You are on page 1of 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi Referat ini dengan baik dan sesuai dengan waktunya. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Neza Puspita, SpOG, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, dan kepada dokter-dokter pembimbing di RS Otorita Batam, atas bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga presentasi kasus ini dapat diselesaikan dengan baik. Tujuan dari pembuatan tugas ini adalah sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit Otorita Batam.

Semoga presentasi kasus ini dapat menambah wawasan kita dalam dunia kesehatan, khususnya pada topik referat ABORTUS. Namun penulis sadar, bahwa tugas yang penulis buat masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Februari 2012

Penulis

Page | 1

ABORTUS
DEFINISI Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum mampu hidup di luar rahim ( belum viable ) dengan kriteria usia kehamilan kurang 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi para ahli tentang abortus, antara lain : EASTMAN : Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 gr, atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu. JEFFCOAT : Abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law. HOLMER : Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16, dimana proses plasentasi belum selesai.

ETIOLOGI

Faktor Genetik Paling sedikit 50% dari kejadian abortus trimester pertama merupakan sitogenetik, biasanya berupa aneuploidi atau poliploidi, separuh dari 50% tersebut berupa trisomi autosom akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan kariotip normal. Keadaan ini meningkat setelah ibu usia 35 tahun. Tetraploidi, kelainan struktur kromosom, kelainan gen pada myotonic dystrophy dan gangguan konektif lain juga merpakan etiologi terjadinya abortus.

Faktor Anatomik a. Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, septum uterus, uterus didelfis, uterus unikornis) b. Retroversia utei gravidi inkarserato c. Perlengketan intra uteri ASAERMAN SYNDROME d. Mioma uteri sub mukosa Page | 2

e. Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola) f. Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis g. Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen, dan endometriris.

Faktor Autoimun APS (antiphospholipid syndrome) Kriteria APS : Trombosis vaskular : trombosis arteri, vena atau kapiler dapat dibuktikan dengan gambaran dopler, penciteraan, atau histopatologi.. Komplikasi kehamilan : 3 atau lebih abortus tanpa sebab yang jelas, 1 atau lebih kematian janin dengan morfologi dan sonografi yang normal, 1 atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeeklamsia berat. Laboratorium : IgG dan IgM anticardiolipin antibodi (aCL) meningkat dengan pemeriksaan ELISA 2 kali dalam jarak pemeriksaan 6 minggu. Antbodi fosfolipid / antikoagulan : pemanjangan aPTT, PT dan CT, kegagalan pemeriksaan tes skrining yang memanjang dengan penambahan FFP, perbaikan nilai tes yang memanjang dengan panambahan fosfolipid. Dapat dicurigai abortus et causa APS pada kehamilan di atas 10 minggu, dengan adanya trombosis plasenta yang diawali oleh adanya peningkatan rasio tromboksan : prostasiklin, peningkatan agregasi trombosit, penurunan c-reaktif protein dan peningkatan sintesis platelet activating factor.

Faktor Infeksi Mikroorganisme yang terkait menurut DeForest dkk : Bakteria : Listeria monositogenes, Klaidia trakomatis, Ureaplasma urealitikum, Mikoplasma hominis, Bakterian vaginosis. Virus : Sitomegalovirus, Rubela, HSV, HIV, Parvovirus. Parasit : Tokoplasmosis gondii, Plasmodium falsiparum. Page | 3

Spirokaeta : Treponema pallidum

Peranan infeksi terhadap resiko abortus : Metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta. Infeksi janin berakibat kematian janin Infeksi plasenta isufisiensi plasenta dan berlanjut kematian janin. Infeksi kronis endometrium yang mengganggu proses implantasi. Amnionitis Perubahan genetik dan embrio akibat dari virus itu sendiri. yang

Faktor lingkungan 1-10 % malformasi janin akibat dari paparan obat,bahan kimia, atau radiasi dan umumnyabberakhir dengan abortus. Rokok yang mengandung nikonin yang mempunyai efek vasoaktif sehingga dapat menghambat sirkulasi uteroplasenta. Begitupun juga karbon monoksida yang menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dapat mengganggu pertumbuhan janin dan berakibat terjadinya abortus.

Faktor Hormonal Diabetes melitus : wanita dengan HbA1c yang tinggi pada trimester pertama, resiko abortus dan malformasi janin meningkat signifikan. Kadar progesteron yang rendah : progesteron mempengaruhi reseptivitas endometrium terhadap implantasi embrio dan juga perkembangan korpus luteum, dengan menurunnya kadar

progesteron, resiko abortus lebih besar terutama saat usia gestasi sekitar 7 minggu. Defek fase luteal : diduga terjadi karena insufisiensi progesteron Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua.

