You are on page 1of 10

Kata Pengantar

Manusia merupakan mahluk yang hidup berdampingan antara satu dengan yang lainnya, manusia tidak dapat hidup tanpa berinteraksi dengan manusia lainnya karena manusia saling membutuhkan untuk bertahan hidup dan menjalankan hidupnya. Dalam hidupnya tentu banyak sekali terjadi hubungan keperdataan antara manusia satu dengan manusia lainnya, maka sudah pasti banyak sekali terjadi hubungan keperdataan yang terjadi antara manusia setiap waktunya. Dalam pergaulan internasional juga sering kali terjadi hubungan keperdataan antara warga negara dari negara yang berbeda, hal seperti itu diatur oleh Hukum Perdata Internasional dan merupakan cara penyelesaian jika terjadi permasalahan antara warga negara yang berinteraksi tersebut. Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan keperdataan yang melintas batas-batas negara datau dengan kata lain adalah hukum yang mengatur hubungan antara pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada Hukum Perdata Nasional yang berbeda-beda. Tugas ini akan menganalisa kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutarjo Jono yang merupakan salah satu kasus keperdataan antara dua (2) individu yang mempunyai kewarganegaraan yang berbeda, mengakibatkan kasus ini merupakan lingkup Hukum Perdata Internasional. Tugas ini dibuat guna untuk memenuhi suatu komponen penilaian dari kelas mata kuliah Hukum Perdata Internasional.

BAB I

KASUS POSISI

1. Subjek Hukum Para pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A, selaku penggugat yang merupakan badan hukum yang didirikan menurut Undang-Undang Italia dan berkedudukan di Italia. Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan pada tahun 1978 oleh seornag desainer terkemuka bernama Gianni Versace. Gianni Versace S.p.A adalah salah satu perusahaan fesyen ternama di dunia. Perusahaan ini mendesain, memproduksi dan mendistribusikan produknya yang berupa busana, perhiasana, kosmetik, parfum dan produk fesyen sejenis. Pada bulan September 2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan Sunland Group Ltd, sebuah perusahaan terkemuka Australia membuka Pallazo Versace, yaitu sebuah hotel berbintang enam yang terletak di Gold Coast Australia. Saat ini kepemilikan Versace Group dipegang oleh keluarga Versace yang terdiri dari Allegra Beck Versace yang memiliki saham 50%, Donatella Versace yang memiliki saham 20% dan Santo Versace yang memiliki saham sebanyak 30%. Saat ini Santo Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella Versace merangkap sebgaai Wakil presiden dan direksi Kreasi. Giannni Versace S.p.A selaku penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada produk-produk milik penggugat telah dilindungi oleh hukum Indonesia. Kemudian, pihak tergugat adalah
2

Sutardjo Jono, seorang Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di Medan. 2. Perbuatan Hukum Uraian perbuatan hukum pada kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono adalah sebagai berikut: a. Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek VERSUS, VERSACE, VERSACE CLASSIS V2 dan VERSUS VERSACE, yang mana Merek-Merek tersebut telah dipakai, dipromosikan serta terdaftar di negara asalnya Italia sejak tahun 1989 dna terdaftar pula di 30 negara lebih, sehingga Merek penggugat berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Butir b Undang-undnag No.15 Tahun 2001 tentang Merek dikualifikasikan sebagai Merek Terkenal, di mana Merek yang disengketakan adalah Merek penggugat yang telah terdaftar pada kelas 9,18 dan 25. b. Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek V2 VERSI VERSUS yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek penggugat dan Merek milik tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama dengan Merek-Merek milik penggugat.

