You are on page 1of 4

JALAN LAIN RSBI

Kajian dan publikasi tentang perencanaan pendidikan pada umumnya diletakkan dalam konteks makro, yaitu pada tingkat nasional, atau minimal tingkat regional yang mencakup wilayah kabupaten/kota. Tidak mudah untuk menemukan publikasi bidang perencanaan pendidikan dalam konteks mikro, yaitu pada tingkat institutional, seperti perencanaan sekolah, perencanaan universitas, ataupun perencanaan pendidikan pelatihan. Titik strategis perencanaan pendidikan skala mikro juga didorong oleh pengarusutamaan desentralisasi pendidikan yang memberi keleluasaan sekaligus tanggung jawab terhadap sekolah. Untuk menyukseskan desentralisasi pendidikan, pemerintah berupaya melakukan penguatan dan peningkatan kapasitas sekolah seperti pengarusutamaan MBS, mendorong munculnya KTSP, peningkatan

profesionalisme dan kesejahteraan dan lain-lain. Proses hambatan yang terjadi, yaitu (1) proses desentralisasi pendidikan berjalan setengah hati, pemerintah pusat masih keberatan membagikan kewenangannya, (2) kebanyakan sekolah belum siap mengubah budaya petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dari atasan, (3) budaya birokrasi pendidikan sulit beruba. Kaufman memetakkan aktivitas system perencanaan, menentukan berbagai alternatif pemecahan masalah, memilih strategi yang paling tepat, kemudian diikuti dengan implementasi dan menilai atau mengukur efektifitas kinerja. Sedikit berbeda dengan model perencanaan Kaufman dan Fullan yang memang berangkat dari latar belakang dan dipraktikan dalam bidang pendidikan, model Rogers lebih banyak digunakan. Rogers membedakan perubahan untuk individu dan organisasi. Karena sekolah merupakan organisasi, maka perencanaan perubahan mengacu pada perubahan organisasi. Langkah perencanaan perubahan dipilah menjadi dua yaiyu inisasi dan implementasi. Tahap inisasi dipilah menjadi dua, yaitu agenda-setting dan matching. Tahap implementasi dipilah menjadi tiga yaitu redifining/restructuring, clarifying, routizing. Waskito Tjiptosasmita menandaskan bahwa sistem sekolah itu menjalankan mandat dari masyarakat atau mekanisme alokasi dari masyarakat, berpangkal dari itu penulis merencanakan perubahan sekolah agar dapat mengemban mandate dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat, melalui tahpan-tahapan sebagai berikut :(1) agenda-setting, permasalahan paling mendasar yang dihadapi adalah kinerja dan pelayanan sekolah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga mereka tidak mempercayakan sekolah untuk mendidik putra putrinya.

(2) matching, menyatukan visi sekolah ke depan yaitu visi bersama merintis sekolah model baru sesuai kebutuhan masyarakat kota yang berstatus sosila ekonomi menengah yaitu sekolah sampai sore/ fullday school. (3) redefining/restructuring, inovasi berupa fullday school terjadi

restrukturasi, bahkan redifinisi sekolah. (4) clarifiying, dalam situasi demikian pihak sekolah berupaya menjernihkan kembali inovasi awal dengan kebutuhan sekolah model baru. (5) rotinizing, inovasi yang dilakukan menjadi lebih selektif, yaitu sejauh dapat menguhkan dan menyempurnakan inovasi menyeluruh yang dilakukan di awal. (6) evaluating, proses perencanaan tidak dilakukan satu kali untuk selamanya, tetapi sewaktu-waktu dicek kembali untuk evaluasi menyeluruh dan mendasar dilakukan setiap delapan tahun sekali.

Sekolah Muhammadiyah Menembus Kelas Dunia


Sekolah bertaraf internasional (SBI) bukanlah sekolah internasional. Secara sederhana, SBI adalah sekolah nasional yang telah melampui standar nasional pendidikan, kemudian diperkaya dengan wawasan pendidikan internasional. Bias dirumuskan SBI adalah SNP plus X, di mana X-nya adalah penggayaan standar pendidikan di negara-negara maju. Salah satu penggiat sekolah-sekolah berkelas dunia asal Amerika Serikat, ada dua konsep yang dipakai dan sering ditukar-alihkan oleh Gaudeli yaitu World Class (kelas dunia) dan global education (pendidikan global). Pendidikan global atau sekolah berkelas dunia, sering dipakai untuk menggambarkan percampuran, seiring kemunculan medan baru dari berbagai loci yang mencakup hubungan internasional, kajian budayaa, kajian lingkungan, kajian ekonomi dll. Merujuk pada pengertian Gaudelli, pendidikan global atau sekolah berkelas dunia dituntut peran dan kontribusinya untuk turut serta memahami dan mengurai berbagai permasalahan kehidupan manusia di muka bumi. Yang perlu dicamkan dan dijadikan agenda utama bagi penyelenggara dan pengelola sekolah Muhammadiyah yang berminat untuk mengembangkan sekolahnya menjadi sekolah berkelas dunia adalah, adanya keharusan untuk mengedapankan keunggulan khas di bidang agama, akhlak mulia, kepemimpinan dan kecakapan hidup. Dalam membangun kemitraan dengan sister-school di Negara-negaara yang tergolong maju tidak boleh melupan fungsinya sebagai gerkan dakwah, yaitu berupaya menyebarluaskan paham Muhammadiyah di dunia Internsaional.

Untuk menyentuh dinamika sosial dan budaya metropolitan, Kuntowijoyo menyarankan agar Muhammadiyah berani merintis institusional gerakan keaagamaan yang ada di perkotaan, seperti pers, perpustakaan dan lembaga pendidikan. Ahmad syafiI Maarif menggesa warga Muhammadiyah untuk mempelopori gerakan ilmu atau gerakan intelektualisme. Untuk merentangkan dan mengepakkan sayapnya mengarungi budaya metropolitan dan melanlang dunia yang terbentang luas, ada tiga langkah yang mesti dipertimabngkan: (1) mengubah habitus ayam menjadi elang (2) revolusi pengelolaan guru, (3) merintis penelitian dan pengembangan Dilihat dari budaya sekolah yang berlaku di sebuah sekolah, Alma Harris mengidentifikasi jenis-jenis sekolah menjadi empat tipe ideal. Keempat tipe itu adalah (a) improving school (sekolah berkemajuan), (b) failing school (sekolah berkemunduran), (c) trapped school (sekolah terjerat), (d) dynamic school (sekolah dinamik)

TUGAS RESENSI BAB 2 DAN BAB 4


Disusun untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Sekolah Bertaraf Internasional Dosen Pengampu : Mohammad Ali, M.Pd

Disusun Oleh : FIRDA SETYANINGRUM A 510090260

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

You might also like