You are on page 1of 6

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No.

1, (2012) 1-6

OPTIMASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASA SAWIT DAN DIESEL GENERATOR di PT. ASTRA AGRO LESTARI MENGGUNAKAN SOFTWARE HOMER
Slamet Baktiman, Heri Suryoatmojo, dan Syariffuddin Mahmudsyah Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: suryomgt@ee.its.ac.id

Abstrak : Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa Sawit (PLTBS) adalah sistem pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Tujuan utamanya untuk menghemat pemakaian bahan bakar dan mengurangi emisi terutama CO2. Secara menyeluruh sistem PLTBS ini merupakan sistem yang multi variabel sehingga digunakan bantuan perangkat lunak, dalam hal ini HOMER versi 2.68. Perangkat lunak ini mengoptimasi berdasarkan nilai NPC terendah. Dengan studi kasus optimasi PLTBS di PT. Astra Agro Lestari, diintegrasikan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Hasil simulasi dan optimasi dengan bantuan software HOMER menunjukkan bahwa secara keseluruhan sistem yang optimum untuk diterapkan di area studi di atas adalah kombinasi antara PLTBS dan PLTD. Pada kondisi yang optimum ini, kontribusi PLTBS sebesar 93% dan PLTD 7% dengan biaya pembangkitan listrik (cost of electricity, COE) sebesar $0,089 per kWh, konsumsi BBM pertahun 442.369 liter, emisi CO2 yang dihasilkan sistem sebesar 1.176.204 kg/tahun atau berkurang sebesar 90 %.
Kata Kunci PLTBS, PLTD, Simulasi, Homer, NPC, Emisi

Gambar 1.2 Harga Energi dunia 1990 2010[2]

CO2, COE. I. PENDAHULUAN

eningkatnya konsumsi energi primer di Indonesia (gambar 1.1) saat ini dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah penduduk, kemajuan teknologi dan peningkatan perekonomian. Sedangkan konsumsi energi ini tidak dibarengi oleh pasokan energi yang mencukupi sehingga berakibat pada naiknya harga energi (gambar 1.2).

Akibat dari kenaikan sumber energi, membuat setiap negara melalui instansi terkait, perusahaan maupun masyarakat berlomba untuk melakukan efisiensi energi. Hal ini dikarenakan kenaikan harga tersebut berakibat pada naiknya biaya berbagai sektor mulai dari penyelenggaranaan pemerintahan maupun kenaikan biaya produksi perusahaan. Ketika sektor produksi mengalami kenaikan maka hal ini akan berakibat pada menurunnya daya beli masyarakat akibat dari harga jual suatu produk meningkat cukup signifikan. Jika hal ini tidak diatasi maka akan menghambat laju perekonomian bangsa dan masyarakat. Selain itu penggunaan energi fosil seperti minyak bumi, gas, dan batu bara juga memunculkan isu lingkungan dalam hal emisi Gas rumah kaca seperti dan pemanasan global. karbondioksida ( ),

korbonmonoksida ( ), dan membentuk lapisan di atmosfir yang dapat menahan panas yang akan keluar dari bumi sehingga menyebabkan atmosfir bumi semakin panas (pemanasan global). Kepedulian terhadap permasalahan-permasalahan di atas mendorong keluarnya kebijakan pengurangan konsumsi bahan bakar fosil dan peningkatan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang dituangkan dalam bentuk sasaran bauran energi primer nasional 2025 sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1.3. Salah satu upaya untuk memenuhi target bauran energi nasional tersebut adalah menggalakkan penggunaan biomassa sebagai sumber energi.

