You are on page 1of 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perimenopause A.1. Pengertian perimenopause Perimenopause adalah suatu fase dalam proses menua (aging), yaitu ketika seorang wanita mengalami peralihan dari masa reproduktif ke masa non-reproduktif. Pada fase ini, wanita akan mengalami menopause. Istilah menopause berasal dari bahasa Yunani, yaitu men yang artinya bulan dan pauo yang artinya berhenti11. Adapun menopause didefinisikan sebagai suatu cut point dimana seorang wanita mengalami henti haid/haid terakhir/Final Menstrual Period (FMP) karena berhentinya aktivitas folikel ovarium dan diikuti dengan adanya amenorea (tidak ada haid) sekurang-kurangnya 12 bulan berturut-turut2,3,4,11. Perimenopause merupakan masa sebelum menopause dimana mulai terjadi perubahan endokrin, biologis, dan gejala klinik sebagai awal permulaan dari menopause dan mencakup juga satu tahun atau dua belas bulan pertama setelah terjadinya menopause4,11. Pada tahun 1996, WHO membuat beberapa definisi yang berkaitan degan menopause13. Natural menopause; didefinisikan sebagai berhentinya menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikel ovarium. Natural menopause terjadi bilamana tidak terdapat menstruasi selama 12 bulan dimana tidak terdapat kondisi patologis atau kelainan psikologis yang menjadi penyebab. Perimenopause; merupakan periode menuju menopause (ketika muncul keluhan/gejala endokrin, biologis, dan manifestasi klinik dari menopause) dan satu tahun setelah menopause terjadi. Transisi menopause/ menopausal transition; periode atau waktu sebelum haid terakhir (Final Menstrual Period/FMP) ketika terjadi perubahan siklus menstruasi.
http//:digilib.unimus.ac.id

Premenopause; adalah istilah yang digunakan untuk masa reproduktif sampai dengan terjadinya FMP. Induced menopause; merupakan suatu kondisi berhentinya menstruasi yang sebelumnya didahului oleh operasi pengangkatan kedua ovarium (dengan atau tanpa histerektomi) atau kegagalan fungsi ovarium yang dikarenakan obat-obatan (iatrogenik) contoh karena kemoterapi. Postmenopause; waktu setelah terjadinya menopause baik pada menopause alami ataupun menopause yang diinduksi. Menopause dini; adalah menopause yang terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. Meskipun WHO telah membuat definisi yang telah diterima luas, namun untuk mempermudah kepentingan klinis dan riset maka pada tahun 2001 Stage of Reproductive Aging Workshop (STRAW) mengadakan workshop dan membagi masa transisi menopause ke dalam beberapa fase. Postmenopause; dimana tidak terdapat menstruasi selama 12 bulan terakhir. Perimenopause akhir; dimana terdapat menstruasi dalam kurun waktu 2-12 bulan tetapi menstruasi tersebut tidak terjadi pada waktu 2 bulan terakhir. Perimenopause awal; dimana terjadi peningkatan ketidakteraturan menstruasi tanpa melompati

periode/siklus menstruasi (berbeda 7 hari dari awal siklus ke seklus berikutnya, dimana hal ini terjadi setelah siklus teratur). Premenopause; dimana terjadi perubahan minor pada siklus haid, terutama

berkurangnya pembagian masa transisi (11) Gambar 2.1. Baganlama/panjang siklus haid. menopause(3) A.2. Batasan Usia Seorang wanita memasuki masa perimenopuse pada usia 40 tahun dan akan mengalami menopause pada usia 51,5 tahun 3. Namun

http//:digilib.unimus.ac.id

demikian, umur terjadinya menopause pada masing-masing individu tidaklah sama. Perbedaan usia memasuki masa menopause dipengaruhi oleh beberapa factor. Wanita nullipara, penderita diabetes mellitus, perokok berat, status gizi yang buruk, gaya hidup vegetarian, tingkat sosial ekonomi yang rendah dan hidup pada ketinggian >4000 m akan lebih awal mengalami menopause. Selain itu, wanita kembar dizigot atau dengan siklus haid yang cenderung memendek akan memasuki usia menopause lebih awal. Adapun wanita multipara, banyak mengkonsumsi daging, atau minum alkohol akan memasuki menopause lebih lambat.15 A.3. Fisiologi Perimenopause Proses menjadi tua pada dasarnya telah dimulai ketika sorang wanita memasuki usia 40 tahun. Pada waktu lahir, seorang wanita memiliki jumlah folikel sebanyak 750.000 buah dan jumlah ini akan terus berkurang seiring berjalannya usia hingga akhirnya tinggal beberapa ribu buah saja ketika mengalami menopause. Semakin bertambah usia, khususnya ketika memasuki masa perimenopause, folikel-folikel itu akan mengalami peningkatan resistensi terhadap rangsangan gonadotropin. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan folikel, ovulasi, dan pembentukan korpus luteum dalam siklus ovarium berhenti secara perlahan-lahan. Pada wanita diatas 40 tahun, 25% diantaranya mengalami siklus haid yang anovulatoar.15 Resistensi folikel terhadap gonadotropin ini mengakibatkan penurunan peroduksi estrogen dan peningkatan kadar hormon