Page | 4

FREKUENSI Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15%. Namun demikian, frekuensi seluruh keguguran sukar ditentukan karena abortus buatan buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali jika terjadi komplikasi. Juga karena sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanita tidak datang ke dokter atau Rumah Sakit. Makin tua umur, abortus makin sering terjadi. Demikian juga dengan semakin banyak anak, abortus juga akan semakin sering terjadi. Semakin tua umur kehamilan, kemungkinan abortus makin kecil, Wanita < 20 tahun abortus 12%. Wanita > 40 tahun abortus 26%

PATOLOGI Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemungkinan diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke 10 hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabakan sebelum minggu ke 10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10- 12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal jika terjadi abortus. Pada abortus tahap lebih lanjut, terdapat beberapa kemungkinan hasil. Janin yang tertahan dapat mengalami maserasi. Tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh cairan yang mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas inutero atau dengan sentuhan ringan, meninggalkan dermis. Organ-organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis. Cairan amnion mungkin terserap saat janin tertekan dan mengering untuk membentuk fetus kompresus. Kadang-kadang, janin akhirnya menjadi sedemikian kering dan tertekan sehingga mirip perkamen, yang disebut juga sebagai fetus papiraseus. Page | 5

KLASIFIKASI Abortus dapat dibagi atas dua golongan : 1. Abortus Spontan Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului factor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh factor-faktor alamiah.

2. Abortus Provakatus (induced abortion) Adalah abortus yang disengaja, baik dengan mengunakan obat-obatan ataupun alatalat. Abortus ini terbagi lagi menjadi : a) Abortus Medisinalis Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). b) Abortus Kriminalis atau tidak aman Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

KLASIFIKASI ABORTUS SPONTAN Dapat di bagi atas : 1. Abortus Imminens ( Threatened abortion, Abortus mengancam ) Adalah ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Proses awal dari suatu keguguran, yang ditandai dengan : a) Perdarahan pervaginam, sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan janin masih dalam intrauterine timbul pada pertengahan trimester pertama b) TFU sesuai dengan usia gestasi berdasarkan HPHT. c) Perdarahan biasanya sedikit, hal ini dapat terjadi beberapa hari. d) Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah menyertai perdarahan. e) Tidak ditemukan kelainan pada serviks dan serviks tertutup f) Kadar hormon hCG pada urin menentukan prognosis dari abortus imminens, jika pemeriksaan (+) sebelum dan setelah diencerkan 1/10, prognosis mengarah ke ad bonam dan bila (-) saat diencerkan 1/10, maka prognosis mengarah ke ad malam. Page | 6

g) Pemeriksaan USG

diperlukan untuk menegetahui keadaan plasenta apakah

sudah terjadi pelepasan atau belum dan apakah ada hematoma retroplasenta. Diperhatikan ukuran biometri janin/ kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT, gerak janin dan denyut jantung janin.

Penatalaksanaan a) Tirah baring/rawat sampai perdarahan berhenti. b) Diberikan spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan

hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. c) Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual kurang lebih 2 minggu. d) Bila reaksi kehamilan 2x berturut-turut negative, maka sebaiknya uterus dikosongkan (kuret) e) Memberikan antibiotik profilaksis terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.

2. Abortus Incipien (Inevitable abortion, Abortus sedang berlangsung) Ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat dan mendatar, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus, tinggi fundus uteri sesuai dengan usia gestasi berdasarkan HPHT. Ditandai dengan adanya : a) nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim kuat. b) robeknya selaput amnion dan adanya pembukaan serviks c) terjadi kontraksi uterus untuk mengeluarkan hasil konsepsi d) perdarahan per vaginam masif, kadang kadang keluar gumpalan darah. e) Tes hCG biasanya negatif namun dapat positif karena produksi hCG oleh korion, dan bukan oleh fetus

Page | 7

f) Pada pemeriksaan USG didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, perhatikan apakah adanya perdarahan retroplasenta dan ovum yang mati.