Gambar 1.1 Kebutuhan Konsumsi Energi primer Indonesia 1990 2010[1]

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

2 daripada produksi nasional. Bahan bakar yang banyak digunakan di Indonesia sebagai sumber pembangkit tenaga listrik antara lain yaitu : minyak bumi, gas alam, dan batubara. Sedangkan hal itu berbanding terbalik dengan ketersediaannya. Hal ini dikarenakan energy fosil dari tahun ke tahun semakin menipis. Sehingga tuntutan untuk mengembangkan potensi energy baru dan terbarukan semakin besar. Pada tabel di bawah ditunjukkan potensi energy yang ada di Indonesia. Tabel 2.2 Potensi sumber energi fosil [3]
JENIS ENERGI FOSIL SUMBER DAYA CADANGAN PRODUKSI RASIO CAD/PROD (TAHUN)

Gambar 1.3 Sasaran bauran energi primer Nasional 2025[3]

Minyak (miliar barel) Gas (TSCF) Batubara (miliar ton)

86.9 384.7 58

9.1 185.8 19,3

0,387 2.95 0.132

23 62 146

II. URAIAN PENELITIAN A. KONDISI KELISTRIKAN DI INDONESIA Kapasitas daya terpasang pada PLN di Indonesia terbagi atas daerah pulau jawa 69%, pulau sumatera 17%, pulau pulau lain 14%. Kapasitas daya setiap tahunnya mengalami pertumbuhan 13,6%. Konsumsi energi terus menaik setiap tahunnya, dalam rangka memenuhi pertumbuhan kebutuhan energi disetiap sektor seperti rumah tangga, industri, transportasi, pemerintah dan fasilitas umum. Peningkatan konsumsi energi ini dipengaruhi oleh laju pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin berkembang. Seperti yang terlihat pada tabel 2.1 yang menunjukkan laju pertumbuhan konsumsi energi. Tabel 2.1 Perkembangan konsumsi energi indonesia[4]
Wilayah Indonesia Jawa - Bali Sumatera Kalimantan Sulawesi Indonesia Timur 2005 106,09 85,39 12,45 3,48 3,31 1,45 2006 111,48 89,04 13,61 3,64 3,57 1,61 2007 119,97 95,62 14,69 3,92 3,93 1,81 2008 127,63 100,77 16,44 4,24 4,22 1,96 2009 133,11 104,11 17,62 4,65 4,59 2,15 Rata -rata 6,1 5,4 8,7 7,3 8,1 10,4

Tabel 2.3 Potensi sumber energi nonfosil


ENERGI NON FOSIL SUMBER DAYA KAPASITAS TERPASANG

Tenaga Air Biomass Panas Bumi Tenaga Angin Mini/Micro Hydro Tenaga Surya

75.67 GW 49.81 GW 27.00 GW 9.29 GW 0.45 GW 4.80 kWh/m2/hari

4.2 GW 0.3 GW 0.8 GW 0.0006 GW 0. 206 GW 0.01 GW

C. PERKEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama tujuh tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan yakni berkisar 2,03% - 9,05% per tahunnya. Pada tahun 2004 lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia tercatat seluas 5,72 juta Ha, meningkat menjadi 7,95 Ha pada tahun 2009. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 2,03% dari tahun 2009 menjadi 8,11 ha (Gambar 2.1).

Kondisi ketenagalistrikan Indonesia sesuai dengan RUPTL PLN 2010 adalah sebagai berikut : Kapasitas TOTAL INDONESIA 30,320 GW Saluran TRANSMISI 13.594 kms. Kapasitas Trafo Gardu Induk 8.895 MVA. Saluran Distribusi 620.000 kms. Kapasitas Trafo Distribusi 34.000 MVA. Jumlah Pelanggan : 39,2 juta orang. B. POTENSI SUMBER DAYA ENERGI Energi fosil di Indonesia merupakan energy primer karena sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia menggunakan energy fosil. Salah satu jenis energy fosil yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah minyak bumi. Sedangkan produksi minyak bumi dalam negeri tidak mampu lagi mengatasi permintaan, permintaan jauh lebih besar

Gambar 2.1 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia 2004 2010 [5]

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 D. SOFTWARE HOMER Homer adalah suatu model Micropower untuk mempermudah dalam mengevaluasi desain dari jaringan tunggal (grid-off) maupun jaringan yang terkoneksi dengan sistem (grid-connected). Dalam merancang sistem pembangkit harus diperhatikan mengenai konfigurasi sistem, diantaranya : komponen apa saja yang tidak dapat dimasukkan dalam konfigurasi sistem, berapa banyak dan dan berapa ukuran masing- masing komponen yang harus digunakan, banyaknya pilihan teknologi dalam penghitungan biaya dan ketersediaan sumber daya energi yang ada, optimasi Homer dan algoritma analisis yang sensitif dapat lebih mudah untuk mengevaluasi konfigurasi sistem dan banyak kemungkinan. Model ini dapat menganalisa stand alone sistem dengan menggunakan beberapa komponen generator diesel 2,5MW, Generator diesel 1MW dan generator biomassa.