gonadotropin. Tingginya kadar gonadotropin ini disebabkan rendahnya estrogen sehingga tidak ada umpan balik negatif dalam poros hipotalamus dan hipofisis. Walaupun secara endrokinologi terjadi perubahan hormonal, namun tidak ada kriteria khusus pengukuran kadar hormon untuk menentukan fase awal atau akhir dari masa transisi menopause. 16

http//:digilib.unimus.ac.id

A.4. Patofisiologi Sindroma Perimenopause(14) Sindrom perimenopause adalah sekumpulan gejala dan tanda yang terjadi pada masa perimenopause. Kurang lebih 70% wanita usia peri dan pascamenopause mengalami keluhan vasomotor, keluhan psikis, depresi, dan keluhan lainnya dengan derajat berat-ringan yang berbeda-beda pada setiap individu. Keluhan tersebut akan mencapai puncaknya pada saat menjelang dan setelah menopause kemuadian berangsur-angsur berkurang seiring dengan bartambahnya usia dan tecapainya keseimbangan hormon pada masa senium.14 A.4.1 Keluhan dan Gejala Vasomotor Keluhan vasomotor yang dijumpai berupa perasaan/semburan panas (hot flushes) yang muncul secara tiba-tiba dan kemudian disertai keringat yang banyak. Keluhan ini muncul di malam hari dan menjelang pagi kemudian perlahan-lahan akan dirasakan juga pada siang hari.14 Semburan panas ini mula-mula dirasakan di daerah kepala, leher, dan dada. Kulit di area tersebut terlihat kemerahan, namun suhu badan tetap normal meskipun pasien merasakan panas. Segera setelah panas, area yang dirasakan panas tersebut mengeluarkan keringat (night sweats)dalam jumlah yang banyak pada bagian tubuh terutama seluruh kepala, leher, dada bagian atas, dan punggung. Selain itu, dapat juga diikuti dengan adanya sakit kepala, vertigo, perasaan kurang nyaman, dan palpitasi.17 Hot flushes pada wanita dalam masa transisi menopause ratarata mulai dirasakan 2 tahun sebelum Final Menstrual Period (FMP) dan 85 persen wanita akan terus mengalaminya setidaknya selama 1 tahun. Diantara wanita tersebut, 25 sampai 50 persen mengalami hot flusehes selama 5 tahun, bahkan ada yang lebih dari 15 tahun.3 Durasi tiap episode serangan hot flushes bervariasi, hingga mencapai 10 menit lamanya, dengan rata-rata durasi serangan 4 menit.19 Frekuensi hot

http//:digilib.unimus.ac.id

flushes setiap harinya bervariasi antar individu, dimulai 1-2 kali per jam hingga 1-2 kali perminggu14. Pada kondisi yang berat, frekuensinya dapat mencapai 20 kali sehari14. Selain itu, jika muncul pada malam hari hal ini dapat mengganggu kualitas tidur sehingga cenderung menjadi cepat lelah dan mudah tersinggung. Hot flushes dapat diperberat dengan adanya stres, alkohol, kopi, makanan dan minuman yang panas. Hal ini juga dapat terjadi karena reaksi alergi pada kasus hipertiroid, akibat obat-obatan tertentu seperti insulin, niacin, nifedipin, nitrogliserin, kalsitonin, dan antiestrogen.14 Mekanisme pasti patogenesis keluhan vasomotor belum diketahui
3,17,18

, tapi data yang berhubungan dengan fisiologi dan

behavior menunjukkan bahwa keluhan vasomotor dihasilkan karena adanya defek fungsi pada pusat termoregulasi di hipotalamus17. Pada area preoptik medial hipotalamus terdapat nukleus yang merupakan termoregulator yang mengatur pengeluaran keringat dan vasodilatasi yang merupakan mekanisme primer pengeluaran panas tubuh.3 Oleh karena keluhan vasomotor muncul setelah terjadinya menopause alami atau pasca ooforektomi, maka diperkirakan