Penatalaksanaan 1. Bila kehamilan < 16 minggu dapat dilakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera lakukan : Berikan ergometrin 0,2 mg I.M yang diulangi 15 menit kemudian jika perlu ATAU Misoprostol 400 mg per oral dan bila masih diperlukan dapat diulang setelah 4 jam jika perlu. Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus. 2. Bila kehamilan > 16 minggu tunggu ekspulsi spontan kemudian dilakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera lakukan : Induksi oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai 8 tetes sampai 40 tetes/ menit, sesuai kondisi kontraksi uterus sampai terjadi pengeluaran hasil konsepsi. Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus. 3. Bila janin telah keluar tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual atau kuretase. 4. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

Page | 8

3. Abortus Kompletus Ialah proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi (desidua dan fetus) telah keluar melalui jalan lahir sehingga rongga rahim kosong pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Tanda dan Gejala a) Serviks menutup. b) Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea. c) Gejala kehamilan tidak ada. d) Uji kehamilan biasanya positif sampai 7-10 hari setelah abortus.

Penatalaksanaan Tidak perlu evakuasi lagi Observasi untuk melihat perdarahan banyak/tidak. Lakukan Pemantauan Pasca Abortus Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan tranfusi darah. Diberikan suplemen vitamin bila diperlukan

4. Abortus Inkompletus ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Gejala Klinis : o Didapati amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas o Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan biasanya disertai stolsel (darah beku).

Page | 9

o Sudah ada keluar fetus atau jaringan Pada pemeriksaan dalam (V.T.) untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa jaringan pada kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus yang berukuran lebih kecil dari seharusnya. Penatalaksanaan Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, waspada akan terjadinya syok, berikan cairan yang cukup dan bila perlu transfusi darah. Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yg disertai perdarahan, dapat dikeluarkan secara evakuasi manual dan kuretase, karena perdarahan tidak akan berhenti bila sisa belum dikeluarkan i. Bila perdarahan berhenti diberi ergometrine 0,2 mg I.M atau misoprostol 400 mg per oral untuk merangsang kontraksi. ii. Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa konsepsi dengan kuretase Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika prophilaksis Bila terjadi infeksi beri Ampicillin 1 gr dan Metronidazol 500 mg setiap 8 jam

5. Missed Abortion ialah berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, namun keseluruhan hasil konsepsi tertahan dalam uterus 2 bulan atau lebih. Fetus yang meninggal ini dapat : 1. Keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah fetus mati. Page | 10

2. Diresorbsi kembali sehingga hilang 3. Mengering dan menipis yang disebut : fetus papyraceus 4. Menjadi mola karnosa, dimana fetus yang sudah mati 1 minggu aka mengalami degenerasi dan air ketubannya diresorbsi. Gejala Klinis Ditandai dengan kehamilan yang normal dengan amenorrhea, dapat disertai mual dan muntah Perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada permulaannya Pertumbuhan uterus mengecil dengan fundus yang tidak bertambah tinggi jika kehamilannya berkisar antara 14 sampai 20 minggu. Mamae menjadi mengecil sebagai tanda-tanda kehamilan sekunder yang menghilang. Gejala-gejala kehamilan menghilang diiringi reaksi kehamilan menjadi negative pada 2-3 minggu setelah fetus mati. Pada pemeriksaan dalam serviks tertutup dan ada darah sedikit Pasien merasa perutnya dingin dan kosong.

Pada pemeriksaan USG didapatkan : uterus yang mengecil, kantong gestasiyang menegecil dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tandatanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinyagangguan pembekuan darah oleh karena hipofibrinogemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.

Penatalaksanaan : Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Usia gestasi >12 minggu dan <20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk menggunakan prostaglandin atau sintetisnya, salah satunya adalah pemberian mesoprostol secara sublingual 400 mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam jam. Selain itu tehnik dengan pemasangan laminaria juga dapat digunakan, dengan itu akan terjadi pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Page | 11

Perlu disiapkan adanya transfusi darah dan pemeriksaan darah lengkap, untuk mendeteksi adanya hipofibrinogenemia. Pascatindakan, perlu dipertimbangkan pemberian oksitosin secara drip intravena dan pemberian antibiotika profilaksis.

6. Abortus Habitualis ialah abortus yang terjadi 3 kali berturut turut atau lebih oleh sebab apapun. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran secara berturut-turut. Bishop melaporkan kejadian abortus habitualis terjadi 0,41% dari seluruh kehamilan. Penyebab paling sering pada abortus ini dahulu ditetapkan karena reaksi immunologi yaitu TLX ( lymphocyte trophoblast cross reactive) tetapi dekade belakangan ini diketahui penyebab yang tersering dijumpai adalah inkompetensia serviks yaitu

keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana os serviks akan membuka tanpa disertai tanda-tanda inpartu lainnya seperti perut tegang dan mulesmules, akhirnya terjadi pengeluaran janin. Penyebab lain yang sering ditemukan berupa kelainan anatomis, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum, kesalahan plasenta, yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum atrofis. Pe meriksaan : a. Histerosalfingografi, untuk mengetahui adanya mioma uterus submukosa atau anomali congenital. b. BMR dan kadar jodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan glandula thyroidea c. Psiko analisis Page | 12

Terapi : o Pada serviks inkompeten terapinya operatif SHIRODKAR atau MC DONALD (cervical cerlage). o Merokok dan minum alcohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. o Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. o Tindakan tracheloplasty terdiri dari peningkatan serviks dengan benang yang kuat yang dijahitkan pada daerah sekitar serviks pada kehamilan trimester pertama antara 12-14 minggu kehamilan, dan diangkat pada akhir kehamilan pada saat resiko untuk terjadinya abortus telah lewat.