Gambar 2.4 Jumlah rata rata feedstok biomasa Flowchart


Mulai

Menentukan Komponen PLTBS

Data Beban Harian Feedstock Biomassa Spesifikasi Alat dan Biaya

Memasukkan Persyaratan Sistem Operasi

Memasukkan Variabel Sensitifitas Konsumsi Beban

Gambar 2.2 konfigurasi pembangkit ke dalam software homer Tabel 2.4 Rating Kompenen Peralatan Rating (kW) Niigata 2500 Cummin 1000 Biomassa 500 Potensi Feedstok Biomasa Berdasarkan potensi biomasa di Astra Agro Lestari, ratarata jumlah feedstok di ambil 40% dari produksi harian selama satu tahun dapat dilihat pada gambar 2.3

Membentuk Semua Kemungkinan Konfigurasi Hitung NPC dan COE

NPC dan COE Minimum ?

Hasil konfigurasi

Selesai

Gambar 2.5 Flowchart program Gambar 2.3 Jumlah rata rata feedstok biomasa Beban Harian Data beban harian diperoleh dari PT. Astra Agro, gambar berikut adalah kurva beban harian kebutuhan listrik. Dengan flow chart ini alur program dapat dilihat bahwa software homer dapat menentukan kombinasi pembangkit yang ideal dengan menghitung biaya-biaya sampai menentukan hasil dari biaya pembangkitan energi listrik/kwh.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 III. PEMODELAN DAN SIMULASI Pada hasil simulasi ini di dapatkan beberapa kombinasi dari beberapa kemungkinan yang ada. Kombinasi tersebut berdasarkan pada beberapa variabel yang telah ditentukan. Dalam hal ini akan di jelaskan hasil simulasi pada dua kondisi yaitu kondisi awal yaitu suatu kondisi dimana ada dua unit PLTD tanpa ada penambahan PLTBS, sedangkan pada kondisi kedua berdasarkan pada hasil simulasi yang paling optimal terdiri dari satu unit PLTBS dan dua unit PLTD. Dari sini akan terlihat bahwa konfigurasi paling optimal yaitu konfigurasi PLTD dan PLTBS. Hasil simulasi diurutkan berdasarkan kondisi paling optimal dan biaya yang terendah.

Gambar 3.3 Produksi listrik saat kondisi awal Tabel 3.1 Data Hasil Kelistrikan saat Kondisi Awal
Komponen Niigata 2,5Mw Cumin 1Mw Total Produksi (kWh/yr) 15,520,895 627,435 16,148,330 Kontribusi 96% 4% 100%

Konsumsi BBM Kebutuhan BBM selama satu tahun adalah sebesar 5,341,827 liter, dimana penggunaan terbesar terdapat pada generator Niigata 2,5MW sebesar 5,038,968 liter dan Cummin 1Mw sebesar 302,859 liter. Tabel 3.2 Jumlah konsumsi BBM saat Kondisi Awal
Generator Niigata 2,5Mw Cumin 1Mw Total Konsumsi BBM (L/yr) 5,038,968 302,859 5,341,827

Gambar 3.1 Tampilan Hasil Simulasi Homer. A. Kondisi Awal Kondisi awal disini merupakan kondisi saat sebelum ada penambahan Biomassa. Simulasi ini digunakan sebagai pembanding antara sebelum adanya penambahan PLTBS. Kondisi awal ini sistem PLTD terdiri dari 2 unit PLTD dengan kapasitas 2500 kW (Nigata), 1000 kW (Cummin) dengan hasil simulasi sebagai berikut :

Biaya-biaya Biaya biaya yang didapatkan dari hasil simulasi sistem kondisi awal ini meliputi Biaya pembangkitan (COE) sebesar $ 0.453 per kWh, Nilai bersih sekarang (Net Present Cost) sebesar $ 93.435.152 dan biaya pengoperasian sebesar $ 7.147.587 pertahun.

