukosa bersamasama air dan elektrolit (natriun dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. 2. Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK) Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan

hipergklikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness). Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, maka akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.

b. Komplikasi Kronik Komplikasi kronik dari diabetes mellitus dapat menyerang semua sistem organ tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lajim digunakan adalah penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis.

1. Komplikasi Makrovaskuler Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering terjadi pada diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan pasien-pasien non diabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan tersebut cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar pada pasienpasien diabetes. Berbagai tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi ateerosklerotik. Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner, maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah serebral, akan menyebabkan stroke infark dengan jenis TIA (Transiennt Ischemic Attack). Selain itu ateerosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah besar ekstremitas bawah, akan menyebabkan penyakit okluisif arteri perifer atau penyakit vaskuler perifer. 2. Komplikasi Mikrovaskeler Retinopati Diabetik Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula dan kapiler. Nefropati Diabetik Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal ajkan mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati. Neuropati Diabetikum Dua tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumpai adalah : 1. Polineuropati Sensorik Polineuropati sensorik disebut juga neuropati perifer. Neuropati perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf, khususnya saraf extremitas bagian bawah. Kelainan ini mengenai kedua sisi tubuh dengan distribusi yang simetris dan secara progresif dapat meluas ke arah proksimal. Gejala permulaanya adalah parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan dan peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari).

Dengan bertambah lanjutnya neuropati ini kaki akan terasa baal. Penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dan penurunan

sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui. 2. Neuropati Otonom (Mononeuropati) Neuropati pada system saraf otonom mengakibatkan berbagai fungsi yang mengenai hampir seluruh system organ tubuh. Ada lima akibat utama dari neuropati otonom (Smeltzer, B, alih bahasa Kuncara, H.Y, dkk., 2001 : 1256-1275) antara lain : a. Kardiovaskuler Tiga manifestasi neuropati pada sistem kardiovaskuler adalah frekuensi denyut jantung yang meningkat tetapi menetap, hipotensi ortostatik, dan infark miokard tanpa nyeri atau silent infark. b. Pencernaan Kelambatan pengosongan lambung dapat terjadi dengan gejala khas, seperti perasaan cepat kenyang, kembung, mual dan muntah. Konstipasi atau diare diabetik (khususnya diare nokturia) juga menyrtai neuropati otonom gastrointestinal. c. Perkemihan Retensi urine penurunan kemampuan untuk merasakan kandung kemih yamg penuh dan gejala neurologik bladder memiliki predisposisi untuk mengalami infeksi saluran kemih. Hal ini terjadi pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol, mengingat keadaan hiperglikemia akan mengganggu resistensi terhadap infeksi. d. Kelenjar Adrenal (Hypoglikemik Unawarenass) Neuropati otonom pada medulla adrenal menyebabkan tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia. Ketidakmampua klien untu mendeteksi tanda-tanda peringatan hipoglikemia akan membawa mereka kepada resiko untuk mengalami hipogllikemi yang berbahaya. e. Disfungsi Seksual Disfungsi Seksual khususnya impotensi pada laki-laki

merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti. Efek

10

neuropati otonom pada fungsi seksual wanita tidak pernah tercatat dengan jelas.

Dampak Diabetes Melitus tipe II Terhadap Sistem Tubuh Lain a. Sistem Pernapasan Defisiensi insulin menimbulkan peningkatan glikolisis dijaringan lemak serta ketogenesis dihati. Glikolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak akibat bertambahnya pasokan asam lemak dihati. Dalam mitokondria hati, enzim kartinil asil transferase I terangsang untuk merubah asam lemak bebas menjadi bendabenda keton. Proses ini menghasilkan asam beta hidroksi butirat dan asam asetoasetat yang mengakibatkan asidosis metabolik. Efek kedua yang biasanya lebih penting dalam menyebabkan asidosis metabolik dari peningkatan langsung asam-asam keton mempunyai ambang eksresi ginjal yang rendah yaitu 100 200 gram. Asam-asam keton dapat disekresikan berikatan dengan natrium yang berasal dari CES, sebagai akibatnya konsentrasi Na+ dalam CES biasanya berkurang dengan Na+ diganti oleh peningkatan jumlah ion H+, sehingga meningkatkan asidosis. Hal ini dapat dilihat dari pola pernapasan yang cepat dan dalam (kussmaull).

b. Sistem kardiovaskuler Defisiensi insulin menyebabkan metabolisme lemak diantaranya pembentukan kolesterol tubuh yang berpengaruh pada proses terjadinya ateroskerosis da mempercepat timbulnya infark pada jantung dan akhirnya pembuluh darah besar menjadi kolaps (komplikasi makrovaskuler) sehingga menjadi pencetus munculnya penyakit jantung koroner seperti AMI (Acute Miokard Infark) dan angina pectoris. Bila gangguan jantung dirasakan oleh penderita diabetes mellitus dengan neuropati maka akan mengancam timbulnya kematian karena penderita tidak merasakan gejala gangguan jantung secara dini. Bila aterosklerosis timbul pada daerah perifer maka akan timbul kelainan pada pembuluh darah kaki berupa ulkus atau gangren diabetic dan pada perabaan arteri dengan denyut yang berkurang sampai menghilang. Komplikasi mikrovaskuler pun dapat terjadi, akibat defisiensi insulin maka glukosa tidak mampu masuk ke jaringan sehingga glukosa lebih banyak terakumulasi diekstrasel bersama glukosa yang telah diubah dalam bentuk lain dengan bantuan enzim adolase reduktase (sorbitol dan fruktosa). Hal inimenyebabkan meningkatnya kekentalan membran

11

sel diantara jaringan dan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan sirkulasi tubuh ke perifer lainnya dan jaringan perifer kekurangan suplai oksigen dan nutrisi. Hal ini cenderung untuk mempertahankan produksi racun akibat metabolisme yang lama yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel dan terjadi peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah diluar jaringan, maka jaringan akan menjadi hipoksia akibatnya ditandai dengan neuropati, nefropati dan retinopati.

c. Sistem Pencernaan Defisiensi insulin menyebabkan kegagalan dalam pemasukan glukosa ke jaringan sehingga sel-sel kekurangan glukosa intrasel dan menimbulkan dampak: 1) Peningkatan penggunaan protein dan glikogen oleh jaringan sehingga menyebabkan penurunan massa sel yang berdampak pada penurunan berat badan. 2) Pembakaran lemak dan cadangan protein untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Proses ini mengahsilkan bendabenda keton yang diakibatkan karena hati tidak mampu menetralisir lemak. Penumpukan asam lemak akan mengiritasi membrane mukosa lambung sehingga menimbulkan perasaan mual dan muntah. Selain itu juga iritasi membrane mukosa lambung dapat merangsang zat-zat proteolitik untuk mengeksresi serotonin, bradikinin dan histamine sehingga timbul nyeri lambung. 3) Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme (starvasi sel). Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel akan merangsang pusat makan bagian lateral dari hypothalamus sehingga timbul peningktan rasa lapar (polifagia). 4) Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan penumpukan sorbitol yang dapat merusak fungsi saraf. Bila kerusakan ini mengenai saraf otonom, maka akan menimbulkan diare atau konstipasi dan gangguan persepsi terhadap lapar.

d. Sistem Perkemihan Kekurangan pemasukan glukosa kedalam sel menyebabkan peningkatan volume ekstrasel sehingga terjadi peningkatanosmolaritas sel yang akan merangsang pusat haus di hypothalamus bagian lateral. Pada fase ini klien dapat merasakan polidiopsia dan penurunan produksi urin. Peningkatan sekresi ADH akan menahan pengeluaran urin sehingga volume cairan intraseluler menurun dan merangsang reseptor di hypothalamus untuk menekan sekresi

12

ADH sehingga terjadi osmosis akibat peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi ambang batas ginjal. Diuresis osmotic akan mempercepat pengisian vesika urinaria, sehingga merangsang keinginan untuk berkemih (poliuria) dan kondisi ini bertambah pada malam hari karena terjadi vasokonstriksi akibat penurunan suhu sehingga merangsang keinginan untuk berkemih pada malam hari (nokturia). Selain itu juga gangguan system perkemihan dapat pula terjadi akibat adanya kerusakan ginjal (nefropati), karena adanya penurunan perfusi ke daerah ginjal.

e. Sistem Reproduksi Defisiensi insulin dapat menyebabkan terjadinya impotensi dan untuk wanita terjadi penurunan libido. Hal ini disebabkan oleh adanya hambatan penurunan ekstradiol pada gugus protein akibat kegagalan metabolisme protein. Pada wanita sering pula terdapat keluhan keputihan yang disebabkan oleh infeksi kandida dengan mekanisme seperti pada system integumen.

f. Sistem Muskuloskeletal Defisiensi insulin menghambat transfer glukosa ke sel dalam jaringan tubuh yang menyebabkan sel kelaparan dan terjadi peningkatan glukosa dalam darah. Hal ini menimbulkan hambatan dalam perfusi ke jaringan otot yang akan mengakibatkan jaringan otot kurang mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi yang menyebabkan sel kekurangan bahan untuk metabolisme, sehingga energi yang dihasilkan berkurang yang berdampak pada timbulnya kelemahan dan bila dibiarkan lebih lanjut dapat mengakibatkan atrofi otot. Defisiensi insulin juga menyebabkan penurunan jumlah sintesa glikogen dalam otot serta peningkatan katabolisme protein.

g. Sistem Integumen Defisiensi insulin dapat berdampak pada integritas jaringan kulit yang bisa disebabkan oleh neuropati diabetes dan angiopati diabetes. Neuropati perifer akan menyebabkan penurunan sensasi perifer sehingga pengontrolan terhadap trauma mekanis, termis dan kimia menurun yang akan memudahkan terjadinya luka sehingga mengancam keutuhan jaringan kulit. Teori lain yang mendasari kerusakan jaringan kulit adalah penumpukan endapan lipoprotein sehingga menyebabkan kebocoran protein dan butir-butir darah. Hal ini dapat menimbulkan :

13

1) Pertahankan jaringan setempat menurun cepat pada kulit dan jika ada luka mudah infeksi dan pada tahap yang lebih lanjut dapat menyebabkan terjadinya syok septicemia. 2) Bila keadaan ini terjadi di kapiler tungkai bawah dapat menimbulkan edema yang hilang timbul pada tungkai karena kebocoran albumin sehingga jaringan mudah terinfeksi, luka sukar sembuh, mudah selulitis dan akhirnya terjadi ulkus atau gangrene diabetikum.

h. Sistem Persarafan Defisiensi insulin menimbulkan hambatan glukosa ke dalam sel-sel saraf sehingga mengganggu proses-proses metabolisme sel saraf sehingga akan menimbulkan perubahan biokimiawi jaringan saraf yang mengakibatkan gangguan dalam proses metabolic sel-sel schwann hambata dan kehilangan impuls pada akson. Akibatnya akson tidak dapat menghantarkan impuls dengan sempurna. Dampak lainnya adalah hambatan dalam konduksi saraf yang mengakibatkan gangguan dalam polarisasi membrane akibat dari penurunan pembentukan ATP. Perubahanperubahan diatas menyebabkan gangguan terhadap fungsi dan konduksi saraf (neuropati) sebagai akibat dari penumpukan sorbitol, fruktosa dan penurunan mioinositol. Bila menyerang saraf otonom dapat menimbulkan konstipasi atau diare, retinopati. Selain itu juga dapat mengakibatkan polineuropati perifer yang pertama kali ditandai oleh hilangnya sensasi pada ujung-ujung ekstrimitas bawah dan adanya rasa kesemutan, nyeri, berkurangnya terhadap sensasi getar, propioseptik, baal-baal dan pada tahap lanjut dapat menimbulkan gangguan motorik yang disertai dengan hilangnya refleks-refleks tendon dalam.

i. Sistem Penginderaan Hiperglikemia yang diakibatkan oleh defisiensi insulin menyebabkan gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol fruktosa) yang menyebabkan terjadinya penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan mata. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habil melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantara enzim adolase reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol ini akan tertumpuk didalam lensa mata sehingga menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi pada lensa mata yang pada tahap lanjut menimbulkan katarak. Hiperglikemia menyebabkan terjadinya pelebaran sakular dari arteriola retina yang pada tahap lanjut dapat menimbulkan retinopati dan kebutaan.

14

d.

Apa hubungan jenis kelamin, usia, dan pekerjaan dengan DM tipe 2 ? 1. Faktor usia Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prevalensi

Diabetes Mellitus maupun gangguan toleransi glukosa, dimana prevalensi Diabetes Mellitus naik bersama bertambahnya umur. WHO menyebutkan seseorang mencapai umur 30 tahun, maka kadar glukosa dalam darah akan naik 1-2 mg % tahun pada saat puasa dan akan naik sekitar 5,6-13 mg % pada saat 2 jam setelah makan. Pada manusia berumur lebih dari 45 tahun, memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena diabetes melitus. Timbulnya resistensi insulin pada lansia dapat disebabkan oleh 4 faktor : a. Perubahan komposisi tubuh, yaitu massa otot lebih sedikit dan jaringan lemak lebih banyak, semakin banyak sel adipose, semakin meningkat kerja hormone resistin untuk resistensi insulin. b. Menurunnya aktivitas fisik, sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin. c. Perubahan pola makan lebih banyak makan karbohidrat akibat berkurangnya jumlah gigi, sehingga menambah penumpukan glukosa dalam darah. d. Perubahan neurohormonal (terutama insulin-like growth factor-1 (IGF1) dan dehidroepiandosteron (DHEAS) plasma), sehingga terjadi penurunan ambilan glukosa akibat menurunnya sensitivitas reseptor insulin dan aksi insulin. 2. Faktor jenis kelamin Penyakit diabetes mellitus ini sebagian besar dapat dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena pada perempuan memiliki LDL atau kolesterol jahat tingkat trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, dan juga terdapat perbedaan dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit diabetes mellitus. Jumlah lemak pada laki-laki dewasa rata-rata berkisar antara 15-20% dan berat badan total, dan

15

pada perempuan sekitar 20- 25%. Jadi peningkatan kadar lipid (lemak darah) pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki, sehingga faktor risiko terjadinya diabetes pada perempuan 3-7 kali lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki yaitu 2-3 kali 3. Faktor pekerjaan Orang yang pekerjaannya hanya duduk-duduk (kerja kantoran) memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena diabetes melitus dibandingkan orang yang melakukan pekerjaan berat (petani)

e. Jelaskan mengenai OAD ? Oral Anti Diabetik dibagi menjadi 5 golongan: o Golongan Sulfonylurea dan Meglitinides: cara kerjanya merangsang sel beta dari pancreas untuk memproduksi lebih banyak insulin, o Golongan Birguandes dan Thiazolidinediones: cara kerjanya yaitu memperbaiki kerja insulin dalam tubuh, dengan cara mengurangi resistensi insulin, o Golongan Alpha-glucosidase inhibitor: cara kerjanya menghambat enzim di saluran cerna, sehingga pemecahan karbohidrat menjadi glukosa atau pencernaan karbohidrat di usus menjadi berkurang.

Untuk DM tipe 2, obat-obat yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfonilurea. Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion. Metformin yang merupakan suatu biguanid, dapat diberikan sebagai terapi tunggaal pertama dengan dosis 500-1700 mg/hari. Metformin

menurunkan produksi glukosa hepatik, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, dan meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di hati. Metformin tidak meningkatkan berat badan seperti insulin sehingga biasa digunakan, khususnya pada pasien dengan obesitas. Asidosis laktat jarang terjadi namun merupakan komplikasi yang serius, khususnya pada insufisiensi ginjal dan gagal jantung kongestif.

16

Tiazolidinedion

meningkatkan

kepekaan

insulin

perifer

dan

menurunkan produksi glukosa hepatik.