7. Abortus Infeksious ialah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi genital Diagnosis : Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar rumah sakit. Pemeriksaan : Kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan, dan sebagainya. tanda tanda infeksi yakni kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,5 derajat Celcius, kenaikan leukosit dan discharge berbau pervaginam, uterus besar dan lembek disertai nyeri tekan.

Penatalaksanaan Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan da uji kepekaan obat) o Berikan suntikan penisilin 1,2 juta satuan tiap 6 jam, atau ampisilin 4 x 1 gram o gentamisin 2 x 80 mg o metronidazole 2 x 1 gr o selanjutnya antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur. Page | 13

Bila tetap terjadi perdarahan banyak setelah 1-2 hari lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi. Dapat ditambahkan injeksi ATS dan irigasi vagina dengan H2O2 bila sudah ada tanda-tanda tetanus

8. Septic Abortion ialah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Diagnosis septic abortion ditegakan jika didapatkan tanda tanda sepsis, seperti nadi cepat dan lemah, syok dan penurunan kesadaran. Penatalaksanaan sama dengan abortus infeksious, hanya dosis dan jenis antibiotika ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman. Perlu di observasi apakah ada tanda perforasi atau akut abdomen.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang ini diperlukan dalam keadaan abortus imminens, abortus habitualis dan missed abortion : 1. Pemeriksaan ultrasonographi atau Doppler untuk menentukan apakah janin masih hidup atau tidak, serta menentukan prognosis. 2. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion. 3. Tes kehamilan. 4. Pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan dan diagnosis pasien.

DIAGNOSIS BANDING 1. KET : nyeri lebih hebat dibandingkan abortus. 2. Mola Hidantidosa : uterus biasanya lebih besar daripada lamanya anmenore dan muntah lebih sering. 3. Kehamilan dengan kelainan serviks seperti karsinoma servisi uteri, polipus uteri, dsb.

PENANGANAN DI IGD Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai menimbulkan gejala klinis syok, tindakan pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan umum. Tindakan selanjutnya adalah untuk menghentikan sumber perdarahan. Page | 14

Tujuan dari penanganan tahap pertama ini, agar penderita tidak jatuh ke tingkat syok yang lebih berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan menuju keadaan yang lebih balk. Dengan keadaan umum yang lebih baik (stabil), tindakan tahap ke dua umumnya akan berjalan dengan baik pula. Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa : 1. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan suhu badan). 2. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya takipnu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari hambatan. Dan diberi oksigen melalui kateter nasal). 3. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi

Trendelenburg. 4. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl 0,9%, Ringer laktat). 5. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan elektrokardiografi dan dengan pengukuran tekanan vena sentral). 6. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, jenis Rhesus, Tes kesesuaian darah penderita dengan darah donor, pemeriksaan pH

KOMPLIKASI ABORTUS 1. Perdarahan (hemorrhage) 2. Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan dukun. 3. Infeksi dan tetanus 4. Payah ginjal akut 5. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh: Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik

6. DIC (disseminated intravaskular Coagulation)

Komplikasi dari post abortus berkembang menjadi 3 bagian besar : Page | 15

1. Evakuasi yang inkomplit dan atonia uterus yang menyebabkan komplikasi perdarahan perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya. 2. Infeksi Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora normal. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik, virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium tuba, parametrium dan peritonium. 3. Kerusakan organ-organ

PROGNOSIS

Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi abortus sepontan sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90%. Pada wanita kieguguran dengan etiologi yang tidxak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80%. Sekitar 77% angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5-6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.

Page | 16

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjisastro H, Safiudin AB, Rachimahadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo, Jakarta, 2000. 2. Mochtar R, Lutan D. Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1998. 3. Mansjoer A, TORCH. Editor Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga, Jilid pertama, Media Auesculapius FKUI, Jakarta, 2001. 4. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2005. 5. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP, 2007.

Page | 17

You might also like