mekanisme yang mendasarinya adalah bersifat endokrinologi dan berhubungan dengan berkurangnya jumlah estrogen di ovarium maupun meningkatnya sekresi gonadrotropin oleh pituitari.17 Selain itu, besar kemungkinan keluhan ini timbul karena interaksi antara hormon estrogen dan progesteron yang fluktuatif pada masa perimenopause.14 Keluhan vasomotor dapat muncul pada kondisi kadar estrogen tinggi, rendah, maupun normal dalam darah. Keluhan vasomotor muncul sebagai akibat reaksi withdrawl estrogen3,18. Meskipun estrogen memiliki efek yang signifikan terhadap munculnya hot flushes, namun masih terdapat faktor lain yang diperkirakan terlibat dalam patofisiologi hot flushes. Perubahan kadar neurotransmiter akan mempersempit zona termoregulasi di hipotalamus dan menurunkan pengeluaran keringat, bahkan perubahan suhu tubuh

http//:digilib.unimus.ac.id

yang sangat kecil pun dapat memicu mekanisme pelepasan panas. Norepinefrin merupakan neurotransmiter utama yang dapat

mempersempit titik pengaturan (setpoint) termoregulasi dan memicu mekanisme pengeluaran panas tubuh yang berhubungan dengan hot flushes. Sebagaimana diketahui, estrogen mengatur reseptor adrenergik pada banyak jaringan. Pada saat menopause, terjadi penurunan kadar estrogen dan resptor 2 adrenergik di hipotalamus. Penurunan reseptor 2 adrenergik presinaps akan memicu peningkatan norepinefrin dan yang selanjutnya akan menyebabkan gejala vasomotor. Selain itu, penurunan 2 adrenergik reseptor presinaps juga akan memicu peningkatan serotonin yang mengakibatkan mekanisme pengeluaran panas yang dipicu oleh perubahan suhu tubuh meski sangat kecil. A.4.2 Keluhan dan Gejala Urogenital Alat genital wanita serta saluran kemih bagian bawah merupakan organ yang sangat dipengaruhi oleh hormon estrogen14. Reseptor estrogen dan progesteron teridentifikasi di vulva, vagina, kandung kemih, uretra, otot dasar pelvis serta fasia endopelvis. Struktur tersebut memilki sebuah persamaan kemampuan untuk mereaksi perubahan hormonal sebagaimana pada kondisi menopause dan nifas.3 Kekurangan estrogen akan mengakibatkan atrofi14 dan penipisan3 pada sel mukosa uretra14 dan kandung kemih3 serta berkuranganya sirkulasi darah ke jaringan. Epitel uretra dan trigonum vesika mengalami atrofi. Hal ini akan menimbulkan uretritis, sistitis, atau kolpitis, sering berkemih dan inkontinensia urin serta adanya

infeksi saluran kemih. Terdapat juga gangguan miksi berupa disuri, polakisuri, nikturi, rasa ingin berkemih hebat, atau urin yang tertahan, hal ini sangat erat kaitannya dengan atrofi mukosa uretra.14 Pada usia perimenopause ini, serviks mengalami proses involusi, berkerut, sel epitelnya menipis sehingga mudah cedera. Kelenjar endoservikal mengalami atrofi sehingga lendir serviks yang

http//:digilib.unimus.ac.id

diproduksi berkurang jumlahnya. Tanpa efek lokal estrogen vagina akan kehilangan kolagen, jaringan lemak dan kemampuan untuk menahan cairan.dinding vagina menyusut, rugae menjadi mendatar, dan akan nampak merah muda pucat. Permukaan epitel vagina menipis hingga beberapa lapis sel sehingga mengurangi rasio sel permukaan dan sel basal. Pada akhirnya, vagina menjadi lebih rapuh, kering dan mudah berndarah dengan trauma minimal. Pembuluh darah di vagina menyempit sehingga seiring berjalannya waktu vagina akan terus menegang dan kehilangan fleksibilitasnya3. Saat seorang wanita memasuki usia perimenopause, pH vagina akan meningkat karena menurunnya estrogen, dan akan terus meningkat pada masa post menopause sehingga mangakibatkan mudahnya terjadi infeksi oleh bakteri trikomonas, kandida albikan, stafilo dan streptokokus, serta bakteri coli bahkan gonokokus. Adanya hormon estrogen akan membuat pH vagina menjadi asam sehingga memicu sintesis Nitrit oksid (NO) yang memiliki sifat antibakteri dan hanya dapat diproduksi bilamana pH vagina kurang dari 4,5. Selain bersifat bakterisid, NO di vagina juga bersifat radikal bebas bagi sel-sel tumor dan kanker. Akibat perubahan ini, maka terjadi kekeringan vagina, iritasi, dispareuni, dan rekurensi infeksi saluran kemih.3,14 A.4.3 Keluhan dan Gejala Psikologis Suasana hati, perilaku, fungsi kognitif, fungsi sensorik, dan kerja susunan saraf pusat dipengaruhi oleh hormon steroid seks. Apabila timbul perubahan pada hormon ini maka akan timbul keluhan psikis dan perubahan fungsi kognitif. Berkurangnya sirkulasi darah ke otak juga mempersulit konsentrasi sehingga mudah lupa. Pada akhirnya, akibat berkurangnya hormon steroid seks ini, pada wanita perimenopause dapat terjadi keluhan seperti mudah tersinggung, cepat marah, perasaan tertekan. Pada dasarnya kejadian depresi pada pria dan wanita memiliki angka perbandingan yang sama, akan tetapi dengan