Efek obat-obatan ini menjadi

perantara interaksi dengan proliferator peroksisom reseptor inti yang mengaktifkan reseptor gamma (PPAR-gamma). Dua analog tiazolidinedion, yaitu rosiglitazon dan dengan dosis 4 8 mg/hari dan pioglitazon dengan dosis 30-45 mg/hari dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan metformin, sulfonilurea, atau insulin. Obat-obatan ini dapat menyebabkan retensi air dan tidak dianjurkan untuk diberikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.

Golongan

Contoh Senyawa Gliburida/Glibenk lamida Glipizida Glikazida Glimeprida Glikugon Repaglinide

Mekanisme kerja Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang sel-sel pankreasnya masih berfungsi dengan baik Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas Meningkatkan kecepatan sintesis insulin oleh pancreas Bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan PPAR (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin

Sulfonilurea

Meglitinida

Turunanfenilalanin

Nateglinide

Biguanida

Metformin

Tiazolidindion

Rosiglitazone Troglitazone Ploglitazone

Inhibitor alphaglukosidase

Menghambat kerja enzim-enzim pencernaan yang mencerna Acarbose Miglitol karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke dalam darah

17

Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipogikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin masih banyak dipakai di beberapa Negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit, asal dosis tidak melebihi 1700mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Obat ini dapat memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 10-40%. Menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi glikogenolisis dan gluconeogenesis. Obat ini mempunyai efek hipoglikemik yang baik jika dikombinasikan dengan Antidiabetik oral golonganTiazolidindion yaitu Rosiglitazone. Namun Rosiglitazone pada saat ini belum beredar di Indonesia. Efek samping yang sering terjadi adalah nausea, muntah, kadangkadang diare dan dapat menyebabkan asidosis laktat. Sediaan biguanida tidak boleh diberikan pada penderita gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung kongesif dan wanita hamil. Pada keadaan gawat juga sebaiknya tidak diberikan biguanida. (sumber: Pharmaceutical Care untukpenyakit Diabetes Mellitus. DepKes RI. 2005)

f. Apa efek pengkonsumsian OAD tidak teratur terhadap DM tipe 2 ? Misalkan saja OAD yang dikonsumsi Mrs. B adalah golongan Biguandes, yaitu Metformin dengandosis 0,5 3 gram (diambil 0,5 gram). Obat ini bekerja dengan mengurangi resistensi insulin jika sesuai dengan dosis dan teratur dalam pengonsumsiannya. Jika tidak teratur, efek penurunan resistensi insulin juga tidak akan teratur. Resistensi insulin berkurang saat mengonsumsi obat dan kembali tinggi saat tidak mengonsumsi obat. Ketidakteraturan ini akan menyebabkan pasien penderita DM (Mrs. B) sulit sembuh. Itulah mengapa Mrs. B masih menderita DM tipe 2 bahkan sampai 5 tahun walaupun sudah mengonsumsi OAD. Karena ketidakteraturan pengonsumsian OAD ini yang menyebabkan Mrs. B sulit untuk sembuh.

18

Berikut dosis yang dianjurkan dalam pengosumsian OAD

2. Ten days ago she had a wound at the right foot and doesnt heal until now. a. Adakah hubungan antara luka yang tidak sembuh dengan DM tipe 2 yang diderita oleh Mrs. B ? Jelaskan! Infeksi yang hebat, kuman, atau jamur yang mudah tumbuh pada kondisi gula darah yang tinggi. Senyawa kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membran dasar. Pada akhirnya,

makroangiopati diabetik (gangguan vaskular) ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskular, selanjutnya terjadi kekurangan suplai makanan dan oksigen ke perifer, yang akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh dan terjadi neuropati diabetik. Hal ini disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa-sorbitol-fruktosa). Terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol pada jaringan saraf. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Kerusakan saraf ini menyebabkan luka tidak terasa sehingga penderita diabetes tidak menaruh perhatian terhadap luka dan membiarkannya makin membusuk.

19

b. Bagaimana patofisiologi dan akibat dari luka yang tidak sembuh ini? Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.

Patofisiologi dan Patogenesis Kaki Diabetik Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki. 5 Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot.
5

Gambar 1. Salah satu bentuk deformitas pada kaki diabetik. 4 Sirkulasi yang buruk juga dapat menyebabkan pembengkakan dan kekeringan pada kaki. Pencegahan komplikasi pada kaki adalah lebih kritis pada pasien diabetik karena sirkulasi yang buruk merusak proses penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus, infeksi, dan kondisi serius pada kaki. Dari faktor-faktor pencetus diatas faktor utama yang paling berperan dalam timbulnya kaki diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Infeksi sendiri sangat jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati. Secara praktis kaki diabetik dikategorikan menjadi 2 golongan 5:
20

a. Kaki diabetik akibat angiopati / iskemia b. Kaki diabetik akibat neuropati Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi. Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat. Pasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama pada pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibujari martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak adanya demineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot. 4

21

Gambar 2. Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal. 4 Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf baik saraf sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan penurunan sensoris nyeri, panas dan raba sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang tidak sensitif ini. Gangguan saraf otonom disini terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut saraf simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler. Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akan menyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial oksigen di vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki diabetik neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati otonom akan menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu neuropati otonom akan mengakibatkan penurunan nutrisi jaringan sehingga terjadi perubahn komposisi, fungsi dan keelastisitasannya sehingga daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang memudahkan terjadinya ulkus.

II. 4. Klasifikasi Kaki Diabetik Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi 5: 1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan kalus claw
22

2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit 3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang 4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis 5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis 6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut : 1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada 2. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor 3. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti : 1. Insisi : abses atau selullitis yang luas 2. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II 3. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V 4. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V 5. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

3. Yesterday she got fever and his wound became swollen, she also felt nauseous, epigastric pain, very thirsty, and fatigue, and refused to eat.

a. Adakah hubungan antara gejala-gejala yang diderita Mrs. B dengan DM tipe 2 ? (Jelaskan patofisiologinya!) Demam Demam atau dalam bahasa medis disebut dengan febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh normal. Suhu tubuh diatur oleh sebuah mesin khusus pengatur suhu yang terletak di otak tepatnya di bagian hipotalamus tepatnya dibagian pre optik anterior (pre = sebelum, anterior= depan). Hipotalamus sendiri merupakan bagian dari deinsephalon yang merupakan bagian dari otak depan kita (prosencephalon). Hipotalamus dapat dikatakan

23

sebagai mesin pengatur suhu (termostat tubuh) karena disana terdapat reseptor (penangkap, perantara) yang sangat peka terhadap suhuyang lebih dikenal dengan nama termoreseptor (termo = suhu). Dengan adanya termorespetor ini, suhu tubuh dapat senatiasa berada dalam batas normal yakni sesuai dengan suhu inti tubuh. Suhu inti tubuh merupakan pencerminan dari kandungan panas yang ada di dalam tubuh kita.Kandungan panas didapatkan dari pemasukan panas yang berasal dari proses metabolisme makanan yang masuk ke dalam tubuh. Pada umumnya suhu inti berada dalam batas 36,5 -37,5C. Dalam berbagai aktivitas sehari-hari, tubuh kita juga akan mengeluarkan panas misalnya saat berolahraga. Bila terjadi

pengeluraan panas yang lebih besar dibandingkan dengan pemasukannya, atau sebaliknya maka termostat tubuh itu akan segera bekerja guna menyeimbangkan suhu tubuh inti. Bila pemasukan panas lebih besar daripada pengeluarannya, maka termostat ini akan memerintahkan tubuh kita untuk melepaskan panas tubuh yang berlebih ke lingkungan luar tubuh, salah satunya dengan mekanisme berkeringat. Dan bila pengeluaran panas melebihi pemasukan panas, maka termostat ini akan berusaha menyeimbakan suhu tersebut dengan caramemerintahkan otot-otot rangka kita untuk berkontraksi (bergerak) guna menghasilkan panas tubuh. Kontraksi otot-otok rangka ini merupakan mekanisme dari menggigil. Contohnya, seperti saat kita berada di lingkungan pegunungan yang hawanya dingin, tanpa kita sadari tangan dan kaki kita bergemetar (menggigil). Hal ini dimaksudkan agar tubuh kita tetap hangat. Karena dengan menggigil itulah, tubuh kita akan memproduksi panas. Hal diatas tersebut merupakan proses fisiologis (keadaan normal) yang terjadi dalam tubuh kita manakala tubuh kita mengalami perubahan suhu. Lain halnya bila tubuh mengalami proses patologis (sakit). Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksis (racun) yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di sebenarnya dalam tubuh. Proses peradangan pertahanan itu dasar sendiri tubuh

merupakan

mekanisme

24

terhadap adanya serangan yangmengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya racun kedalam tubuh kita. Contoh racunyang palingmudah adalah mikroorganisme penyebab sakit. Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengelurkan senjata berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnyainterleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus(sel penyusun hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuanenzim fosfolipase A2. Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat

hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan mesin tersebut merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang setting hipotalamus yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atasinilah yang disebut dengan demam atau febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut dengan kejang demam). Dengan memahami mekanisme sederhana dari proses terjadinya demam diatas, maka salah satu tindakan pengobatan yang sering kita lakukan adalah mengompres kepala dan meminum obat penurun panasmisal yang sangat familiar adalah parasetamol.

25

Dirty and swollen wound Pada penderita DM, protein tidak dapat menembus ke lapisan epidermis kulit untuk membuat jaringan kulit baru karena glukosa yang terlalu banyak di dalam darah yang menghalangi protein, selain itu protein juga banyak diubah ke glukosa akibat glukoneogenesis DM tipe 2. Hal ini menyebabkan luka sangat sulit disembuhkan. Luka yang terbuka ini menjadi pintu masuk mikroorganisme dari udara untuk masuk. Glukosa yang terlalu banyak di dalam darah menjadi makanan untuk mikroorganisme sehingga mikroorganisme tersebut mudah berkembang biak sehingga menyebabkan luka menjadi bengkak dan terjadi infeksi akibat mikroorganisme tersebut.

Nausea Nausea terjadi oleh neuropati diabetik yang disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa-sorbitol-fruktosa). Pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Neuropati yang menyerang sistem saraf otonom dapat disertai keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis.

Sehingga memicu rasa kembung dan mual.

Nyeri epigastrica Nyeri abdomen yang dirasakan samar-samar pada regio epigastrica. Karena ada hubungan dengan saraf abdomen. Jadi pada penderita diabetes dengan atau tanpa gastroparesis, dapat ditunjukkan adanya penurunan densitas serabut myelin vagus, dan regenerasi serabut tak bermyelin. Pada penelitian lain, pada pasien diabetes ada kelainan nervus vagus secara morfologis. Baik jumlah, maupun penampilan dari neuron dan aksonnya. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Neuropati yang menyerang sistem saraf otonom dapat disertai keterlambatan pengosongan lambung dengan

gastroparesis, sehingga memicu rasa kembung dan mual. Kemudian nyeri ini

26

juga terjadi akibat adanya asidosis metabolik yang menyebabkan pH darah menjadi asam, keadaan asam ini juga memicu asam lambung, sehingga bisa menyebabkan mual juga. Berbagai akibat mual dari perubahan saraf dan asam lambung juga menyebabkan nyeri pada abdomen region epigastrica.

Mudah haus Resistensi insulin hiperinsulinemia gangguan transduksi GLUT 4 mengikat glukosa untuk masuk ke dalam sel glukosa tetap di sirkulasi ekstraseluler hiperglikemia filtrasi di tubulus ginjal meningkat dan hiperosmotik plasma kadar glukosa darah yang akan direabsorbsi di tubulus ginjal meningkat glikosuria diuresis osmotic poliuria volume cairan ektraseluler menurun dehidrasi sel polidipsia very thirsty

Stimulus rasa haus berupa: 1. Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel yang menyebabkan dehidrasi intrasel di pusat rasa haus (encerkan cairan ekstrasel) 2. Penurunan volume cairan ekstrasel dan tekanan arteri (hemorrhage/hipovolemia) 3. Angiotensin II berdifusi pada jaringan di sisi luar sawar darah otak dan bekerja pada ginjal untuk turunkan eksresi cairan 4. 5. Kekeringan pada mulut membran mukosa esophagus Stimulus gastrointestinal dan faring

Tidak nafsu makan Biasanya pada kondisi demam, terjadi tidak nafsu makan antara lain karena lidah terasa pahit, badan lemas, dan badan terasa tidak nyaman

Kelelahan Lelah adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. 1. Kelelahan otot : Kelelahan ini terjadi akibat penurunan utilisasi glukosa oleh jaringan (kekurangan energi) dan terjadi peningkatan metabolisme anaerob yang menghasilkan energi lebih sedikit serta penumpukan asam

27

laktat. Dapat pula disebabkan oleh ketosis yang kemudian menyebabkan asidosis metabolik yaitu keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Penumpukan asam laktat, dan terjadinya ketoacidosis menyebabkan konsentrasi H+

meningkat dan pH menurun. Ion H+ menghalangi proses eksitasi, yaitu menurunnya Ca2+ yang dikeluarkan dari retikulum sarkoplasmik. Ion H+ juga mengganggu kapasitas mengikat Ca2+ oleh troponin. Ion H+ juga akan menghambat kegiatan fosfo-fruktokinase. Sehingga akan

menganggu kontraksi otot. 2. Kelelahan umum : Penderita diabetes umumnya memiliki kadar gula darah tinggi, tetapi gula darah ini tetap berada dalam aliran darah dan tidak masuk ke dalam sel-sel sehingga tidak dapat diubah menjadi energi. Apabila sel-sel gagal dalam memproduksi energi maka dapat menimbulkan kelelahan karena tubuh membutuhkan sejumlah energi untuk melakukan aktivitas ringan sekalipun. Selain itu, glukosa darah yang meningkat menyebabkan glukosa keluar bersama urin (glikosuria) yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif yang menyebabkan kelelahan. Diuresis osmotik akibat glikosuria menyebabkan dehidrasi cairan ekstraseluler yang mengurangi jumlah cairan tubuh dan elektrolit.

b. Bagaimana metabolisme tubuh pada Mrs. B yang tidak makan dari kemarin ? Peranan utama insulin dalam metabolisme karbohidrat, lipid dan protein dapat dipahami paling jelas dengan memeriksa berbagai akibat defisiensi insulin pada manusia. 1. Metabolisme Lipid : Pada saat tubuh kekurangan glukosa, maka asam lemak bebas dalam jumlah besar akan dilepas oleh jaringan lemak, sehingga hati akan memecahkan asam lemak bebas dalam jumlah yang lebih besar. Asam lemak bebas yang dimobilisasi dari jaringan lemak merupakan sumber energi yang diperlukan oleh jaringan, yang bisanya didapat dari glukosa, Dalam keadaan normal asam lemak dioksidasi dalam hati menjadi acetyl-CoA. Acetyl-CoA kemudian dimetabolisir menjadi air dan CO2 dengan mengbasi1kan ATP. Bila kekurangan glukosa maka maka asam lemak yang dipecah oleh hati akan lebih