3. Permasalahan Hukum Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak membonceng keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat dapat menikmati keuntungan ekonomi dengan mudah atas penjualan produksinya yang membonceng Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya permohonan pendaftaran Merek milik tergugat ditolak

berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Uraian penjelasan di atas menunjukkan bahwa kasus ini merupakan pemboncengan atas Merek Terkenal yang dilakukan oleh warga negara nasional. 4. Akibat Hukum Akibat hukum pada kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono mengambil penafsiran persaingan curang berdasarkan ketentuan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek tanpa merujuk pada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.426 pk/pdt/1994. Yang menyebutkan antara lain iyalah: Dari Penjelasan Pasal 4 tersebut berdasarkan penafsiran a contario , terdapat 2 elemen penting untuk menentukan adanya itikad baik yaitu : o Adanya niat untuk menguntungkan usaha pendaftar sekaligus merugikan pihak lain;
o

Melalui cara penyesatan konsumen atau perbuatan persaingan

curang, atau menjiplak atau menumpang ketenaran merek orang lain. Selain mengenai permasalahan persaingan curang, lebih jauhnya kelompok kamu menilai memberikan pertimbangan mengenai tindakan penyesatan konsumen sebagai berikut: a. Penyesatan tentang asal-usul suatu produk. Hal ini dapat terjadi karena Merek dari suatu produk menggunaka Merek luar negeri atau ciri khas suatu daerah yang sebenarnya Merek tersebut bukan berasal

dari daerah luar negeri atau dari suatu daerah yang mempunyai ciri khusus tersebut;
b. Penyesatan karena produsen. Penyesatan dalam bentuk ini dapat

terjadi karena masyarakat konsumen yang telah mengetahui dengan baik mutu suatu produk, kemudian di pasaran ditemukan suatu produk dengan Merek yang mirip atau menyerupai yang ia sudah kenal sebelumnya;
c. Penyesatan melalui penglihatan. Penyesatan ini dapat terjadi karena

kesamaan atau kemiripan dari Merek yang bersangkutan; d. Penyesatan melalui pendengaran. Hal ini sering terjadi bagi konsumen yang hanya mendengar atau mengetahui suatu produk dari pemberitahuan orang lain Pertimbangan mengenai tindakan penyesatan yang cukup rinci tersebut memang tidak terdapat dalam Undang-Undang No.15 tahun 2001 tentang Merek maupun dalam Yurisprudensi mengenai Mahkamah Agung RI ini No.426/PK/PDT/1994. Interpretasi tindakan penyesatan

merupakan interpretasi ekstensif dari istilah menyesatkan konsumen yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 tahun 2001 tentang Merek. Interpretasi terhadap istilah dalam undang-undang ini bukanlah menjadi tugas semata bagi para ilmuwan sarjana hukum pun dapat melakukan interpretasi, terutama bagi para pengacara yang mewakili kepentingan para pihak di pengadilan. Boleh dikatakan bahwa setiap undangundang perlu dijelaskan atau ditafsirkan terlebih dahulu sebelum dapat diterapkan pada peristiwanya.

BAB II ANALISIS MASALAH


A. Indikator Penyelesaian Untuk dapat menyelesaikan kasus tersebut, maka perlu menganalisis beberapa indikator penyelesaiannya yang antara lain terdiri dari: 1. Forum yang berwenang Dalam kasus ini, maka forum yang berwenang adalah pengadilan Indonesia. Sesuai dengan asas principle of effectiveness, maka gugatan diajukan berdasarkan prinsip rei sitae karena objek atau bendanya berada di Indonesia, yakni hak merek V2 Versi Versus yang telah didaftarkan di Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI) sehingga apabila gugatan diajukan berdasarkan prinsip rei sitae, maka akan lebih efektif dan menguntungkan bagi pihak penggugat dalam hal meminta pembatalan hak merek milik tergugat, yakni V2 Versi Versus. 2. Titik Taut Primer Titik taut primer pada dasarnya merupakan titik taut pembeda yang menyatakan apakah suatu perkara tergolong ke dalam perkara HPI atau bukan. Dalam hal ini, berdasarkan pengadilan Indonesia, maka unsur asing atau foreign element yang terdapat dalam kasus ini adalah
6

faktor kewarganegaraan dari pihak penggugat, yaitu Gianni Versace S.P.A yang berkewarganegaraan Italia.