http//:digilib.unimus.ac.id

terapi pemberian estrogen keluhan depresi dapat ditekan. Oleh karena itu, estrogen dianggap sebagai salah satu faktor predisposisi terjadinya depresi. Penyebab depresi diduga akibat meningkatnya aktivitas serotonin di otak. Estrogen akan menghambat aktivitas enzim monoamin oksidase (MAO), suatu enzim yang menonaktifkan serotonin dan noradrenalin. Berkurangnya jumlah estrogen akan berdampak pada berkurangnya jumlah MAO dalam plasma. Pemberian serotonin-antagonis dapat mengurangi keluhan depresi pada wanita pascamenopause.14 Masa transisi menopause memiliki permasalahan sosiokultural yang kompleks sebagaimana perunahan hormonal yang terjadi. Faktor psikososial dapat mempengruhi gejala perubahan mood dan kognitif, bahkan sejak memasuki masa transisi menopause, wanita telah menghadapi berbagai tekanan seperti halnya penyakit yang dihadapi, merawat orang tua, perceraian, perubahan karir dan pensiun. Budaya barat yang menitik beratkan pada kecantikan dan kemudaan menjadi stressor bagi wanita yang tengah menjadi tua untuk merasa kehilangan status, fungsi, dan kendali diri. 3 A.5. Faktor yang mempengaruhi keluhan dan gejala perimenopause (perimenopausal syndrome) A.5.1. Aktifitas fisik Tingkat aktifitas fisik berbanding terbalik dengan kadar estradiol pada wanita di akhir transisi menopause. Tingkat aktifitas juga berbanding terbalik dengan kadar hormon testoteron. Semakin tinggi tingkat aktifitas fisik maka kadar estradiol dan testoteron pada wanita yang mengalami masa transisi menopause akan semakin rendah. Adapaun hormon lainnya tidak terpengaruh secara signifikan oleh aktifitas fisik yaitu luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH). Dan hal ini juga berkaitan dengan gejala pada masa transisi menopause.19

http//:digilib.unimus.ac.id

A.5.2. Jumlah kelahiran Wanita nullipara akan memasuki masa perimenopause lebih awal dibandingkan dengan wanita multipara. Dari hasil sebuah penelitian, diperkirakan usia perimenopause berkisar antara 46 sampai 50 tahun.20 A.5.3. Oophorectomy Wanita yang mangalami
20

oophorectomy

unilateral

akan

mengalami perimenopause lebih . A.5.4. Siklus haid

Wanita dengan siklus haid yang memendek akan lebih awal memasuki masa perimenopause. 20 A.5.5. Faktor sosial ekonomi Insiden sindroma perimenopause 1,75 kali lebih tinggi dan

umur rata-rata dimulainya perimenopause 1,2 tahun lebih muda pada wanita yang memiliki riwayat keadaan ekonomi yang sulit di masa kanak-kanak dan dewasa dalam hidupnya bila dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami kesulitan ekonomi dalam hidupnya. Kesulitan ekonomi seumur hidup dapat mempengaruhi fungsi ovarium lebih kuat daripada kesulitan ekonomi pada masa kanak-kanak atau dewasa saja21. Pada wanita yang tidak bekerja dan memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian menopause lebih awal22. Tingkat pendidikan dan ekonomi yang lemah tersebut menjadi faktor pemicu stres fisik dan sosial yang berhubungan dengan amenorea dan disfungsi seksual. A.5.6. Indeks masa tubuh Sebuah penelitian pada wanita Spanyol menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan munculnya gejala menopause yang berat. Indeks masa tubuh yang tinggi merupakan faktor predisposisi bagi seorang wanita untuk lebih sering mengalami hot flushes. 23 Pada fase premenopause wanita yang mengalami obesitas memiliki kadar hormon estradiol dan inhibin B yang secara signifikan

http//:digilib.unimus.ac.id

lebih rendah daripada wanita yang tidak mengalami obesitas. Kadar FSH pada wanita obesitas secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami obesitas. Namun pada fase akhir transisi menopause ekadar estradiol lebih tinggi pada kelompok wanita yang obesitas. Pada wanita postmenopause kadar FSH yang lebih rendah ditemukan pada kelompok wanita yang obesitas dibandingkan kelompok wanita yang tidak obesitas. Obesitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi perubahan hormonal selama masa transisi menopause yang tergantung pada umur, ras, dan merokok. Namun mekanisme hal ini masih belum begitu jelas.24 Sebuah penelitian cross sectional dengan survey terhadap populasi menemukan bahwa merokok dan BMI yang tinggi dapat memicu seorang wanita untuk mengalami hot flushes lebih sering dan lebih berat23. Penelitian lain menunjukkan wanita dengan Indeks Masa Tubuh 32kg/m2 lebih sering mengalami hot flushes dibanding kan dengan wanita yang memiliki Indeks Masa Tubuh kurang dari 19kg/m2
23