Gambar 3.4 Cash flow saat kondisi awal Tabel 3.3 Total Biaya Komponen Gambar 3.2 Data Hasil Simulasi pada kondisi awal Produksi Listrik Produksi listrik dihitung berdasarkan data pemakaian selama satu tahun dimana dalam satu tahun didapatkan kebutuhan listrik sebesar 16,148,330 kWh dengan kontribusi generator Niigata sebesar 96% atau 15,520,895 kWh dan Cummin sebesar 4% atau 627,435 kWh. Total net present cost Levelized cost of energy (per kWh) Operating cost (per tahun)

Biaya ($) 93,435,152 0.453 7,147,587

B. Kondisi Akhir HOMER mensimulasikan sistem PLTBS dan mengurutkannya dengan skala prioritas bertumpu pada NPC dan biaya pembangkitan serta emisi terendah.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

Gambar 3.5 Data Hasil Simulasi saat kondisi optimum Produksi Listrik Produksi listrik dihitung berdasarkan data pemakaian selama satu tahun dimana dalam satu tahun didapatkan kebutuhan listrik sebesar 16,148,330 kWh dengan kontribusi generator Niigata sebesar 3% atau 446,292kWh dan Cummin sebesar 4% atau 627,435 kWh dan Biomasa sebesar 93% atau
15,074,603 kWh.

Gambar 3.7 Cash flow saat kondisi optimum

Tabel 3.6 Total Biaya kondisi Optimum


Komponen Total net present cost Levelized cost of energy (per kWh) Operating cost (per tahun) Biaya ($) 18,288,340 0.089 1,171,315

C. Dispatch Strategy Pada kondisi optimum didapatkan bahwa beban disuplai oleh Biomassa, diesel generator Niigata dan Cummin. Kurva beban dan kontribusi dari masing-masing pembangkit pada 1 januari seperti pada gambar di bawah.

Gambar 3.6 Produksi listrik saat kondisi optimum


Tabel 3.4 Data Hasil Kelistrikan saat Kondisi Optimum Komponen Produksi (kWh/yr) Kontribusi Niigata 2,5Mw 446,292 3% BIOMASSA 15,074,603 93% Cumin 1Mw 627,435 4% Total 16,148,330 100%

Konsumsi BBM Penggunaan konsumsi BBM mengalami pengurangan yang cukup drastis, hal ini dikarenakan adanya penambahan PLTBS yang tidak membutuhkan konsumsi BBM. Kebutuhan total BBM selama setahun pada saat kondisi optimum sebesar 442.369 liter dimana Niigata membutuhkan 139.510 liter dan Cummin sebesar 302.859 liter. Tabel 3.5 Konsumsi BBM saat Kondisi Optimum
Generator Niigata 2,5Mw Cumin 1Mw Total Konsumsi BBM (L/yr) 139,510 302,859 442,369

Gambar 3.8 Kurva beban harian

Biaya-biaya Biaya biaya yang didapatkan dari hasil simulasi sistem kondisi awal ini meliputi Biaya pembangkitan (COE) sebesar $ 0.089 per kWh, Nilai bersih sekarang (Net Present Cost) sebesar $ 18,288,340 dan biaya pengoperasian sebesar $ 1.171.315 pertahun.