28

besar. Hal ini akan menyebabkan terlampauinya kemampuan hati untuk mengoksidasi semua acetyl-CoA, Salah satu jalan bagi acetyl-CoA yang tertimbun dengan cepat ini adalah pembentukan (membentuk) badan-badan keton yang khususnya terjadi di hati. Sebagian acetyl-CoA ini diubah menjadi acetoacetyl-CoA dan selanjutnya menjadi asam acetoacetat, Asam acetoacetat ini mengalami reduksi menjadi asam betahydroksibutirat atau mengalami dekarboksilasi menjadi aceton. Bila badan-badan keton terlalu banyak maka jaringan tidak dapat lagi memanfaatkannya, karena badan-badan keton dalam konsentrasi yang tinggi sudah merupakan racun bagi tubuh. 2. Metabolisme karbohidrat : Pada keadaan tidak makan, terjadi pengeluaran alanin yang cukup banyak dari otot rangka, jauh melebihi konsentrasinya di protein otot yang sedang dikatabolisme. Alanin dibentuk melalui transmisi piruvat yang

dihasilkan oleh glikolisis glikogen otot, dan diekspor ke hati tempat zat ini menjadi substrat bagi glukoneogenesis setelah transmisi kembali menjadi piruvat. Siklus glukosa-alanin ini merupakan cara tidak langsung pemanfaatan glikogen otot untuk mempertahankan glukosa darah dalam keadaan puasa. ATP yang dibutuhkan untuk sintesis glukosa dari piruvat di hati berasal dari oksidasi asam lemak. glikogenolisis. 3. Metabolisme Protein Banyak dari komplikasi kronis dari diabetes melibatkan perubahan dalam protein struktural. Dengan demikian memungkinkan bahwa perubahan dalam metabolisme protein bertanggung jawab untuk banyak komplikasi kronis dari diabetes mellitus, karena bahkan ketidakseimbangan kecil antara sintesis protein dan degradasi berpotensi dapat memiliki efek mendalam dalam jangka panjang pada kelangsungan hidup sel dan metabolisme. Perubahan dalam sintesis protein dan degradasi juga dapat mempengaruhi perbaikan jaringan setelah cedera atau infeksi. Perubahan dalam metabolisme protein terlihat pada diabetes telah kurang dipelajari, sebagian karena kesulitan metodologis yang melekat dalam pemantauan perubahan dalam metabolisme protein, dan juga karena tidak adanya dampak klinis langsung dari perubahan akut dalam metabolisme protein. Sebagai perbandingan, kadar glukosa yang Glukosa juga dibentuk dari glikogen hati melalui

29

mudah untuk dipantau, dan perubahan konsentrasi glukosa memiliki efek klinis yang cepat. Seluruh katabolisme protein tubuh adalah hasil bersih dari peningkatan pemecahan protein, penurunan sintesis protein atau kombinasi dari perubahan relatif baik sintesis dan kerusakan. Untuk menyelidiki mekanisme katabolisme protein dalam kekurangan insulin, perlu untuk mengukur perputaran protein. Selain itu, kekurangan insulin dikaitkan dengan peningkatan oksidasi leusin dengan kehilangan berikutnya dari nitrogen. Fluks leusin meningkat dan oksidasi yang berhubungan dengan defisiensi insulin dinormalisasi dengan infus berkepanjangan insulin. Temuan dari pemecahan protein meningkat dan peningkatan oksidasi asam amino selama defisiensi insulin konsisten dengan efek antikatabolik diamati insulin pada metabolisme protein. Temuan yang tak terduga dari sebagian besar studi tersebut adalah tingkat abnormal tinggi sintesis protein selama kekurangan insulin, seperti ditunjukkan oleh fluks non-oksidatif leusin yang tinggi. Efek bersih dari konservasi protein oleh insulin tampaknya muncul dari besarnya relatif dari penurunan insulin yang diinduksi dalam sintesis protein yang kurang dari penurunan insulin diinduksi dalam pemecahan protein (leusin fluks). Sebuah peringatan umum dalam interpretasi dari studi di atas adalah bahwa mereka dilakukan di negara (postabsortif) puasa. Dalam fisiologi normal, tingkat sirkulasi insulin dalam keadaan postabsortif lebih rendah dari yang terlihat postprandially. Insulin biasanya dikeluarkan dalam menanggapi makan, yang menyediakan sumber eksogen asam amino. Pada keadaan postabsortif, infus hasil insulin dalam pengurangan dosis-tergantung tingkat sirkulasi asam amino, terutama rantai cabang asam amino. Dengan demikian kemungkinan bahwa beberapa efek insulin pada metabolisme protein dalam studi di atas adalah karena baik untuk efek langsung dari insulin atau yang sekunder terhadap perubahan substrat (asam amino) ketersediaan.

30

4. According to her family, she started to be disoriented and short of breath since 7 hours ago, and then she was brought to emergency room.

a. Bagaimana patofisiologi disoriented pada Mrs. B ? Kadar insulin yang menurun membuat Mrs B hiperglikemia berat membuat lipogenesis menurun, dan peningkatan lipolisis yang membentuk badan keton. Glikosuria dan ketonuria menyebabkan dieresis osmotik dengan hasil akhir kehilangan elektrolit dan hipotensi. Akibatnya menurunnya penggunaan oksigen oleh otak yang menyebabkan disoriented.

b. Bagaimana patofisiologi short of breath pada Mrs. B ? Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, terjadi hiperventilasi, dan pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat (kussmaul respiration) sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida, pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih.

c. Mengapa gejala disoriented terjadi pada 7 jam yang lalu ? Gejala terjadi 7 jam yang lalu tidak bermakna signifikan, namun hanya menandakan bahwa periode puncak dari segala komplikasi gejala yang dialaminya hingga menyebabkan keadaan disoriented, terjadi pada 7 jam yang lalu.

5. Physical examination: Lab results Random blood glucose: 529 mg/dl Leucocyte 21.000/mm3 Urinary ketone : +++
31

Height: 150 cm & BW : 70 kg ; Patient was in delirious state BP: 95/50 mmHg, ; Pulse 110 x/min reguler, filliformis RR: 34 x/min, Kussmaul respiration, acetone odor (+) Left foot: dirty and swollen wound

a. Apa interpretasi dari Physical Examination ? Analisis Lab Tinggi badan Nilai normal Hasil lab 150 cm Kategori Interpretasi -

Beratbadan

45 kg 18,5 25

70 kg

Kelebihanberatbadan

IMT

31,11

Kelebihan berat badan tingkat berat (obesitas) Hipotensi

Blood Pressure

120/80 mmHg

95/50 mmHg

rendah

Akibat glukosuria dan ketonuria yang mengakibatkan diuresis osmotik dan dehidrasi

Denyutnadi

60 100 x/menit

110 x/menit 34 x/menit

tinggi

Takikardi, cardiac output meningkat

Respiratory rate (RR)

12-20 x /menit

tinggi

Frekuensi nafas cepat, sebagai kompensasi asidosis metabolik Pernafasan cepat dan dalam,

Kussmaul respiration

kompensasi asidosis metabolik akibat enumpukan benda keton

Aceton odor (+) dirty and swollen wound Random blood glucose

(-) (negatif)

(+) (positif)

Gejala ketoasidosis (ketosis)

Luka yang mengalami infeksi hingga bengkak

>200 (110-160) mg/dl 529 mg/dl tinggi Diabetes

32

Leukosit Urinary b. ketone B

5.00010.000 -

21.000

tinggi

Terjadi infeksi

+++

Ketonuria

b. Bagaimana hasil IMT Mrs. B, dan apa hubungannya dengan keluhannya dan DM tipe 2 ? IMT

BMI =

= 70/(1,5)2 = 70/2,25= 31,111

o Interpretasi berdasarkan DEPKES RI Berdasarkan Depkes RI


1. Kurus: - Kekurangan BB tingkat berat = <17 2. Kekurangan BB tingkat ringan = 17 - 18,4 3. Normal: - Normal = 18,5 - 25 4. Gemuk: - Kelebihan BB tingkat ringan = 25,1 27 5. Kelebihan BB tingkat berat = >27

Mrs B = kategori kelebihan BB tingkat berat

Sesuai IMT, Mrs B tergolong obesitas tingkat 2, dengan hasil IMT 31,11. Orang obesitas cenderung terkena Diabetes Melitus tipe 2 karena terlalu banyak asam lemak pada darah, sehingga sel adiposit mengeluarkan hormon resistin yang memicu terjadinya resistensi insulin (kadar resistin serum makin tinggi seiring banyaknya sel adiposa, terutama karena obesitas sentral). Insulin resisten menyebabkan tubuh tidak merespon insulin secara baik, akibatnya proses glukoneogenesis dan glikogenolisis, bahkan lipolisis yang memicu ketosis tidak dapat dihambat, dan akibatnya glukosa semakin meningkat dalam darah. Hiperinsulinemia terjadi untuk mengimbangi glukosa yang banyak, namun tetap saja glukosa menumpuk akibat resistensi terhadap insulin. Hiperinsulinemia yang terus terjadi dapat menyebabkan penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot, dan hal- hal tersebutlah yang memicu terjadinya Diabetes Melitus tipe 2. Pada akhirnya insulin akan menjadi rendah akibat tidak ada pemakaian insulin.
33

c. Bagaimana patofisiologi dari : Delirium Delirium adalah keadaan yang bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak, dimana penderita mengalami penurunan kemampuan

dalam memusatkan perhatiannya dan menjadi linglung, mengalami disorientasi dan tidak mampu berpikir secara jernih. Delirium adalah sebagai hasil kerusakan difus metabolisme jaringan saraf. Hal ini dapat terlihat pada: 1. Studi EEG : Perlambatan ritme EEG, melambatnya amplitudo rendah 2. Studi alirn darah : Penurunan penggunaan O2 Hipotensi Mrs. B menderita DM tipe 2 yang menyebabkan tubuhnya mengalami hiperglikemia karena berkurangnya penyerapan glukosa oleh sel (defisiensi glukosa intrasel dan kelebihan glukosa ekstrasel). Pada ginjal, ketika glukosa darah meningkat ke kadar di mana jumlah glukosa yang tersaring melebihi kemampuan sel tubulus melakukan reabsorpsi maka glukosa akan muncul di urin (glukosuria). Glukosa di urin ini akan menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya, menyebabkan diuresis osmotik yang ditandai dengan polyuria (seringberkemih). Akibat banyaknya cairan yang keluar dari tubuh, maka tubuh akan mengalami dehidrasi. Banyaknya cairan tubuh yang keluarini akan menurunkan volume darah

(syokhipovolemik) yang menyebabkan tekanan darah menjadi turun (hipotensi). DM tipe 2 hiperglikemia glikosuria deuresisosmotik polyuria dehidrasi syokhipovolemik hipotensi Takikardi Akibat dari kerja hormon epinefrin (adrenalin), maka akan merangsang sistem saraf simpatis, sehingga akan meningkatkan pompa jantung, akibatnya Cardiac Output meningkat dan terjadi takikardia Nadi Filiformis Nadi cepat dan kecil, yaitu pembuluh darah yang berbentuk benangbenang kecil karena kurangnya aliran darah ke perifer
34

RR 34x/menit (tachypneu) RR normal yaitu 12-18 x/menit, jadi ini cukup cepat pernafasannya Kussmaul respiration Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, terjadi hiperventilasi, dan pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat (kussmaul respiration) sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida, pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih.

Acetone odor (+) Sejumlah kecil asam asetoasetat yang sangat meningkat pada pasien DM yang berat dapat diubah menjadi aseton. Aseton bersifat mudah menguap dan dikeluarkan dalam udara ekspirasi. Akibatnya, seorang seringkali dapat membuat diagnosis DM tipe 1 hanya dengan mencium bau aseton pada nafas pasien. Juga asam keto dapat ditemukan dalam urin melalui cara kimia dan jumlah asam keto ini dipakai untuk menentukan keparahan penyakit diabetes tersebut. Akan tetapi pada tahap dini diabetes tipe 2, asam keto biasanya tidak diproduksi dalam jumlah berlebih. Namun bila resistensi insulin sangat parah dan terdapat peningkatan penggunaan lemak sebagai sumber energi, asam keto akan dihasilkan pada orang DM tipe 2.

Dirty and swollen wound Pada penderita DM, protein tidak dapat menembus ke lapisan epidermis kulit untuk membuat jaringan kulit baru karena glukosa yang terlalu banyak di dalam darah yang menghalangi protein, selain itu protein juga banyak diubah ke glukosa akibat glukoneogenesis DM tipe 2. Hal ini menyebabkan luka sangat sulit disembuhkan. Luka yang terbuka ini menjadi pintu masuk mikroorganisme dari udara untuk masuk. Glukosa yang terlalu banyak di dalam darah menjadi makanan untuk mikroorganisme sehingga mikroorganisme tersebut mudah berkembang biak sehingga menyebabkan luka menjadi bengkak.

35

d. Apa interpretasi dari hasil lab ? No 1. Hasil Lab Random blood glucose: 529 mg/dl Leucocyte:21.000/mm3 Urinary ketone:+++ Nilai Normal <200mg/dl 5.000-10.000/mm3 Kategori Sangat tinggi Sangat tinggi Tinggi Indikasi Hiperglikemia

2. 3.

Infeksi Ketonuria

Kadar glukosa darah normal pada saat puasa (nachter), yaitu 80 110 mg/dl dan setelah makan yaitu 110-160 gr/dl (Depkes RI 2003)

Zat keton pada normalnya tidak terdapat dalam urin. (-) + : adanya keton dalam urin ++ : konsentrasi keton dalam urin tinggi +++ : konsentrasi keton dalam urin sangat tinggi

e. Bagaimana patofisiologi dari : Random blood glucose tinggi Pada diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi dan kerja insulin. Terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mulamula mengikat drinya pada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi interaksi intraselular yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DM tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang sel-selnya responsif terhadap insulin atau ketidak normalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin
36

dengan sistem transpor glukosa. Ketidak normalan post reseptor dapat mengganggukerja insulin. Akibatnya insulin gagal mempertahankan euglikemia.

Leukosit tinggi Luka yng terbuka pada kaki mrs.B menyebabkan banyaknya mikroorganisme dari udara yang masuk. Pada penderita DM, kadar glukosa yang tinggi menjadi mendia yang baik untuk mikroorganisme makan dan berkembang biak. Toxic dari mikroorganisme itulah yang menyebabkan infeksi. Akibatnya, kadar leukosit menjadi meningkat untuk melawan mikroorganisme tersebut. Luka infeksi (jikatidaksembuh - akibatDM) leukositmeningkat

Urinary ketone ( +++) Mekanisme keton urin (++) Kadar insulin menurun hiperglikemia dan glukosuria berat penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis peningkatan oksidasi asam lemak bebas pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton) keton dalam plasma meningkat ketosis banyak keton yang dieskresikan melalui ginjal ketonuria. (Price & Wilson, Patofisiologi hal. 1268) Pemeriksaan keton dalam urin dilakukan jika kadar gula darah >240 mg/dl pada 2 tes berturut-turut, atau sedang sakit karena biasanya penyakit seperti flu, batuk, atau infeksi lain dapat pula menyebabkan ketoasidosis. Ketonuria terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya
37

terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya. Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul). Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam. Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik dan bila ginjal sudah tidak kuat untuk mereabsorpsi badan keton tersebut, maka akan terjadi ketonuria.

38

Banyaknya keton menandakan bahwa tubuh membakar lemak untuk mendapatkan energi. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tingginya kadar keton adalah: o Tidak mendapatkan insulin dalam jumlah cukup. Hal itu dapat disebabkan Anda tidak menyuntik insulin dalam jumlah cukup atau tubuh Anda memerlukan insulin lebih dari biasanya karena sedang sakit. Jika tidak terdapat insulin yang cukup, maka tubuh akan memecah lemak untuk mendapat energi sehingga kadar keton meningkat. o Tidak makan dalam jumlah cukup. Jika seseorang sakit, maka sering merasa tidak nafsu makan sehingga kadar keton pun tinggi. Kadar keton yang tinggi juga mungkin terjadi pada seseorang yang melewati makan

5. According to the examination Mrs. B suffered from Diabetic Ketoacidosis due to uncontrolled hyperglicemia and infection

a. Bagaimana patofisiologi diabetic ketoacidosis (peranan insulin) ? Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Gliserol merupakan kofaktor glukoneogenesis dalam hati. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.