Hubungan antara hot flushes dan indeks masa tubuh mungkin hanya pada wanita yang usianya lebih muda yaitu di awal memasuki masa transisi menopause atau sepanjang masa transisi perimenopause (40-50 tahun). Di sisi lain, indeks masa tubuh yang tinggi dapat menjadi faktor pelindung terhadap hot flushes pada wanita yang usianya lebih tua (usia 51-60) atau postmenopause dimana kadar estrogen telah berkurang secara nyata dibandingkan wanita pada masa transisi menopause. Hal ini dikarenakan adanya konversi androgen menjadi estrogen pada jaringan lemak. Hipotesis klinis yang telah diteima secara luas adalah wanita dengan berat badan yang lebih rendah akan mengalami hot flushes lebih sering dibandingkan dengan wanita yang lebih gemuk.25

http//:digilib.unimus.ac.id

A.5.7. Merokok Sebuah penelitian menunjukkan bahwa merokok memiliki hubungan positif dengan gejala vasomotor. Merokok dapat memicu seorang wanita untuk mengalami hot flushes lebih sering dan lebih berat. Pada wanita mantan perokok, tidak memiliki peningkatan resiko untuk mengalami hot flushes sedang atau berat apabila dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah merokok sama sekali. Namun demikian, peningkatan resiko mengalami hot flushes ditemukan secara bermakna pada wanita yang masih merokok di saat masa transisi menopause.25 A.5.8. Status Perkawinan Sebuah penelitian menemukan bahwa gejala kekeringan vagina secara signifikan lebih ringan sebagaimana sering dilaporkan pada wanita yang belum menikah, janda, dan wanita yang bercerai apabila dibandingkan dengan wanita yang menikah atau masih memiliki suami.26 B. Kontrasepsi 2 B.1. Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi adalah usaha untuk mencebah terjadinya kehamilan yang dapat bersifat sementara maupun permanen. Sebaiknya,

kontrasepsi yang ideal adalah yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) terpercaya, b) tidak mengganggu kesehatan, c) daya kerja bisa diatur sesuai kebutuhan, d) tidak menimbulkan gangguan di saat melakuan senggama, e) tidak memerluan motivasi terus-menerus, f) mudah pemakaiannya, g) murah harganya, h) dapat diterima oleh pasangan.Namun demiian, hingga saat ini belum ada alat ontrasepsi yang benar-benar ideal.

http//:digilib.unimus.ac.id

B.2. Jenis Metode Kontrasepsi B.2.1 Kontrasepsi nonhormonal a. Kontrasepsi mekanik (Pessarium)2 Pessarium merupakan metode kontrasesi mekanis bagi wanita. Pada umumnya pessarium terbagi menjadi dua yaitu 1. Diafragma vaginal Diafragma pada umumnya terbuat dari kantong karet yang berbentuk mangkuk dengan per elastis pada pinggirnya. Per tersebut terbuat dari logam tipis antikarat dan ada juga yang terbuat dari kawat halus yang tergulung sebagai spiral dan mempunyai sifat seperti per. Diafragma dimasukkan ke dalam vagina sebelum koitus agar sperma tidak masuk ke dalam uterus dengan terlebih dahulu memasukkan obat spermisida ke dalam mangkok dan dioleskan pada pinggirnya. Pemakaian diafragma vaginal dianjurkan pada pada keadaan tidak tersedia cara yang lebih baik, koitus yang tidak terlalu sering. 2. Cervical cap Cervical cap terbuat dari karet atau plastik dengan bentuk mangkuk yang dalam dengan pinggirnya terbuat dari karet yang tebal. Diameter 22 mm sampai dengan 33 mm. Cap dipasang pada porsio uteri seperti memasang topi, namun kini cervical cap jarang dipakai untuk kontrasepsi. b. Kontrasepsi dengan obat-obatan spermisida2 Obat spermatisida terdiri dari 2 komponen, yaitu zat kimiawi yang mampu mematikan spermatozoa, dan

vehikulum yang nonaktif dan yang diperlukan untuk membuat tablet atau cream/jelly. Obat yang paling baik adalah obat yang dapat menghasilkan busa setelah

http//:digilib.unimus.ac.id

dimasukkan

ke

dalam

vagina,

sehingga

busa

dapat

mengelilingi serviks uteri dan menutup ostium uteri eksternum. Pada umumnya obat spermatisida digunakan bersama dengan metode diafragma vaginal. Obat