B. Klasifikasi Hukum Klasifikasi hukum merupakan penggolongan dari suatu peristiwa atau hubungan hukum ke dalam kaidah-kaidah HPI dan hukum materil. Dalam kasus ini, maka hak atas merek masuk ke dalam klasifikasi hukum benda yang mana secara yuridis berdasarkan pasal 499 BW (Burgelijke Wetboek). benda merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat menjadi obyek hak milik. Berdasarkan hukum perdata materil, hak merek dapat dikategorikan dalam 2 (dua) bentuk benda. Pertama, sebagai benda bergerak yang menurut penetapan Undang-Undang adalah segala hak atas bendabenda bergerak berdasarkan pasal 509-511 BW. Kedua, sebagai benda terdaftar yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Hak Merek. 1. Lex Causae Dalam lex causae, maka ditentukan hukum mana yang harus diterapkan. Obyek atau benda, yakni hak merek dengan nama V2 Versi Versus yang dimiliki oleh pihak tergugat (Sutardjo Jono) telah didaftarkan di Indonesia, yaitu terdaftar di dirjen HKI. Oleh karena itu, sebagai klasifikasi hukum benda, lex causae terhadap hak merek dalam kasus ini didasarkan pada 2 (dua) prinsip, yakni:
a. Lex rei sitae yang mempunyai arti bahwa perkara-perkara

yang menyangkut benda-benda tidak bergerak (unmoveable) tunduk pada hukum dari tempat dimana benda itu berada atau terletak. Dasar hukum asas lex rei sitae adalah pasal 17 AB
7

(Algemene Bepalingen) Bahwa mengenai benda-benda yang tidak bergerak berlaku hukum dari tempat dimana benda-benda itu terletak. b. Sedangkan terhadap benda bergerak, maka tunduk pada asas mobilia persona sequuntur, yakni benda-benda bergerak mengikuti status orang yang menguasainya. Namun, dalam hal ini untuk benda bergerak pun dapat berlaku asas lex rei sitae. Berkaitan dengan hukum mana yang berlaku untuk benda, maka HPI mengenal adanya 2 (dua) asas utama yang menetapkan kualifikasi itu harus berdasarkan, antara lain: a. Hukum dari tempat diajukannya gugatan atas benda tersebut (lex fori).
b. Hukum dari tempat benda itu berada (lex situs).

Berdasarkan 2 (dua) asas di atas, maka dapat dilihat bahwa lebih efektif apabila menggunakan asas yang kedua, yakni (lex situs/sitae). Hal ini disebabkan kerena apabila menggunakan asas lex situs/sitae, maka akan lebih efektif sehubungan dengan eksekusi putusan pengadilan terhadap pembatalan hak merek milik tergugat tersebut sesuai dengan principle of effectiveness. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa dalam menyelesaikan kasus tersebut hakim harus menggunakan hukum Indonesia karena obyek atau benda berada di Indonesia dan dilindungi serta terdaftar sebagai hak merek di Indonesia, sehingga upaya penegakan hukum yang dilakukan terhadap pelanggaran hak merek tersebut harus dilakukan menurut kaidah dan prosedur hukum Indonesia.

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan kompetensi para pihak yang bersengketa dalam permasalahan Hukum perdata Internasional, hal-hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan antara lain adalah :
1) Pihak penggugat yang berkewarganegaraan Italia merupakan unsur

asing dalam sengketa ini, dengan adanya unsur asing inilah permasalahan Hukum Perdata Internasional timbul. Titik pertalian primernya adalah kewarganegaraan, yang mana kewarganegaraan penggugat dan tergugat berbeda. Selanjutnya, titik taut sekundernya adalah lex loci, yaitu hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia sesuai dengan tempat di mana kegiatan dagang atau industri tersebut berjalan. 2) Penggugat yang merupakan warga negara dari negara lain peserta Konvensi Paris tentunya harus mendapat perlakuan yang sama seperti warga negara nasional terhadap perlindungan atas persaingan curang, hal ini sesuai dengan klausul timbal balik. 3) Penggugat yang merupakan badan hukum berkewarganegaraan Italia ini dapat menuntut halnya di depan pengadilan.

10

You might also like