Gambar 3.9 Kontribusi Biomasa, Generator Niigata dan Generator Cummin.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Tabel 4.14 Rincian pembagian daya selama 12 jam
End Time 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 Primary Load (kW) 1674 1788 1756 1772 1805 1838 1251 1547 1538 1534 1531 1612 Niigata (kW) 1674 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Biomasa (kW) 0 1788 1756 1772 1805 1838 1251 1547 1538 1534 1531 1612 Cummin (kW) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total Load Served (kW) 1674 1788 1756 1772 1805 1838 1251 1547 1538 1534 1531 1612

6 dari sebelumnya sebesar 16.148 MWh/tahun menjadi 1.073 MWh/tahun. 3. Konsumsi BBM mengalami penurunan dari sebelumnya sebesar 5.341 kiloliter/tahun menjadi sebesar 442 kiloliter/tahun. 4. Setelah adanya optimasi harga per kWh menjadi sebesar $0,089 (Rp827,7 [6]) harga ini mengalami penurunan dari harga per kWh sebelumnya yang sebesar $0,45 (Rp 4.185). Penurunan biaya per kWh dikarenakan adanya penurunan 19% pada total NPC atau sebesar $ 75.146.812 (Rp698.865.351.600), biaya operasi 83% sebesar $ 5.976.272 (Rp55.579.329.600). 5. Pembangunan PLTBS dapat mengurangi jumlah emisi CO2 sebesar 12.890 ton/tahun atau sebesar 90% dari kondisi awal PLTD yaitu sebesar 14.066 ton/tahun. V. SARAN Dengan meningkatnya harga CPO yang saat ini Rp 9000 Rp 10.000 [7] maka jumlah produksi sawit semakin meningkat sehingga residu sawit akan semakin besar. Kedepannya diharapkan tidak hanya tandan buah segar (TBS) yang digunakan untuk bahan baku PLTBS tetapi juga cangkang sawit, mesocraf dan FOME. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang telah memfasilitasi penulisan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pembimbing yang selama ini membantu kelancaran penelitian ini dan juga semua pihak pihak yang telah membantu menyediakan data data penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] British Petroleum, Primary Energy Consumption 2011. <URL: http://www.bp.com>, Juni 2012. [2] British Petroleum, BP Statistical Review of World Energy June 2011, <URL: http://www.bp.com/statisticalreview>, Juni 2012. [3] Panitia Teknis Sumber Energi (PTE) Nasional, Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006 2025, 2007, Jakarta. [4] PT. PLN Persero, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PLN 2010 2019, 2010. [5] Badan Pusat Statistik , Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2010, 2010. [6] Bank Mandiri, Kurs Mata Uang, <URL: http://www.bankmandiri.co.id/resource/kurs.asp>, Juni 2012. [7] Bisnis Indonesia, Komoditas CPO, <URL: http://www.bisnis.com/articles/komoditas-cpo-hargadiperkirakan-stagnan-us$900-us$1-dot-000-slash-ton>, Juni 2012

D. Jumlah Emisi Jumlah emisi pada saat awal atau sebelum penggunaan biomasa dan sesudah penggunaan biomasa mengalami perubahan yang cukup drastic, terlihat seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 3.7 Perbandingan Jumlah Emisi
Emisi Sebelum Optimasi (kg/tahun) 14.066.788 34.722 3.846 2.617 28.249 309.826 Setelah Optimasi(kg/ tahun) 1.176.204 3.3 366 249 2.339 29.446

Karbondioksida, CO2 Karbonmonooksida, CO Hydrokarbon, HC Particulate matter Sulfur Dioksida, SOx Nitrogen Oksida, NOx

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan rata rata sebesar 90% antara kondisi sebelum optimasi dan sesudah optimasi dengan perincian jumlah emisi CO2 sebesar 12.890.584 kg/tahun, CO sebesar 31.422 kg/tahun, HC sebesar 3.480 kg/tahun, Particulate matter sebesar 2.368 kg/tahun, SOx sebesar 25.910 kg/thun dan NOx sebesar 280.380 kg/tahun. IV. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada saat kondisi optimal yaitu penggabungan antara pembangkit listrik tenaga biomasa (PLTBS) dan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan pembagian kontribusi sebagai berikut : PLTBS terhadap sistem sebesar 93% sedangkan sisanya sebesar 7% di suplai oleh PLTD. 2. Dengan optimasi menggunakan HOMER jumlah produksi energi listrik PLTD mengalami penurunan sebesar 93%

You might also like