spermatisida yang terdapat di pasaran antara lain: a) Suppositorum, b) Jelly atau creme: perseptin vaginal jelly, orthogynol vaginal jelly, delfen vaginal creme, c) Tablet busa, dan d) C-film c. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) nonhormonal 2 Alat kontrasepsi dalam rahim dapat menimbulkan

peradangan endometrium yang disertai adanya leukosit yang bisa menghancurkan balatokista atau sperma. Kontraksi pada uterus juga dapat menghalangi nidasi. Pada AKDR yang mengandung ion logam (misal Cu) akan mempengaruhi sperma. d. Kontrasepsi mantap2 Dahulu tubektomi dilakukan dengan laparotomi atau pembedahan vaginal, namun sekarang dengan teknik dan alat baru tindakan ini menjadi lebih ringan dan tidak perlu dirawat di rumah sakit. Keuntungan dari tubektomi antara lain; 1) motivasi hanya dilakukan satu kali saja, sehingga tidak diparlukan motivasi yang berulang-ulang; 2)

efektivitas hampir 100%; 3) tidak mempengaruhi libido; 4) kegagalan dari pihak pasiean tidak ada. B.2.2. Kontrasepsi hormonal 27 a. Sediaan kombinasi estrogen-progesteron 1). Pil Sediaan Kombinasi Merupakan sediaan yang paling banyak digunakan. Setiap tablet mengandung 20-100 g etinil estradiol dan gestagen dengan dosis tertentu. Sediaan kombinasi

dibedakan menjadi pil dengan estrogen dosis rendah (20-35

http//:digilib.unimus.ac.id

g) dan pil dengan dosis estrogen tinggi (50 g). pada dasarnya pilihan diutamakan pada estrogen dosis rendah kecuali pada kasus terjadi perdarahan dengan estrogen dosis rendah makan diberikan estrogen dosis tinggi. 2). Pil Sediaan Kombinasi Bertingkat Sediaan ini ditujukan untuk mengurangi

penggunaan progesterone dalam kontrasepsi. Yaitu dengan cara membuat sediaan bertingkat. Pada sediaan dua tingkat, tingkat pertama progesteron yang digunakan jauh lebih rendah dari dosis konvensional yaitu sebesar 0,05 mg dan pada tingkat kedua dosisnya 0,125mg sedangkan dosis estrogen tidak ada perubahan sama sekali. Pada sediaan monofasik, estrogen dan progesteron telah sejak awal menekan sekresi gonadotropin. Penekanan ini terhadap sekresi basal FSH dan LH dan LH preovulasi. Akibat terdapatnya pengaruh progesterone sejak awal maka implantasi akan terganggu, pembentukan lendir serviks tidak lagi fisiologis bagi sperma, dan motiltas tuba terganggu sehingga jalannya ovum pun menjadi terganggu pula. 3). Pil Sediaan sekuensial (bifasik) Pembuatan kontrasepsi bifasik didasarkan pada pemikiran bahwa siklus haid seorang wanita terdiri dari dua fase, yaitu fase folikular dan fase sekresi (fase estrogen dan progesteron). Pemberian sekuensial mirip dengan siklus haid normal, pemberian progesterone pada awal siklus haid tidaklah fisiologis. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan efek samping antara bifasik dan monofasik. Pada sediaan ini hanya estrogen saja yang menekan sekresi

gonadotropin sehingga memerlukan estrogen dalam dosis yang tinggi sehingga dapat menyebabkan keputihan dan

http//:digilib.unimus.ac.id

timbulnya perdarahan bercak. Selain itu, estrogen dosis tinggi beresiko tinggi pula terhadap terjadinya

tromboemboli dan kegaasan endometrium. Efek supresi gonadotropin pada sediaan sekuensial tidak sekuat sediaan monofasik karena hanya estrogen saja yang bekerja pada fase pertama. Selain itu, efek terhadap lendir servik juga kurang baik sehingga masih

memungkinkan terjadinya penetrasi sperma. 4). Suntik 1 bulanan Hormon yang terkandung dalam suntik 1 bulanan merupakan kombinasi Medroxyprogesterone acetate