39

Ketosis pada DM tipe 2 masih ringan, yang bisa disebabkan karena hiperglikemia dan asupan yang tak terkontrol, Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD). KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan. Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat. Pada KAD, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekholamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini menyebabkan peningkatan jumlah glukosa oleh reabsorbsi ginjal dan oleh hepar, serta gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan hiperglikemia dan perubahan osmolaritas ekstraselular. Kombinasi

kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormon kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan penglepasan/release asam lemak bebas dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam aliran darah.

40

Ketika glikogen tidak tersedia dalam sel, lemak (triacylglycerol) dibelah untuk memberikan 3 rantai asam lemak dan 1 molekul gliserol dalam proses yang disebut lipolisis. Sebagian besar tubuh mampu memanfaatkan asam lemak sebagai sumber energi alternatif dalam proses di mana rantai asam lemak yang dibelah oleh koenzim A (KoA) untuk membentuk asetil-KoA, yang kemudian dapat dimasukkan ke dalam siklus Krebs. Kelebihan asetil-KoA dalam hati digunakan untuk menghasilkan benda keton (- hydroxybutyrate [-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik., yang mengarah ke keadaan ketosis. Selama proses ini, konsentrasi glukagon tinggi hadir dalam serum, yang menginaktivasi heksokinase dan fosfofruktokinase-1 (regulator dari glikolisis) secara tidak langsung, menyebabkan sel-sel yang paling dalam tubuh untuk menggunakan asam lemak sebagai sumber energi utama mereka.

b. Bagaimana patofisiologi hiperglikemia ? Hipergilkemia yang nyata biasanya terlihat setelah makan. Hal ini juga disebabkan saat otot dan sel sel tubuh tidak mampu melakukan ambilan glukosa dengan optimal. Fase berikutnya, seiring dengan menurunnya kadar insulin dalam tubuh menyebabkan produksi gula di hati berlebihan. Hal ini akan menyebabkan glukosa darah meningkat ( pada saat puasa atau belum makan ). Hiperglikemia yang terjadi mempercepat gangguan sekeresi insulin yang sudah ada atau biasa disebut glukotoksitas.

41

c. Bagaimana patofisiologi infeksi pada Mrs. B ? Penderita DM juga bisa mengalami gangguan sistem imun dan fungsi fagosit. Hal ini berhubungan dengan hiperglikemia dan gangguan

vaskularisasi. Hiperglikemia membantu kolonisasi candida dan jenis fungal lainnya karena menyediakan makanan yang baik untuk pertumbuhan koloni. Luka yng terbuka pada kaki mrs.B menyebabkan banyaknya mikroorganisme dari udara yang masuk. Pada penderita DM, kadar glukosa yang tinggi menjadi mendia yang baik untuk mikroorganisme makan dan berkembang biak. Toxic dari mikroorganisme itulah yang menyebabkan infeksi. Akibatnya, kadar leukosit menjadi meningkat untuk melawan mikroorganisme tersebut.

d. Bagaimana hubungan diabetic ketoacidosis, hiperglikemia, infeksi ? Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan hyperglycaemia yang meningkatkan glycosuria. Meningkatnya lipolysis akan menyebabkan over-produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (dirubah) menjadi ketone, menimbulkan

ketonnaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat. Kadar insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang normal dan untuk mensupres ketogenesis. Ketoasidosis diabetik sering dicetuskan oleh faktor-faktor : Infeksi, stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan proses katabolik . Menolak terapi insulin

Hubungannya dengan infeksi yaitu penderita DM juga bisa mengalami gangguan sistem imun dan fungsi fagosit. Hal ini berhubungan dengan hiperglikemia dan gangguan vaskularisasi. Hiperglikemia membantu kolonisasi candida dan jenis fungal lainnya karena menyediakan makanan yang baik untuk pertumbuhan koloni.

42

e. Apa saran dan tata laksana yang baik untuk Mrs. B ? Tata laksana diabetic Ketoacidosis : Perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin. Pengobatan dengan insulin (regular) masa kerja singkatdiberikan melalui infuse intravena kontinyu atau suntikan intramuscular yang sering, dan infus glukosa dalam air atau salin akan meningkatkan penggunaan glukosa Pemulihan keseimbangan air dan elektrolit, untuk memulihkan keseimbangan asam-basa Pengobatan keadaan yang mungkin mempercepat ketoasidosis

Tata laksana uncontrolled hyperglycemia sama halnya dengan tatalaksana Diabetes Mellitus : Nonfarmakogenik o Memperbaiki pola makan dengan memenuhi porsi sebagai berikut : Karbohidrat Protein Lemak Kolesterol Serat 60 70 % 10 15 % 20 25 % <200-300 mg/hari 25 g/hari

o Berolahraga teratur Farmakogenik o Terapi insulin o Pemberian Oral Anti Diabetik (OAD) sesuai dengan dosis dan teratur dalam pengonsumsiannya

Tata laksana infeksi akibat Diabetes mellitus yaitu dengan pemberian antibiotik, untuk mencegah dan mengobati infeksi atau penyakit yang diakibatkan infeksi ini.

Beberapa cara lain juga dapat dilakukan: 1. Rencana diet, hal ini dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari

43

2. Latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik 3. Obat-obat oral yang digunakan biasanya tipe pensensitif seperti metformin yang bisa menurunkan produksi glukosa hepatik dan sulfonilurea. Namun apabila terjadi hiperglikemia bisa diberikan insulin 4. Pengawasan glukosa di rumah 5. Terapi insulin 6. Dalam kasus ini Mrs. B mengalami diabetic ketoacidosis tata laksananya berupa perbaikan kekacauan metabolik akibat resistensi insulin,pemulihan keseimbangan air dan elektrolit dan pengobatan keadaan yang mempercepat ketoasidosis 7. Pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri

Nutrient yang dapat diberikan untuk penderita DM 1. Makro nutrient a) Karbohidrat : sebagai sumber tenaga (45-65%), diutamakan karbohidrat komplek yang mengandung serat tinggi (25 g/hari). Pemanis bergizi <5% Total energy, sedangkan pemanis tidak bergizi tidak boleh melebihi batas aman. b) Lemak : untuk memenuhi kebutuhan energi (20-25% diutamakan lemak yang berasal dari MUFA karena mudah diabsorpsi sel. SAFA <7% Kebutuhan Energi PUFA <10% Kebutuhan Energi Kolesterol <300 mg/hari

c) Protein : 10-20%. Pasien dengan Nefropati, asupan protein diturunkan menjadi 0,8 gr/kgBB/hari. Fungsi protein untuk mempercepat penyembuhan luka, meningkatkan kadar albumin darah dan pembentukan membrane sel. Diutamakan protein dengan nilai biologi tinggi. d) Serat : terutama serat larut dari sayur dan buah, untuk membantu kerja proses pencernaan dan memenuhi kebutuhan serat sehari.

2. Mikro nutrient

44

a) Vitamin A : Membantu pembentukan dan pemeliharaan sel epitel dan membrane mucus b) Vitamin C : Sebagai antioksidan, dan membantu sintesis kolagen c) Vitamin E : Sebagai antioksidan, dan membantu menguatkan serta menstabilisasi mebran sel d) Zink (Zn) : Berperan dalam membantu pembentukan sel darah merah, membantu menjaga keseimbangan asam basa dengan cara membantu mengeluarkan karbon e) Cromium (Cr) : Dibutuhkan dalam metabolisme karbohidrat dan lipid, bekerja sama dengan insulin dalam memudahkan masuknya glukosa ke dalam sel dioksida dari jaringan dan paru-paru pada pernapasan, juga berhubungan dengan hormon insulin yang dihasilkan pancreas f) Magnesium (Mg) : Sebagai katalisator dalam proses metabolisme, kekurangan magnesium dapat mengganggu proses absorpsi, penurunan fungsi ginjal dan endokrin.

45

IV. KETERKAITAN MASALAH

Mrs. B menderita DM tipe II

Konsumsi OAD tidak teratur

DM tidak terkontrol / kadar gula darah naik

Luka dan infeksi pada kaki

Krisis hiperglikemik (Diabetik Ketoacidosis)

Luka bengkak

Leukositosis

Disorientasi

Kussmaul respiration

V. LEARNING ISSUE 1. Mengerti lebih banyak tentang patofisiologi dan komplikasi Diabetes Melitus 2. Glukoneogenesis dan Ketogenesis 3. Gangguan metabolisme karbohidrat aerob and anaerob 4. Metabolisme lipid (ketogenesis) 5. Mengetahui sebab dan manifestasi klinik dari hiperglikemik, dan mencegahnya pada pasien diabetik 6. Mengerti lebih jauh peran insulin pada diabetik ketoacidosis

46

VI. KERANGKA KONSEP

Hipotensi

Filiformis

47

VII. SINTESIS

METABOLISME KARBOHIDRAT

Peranan utama karbohidrat di dalam tubuh adalah menyediakan glukosa bagi sel-sel tubuh, yang kemudian diubah menjadi energi. Glukosa memegang peranan sentral dalam metabolisme karbohidrat. Jaringan tertentu hanya memperoleh energy dari karbohidrat seperti sel darah merah serta sebagian besar otak dan system syaraf. Karbohidrat adalah sumber energy tubuh dan dapat anda temukan dalam 2 bentuk : tepung dan gula. Tepung ditemukan di makanan seperti beras, pasta, roti, kentang, kacangkacangan, dan padi-padian. Gula dapat ditemukan di makanan seperti coklat, permen atau kue. Karbohidrat untuk makanan sehat seharusnya lebih mengandung tepung dibandingkan mengandung gula. Kelebihan karbohidrat di dalam tubuh akan diubah menjadi lemak. Perubahan ini terjadi di dalam hati. Lemak ini kemudian dibawa ke sel-sel lemak yang dapat menyimpan lemak dalam jumlah tidak terbatas. Bagi orang dengan gangguan metabolism karbohidrat maka konsumsi karbohidrat harus dipertimbangkan secara benar sampai seberapa porsinya. Salah satu fungsi utama hati adalah menyimpan dan mengeluarkan glukosa sesuai kebutuhan tubuh. Kelebihan glukosa akan disimpan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Bila persediaan glukosa darah menurun, hati akan mengubah sebagian glikogen menjadi glukosa dan mengeluarkannya ke dalam aliran darah. Glukosa ini akan dibawa oleh darah keseluruh bagian tubuh yang memerlukan seperti otak, system syaraf, jantung, dan organ tubuh lain. Jika seseorang tidak mengkonsumsi karbohidrat yang sesuai dengan kebutuhannya akan menimbulkan efek-efek merugikan. Kekurangan asupan karbohidrat dapat

menimbulkan kehilangan energi, mudah lelah, terjadi pemecahan protein yang berlebihan, dan akan mengalami gangguan keseimbangan air, natrium, kalium dan korida. Sebaliknya, jika seseorang kelebihan mengonsumsi karbohidrat akan menyebabkan berat badan meningkat dan terjadi obesitas.

48

Hormon yang berkaitan dengan metabolisme karbohidrat a. Insulin Berfungsi utnuk menurunkan glukosa darah dengan cara: (i) (ii) menaikkan pemakaian glukosa oleh otot/jaringan lemak mendorong glikogenesis

(iii) mendorong glikosis untuk mempercepat penggunaan glukosa (iv) mendorong sintesis lipid dari glukosa di jaringan lemak (v) mendorong sintesis asam amino dari glukosa Kecepatan sekresi insulin ke dalam aliran darah dipengaruhi oleh konsentrasi gula. Bila konsentrasi gula plasma naik (sesudah makan) sel-sel terangsang untuk melepaskan insulin. Kecepatan tersebut kembali normal bila konsentrasi gula kembali normal. Beberapa asam amino seperti liucine dan arginin menurunkan konsentrasi glukosa plasma dengan merangsang sekresi insulin. b. Glucagon (i) (ii) Menaikkan konsentrasi gula darah dengan mendorong glikogenolisis di dalam liver Sekresi glucagon juga dipengaruhi oleh konsentrasi gula darah, tetapi berlawanan dengan mekanisme pada insulin (gula darah turun sekresi glucagon naik) atau pengeluaran hyperglycemia c. Growth hormone (GH = somatotropin) Growth hormone berfungsi untuk menaikkan konsentrasi gula plasma dengan cara: (i) (ii) penghambatan masuknya glukosa ke dalam otot menghambat glikolisis glucagon dirangsang oleh hypoglycemia dan ditekan oleh

(iii) menghambat pembentukan trigliserida dari glukosa d. Epinephrine (adrenaline) (i) Menaikkan konsentrasi gula darah dengan menaikkan kecepatan glikogenolisis di dalam liver (ii) Rangsangan sekresi epinephrine bisa berupa stres fisik atau emosional yang bersifat neurogenik e. Cortisol (hidro cortisone) (i) Menaikkan konsentrasi gula darah dengan mendorong glukoneogenesis dari pemecahan protein (asam amino glukosa)

49

(ii)

Menaikkan konsentrasi gula darah dengan menurunkan/mencegah pemasukkan glukosa ke dalam sel-sel otot (insulin dan coretisal antagonis)

f. Tyroksin (i) (ii) Memacu konversi glikogen menjadi glukosa di dalam liver Mempercepat absorpsi glukosa di dalam usus

Metabolisme Glukosa Metabolisme glukosa pada kasus ini berkaitan dengan glikogenesis, dimana proses ini sangat berkaitan dengan proses kerja insulin. Dalam kasus ini, Melati yang merupakan seorang penderita Diabete Melitus Tipe II, mengalami gangguan dalam proses penghantaran glukosa kedalam jaringan yang nantinya akan disimpan dalam bentuk glikogen di otot dan hati. Mekanisme glikogenolisis dan glikogenesis diuraikan sebagai berikut :

Skema pembentukan dan penguraian glikogen


50

1. Terbentuk glukosa 6-fosfat dari glukosa oleh heksokinase di sebagian besar sel, dan glukokinase di hati. Zat ini merupakan titik cabang metabolic untuk jalur glikolisis, jalur pentosa fosfat, dan sintesis glikogen. 2. UDP-glukosa (UDP-G) disintesis dari glukosa 1-fosfat UDP-glukosa adalah titik cabang untuk sintesis glikogen dan jalur lain yang memerlukan tambahan unit karbohidrat. 3. Sintesis glikogen dikatalis oleh glikogen sintase dan enzim pembentuk cabang (branching enzyme) 4. Pengurain glikogen dikatalisis oleh glikogen fosforilase dan enzim pemutus cabang 5. Glukosa 6-fosfotase di hati menghasilkan glukosa bebas dari glukosa 6-fosfat.

Gugus fosfat dan energi yang diperlukan dalam reaksi pembentukan glukosa 6-fosfat dsari glukosa diberikan oleh ATP yang berperan sebagai senyawa kimia berenergi tinggi. Sedang enzim yang mengkatalisnya adalah glukokinase.

Selanjutnya, dengan fosfoglukomutase, glukosa 6-fosfat mengalami reaksi isomerasi menjadi glukosa 1-fosfat.
ATP ADP

Glukosa Heksokinase

glukosa 6-fosfat

fosfoglukomutase

Uridin difosfat glukosa (UDPG)

UTP uridil transferase Glukosa 1-fosfat

PPi

UTP

Gambar . Glikogenesis: pembentukan uridin difosfat glukosa (UDPG) dari glukosa, melalui pembentukan glukosa 6-fosfat dan glukosa 1-fosfat.

51

Glukosa 1-fosfat bereaksi dengan uridin tri fosfat (UTP) dikatalis oleh glukosa 1-fosfat uridil transferase menghasilkan uridin difosfat glukosa (UDP-glukosa)dan pirofosfat (PPi). Mekanisme reaksi glikogenesis juga merupakan jalur metabolisme umum untuk biosintesis disakarida dan polisakarida. Dalam berbagai tumbuhan seperti tanaman tebu, disakarida sukrosa dihasilkan dari glukosa dan fruktosa melalui mekanisme biosintesis tersebut. Dalam hal ini UDP-glukosa abereaksi dengan fruktosa 6-fosfat, dikatalis oleh sukrosa fosfat sintase, membentuk sukrosa 6-fosfat yang kemudian dengan enzim sukrosa fosfatase dihidrolisis menjadi sukrosa. Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Buku Kedkteran.EGC : Jakarta Homeostatis glukosa berkaitan dengan kesimbangan kandungan glukosa dalam darah. Hal ini sangat erat kaitannya dengan metabolisme karbihidrat. . Berbagai pengatur terdapat pada metabolisme karbohidrat agar konsntrasi gula darah yang dibutuhkan dan yang beredar dalam darah tetap berada dalam kondisi yang stabil. Kadar glukosa normal dalam darah berkisar antara 70-100 mg/dl. Setelah makan kadar meningkat sampai 140 mg/dl. Setelah dua jam kadar tersebut kembali normal. Mekanisme pengaturan kadar glukosa yang diabsorpsi diatur diantaranya oleh hormon insulin dan glukagon pada kondisi normal. Hormon Insulin tersebut akan menurunkan kadar glukosa darah dengan mengkatalis difusi glukosa ke dalam sel. Sedangkan glukagon akan meningkatkan kadar glukosa dalam darah.Guyton, Arthur C.
dan Hall, John E. 2008. Buku Ajar fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC : Jakarta, Indonesia

Glukoneogenesis Glukoneogenesis terjadi jika sumber energy dari karbohidrat tidak tersedia lagi. Maka tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi. Jika lemak juga tak tersedia, barulah memecah protein untuk energi yang sesungguhnya protein berperan pokok sebagai pembangun tubuh. Jadi bisa disimpulkan bahwa glukoneogenesis adalah proses pembentukan glukosa dari senyawa-senyawa non karbohidrat, bisa dari lipid maupun protein. Secara ringkas, jalur glukoneogenesis dari bahan lipid maupun protein dijelaskan sebagai berikut: 1. Lipid terpecah menjadi komponen penyusunnya yaitu asam lemak dan gliserol. Asam lemak dapat dioksidasi menjadi asetil KoA. Selanjutnya asetil KoA masuk dalam siklus Krebs. Sementara itu gliserol masuk dalam jalur glikolisis. 2. Untuk protein, asam-asam amino penyusunnya akan masuk ke dalam siklus Krebs.
52

Ringkasan jalur glukoneogenesis (dipetikdari: Murray dkk. Biokimia Harper)

53

Lintasan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein. Perhatikan jalur glukoneogenesis yaitu masuknya lipid dan asam amino ke dalam lintasan (dipetik dari: Murray dkk. Biokimia Harper) 54

Glukoneogenesis dari bahan protein. Dalam hal ini protein telah dipecah menjadi berbagai macam asam amino (dipetikdari: Murray dkk. Biokimia Harper)

METABOLISME LIPID

Lipid yang terdapat dalam makanan sebagian besar berupa lemak, oleh karena itu metabolisme yang akan dibahas adalah metabolisme lemak. Pada umumnya lipid merupakan konduktor panas yang jelek, sehingga lipid dalam tubuh mempunyai fungsi untuk mencegah terjadinya kehilangan panas dari tubuh. Makin banyak jumlah lemak makin baik fungsinya mempertahankan panas dalam tubuh. Pada umunnya 2,5 hingga 3 jam setelah orang makan makanan yang mengan dung banyak lemak, kadar lemak dalam darah akan kembali normal. Dalam darah lemak diangkut dalam tiga bentuk yaitu berbentuk kilomikro, partikel lipoprotein
55

yang sangat kecil dan bentuk asam lemak yang terikat dalam albumin. Kilomikro yang menyebabkan darah tampak keruh terdiri atas lemak 81-82%, protein 2%, fosfolipid 7% dan kolesterol 9%. Kekeruhan dalam darah akan hilang dan darah akan menjadi jernih kembali apabila darah telah mengalir melalui beberapa organ tubuh atau jaringan-jaringan, karena terjadinya proses hidrolisis lemak oleh enzim lipoprotein lipase. Lipoprotein lipase terdapat dalam sebagian besar jaringan dan dalam jumlah yang banyak dalam jaringan adiposa dan otot jantung. Sebagian besar lemak yang diabsorbsi diangkut ke hati. Disini lemak diubah menjadi fosforlipid dan diangkut ke organ-organ dan jaringan-jaringan. Pada proses oksidasi 1 gram lemak dihasilkan energi sebesar 9 kkal, sedangkan 1 gram karbohidrat maupun protein hanya menghasilkan 4 kkal. Lemak juga merupakan salah satu bahan makanan yang mengndung vitamin A,D,E,dan K. Pencernaan lemak terutama terjadi dalam usus, karena dalam mulut dan lambung tidak terdapat enzim lipase yang tidak dapat menghidrolisis lemak. Dalam usus lemak diubah dalam bentuk emulsi, sehingga dengan mudah berhubungan denganenzim steapsin dalam cairan pankreas. Hasil akhir proses pencernaan lemak ialah asam lemak, gliserol,monogliserol,digliserida serta sisa trigliserida. Pengeluaran cairan pankreas dirangsang oleh hormon sekretin dan pankreozimin. Lemak yang keluar dari lambung masuk ke usus merangsang pengeluaran hormon kolesistokinin yang pada gilirannya menyebabkan kantung empedu berkontraksi hingga mengeluarkan cairan empedu ke dalam duodenum. Lipid lainnya yang dapat terhidrolisis oleh cairan pankreas antara lain adalah lesitin oleh fosfolipase, fosfatase, dan esterase. Ester kolesterol dan kolesterol esterase dihidrolisis menjadi kolesterol dan asam lemak Lipid merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi dapat diekstraksi dengan pelarut non polar seperti kloroform,eter, benzena. Senyawasenyawa lipid tidak mempunyai rumus struktur yang sama dan sifat kimia serta biologinya juga bervariasi.

Beberapa fungsi lipid dalam sistem makhluk hidup adalah sebagai berikut: Komponen struktur membran : Semua membran sel termasuk mielin, megandung lipid lapidan ganda. Fungsi membran di antaranya adalah sebagai barier permeabel

56

Bentuk energi cadangan : Sebagai fungsi utamatriasilgliserol yang ditemukan dalam jaringan adiposa Kofaktor/prekusor enzim : Untuk aktifitas enzim seperti fosfor lipid dala darah, koenzim A dan sebaginya. Hormon dan vitamin : Prekusor untuk biosintesis prostalgin, hormon steroid, dan lain-lain Lapisan pelindung : Untuk mencegah infeksi dan kehilangan atau penambahan air berlebih Insulasi barier : Untuk menghindari panas, tekanan listril dan fisik

Lipid berdasarkan sifatnya dapat digolongkan menjadi kelompok utama yaitu: Lipid yang dapat disaponifikasi (saponifikasi lipids)

Contohnya : lemak netral (triasilgliserol),fosfolipid, glikolipid , dan sulfolipid serta senyawa dengan asam karboksilat rantai panjang (asam lemak) Lipid yang tidak dapat disaponifikasi (nonsaponifikasi lipids) Contohnya: steroid,dolikol,ubiquinon,dan vitamin A,D,E,dan K A. Lemak netral (triasilgliserol) Merupakan komponen utama lemak cadangan pada sel hewan dan tumbuhan. Triasgliserol berada dalam sejumlah bentuk cair atau padat, bergantung pada asam lemak pokoknya. Umumnya triasgliserol tumbuhan mempunyai titik leleh rendah dan berbentuk cair pada suhu kamar. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah asam lemak tak jenuh. Sedangkan triasgliserol hewan mempunyai asam lemak jenuh tinggi. Sehingga berbentuk semipadat atau padat.

57

a.) Katabolisme Triasgliserol Enzim yang berperan dalam mengkatalis reaksi degradasi lipid adalah enzim lipase. Enzim lipase yang dikeluarkan oleh kantung empedu pankreas, dan sel usus halus berfungsi baik dalam mengkalis degrasi molekul lipid yang sesuai. Proses degradasinya dipengaruhi oleh hormon-hormon tertentu untuk mengaktifkan enzim lipase. Aktifnya enzim ini selanjutnya mendegradasi trigliserida dengan menghidrolisis ikatan ester pada atom C nomor 1 dan 3 saja.Hasil degradasi ini adalah asam lemak bebas dan monoasilgliserol. b) Anabolisme Triasgliserol Tahap pertama sintesis trasgliserol ialah pambentukan gliserolfosfat, baik dari gliserol maupun dari dihidroksi aseton fosfat. Reaksi Gliserol berlangsung dalam hati dan ginjal dan Reaksi dihidroksi aseton fosfat berlangsung dalam mukrosa usus serta dalam jaringan adiposa. Selanjutnya gliserolfosfat yang telah terbentuk bereaksi dengan 2 mol asii koenzim A membentuk suatu asam fosfatidat. Tahap berikutnya ialah reaksi hidrolisis asam fosfatidat dengan fosfatase sebagai katalis dan menghasilkan suatu 1,2 gliserida B. Fosfolipid Merupakan lipid yang mengandung gugus ester fosfat. Fosforlipid berfungsi terutama sebagai unsur struktur membran a.) Katabolisme Fosfolipid Katabolisme fosfolipid terjadi melalu serangkaian reaksi yang dikatalis oleh berbagai enzim. Enzim fosfolipase A1 mengkatalis pemutusan asam lemak yang terikat pada atom C1 dari gliserol. Katalis fosfolipase A2 membebaskan asam lemak yang terikat pada atom C2. Enzim fosfolipid C melepaskan ikatan gliserol dengan fosfat. Dan fosfolipase D membebaskan etanolamin,kolin, serin atau inositol dari suatu fosfolipid sehingga terbentuk fosfotidat
58

b.) Anabolisme Fosfolipid Jenis-jenis fosfolipid terbentuk dari reaksi yang berbeda-beda. Fosfotidikolin terbentuk melalui reaksi antara 1,2 gliserida dengan sitidindifosfat-kolin (CDP-kolin). Sedangkan fosfotidiletanolamin terbentuk dari reaksi antara 1,2 digliserida dan sitidindifosfat-etanolamin (CDP-etanolamin). CDp etanolamin dapat bereaksi dengan 1,2 digliserida membentuk fosfatidil etanolamin. Reaksi ini dikatalis oleh fosfoetanolamin transferase. Sementara reaksi antara CDP kolin dengan 1,2 digliserida menggunakan katalis fosfokolin transferase dapat membentuk molekul fosfolipid jenis fosfstidil kolin. C. Asam Lemak Asam lemak tersusun dari komponen hidrofobik berupa rantai hidrokarbon dan komponen hidrofilik berupa gugus karboksil. Asam lemak disebut juga asam karboksilat, diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak. Jenis lipid ini terdiri atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Umunya asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap seperti asam oleat dapat disintesis oleh organisme tingkat tinggi dari karbohidrat. Golongan asam lemak ini disebut asam lemak nonesensial. Sedangkan asam lemak tak jenuh yang mmepunyai lebih dari dua ikatan rangkap seperti linoleat tidak dapat disintesis oleh organisme tingkat tinggi.Golongan asam lemak ini disebut lemak esensial. Organisme tingkat tinggi seperti mamalia tidak dapat hidup tanpa asam lemak tak jenuh.Sumber asam lemak esensial banyak terdapat pada lemak mentega, minyak kelapa, biji sayuran, minyak hewan dan lain-lain.

59

a.) Katabolisme Asam Lemak o Asam Lemak Jenuh Asam lemak yang terjadipada Proses hidrolisis lemak mengalami oksidasi dan menghasilkan asetil koenzim A yang salah satunya hipotesis yang dapt diterima ialah bahwa asam lemak terpotong 2 atom karbon setiap kali oksidasi. Oleh karena oksidasi terjadi pada atom karbon , maka oksidasi tersebut dinamakan oksidasi. Tapah-tahap pembentukan heksanoil KoA: Pembentukan asil KoA dari asam lemak R-CH2CH2COOH berlangsung dengan katalis enzim asetil KoA sintetase atau disebut juga tiokinase dalam dua tahap, yaitu: Reaksi kedua ialah reaksi pembentukan enoil KoA cara oksidasi. Enzim asil KoA dehidrognase berperan sebagai katalis dalam reaksi ini. Koenzim yang dibutuhkan dalam reaksi ini ialah FAD yang berperan sebagi akseptor hidrogen. Dua molekul ATP dibentuk untuk tiap pasang elektron yang ditransportasikan dari molekul FADH2 melalui sistem transpor elektron. Dalam reaksi ketiga ini enzim enoil KoA hidratase merupakan katalis yang menghasilkan L-hidroksiasil koenzim A. Reaksi ini ialah hidrasi terhadap ikatan rangkap antara C-2 dan C-3 Reaksi keempat adalah reaksi oksidasi yang mengubah hidroksiasil koenzim A menjadi ketoasil koenzim A. Enzim L-hidroksiasil koenzim A dehidrogenase merupakan katalis dalam reaksi ini dan melibatkan NAD yang reduksi menjadi NADH. Proses oksidasi kembali NADH ini melalui trasnpor elektron dapat membentuk tiga molekul ATP Tahap kelima adalah reaksi pemecahan ikatan C-C sehingga asetil koenzim A dan asetil koenzim A yang mempunyai jumlah atom C dua buah lebih pendek dari molekul semula.

60

Asil koenzim A yang terbentuk pada reaksi tahap 5 , mengalami metabolisme lebih lanjut melalui reaksi tahap 2 hingga tahap 5 dan demikian seterusnya sampai rantai C pada asam lemak terpecah menjadi molekul-molekul asetil koenzim A. Selanjutnya asetil koenzim A dapat teroksidasi menjdai CO2 dan H2O melalui siklus asam sitrat atau digunakan untuk reaksi-reaksi yang memerlukan asetil KoA. Dari reaksireaksi tahap 1 sampai tahap 5, tampak bahwa semua substrat adalah derivat dari asil koenzim A. Terbentuknya asil koenzim A dari asam lemak memerlukan energi yang diperoleh dari ATP. Perubahan ATP menjadi AMP berarti ada dua buah ikatan fosfat berenergi tinggi yang digunakan untuk membentuk asetil koenzim A. o Asam lemak Tak Jenuh Seperti pada asam lemak jenuh , tahap pertama oksidasi asam lemak jenuh adalah pembentukan asilkoenzim A. Selanjutnya molekul asil koenzim A dari asam lemak tidak jenuh tersebut mengalami pemecahan melalui proses oksidasi seperti molekul asam lemak jenuh, hingga terbentuk senyawa sil-sil-sil KoA atau tans-sil-sil KoA, yang tergantng pada letak ikatan rangkap pada molekul tersebut Linoleil KoA yang terbentuk kemudian dipecah melalui proses oksidasi, sehingga menghasilkan 3 molekul asetil KoA dan 3 sis-6-sis- dienoil KoA, oleh enzim isomerase diubah menjadi 2 trans--6-sis- dienoil KoA. Senyawa ini kemudian mengalami proses oksidasi sehingga menghasilkan 2 molekul asetil KoA dan 2 sis- dienoil KoA yang oleh enzim hidratase diubah menjadi D(-) -hidroksiasil KoA. Dan selanjutnya mengalami proses epimerasiasi yang dibantu oleh enzim epimerase membentuk L(+) oksidasi dan dengan terbentuknya 4 molekul asetil KoA maka selesailah rangkaian reaksi kimia pada proses oksidasi asam linoleat tersebut. Dari 1 molekul asam linolet terbentuk 9 molekul asetil KoA

61

b.) Anabolisme Asam Lemak Sintesis asam lemak berasal dari asetil KoA yang terdapat pada sitoplasma. Reaksi awal adalah korboksilasi asetil koenzim A menjadi malonil koenzim A. Reaksi ini melibatkan HCO3- dan energi dari ATP. Reaksi pembentukan koenzim A sebenarnya terdiri atas dua reaksi sebagai berikut : Biotin enzim + ATP + HCO3- CO2- -- biotin enzim + ADP + Pi malonil KoA + biotin enzimCO2--- biotin enzim + asetil KoA Biotin terikat pada suatu protein yang disebut protein pengengkutan karboksilbiotin. Biotin karboksilase adalah enzim yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi karboksilasi biotin. Reaksi kedua ialah pemindahan gugs karboksilat kepada asetil koenzim A. Katalis dalam reaksi ini adalah transkarboksilase.