(hormon progestin) dan estradiol cypionate (estrogen). Baik komposisi maupun cara kerja suntik 1 bulanan ini mirip dengan pil KB kombinasi. Pada pengguna suntik 1 bulanan, umumnya tetap terjadi enstruasi teratur.28 b. Sediaan progesteron Jenis kontrasepsi yang hanya mengandung progesterone antara lain: 1). Minipil Dikatakan demikian karena progesteron yang

digunakan berdosis rendah. Minipil dapat mengandung progesteron turunan nortestoteron, misalnya noretisteron 0,35 mg, linestrenol 0,50 mg, dan levonogestrel 0,03 mg. Namun demikian, ada juga yang mengandung 0,35 mg etinodrol diasetat atau yang mengandung 0,3 mg kuingestanol. Cara kerja minipil sangat rumit dan hingga kini belum diketahui secara pasti. Progesteron dalam minipil menekan sekresi

gonadotropin dan hormone steroid seks di ovarium, namun efek ini tidak sekuat pil kombinasi sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi kehamilan. Proliferasi endometrium akan

http//:digilib.unimus.ac.id

dihambat sehingga transformasi endometrium terjadi lebih awal dan sebagai akibatnya implantasi blastosit di

endometrium menjadi lebih sulit. Kadang juga ditemukan hiperplasia endometrium dan adanya endometrium atrofik. Beberapa jam setelah pemberian minipil viskositas lendir serviks meningkat sehingga menghambat penetrasi sperma. Hormone progesteron juga akan mengacaukan metabolisme sperma. Pemberian progesteron jangka panjang dapat mempengaruhi motilitas tuba, fertilisasi, dan mempengaruhi transportasi dan kapasitasi sperma sehingga meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. Sebanyak 30-60% wanita yang menggunakan minipil mengalami gangguan haid berupa perdarahan sela maupun bercak (spotting). Pemberian minipil dapat mengurangi keluhan nyeri haid, mual, berkunang-kunang, penambahan berat badan dan

premenstrual syndrome (PMS). 2). Depo Progesteron Di Indonesia, terdapat tiga jenis sediaan depo progesterone, antara lain; depo medroksiprogesteron asetat (depo MPA), depo noretisteron enantat (depo Noristerat), dan depo estrogen-progesteron (MPA/E2C). Depo MPA berupa suspensi mikrokristal yang diberikan dengan cara injeksi intra muskular dan akan membentuk suatu depo di lokasi injeksi. Kadar MPA dalam serum cenderung stabil dan tidak fluktuatif dibandingkan dengan kadar serum noretisteron enantat. Hal ini dikarenakan noretisteron enantat memiliki sifat lipofit yang tinggi sehingga akan terbentuk depo sekunder pada tempat penyuntikan dan akibatnya kadar serum tidak menekan ovulasi dengan kuat sebagaimana MPA. Efek supresif

http//:digilib.unimus.ac.id

ovulasi noretisteron enantat relatif terbatas dan setelah itu cara kerjanya mirip dengan minipil. Cara kerja dan efek samping kedua depo progesteron tersebut berbeda dalam hal farmakokinetiknya. Depo MPA pada 24 jam setelah injeksi, kadar serumnya dapat mencapai 2-5 g/ml, dan bertahan dalam waktu yang cukup lama kemudian turun secara perlahan. Sekresi LH preovulatorik akan tertekan sehingga ovulasi akan ditekan paling sedikit selama 3 bulan pertama. Adapun noretisteron enantat, segera setelah penyuntikan kadar serum akan meningkat tajam namun akan menurun secara tacam pula dalam minguminggu berikutnya sehingga ovulasi akan terjadi pada minggu ke 6-8 setelah injeksi. Kedua depo progesterone ini akan meningkatkan viskositas lendir serviks sehingga mengganggu penetrasi sperma, menghambat transportasi gamet oleh tuba dan mempangaruhi kapasitas sperma. Depo MPA menyebabkan perubahan transformasi abortif sekrtorik pada endometrium, yang lambat laun akan menjadi atrofi. Gangguan siklus haid merupakan efek samping yang paling banyak dikeluhkan pada pemakaian depo

progesterone. Gangguan ini dapat berupa siklus haid yang memanjang atau memendek, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur, spotting, dan adanya amenorea. Gangguan haid rata-rata terjadi pada bulan pertama penyuntikan, kemudian diikuti adanya amenorea satu atau dua tahun pasca injeksi. Namun demikian, pada penggunaan depo Noretisteron enantat sedikit sekali

didapatkan adanya wanita yang mengalami amenorea. Bahkan setelah empat tahun, sebanyak 75% wanita tetap mengalami siklus haid yang teratur.