KETOGENESIS Apabila kadar insulin dalam tubuh menurun diakibatkan oleh DM, maka metabolisme lemak pun meningkat. Kadar insulin yang rendah ini direspon otak sebagai kekurangan glukosa, walaupun dalam tubuh glukosa sangat tinggi.Akibatnya, terjadilah lipolisis dari asam lemak bebas ke badan keton yang diperhitungkan otak untuk mengganti glukosa tersebut. Aseton dan beta-hidroksibutirat ini merupakan dua gugus keton yag bersifat asam, karena tidak digunakan oleh tubuh (karena sebenarnya kadar glukosa banyak sekali dalam tubuh namun tubuh salah respon mengira itu habis) sehingga menumpuk menyebabkan ketoasidosis.

62

DIABETES MELITUS

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 1995).

63

Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh adanya hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Istilah diabetes mellitus sebenarnya mencakup 4 kategori yaitu tipe I (insulin dependen diabetes mellitus atau IDDM), diabetes mellitus sekunder dan diabetes mellitus yang berhubungan dengan nutrisi. Selain itu, terdapat dua kategori lain tentang abnormalitas metabolisme glukosa yaitu kerusakan toleransi glukosa dan diabetes mellitus gestasional (Sukaton, 1985 dikutip dari Waspadji, 1988). Diabetes mellitus tipe II lebih banyak dijumpai di Indonesia. Faktor resiko diabetes mellitus tipe II antara lain usia, obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus tipe II, etnis, penyebaran lemak adroid (tubuh bagian atas atau tipe apel). Kebiasaan diet dan kurang berolahraga. Pada diabetes mellitus tipe II keterbatasan respon sel beta pankreas yang memproduksi insulin terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini. Klien dengan diabetes mellitus tipe II mengalami penurunan sensivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat pada pembukaan kadar glukosa tinggi. Keadaan ini disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa, sehingga mekanisme ini menyebabkan meningkatnya resistensi insulin perifer

(Tjokroprawiro, 1982). Komplikasi akut mayor diabetes mellitus adalah diabetik ketoasidosis (DKA), sindrom nekrotik hiperosmolar hiperglikemia (SKNH), dan hipoglikemia. Pada diabetes mellitus tipe II komplikasi yang sering terjadi adalah penyakit mikrovaskuler dan neuropati. Gangguan kesehatan komplikasi diabetes mellitus antara lain gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang sering terjadi adalah perubahan patologis pada anggota gerak yang bisa menyebabkan luka ulkus, atau luka gangren yang bila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan kecacatan bahkan berujung pada amputasi (Iqbal,2008).

Patofisiologi Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Sumber energi bagi tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak.

64

Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian kelambung dan selanjutnya usus. Di dalam saluran pencernaan makanan diolah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein memjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu, akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai sumber energi. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan energi, zat makanan itu harus masuk terlebih dahulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidak ada sumber energi didalam sel (Suyono, 2004). Pada diabetes mellitus tipe I tidak ditemukan insulin karena pada jenis ini timbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitas bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Umumnya yang diserang pada insulitas itu adalah sel beta, dan biasanya sel alfa dan delta tetap utuh (Suyono, 2004). Penyebab resistensi insulin pada DM tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat, kurang aktivitas, dan faktor keturunan. Pada DM tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal, jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin. Baik pada DM tipe II kadar glukosa darah jelas meningkat bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa akan keluar melalui urin (Suyono, 2004).

65

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus a. Gaya Hidup Gaya hidup menjadi salah satu penyebab utama terjdinya diabetes mellitus. Diit dan olahraga yang tidak baik berperan besar terhadap timbulnya diabetes mellitus yang dihubungkan dengan minimnya aktivitas sehingga meningkatkan jumlah kalori dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi pancreas
b. Faktor jenis kelamin

Penyakit diabetes mellitus ini sebagian besar dapat dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena pada perempuan memiliki LDL atau kolesterol jahat tingkat trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, dan juga terdapat perbedaan dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit diabetes mellitus. Jumlah lemak pada laki-laki dewasa rata-rata berkisar antara 15-20% dan berat badan total, dan pada perempuan sekitar 20- 25%. Jadi peningkatan kadar lipid (lemak darah) pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki, sehingga faktor risiko terjadinya diabetes pada perempuan 3-7 kali lebih tinggi dibandingkan pada lakilaki yaitu 2-3 kali c. Usia Peningkatan usia juga merupakan salah satu faktor risiko yang penting. Diabandingkan wanita pada usia 20-an, wanita yang berusia diatas 40 tahun berisiko enam kali lipat mengalami kehamilan dengan diabetes. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif. c.Ras dan Suku Bangsa Suku bangsa Amerika Afrika, Amerika Meksiko, Indian Amerika, Hawai, dan sebagian Amerika Asia memiliki resiko diabetes dan penyakit jantung yang lebih tinggi. Hal itu sebagian disebabkan oleh tingginya angka tekanan darah tinggi, obesitas, dan diabetes pada populasi tersebut. d. Riwayat Keluarga Meskipun penyakit ini terjadi dalam keluarga, cara pewarisan tidak diketahui kecuali untuk jenis yang dikenal sebagai diabetes pada usia muda dengan dewasa. Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang menyandang diabetes maka kesempatan untuk menyandang

66

diabetes maupun meningkat. Ada empat bukti yang menunjukkan transmisi penyakit sebagai ciri dominal autosomal. Pertama transmisi langsung tiga generasi terlihat pada lebih dari 20 keluarga. Kedua didapatkan perbandingan anak diabetes dan tidak diabetes 1:1 jika satu orang tua menderita diabetes. Pengaruh genetik sangat kuat, karena angka konkordansi diabetes tipe 2 pada kembar monozigot mencapai 100 persen. Resiko keturunan dan saudara kandung pasien penderita NIIDM lebih tinggi dibanding diabetes tipe 1. Hampir empat persepuluh saudara kandung dan sepertiga keturunan akhirnya mengalami toleransi glukosa abnormal atau diabetes yang jelas. e. Kegemukan (Obesitas) Overweight dan obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes tipe II, penyakit gallblader, disfungsi pernafasan, gout, osteoarthritis, dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes tipe II, hipertensi, dan hiperkolesterolemia. NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan BMI 27 menderita dibetes tipe 2. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada penderita diabetes tipe 2. f. Pola makan Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus. g. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas. h. Penyakit dan infeksi pada pancreas Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema diabetes mellitus.

67

Komplikasi Diabetes Mellitus Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju aliran saraf dan kulit. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk melalui pembuluh darah besar bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil bisa melukai mata, saraf, dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka. Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan, akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah. Gangguan saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk, misalnya jika satu saraf mengalami kelainan fungsi, maka sebuah lengan atau tungkai bisa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ketangan, dan tungkai mengalami kerusakan, maka pada lengan dan tungkai bisa merasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar atau kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah kekulit juga bisa menyebabkan ulkus atau borok diamana proses penyembuhannya akan berjalan secara lambat hingga menyebabkan amputasi (Soegondo, 2007).

Mengatasi Komplikasi Insulin maupun obat hipoglikemik per-oral bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah sehingga terjadi hipoglikemia. Hipoglikemia juga bisa terjadi jika penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya atau melakukan olah raga yang terlalu berat tanpa makan. Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama yang terkena pengaruhnya adalah otak. Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai membuat glukosa dari glikogen yang

68

tersimpan di hati. Proses ini melibatkan pelepasan epinefrin ( adrenalin), yang cenderung menyebabkan rasa lapar, kecemasan, meningkatnya kesiagaan dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala. Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula. Karena itu penderita diabetes harus selalu membawa permen, gula atau tablet glukosa untuk menghadapi serangan hipoglikemia. Atau penderita segera minum segelas susu, air gula atau jus buah, sepotong kue, buah-buahan atau makanan manis lainnya. Penderita diabetes tipe I harus selalu membawa glukagon, yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat memakan makanan yang mengandung gula.

Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah 1. Rasa lapar yang timbul secara tiba-tiba 2. Sakit kepala 3. Kecemasan yang timbul secara tiba-tiba 4. Badan gemetaran 5. Berkeringat 6. Bingung 7. Penurunan kesadaran, koma.

Ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan darurat. Tanpa pengobatan yang tepat dan cepat, bisa terjadi koma dan kematian. Penderita harus dirawat di unit perawatan intensif. Diberikan sejumlah besar cairan intravena dan elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk menggantikan yang hilang melalui air kemih yang berlebihan. Insulin diberikan melalui intravena sehingga bisa bekerja dengan segera dan dosisnya disesuaikan. Kadar glukosa, keton dan elektrolit darah diukur setiap beberapa jam, sehingga pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan. Contoh darah arteri diambil untuk mengetahui keasamannya. Pengendalian kadar gula darah dan penggantian elektrolit biasanya bisa mengembalikan keseimbangan asam basa, tetapi kadang perlu diberikan pengobatan tambahan untuk mengoreksi keasaman darah.

69

Luka Diabetik Defenisi Luka diabetik adalah : luka yang terjadi pada pasien diabetik yang melibatkan gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Suryadi, 2004). Luka diabetik adalah luka yang terjadi karena adanya kelainan pada saraf, kelainan pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan baik, hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan bahkan dapat diamputasi (Prabowo, 2007). Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa darah penyandang diabetes. Tingginya kadar gula darah berkelanjutan dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan masalah ada kaki penyandang diabetes (nita-medicastore.com). Komponen saraf yang terlibat adalah saraf sensori, autonomik dan sistem pergerakan. Kerusakanpada saraf sensori akan menyebabkan klien kehilangan sensasi nyeri sebagian atau keseluruhan pada kaki yang terlibat. Peripheral vascular disease ini terjadi karena arteriosklerosis dan aterosklerosis. Pada arteriosklerosis adalah terjadi penurunan elastisitas dinding arteri. Pada aterosklerosis adanya akumulasi plaques pada dinding arteri berupa kolesterol, lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit, dan kalsium (Suriadi, 2004). Kelangsungan hidup pasien dalam 5 tahun setelah amputasi adalah rendah, diperkirakan hanya sekitar 25%.

Gangren Diabetik Gangren diabetik adalah luka diabetik yang sudah membusuk dan bisa melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau karena diseratai pembusukan oleh bakteri (Ismayanti, 2007). Beberapa faktor secara bersama-sama berperan pada terjadinya ulkus atau gangren diabetes. Banyak faktor yang mempengaruhi luka diabetes, dimulai dari faktor pengelolaan kaki yang tidak baik pada penderita diabetes, adanya neuropati , faktor komplikasi vaskuler yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor kerentanan terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM tidak terkendali, serta kemudian faktor ketidaktahuan pasien sehingga terjadi masalah gangren diabetik (Rinne, 2006). Secara umum, gangren diabetik biasanya terjadi akibat, (1) neuropati perifer, (2) insufisiensi vaskuler perifer (iskemik), (3) infeksi, (4) penderita yang berisiko tingi mengalami gangren diabetik yaitu pasien dengan lama penyakit diabetes yang melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat merokok, penurunan denyut nadi perifer,

70

penurunan sensibilitas, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau kalus), riwayat ulkus kaki atau amputasi, pengendalian kadar gula darah yang buruk (Rinne, 2006). Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik pada kaki dimulai dari edem jaringan lunak pada kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau didaerah kaki kering, atau pembentukan kalus. Jaringan yang terkena mula-mula berubah warna menjadi kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian jaringan akan mati, menghitam dan berbau busuk. Rasa sakit pada waktu cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaannya sudah menghilang dan cedera yang terjadi bisa berupa cedera termal, cedera kimia atau cedera traumatik. Pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan (akibat selulitis) pada gangren biasanya merupakan tanda-tanda pertama masalah kaki yang menjadi perhatian penderita (Rinne, 2006).

INFEKSI

Suatu kenyataan bahwa penderita diabetes melitus lebih sering mengalami infeksi baik oleh bakteri, jamur, maupun virus dibandingkan dengan populasi bukan diabetes . Penyebab dari kondisi ini belum jelas tetapi adalah suatu kenyataan bahwa pada kulit penderita diabetes melitus lebih banyak ditemukan bakteri stafilokokus, dan kandida lebih banyak ditemukan pada daerah mulut dan mukosa genital dibandingkan dengan mereka yang bukan penderita diabetes melitus. Infeksi pada diabetes melitus khususnya pada mereka dengan kendali glikemik yang buruk, dan pada penderita usia lanjut sering mempunyai perlangsungan klinik yang berat, misalnya infeksi saluran nafas dan saluran kemih, sehingga membutuhkan perawatan rumah sakit dan penggunaan antibiotik yang spectrum luas.

Penyebab kerentanan diabetes melitus terhadap infeksi Meningkatnya kepekaan terhadap infeksi pada diabetes melitus disebabkan oleh berbagai faktor (multifaktorial), baik yang disebabkan oleh hiperglikemi maupun gangguan immunitas. Salah satu bukti bahwa hiperglikemi sebagai salah satu penyebab rentannya infeksi pada diabetes melitus ialah pada penderita dengan ketoasidosis dimana ditemukan

71

hiperglikemi berat sering ditemukan komplikasi infeksi. Beberapa hal dapat menerangkan hiperglikemi sebagai penyebab kerentanan infeksi pada diabetes melitus, yaitu :

1. Pembawa kuman Penderita diabetes melitus ternyata lebih banyak kuman, jamur yang mengidap di tubuhnya. Sebagai contoh penderita diabetes melitus khususnya wanita sering disertai dengan infeksi jamur pada alat genitalia. Penderita dengan kendali glikemik yang buruk sering dengan infeksi pada gigi dan mulut. Pada keadaan hiperglikemi kuman gram positif akan lebih subur tumbuhnya, sedang gram negatif kurang .

2. Gangguan fungsi sel neutrofil dan monosit. Hiperglikemi dapat mengakibatkan gangguanfungsi neutrofil dan monosit. Gangguannya dapat berupa : a. Pergerakan kemotaksis Neutrofil dan monosit pada diabetes melitus terutama pada keadaan hiperglikemi mempunyai pergerakan yang lebih lambat. Beberapa peneliti bahkan menyebut bahwa pada penderita diabetes melitus terlepas dari tidak, sel neutrofil dan monosit berperilaku malas leucocyte disorder. b. Kemampuan melengket menurun Hiperglikemi juga menyebabkan menurunnya kemampuan melengketnya neutrofil dan monosit dengan demikian akan mengurangi daya kerja kerja sel tersebut. c. Kemampuan fagositosis menurun Menurunnya kemampuan membunuh kuman (killing). Setelah neutrofil menangkap kuman (setelah proses fagositosis) maka kuman akan dibunuh. Proses pembunuhan kuman (killing proses) terjadi pada keadaan oksidatif dan non-oksidatif. Pada awal proses pembunuhan kuman selalu dimulai dengan tahap oksidatif dan menggunakan radikal bebas toksik (toxic free radicals) seperti superoksida, hydrogen peroksida. Dalam keadaan normal glukosa yang masuk ke dalam sel neutrofil akan dimetabolisme melalui hexose monomonophosphate shunt (HMP shunt). Proses HMP-shunt ini akan menghasilkan NADPH yang dibutuhkan untuk menghasilkan radikal bebas superoksida dan hidrogen peroksida yang dibutuhkan pada proses membunuh kuman. Pada keadaan hiperglikemi maka sebagian dari glukosa akan hiperglikemi atau disebut lazy dan

72

dimetabolisme melalui jalur polyol (polyol pathway). Enzim aldose reduktase yang berperan pada jalur polyol akan menggunakan NADPH, dengan demikan produksi superoksida dan hydrogen peroksida akan menurun dan berakibat menurunnya proses pembunuhan kuman.