http//:digilib.unimus.ac.id

Efek samping lain yang sering ditemukan antara lain; bertambahnya berat badan, mual, bekunang-kunang, sakit kepala, nervositas, penurunan libido, keringnya vagina, dan perasaan tertekan. Pada kurun dua tahun setelah pemakaian depo progesterone enantat ditemukan penurunan HDL secara bermakna tanpa disertainya perubahan kadar trigliserid dan koesterol. Pada penggunaan depo MPA selama lima tahun ditemukan penurunan massa tulang femur sebesar 7%. 3). Norplant Terdapat dua macam jenis Norplant, yaitu Norplant I dan Norplant II. Norplant I tersusun atas kapsul silastik berongga dengan panjang 34 mm, diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel (LNG) dengan lama kerja 5 tahun. Adapun Norplant II, tidak berongga, melainkan berbentuk batang dengan panjang 44 mm, mengandung 70 mg LNG dengan lama kerja 3 tahun. Norplant I terdiri dari 6 kapsul dan norplan II hanya 2 kapsul. Dewasa ini telah diciptakan suatu Norplant yang hanya terdiri dari satu batang atau yang dinamakan sebagai susuk tunggal. Satu kapsul Norplant ini (implanon) berisi 68 mg etonogestrel (ENG) dengan lama kerja 3 tahun. Pada kejadian pasca abortus trimester pertama, Implanon harus segera diinsersikan. Setelah melahirkan atau abortus pada trimester kedua, implanont harus diinsersikan pada hari ke 21-28. Norplant akan menggangggu pematangan folikel serta proses

proliferasi endometrium serta meningkatkan viskositas lendir serviks. Pengaruh norplant dalam metabolism sangat kecil sehingga cocok diberikan pada wanita dengan Diabetes Melitus asalkan dilakukan pemeriksaan kadar glukosa secara rutin dan teratur.

http//:digilib.unimus.ac.id

4). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) yang mengandung hormon progesteron (LNG) Salah satu AKDR dengan kandungan hormon progesteron yang kini beredar adalah AKDR dengan bentuk T. Hormone yang terkandung di dalamnya adalah

progesteron atau levanogestrel. AKDR mengandung 38 mg progesteron, 65g diantaranya akan disimpan di dalam endometrium. Dengan kadar yang begitu rendah, maka tidak terdapat efek sistemik dan tidak mempengaruhi fungsi ovarium sama sekali. Pada endometrium terjadi transformasi ireguler sehingga antara komponen glanduler dan stroma terjadi ketidak seimbangan. Komponen kelenjar tetap intak tetapi stroma mengalami desidualisasi. Gangguan berupa perdarahan sering dijumpai teruama pada bulan pertama (50%) dan akan berkurang seiring dengan lamanya pemakaian. AKDR dengan kandungan progesterone sangat baik bagi wanita dengan jumlah darah haid banyak dan keluhan nyeri selama haid. Kontra indikasi pemakaian AKDR adalah servisitis, salpingitis, endometritis, mioma submukosum, perdarahan pervaginam yang belum jelas asalnya, anomali uterus, kehamilan, uterus yang sulit digerakkan, radang panggul, dan riwayat kehamilan ektopik.

C. Kaitan Kontrasepsi dan Sindroma Perimenopause Hormon estrogen kombinasi dengan progesteron dan progesteron saja dapat digunakan untuk terapi hot flushes
3, 17, 18

. Penggunaan oral

contraceptive dosis rendah dapat mengurangi gejala dan keluhan selama masa perimenopause. Injeksi depot-medroxyprogesterone acetate

(DMPA)/suntik 3 bulanan dapat mengurangi gejala dan keluhan vasomotor pada wanita perimenopause29.

http//:digilib.unimus.ac.id

D.

Kerangka Teori

genetik Kemoterapi dan obat-obatan alkohol Status perkawinan ooforektomi merokok Pendidikan dan sosioekonomi Aktifitas fisik Jumlah melahirkan Indeks masa tubuh (IMT) Banyak mengeluh dan stresor
GEJALA PERIMENOPAUSE

Kontrasepsi oral kombinasi (mengandung estrogen sehingga bisa membantu menggantikan estrogen tubuh yang berkurang Kontrasepsi progesteron only (hanya mengandung hormon progesteron saja) Kontrasepsi non hormonal (tidak mengandung hormon apapun)

Keterangan: ---------(tidak diteliti) _______(diteliti)

http//:digilib.unimus.ac.id

E. Kerangka Konsep
Kontrasepsi: 1. Oral kombinasi mengandung hormon estrogen dapat mengaggantikan penurunan estrogen dan memperingan sindroma perimenopause 2. Progesteron only Mengandung hormon progesteron saja, tanpa adanya estrogen. Memperingan sindroma perimenopause 3. Nonhormonal Tidak mengandung hormon apapun, baik estroge maupun progesteron

Sindroma Perimenopause

F. Hipotesis Penelitian E.1. Hipotesis mayor Terdapat perbedaan sindroma perimanopause akseptor kontrasepsi

kombinasi, progesteron only, dan non-hormonal E.2. Hipotesis minor 1) Terdapat perbedaan sindroma perimenopause pada akseptor

kontrasepsi kombinasi dan progesteron only 2) Terdapat perbedaan sindroma perimenopause pada akseptor

kontrasepsi kombinasi dan non-hormonal 3) Terdapat perbedaan sindromaperimenopause pada akseptor

kontrasepsi progesteron only dan non-hormonal

http//:digilib.unimus.ac.id

You might also like