Jenis Infeksi Pada tabel 1 dapat dilihat jenis infeksi yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus.

Tabel 1. Jenis infeksi yang sering ditemukan pada penderita diabetes.\ INFEKSI BAKTERI Sistitis emphysematous Nekrosis pappilare Necrotizing fasciitis Kaki diabetes infeksi INFEKSI JAMUR Skin and mucosac Skin and mucosac Central nervous system

Pilihan antibiotik Jenis kuman yang paling sering menyebabkan infeksi pada diabetes melitus adalah stafilokokus aureus. Tidak jarang penderita diabetes melitus disertai dengan infeksi kuman ganda sehingga membutuhkan terapi kombinasi. Pada kaki diabetes infeksi, sebelum mendapat hasil biakan kuman dan tes kepekaan maka terapi yang digunakan di klinik adalah
73

blind first line yaitu sefalosporin generasi kedua /tiga (claforan), metronidazol, dan obat ketiga dapat clindamycin atau quinolon.(tabel 2)

Tabel 2. Kombinasi antibiotik pada infeksi berat. Kombinasi pertama Cephalosporin (klaforan) Flucloxacillin / clindamicyn Mettronidazole Kombinasi kedua Cephalosporin Aminoglycocide / Quinolone Mettronidazole

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : 1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ 2. Respon stres simpatis 3. Perdarahan dan pembekuan darah 4. Kontaminasi bakteri 5. Kematian sel Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali (remodeling) jaringan.

Jenis Luka Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka.

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi a) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi

proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% 5%.

74

b)

Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan

dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% 11%. c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat

kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% 17%. d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme

pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka a) Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan

lapisan epidermis kulit. b)

epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. c) Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi

kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. d) Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan

tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Mekanisme Terjadinya Luka a) Luka insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam. Missal

yang terjadi akibat pembedahan. b) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan

dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak. c) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang

biasanya dengan benda yang tidak tajam. d) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti pisau yang masuk

ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.

75

e)

Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau

oleh kawat. f) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya

pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar. g) Luka bakar (Combustio), yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api, matahari,

listrik, maupun bahan kimia.

DIABETIC KETOACIDOSIS

Diabetic ketoacidosis (DKA) adalah komplikasi yang mengancam jiwa pada pasien dengan diabetes mellitus. Ini terjadi terutama pada mereka dengan diabetes tipe 1, tetapi bisa terjadi pada mereka dengan diabetes tipe 2 dalam keadaan tertentu. DKA hasil dari kekurangan insulin, dalam respon tubuh untuk membakar asam lemak dan menghasilkan asam badan keton yang menyebabkan sebagian besar gejala dan komplikasi. Dalam DKA parah, mungkin ada kebingungan, kelesuan, pingsan atau bahkan koma (penurunan nyata dalam tingkat kesadaran). Pada pemeriksaan fisik biasanya ada bukti klinis dehidrasi, seperti mulut kering dan turgor kulit menurun. Jika dehidrasi yang mendalam cukup untuk menyebabkan penurunan volume darah sirkulasi, takikardi (denyut jantung cepat) dan tekanan darah rendah dapat diamati. Jika respirasi Kussmaul hadir, ini tercermin dalam tingkat pernapasan meningkat. Ini membawa kematian 20-50%. Keterangan lengkap pertama dari ketoasidosis diabetikum adalah dikaitkan dengan Julius Dreschfeld, ahli patologi Jerman yang bekerja di Manchester, Inggris Raya. Dalam penjelasan yang dia berikan pada kuliah 1886 di Royal College of Physicians di London, ia merujuk pada laporan yang ditulis oleh Adolph Kussmaul, serta menggambarkan keton asetoasetat, dan -hidroksibutirat. Banyak studi penelitian sejak tahun 1950 telah difokuskan pada pengobatan yang ideal untuk ketoasidosis diabetik. Sebuah proporsi yang signifikan dari penelitian ini telah dilakukan di University of Tennessee Health Science Center dan Emory University School of Medicine. dan pergi melalui beberapa nama-nama deskriptif lain (seperti "idiopatik diabetes

76

tipe 1", "Flatbush diabetes", "diabetes atipikal" dan "tipe 1,5 diabetes") sebelum terminologi saat ini "diabetes ketosis-rawan tipe 2" diadopsi Ketoasidosis Kriteria diagnostik KAD: - Klinis: adanya riwayat diabetes mellitus sebelumnya, kesadaran menurun, nafas ussmaul dan berbau aseton, adanya tanda-tanda dehidrasi. - Aktor pencetus yang biasa menyertai: infeksi akut, IMA dan stroke. - Lab: Gula darah > 250mg/dl, asidosis metabolik (pH <7,3, bikarbonat < 15 meq/L), ketosis (ketonemia dan ketouria).

PEMBAHASAN KETOASIDOSIS DIABETIK I. Definisi Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat mengancam nyawa pada pasien yang menderita diabetes mellitus.ini terjadi terutama pada mereka dengan DM tipe 1, tetapi bisa juga mereka yang menderita DM tipe dalam keadaan tertentu. Kejadian KAD (Ketoasidosis Diabetik) ini sering terjadi pada usia dewasa dan lansia dengan DM tipe 1. KAD ini di sebabkan karena kekurangan insulin, dimana yang dapat mengancam kehidupan metabolism. Dikarenakan sel beta dalam pancreas tidak mampu menghasilkan insulin, selain itu hiperglikemi yang disebabkan karena hiperosmolaritas. Gangguan metabolism glukosa mempunyai tanda-tanda: Hiperglikemia (KGD sewaktu > 300 mg/dL), Hiperketonemia/ ketonuria dan asidosis metabolik (pH darah < 7,3 dan bikarbonat darah < 15 mEq/ L)

Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari dalam sel ke serum, hal ini menyebabkan hilangnya cairan dalam urin sehingga terjadi perubahan elektrolit dan dehidrasi total pada tubuh. Gangguan metabolic lainnya terjadi karena insulin tidak memungkin glukosa untuk masuk kedalam sel sehingga sel memecah lemak dan protein yang digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini menyebabkan pembentukan keton. Keton menurunkan pH darah dan konsentrasi bikarbonat dikarenakan ketoasidosis. Berat ringannya KAD dibagi berdasarkan tingkat asidosisnya: RINGAN : pH darah < 7,3 , bikarbonat plasma < 15 mEq/L SEDANG: pH darah < 7,2 , bikarbonat plasma < 10 mEq/L BERAT : pH darah < 7,1 , bikarbonat plasma < 5 mEq/L
77

II.

Patogenesis Diabetik Ketoasidosis Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan Diabetic Ketoacidosis

(DKA) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada DKA (diabetic ketoacidosis) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan hyperglycaemia yang meningkatkan glycosuria. Meningkatnya lipolysis akan menyebabkan over-produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (dirubah) menjadi ketone, menimbulkan ketonnaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glycosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektroliteseperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan shock hypofolemik. Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (peranfasan Kussmaul). Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolite. Sehingga, perkembangan DKA adalah merupakan rangkaian dari iklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.

78

III. Manifestasi Klinis KAD Dehydration dehidarsi Rapid, deep, sighing (Kussmaul respiration) nafas cepat dan dalam (pernapasan kussmaul) Nausea, vomiting, and abdominal pain mimicking mual, muntah, nyeri abdomen Progressive obtundation and loss of consciousness penurunan kesadaran Increased leukocyte count with left shift perubahan peningkatan leukosit Non-specific elevation of serum amylase tidak spesifik tingginya serum amilase Fever only when infection is present demam ketika infeksi terjadi Penyebab ketoasidosis diabetic: 1. Pasien baru DM tipe 1 2. Menurunnya atau menghilangnya dosis insulin 3. Stress 4. Penyakit atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolism sehingga kebutuhan insulin meningkat (infeksi, trauma) 5. Kehamilan 6. Peningkatan kadar hormone anti insulin (glucagon, epinefrin, kortisol)

79

Obat-obatan yang menggangu sekresi insulin: a. Glukokortikoid (hydrocortisone, prednisone, dexamethasone) b. c. d. Penitoin (dilantin) Thiazide diuretic (hydroclorothiazide) Sympathomimetics (albuterol, dobutamine, dopamine, epinephrine, norephinephrine, phenylephrine). Nilai-nilai laboratorium ketoasidosis diabetic: a. Serum glukosa (250 mg/dl) b. Tingginya nilai BUN c. Glukosuria d. Meningkatnya serum osmolaritas ( > 300 mOsm/L ) e. Arterial pH < 7,35 f. Hiperkalemia (sering pada awal): > 5,4 mEq/L g. Anion gap : > 20 mEq/L

IV.

Intervensi dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien KAD 1. Memonitor peningkatan serum glukosa setiap 2 jam. Peningkatan serum glukosa harus di monitor setiap 1 atau 2 jam ketika pasien menerima infuse insulin secara terus-menerus 2. Mengganti apabila kekeurangan cairan dan elektrolit yang dapat mengancam jiwa. Cairan yang digunakan biasanya normal salin 0,9%. Yang baik digunakan untuk mengganti kekurangan voleme cairan ekstraselular. Menggunakan normal saline biasanya diguyur, tetapi ketika tekanan darah pasien sudah normal maka hypotonic saline (0,45% NS) dapat digunakan. 3. Memonitor asidosis dengan menilai ABC. Memeriksa ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akan memungkinkan ginjal untuk mempermudah bikarbonat dalam mengembalikan keseimbangan acied base. Penderita asidosis biasanya diberikan bikarbonat ketika pH serumnya 7,10 atau lebih. Dalam pengaturan bikarbonat dapat ditambahkan hipotonik NS dan diganti secara perlahan. 4. Mengatur insulin secara cepat dan tanggap. Pengaturan insulin intravena harus rutin pada tingkat 0,1 sampai 0,2 u/kg/jam disarankan melalui infuse terus-menerus untuk mencapai penurunan bertahap dalam serum glukosa. 5. Memonitor jantung, paru-paru dan status neuro
80

6. Memonitor keseimbangan elektrolit. IV sebagai pengganti kalium, fosfat, klorida, dan magnesium mungkin diperlukan. Dieresis osmotic dapat mengakibatkan deficit kalium. Jika tidak ada kontrindikasi seperti adanya penyakit ginjal amaka penggantian kalium dimulai dengan terapi cairan yang berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium serum dan urin. 7. Memeriksa timbulnya gejala biasanya terjadi infeksi 8. Memeberi dukungan dan pendidikan kepada pasien dan juga keluarganya. Pendidikan ini sangat penting dalam pencegahan terjadinya kembali krisis penderita diabetic. Lebih diperhatikan pemantauan glukosa dan peraturan jadwal makan, diet, olahraga, dan istirahat. 9. Menghindari komplikasi terapi.

HIPERGLIKEMIA

A. Pengertan : Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripoada rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah ( Elizabeth J. Corwin, 2001 )

B. Etiologi : Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans. Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi; pada penderita hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing

C. Manifestasi klinik : Gejala awal umumnya yaitu ( akibat tingginya kadar glukosa darah)

81

Polipagi. Polidipsi Poliuri. Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering Rasa kesemutan, kram otot Visus menurun Penurunan berat badan Kelemahan tubuh dan luka yang tidak sembuh-sembuh.

D. Komplikasi Hiperglikemia A.Komplikasi akut 1.Komplikasi metabolik 2. Ketoasidosis diabetic 3. Koma hiperglikemik hiperismoler non ketotik

Penatalaksanaan Tujuan utama terapi Hiperglikemia adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropati. Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan hiperglikemia : A.Diet 1.Komposisi makanan : a.Karbohidrat = 60 % 70 % b.Protein = 10 % 15 % c.Lemak = 20 % 25 % 2.Jumlah kalori perhari a.Antara 1100 -2300 kkal b.Kebutuhan kalori basal : laki laki : 30 kkal / kg BB Perempuan : 25 kkal / kg BB 3.Penilaian status gizi : BB BBR = x 100 % TB 100
82

Kurus : BBR 110 % Obesitas bila BBRR > 110 % Obesitas ringan 120% 130 % Obesitas sedang 130% 140% Obesitas berat 140% 200% Obesitas morbit > 200 % Kurus : BB x 40 60 kalori/hari Normal (ideal) : BB x 30 kalori/hari Gemuk : BB x 20 kalori/hari Obesitas : BB x 10 15 kalori/hari

Jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :

B.Latihan jasmani C.Penyuluhan Dilakukan pada kelompok resiko tinggi : Umur diatas 45 tahun Kegemukan lebih dari 120 % BB idaman atau IMT > 27 kg/m Hipertensi > 140 / 90 mmHg Riwayat keluarga DM Dislipidemia, HDL 250 mg/dl Parah TGT atau GPPT ( TGT : > 140 mg/dl 2200 mg/dl), glukosa plasma puasa derange / GPPT : > 100 mg/dl dan < 126 mg/dl) D.Obat berkaitan Hipoglikemia 1.Obat hipoglikemi oral : a.Sulfoniluria : Glibenglamida, glikosit, gliguidon, glimeperide, glipizid. b.Biguanid ( metformin ) c.Hon su insulin secretagogue ( repakglinide, natliglinide ) d.Inhibitor glucosidase e.Tiosolidinedlones

83

PERANAN INSULIN

ANATOMI PANKREAS Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobulus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis.

Bagian Pankreas Pancreas dapat dibagi dalam: 1. Caput Pancreatis berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san vena mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus. 2. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta.

3. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga. 4. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan hubungan dengan hilum lienale.

84

HISTOLOGI PANKREAS Insula pancreatica merupakan bangunan serupa sel endokrin (endocrinocytus) yang tersebar di seluruh pankreas. Setiap insula mengandung 4 jenis sel penghasil hormon peptida yaitu :

Sel alpha, Sel ini memproduksi hormon glukagon, berperan menaikkan kadar gula yang rendah, dan kerja hormon ini merupakan kebalikan hormon insulin.

Sel Beta, Sel ini terdapat dalam jumlah banyak dalam insula pancreatica dan memproduksi insulin. Insulin ini bekerja pada kadar gula yang tinggi dan sifatnya meneruskan kadar gula yang tinggi tersebut menjadi normal kembali. Insulin menaikkan pengambilan glucosa darah oleh sebagian besar sel; menaikkan sntesis glikogen oleh hepatocytus dan sntesis trigliserida oleh adipocytus. Malfungsi sel beta menyebabkan penyakit diabetes melitus yang ditandai dengan hiperglikemia. Hiperplasia dan neoplasia sel beta mengakibatkan sindrom hiperinsulinisme ditandai hipoglikemia

Sel Delta, yaitu somastatin yang menekan pelepasan insulin, glukagon, dan hormon pertumbuhan diproduksi oleh sel delta, selain itu sel ini menghasilkan gastrin yang memacu sekresi kelenjar dalam mucosa saluran pencernaan.

Sel F, Sel ini mensekresi polipeptida pancreatica yang menghambat pars eksokrin pncreas memproduksi enzim dan bikarbonat. Hormon ini menyebabkan relaksasi vesica fellea dan mengurangi sekresi empedu

85

FISIOLOGI HORMON KELENJAR PANKREAS Fungsi utama hormon-hormon pankreas adalah untuk:

meningkatkan penyimpanan selama individu istirahat, dalam bentuk glikogen dan lemak, diambil dari substansi-substansi dalam makanan (insulin)

mobilisasi kembali cadangan energi selama fase kelaparan atau pada waktu bekerja, dalam keadaan stres, dst. (glukagon)

menjaga kadar gula darah mendekati konstan bila mungkin meningkatkan pertumbuhan (insulin)

Efek dasar hormon insulin

Tiga efek dasar insulin pada metabolisme karbohidrat: 1. Meningkatkan kecepatan metabolisme glukosa 2. Menurunkan konsentrasi gula darah (hormon hipoglikemik) 3. Meningkatkan cadangan glikogen dalam jaringan

Efek insulin terhadap metabolisme lemak: 1. Meningkatkan pemakaian glukosa, mengurangi pemakaian lemak (penghemat lemak) 2. Meningkatkan pembentukan gliserol. Gliserol bersama asam lemak membentuk trigliserida untuk disimpan.

Efek insulin terhadap metabolisme protein: 1. Meningkatkan sintesa dan mencegah katabolisme protein

Insulin Mengatur Gula Darah Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai keperluan tubuh untuk regulasi glukosa. Insulin berperan penting dalam berbagai proses biologis dalam tubuh, terutama menyangkut metabolisme karbohidrat. Hormon ini berfungsi dalam proses utilisasi glukosa pada hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar. Apabila ada gangguan pada mekanisme kerja insulin, menimbulkan hambatan pada utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai diabetes mellitus.

86

Insulin merupakan protein pertama yang terbukti mempunyai kerja hormonal, protein pertama yang dihablurkan (Abel, 1926), protein pertama yang dirangkaikan (Sanger et al, 1955), protein pertama yang disintesis dengan teknik kimia (Du et al, Zahn, Katsoyanis;ca 1964), protein pertama yang ternyata dapat disintesis dalam bentuk molekul prekursor yang besar (steiner et al, 1967), dan protein pertama yang dibuat secara komersial dengan teknologi DNA rekombinan. Walaupun daftar pertama ini begitu mengesankan, tetapi pengetahuan mengenai cara kerja insulin di bidang molekuler lebih sedikit dibandingkan pengetahuan mengenai cara kerja sebagian besar hormon lainnya pada tingkat tersebut.

Struktur Molekul Insulin Secara kimiawi, insulin merupakan protein sederhana. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri atas dua rantai, yaitu rantai A dan B. Insulin mengandung 51 asam amino, 21 asam amino di rantai A, dan 30 asam amino di rantai B. Insulin berukuran kecil, memiliki berat molekul 5808 Dalton. Gen yang mengkode pembentukan insulin terletak pada lengan pendek (lengan p) dari kromosom 11. Gen yang sering disebut sebagai gen insulin (INS,ING) ini terdiri dari 153 nukleotida (60 nukleotida mengatur pembentukan rantai A dan 90 mengatur pembentukan rantai B).

Sintesis Insulin 1. Insulin disintesis oleh sel-sel beta, terutama ditranslasikan ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma (mirip sintesis protein) dan menghasilkan praprohormon insulin dengan berat molekul sekitar 11.500. 2. Kemudian praprohormon diarahkan oleh rangkaian pemandu yang bersifat hidrofibik dan mengandung 23 asam amino ke dalam sisterna retikulum endoplasma. 3. Di retikulum endoplasma, praprohormon ini dirubah menjadi proinsulin dengan berat molekul kira-kira 9000 dan dikeluarkan dari retikulum endoplasma. 4. Molekul proinsulin diangkut ke aparatus golgi, di sini proteolisis serta pengemasan ke dalam granul sekretorik dimulai. 5. Di aparatus golgi, proinsulin yang semua tersusun oleh rantai Bpeptida (C) penghubungrantai A, akan dipisahkan oleh enzim mirip tripsin dan enzim mirip karboksipeptidase.

87

6. Pemisahan itu akan menghasilkan insulin heterodimer (AB) dan C peptida. Peptida-C dengan jumlah ekuimolar tetap terdapat dalam granul, tetapi tidak mempunyai aktivitas biologik yang diketahui.

Sekresi Insulin Pengaturan Sekresi Insulin 1. Perangsangan sekresi insulin oleh glukosa darah Konsentrasi glukosa dalam darah meningkat menyebabkan sekresi insulin meningkat. a. Dalam waktu 3 sampai 5 menit sesudah terjadi peningkatan segera kadar glukosa darah, insulin meningkat sampai hampir 10 kali lipat. Keadaan ini disebabkan oleh pengeluaran insulin yang sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel beta pulau langerhans pancreas. Akan tetapi, kecepatan sekresi awal yang tinggi ini tidak dapat dipertahankan, sebaliknya, dalam waktu 5 sampai 10 menit kemudian kecepatan sekresi insulin akan berkurang sampai kira-kira setengah dari kadar normal. b. Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya, sehingga dalam waktu 2 sampai 3 jam akan mencapai gambaran seperti dataran yang baru, biasanya pada saat ini kecepatan sekresinya bahkan lebih besar daripada kecepatan sekresi pada tahap awal. Sekresi ini disebabkan oleh adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dahulu terbentuk dan oleh adanya aktivasi system enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel. c. Naiknya sekresi insulin akibat stimulus glukosa menyebabkan meningkatnya kecepatan dan sekresi secara dramatis. Selanjutnya, penghentian sekresi insulin

88

hampir sama cepatnya, terjadi dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah pengurangan konsentrasi glukosa kembali ke kadar puasa. d. Peningkatan glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan insulin selanjutnya meningkatkan transport glukosa ke dalam hati, otot, dan sel lain, sehingga mengurangi konsentrasi glukosa darah kembali ke nilai normal. 2. Asam amino ( arginin dan lisin ) Peningkatan sekresi insulin sedikit saja. 6.Pemberian asam amino sewaktu tidak ada peningkatan kadar glukosa darah 7. Bila pemberian insulin pada saat terjadi peningkatan glukosa darah sekresi insulin yang diinduksi oleh glukosa dapat berlipat ganda saat kelebihan asam amino. 8. Jadi, asam amino sangat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin. Tampaknya perangsangan sekresi insulin oleh asam amino merupakan respons yang sangat bermakna sebab insulin sendiri sebaliknya meningkatkan pengangkutan asam amino ke dalam sel jaringan demikian juga meningkatkan pembentukan protein intraselular. Sehingga hal ini menyebabkan insulin sangat berguna untuk pemakaian asam amino yang berlebihan. 2. Hormon gastrointestinal Campuran gastrin, sekretin, kolesistokinin, dan peptide penghambat asam lambung (hormon terkuat dari seluruh hormon kelenjar pencernaan) akan meningkatkan sekresi insulin (peningkatan antisipasi insulin persiapan agar glukosa dan asam amino dapat diabsorbsi dalam darah dari makanan tersebut). Hormon ini dilepaskan sesudah seseorang makan. 4. Hormon hormone lain dan system saraf a. Glukagon, GH, kortisol, progesteron, dan estrogen. Pemanjangan sekresi salah satu jenis hormon ini mengakibatkan sel beta pulau langerhans pancreas menjadi lelah dan akibatnya timbullah diabetes. Memang, diabetes sering terjadi pada orang yang menggunakan dosis farmasi tinggi dari beberapa hormone ini. b. Perangsangan saraf parasimpatis atau saraf simpatis terhadap pancreas juga meningkatkan sekresi insulin.

89

Kerja dan Metabolisme Insulin Insulin merupakan hormon yang berfungsi sebagai second messenger yang merangsang dengan potensial listrik. Beberapa peristiwa yang terjadi setelah insulin berikatan dengan reseptor membran:

Terjadi perubahan bentuk reseptor. Reseptor akan berikatan silang dan membentuk mikroagregat. Reseptor diinternalisasi. Dihasilkan satu atau lebih sinyal. Setelah peristiwa tersebut, glukosa akan masuk ke dalam sel dan membentuki glikogen. Insulin yang telah terpakai maupun yang tidak terpakai, akan dimetabolisme. Ada dua

mekanisme untuk metabolisme insulin: 1. Melibatkan enzim protese spesifik-insulin yang terdapat pada banyak jaringan, tetapi banyak terdapat pada hati, ginjal, dan plasenta. 2. Melibatkan enzim hepatik glutation-insulin transhidrogenase, yang mereduksi ikatan disulfida, dan kemudian rantai A dan B masing-masing diuraikan dengan cepat. Fungsi Insulin: stimulasi glikogenesis, lipogenesis, dan sintesis protein.

Glukagon
Glukagon adalah antagonis dari insulin, yang tersusun atas 29 asam amino. Pada prinsipnya menaikkan kadar gula di dalam darah. Enzim ini diproduksi di sel A dari pankreas. Glukagon melewati dalam proses sintesisnya yang disebut sebagai limited proteolyse, yang artinya molekul glukagon berasal dari prohormon. Gen untuk glukagon selain di pankreas juga terdapat di otak dan sel enteroendokrin L di sistem pencernaan (Ileum dan Kolon).

Regulasi

Stimulus untuk sekresi dari glukagon adalah hipoglikemia atau jika konsentrasi asam amino turun di dalam darah setelah konsumsi makanan yang kaya protein. Walaupun begitu konsumsi makanan yang kaya mengandung protein tidak hanya menstimulasi pengeluaran hormon glukagon tetapi juga hormon insulin. Transmitter Hormon sistem saraf autonom seperti asetilkolin dan adrenalin lewat 2 reseptor juga menstimulasi

90

pengeluaran hormon glukagon. Selain itu juga sederetan hormon berikut yang diciptakan di sistem pencernaan gastrin, CCK, GIP, dan GH.

Inhibitor atau yang menghambat sekresi glukagon adalah hiperglikemia atau jika konsentrasi gula darah naik. Selanjutnya juga hormon insulin yang antagonisnya, somatostatin, GLP-1, GABA, sekretin, dan waktu makan yang kaya kandungan karbohidrat.

Fungsi Glukagon: melawan kerja insulin (stimulasi glikogenolisis dan lipolisis), stimulasi glukoneogenik.

Somatostatin
Prosomatostatin mempunyai 28 rantai asam amino, kemudian dirubah menjadi 14 asam amino. Proses sitesis ini berlangsung di dalan sel D pada pulau Langerhans atau di hipotalamus dan GIT. Fungsi Somastotatin

menghambat sekresi hormon pertumbuhan memperlambat pengosongan lambung menurunkan produksi asam lambung dan gastrin mengurangi sekresi pankreas eksokrin menurunkan aliran darah alat-alat dalam memperlambat absorpsi xilosa

Polipeptida Pankreas Polipeptida pankreas mempunyai 36 asam amino, yang dihasilkan oleh sel F (sel PP). Sekresi hormon ini akan meningkat pada usia tua, penyalahgunaan narkoba, diare, hypoglycemia, GGK, dan inflamasi. Fungsi Polipeptida Pankreas: menghambat kontraksi kantong empedu, mengatur produksi enzim pankreas, mempengaruhi absorbsi nutrisi oleh saluran pencernaan

91

VIII. KESIMPULAN

Mrs. B adalah seorang wanita berumur 50 tahun yang hanya sebagai ibu rumah tangga. Umurnya yang cukup tua, membuat resistensi insulinnya meningkat, wanita pun juga lebih rentan untuk mengalaminya, ditambah pula ia sebagai ibu rumah tangga, sehingga aktivitasnya tidak begitu banyak, jadi metabolismenya tidak sebaik yang beraktivitas banyak. Obesitas juga merupakan penyebab utama terjadinya resistensi, karena sel adiposa akan mengeluarkan hormon resistin, sehingga terjadi resistensi insulin. Dengan adanya resistensi insulin, maka terjadi defisiensi glukosa intrasel, yang menyebabkan tubuh mengkompensasi kekurangan glukosa tersebut dengan memecah glikogen dari glikogenolisis, dan memecah lemak dan protein dari glukoneogenesis untuk menyediakan glukosa. Minum OAD tidak teratur juga bisa menyebabkan Diabetes Melitus terus berkembang, tidak terhambat. Resistensi insulin juga menyebabkan hormon kontra insulin seperti glukagon, epinefrin, growth hormone, dan kortisol yang menyediakan glukosa juga bekerja. Akibatnya Hiperglikemia tetap terjadi, bahkan semakin lama akan semakin parah. Hiperglikemia yang semakin parah, akan menyebabkan kerja sel beta pankreas terganggu, sehingga insulin yang dihasilkan semakin rendah. Akibatnya terjadi peningkatan lipolisis karena tubuh tidak dapat menghasilkan energi, dan lipogenesis menurun, akibatnya asam lemak bebas di darah semakin banyak, terjadi pembentukan benda-benda keton yang dapat tercium dari bau mulutnya (berupa aseton), dan urinnya mengandung keton (ketonuria). Pembentukan benda keton ini, akan menyebabkan ketoacidosis, yang menyebabkan asidosis metabolik, yaitu ditandai dengan pH menjadi turun dan asam, serta peningkatan CO2 dalam darah, sehingga harus dikompensasi dengan cara terjadi hiperventilasi untuk mengeluarkan CO2, akhirnya terjadilah napas yang cepat dan dalam (kussmaul respiration) sehingga respiration rate nya tinggi diatas ambang normal. Asidosis metabolik juga bisa menyebabkan mual, dan epigastric pain, serta menyebabkan peningkatan kadar H+ dalam darah yang bisa mengganggu kontraksi otot, sehingga menyebabkan kelelahan. Hiperglikemia bisa menyebabkan terjadinya glikosuria, akibat dari kerja ginjal yang berusaha mempertahankan ambang batas glukosa dalam darah, yaitu dengan cara mengeluarkan glukosa dalam darah (glikosuria). Glukosa yang keluar harus

92

diimbangi dengan cairan dan elektrolit, sehingga menyebabkan terjadinya diuresis osmotik, terjadi poliuria, dan akhirnya menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi dapat menyebabkan volume darah menurun, dan menyebabkan terjadinya gangguan pada sirkulasi perifer, akhirnya oksigenasi kurang, dan terjadi delirium (disoriented).

Kondisi ini juga dapat disebabkan oleh penciutan sel akibat dehidrasi yang menyebabkan malfungsi sel saraf, akibatnya terjadi kondisi delirium juga. Volume darah turun menyebabkan hipotensi, dan menyempitnya sirkulasi perifer merupakan keadaan filiformis. Hormon kontra insulin, salah satunya epinefrin, bisa meningkatkan kerja jantung (cardiac output) melalui pengaktifan sistem saraf simpatis. Sehingga cardiac output meningkat, denyut meningkat, terjadi takikardi. Hiperglikemia juga menyebabkan luka pada Mrs. B mengalami infeksi dan terjadi leukositosis. Akibat glukosa menjadi tempat makan bagi mikroorganisme, dan proses perbaikan jaringan terganggu akibat protein yang kurang, akhirnya luka semakin membengkak dan tidak sembuh. Keadaan infeksi ini bisa menyebabkan demam, dan dengan demam, mulut akan terasa pahit, akhirnya tidak nafsu makan. Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan proses pembentukan ATP terganggu, ditambah pula oleh keadaan asidosis metabolik dan dehidrasi, kelelahan pada tubuh Mrs.B cukup tinggi. Dengan semua komplikasi dari Diabetes Mellitus tipe II ini, Mrs B harus mengatur pola dietnya, olahraga, maupun penggunaan obat dan terapi insulin. Agar kondisi tubuhnya tetap terjaga walaupun ia mengidap diabetes.

93

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C., dan Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Murray, Robert K., dkk. 2009. Biokimia harper Edisi 27. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Anonim., Info POM Antidiabetik Oral, Volume : IV Edisi 5: Mei 2003, Badan Pengawasan Makanan dan Obat.

Chernecky, Schumacher . 2005. Critical care & emergency nursing. USA. Elsevier Science

Boswick, John A. 1998. Kep. Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta: EGC DR. Paul Belchetic & DR. Peter J Hammond. 2005. Diabetes and Endokrinology. Mosby Prof. DR. H. Tabrani. 2008. Agenda Gawat Darurat (critical care). Bandung. PT Alumni

94

You might also like