You are on page 1of 32

1 BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah Insidensi Tuberkulosis (TB) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade

terakhir ini di seluruh dunia. Jumlah penderita TB di Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China di antara 22 negara dengan masalah TB terbesar di dunia (1). Proporsi penderita TB anak diantara seluruh penderita TB di Indonesia pada tahun 2000-2007 berkisar 0,6%-0,8%, proporsinya meningkat pada tahun 2010 triwulan pertama, menjadi 9,9%. Proporsi penderita TB anak di Kalimantan Selatan berkisar pada angka 7,7%, diantara seluruh penderita TB per provinsi pada tahun 2010 triwulan pertama. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banjarbaru menemukan BTA positif TB anak selama tahun 2010 sebesar 122 kasus dan pada Januari sampai Pebruari 2011 tercatat pasien TB anak sebesar 61 kasus (2,3,4,5). TB pada anak cukup berbahaya karena akan lebih mudah berlanjut menjadi TB paru yang lebih berat dan dapat terjadi TB ekstra paru. Infeksi TB menunjukkan adanya penularan di lingkungannya. TB pada anak yang tidak ditangani akan menjadi sumber infeksi dimasa yang akan datang (6,7,8). Kekebalan tubuh yang menurun merupakan salah satu faktor resiko TB pada anak. Salah satu tindakan yang mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik, sehingga dia mampu mempertahankan diri terhadap suatu

2 penyakit atau masuknya kuman, adalah dengan imunisasi. Imunisasi terhadap penyakit TB adalah imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG) (9,10). Imunisasi BCG meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi

Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang virulen. Infeksi primer oleh M.tuberculosis yang potensial berbahaya digantikan perannya dengan infeksi BCG yang tidak berbahaya, dengan cara menimbulkan aktivasi imunitas seluler terhadap M.tuberculosis. Imunitas yang terbentuk dengan imunisasi BCG untuk mencegah penyebaran TB secara hematogen bukan mencegah penyebaran secara

perkontinuitatum dan limfogen (11,12). Penelitian Donatus dkk. di Gunung Kidul, Yogyakarta pada tahun 2005 melaporkan berdasarkan hasil analisis bivariant secara statistik dengan semua

faktor risiko, imunisasi BCG sebagai faktor risiko kejadian TB anak menunjukkan angka yang tidak bermakna. Dengan demikian, maka variabel status imunisasi BCG tidak mempunyai hubungan dan bukan merupakan faktor risiko terjadinya TB anak. Tidak bermaknanya variabel ini disebabkan karena semua sampel baik itu perlakuan dan kontrol telah diimunisasi BCG (13). Penelitian serupa dilakukan untuk mengetahui pengaruh imunisasi BCG terhadap kejadian TB anak dengan sampel yang lebih mewakili data riwayat imunisasinya. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan imunisasi BCG terhadap kejadian TB anak di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011.

3 B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu apakah terdapat hubungan imunisasi BCG terhadap kejadian TB anak di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan imunisasi BCG terhadap kejadian TB anak di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Menggambarkan riwayat imunisasi BCG pada anak penderita TB di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011. 2. Menganalisis hubungan imunisasi BCG terhadap kejadian TB anak di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu masukan ilmiah untuk program imunisasi di lapangan sehingga mencapai target dan sasaran yang harus di imunisasi BCG agar kejadian TB anak menurun. Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk mendorong puskesmas, rumah sakit atau instansi lain yang memberikan pelayanan persalinan, agar memberikan imunisasi BCG segera kepada setiap bayi baru lahir sebagai upaya pencegahan infeksi TB pada anak.

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. 1.

Tuberkulosis Epidemiologi Laporan WHO 2008 berdasarkan hasil survei dan epidemiologi TB tahun

2006 menyatakan Indonesia merupakan negara ketiga terbesar dengan masalah TB di dunia. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, menemukan kasus baru BTA (Basil Tahan Asam) positif sebanyak 3577 kasus selama tahun 2006,

sebanyak 3200 kasus pada tahun 2007, dan pada tahun 2008 tercatat sebanyak 3150 kasus (14). TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru TB pada tahun 2002, diantaranya 3,9 juta merupakan kasus BTA positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dan menurut WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia (15,16). TB sebagai salah satu penyebab terbanyak kematian di dunia. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar mortaliti akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Pada tahun 2004 di Indonesia diperkirakan setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Penyakit TB juga lebih banyak menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, kelompok ekonomi

5 lemah, dan berpendidikan rendah (15,16,17,18). 2. Etiologi Penyebab penyakit TB adalah kuman M.tuberculosis. M.tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam (17,19). 3. Patogenesis Umumnya infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman M.tuberculosis dari orang yang terinfeksi (15,17). M.tuberculosis yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, bakteri ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah itu, peran netrofil diganti oleh limfosit. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Infiltrasi makrofag yang

terjadi membuatnya bersatu yang membentuk sebuah bentukan yang disebut tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh sebukan limfosit. Reaksi ini biasanya

6 membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (17,20). Sarang pneumonia meluas mengakibatkan nekrosis pada alveolus-alveolus membentuk jaringan keju. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel yang disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair dan menjadi kavitas (17,20). Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil yang terkadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (15,20). 4. Perbedaan TB Anak dan Dewasa Perbedaan antara TB anak dengan TB dewasa seperti dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 2.1 Perbedaan TB anak dan dewasa (21). Perbedaan Lokasi Anak Pada setiap bagian paru Dewasa Didaerah apeks dan infra klavikuler Tanpa pembesaran kelenjar limfe regional Fibrosis Jarang

Pembesaran kelenjar Terjadi pembesaran limfe kelenjar limfe regional Proses penyembuhan Perkapuran Cara penyebaran Hematogen 5. Klasifikasi TB Anak TB pada anak diklasifikasikan menjadi : a. TB primer

7 1) Komplek primer Basil yang berkembang biak di paru menimbulkan suatu daerah radang yang disebut afek/fokus primer dari Gohn. Basil akan menjalar melalui saluran limfe dan terjadi limfangitis dan akan terjadi limfadenitis regional. Fokus primer terletak di lobus paru bagian bawah atau tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru maka kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar paratrakheal. 2) Komplikasi paru dan alat lain (sistemik). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk dalam sistem vaskular dan menyebar ke organ tubuh. b. 1) TB post primer Re-infeksi endogen (karena daya tahan tubuh turun, kuman yang indolen aktif kembali). 2) Re-infeksi eksogen (21).

6.

Faktor Risiko Faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit TB adalah faktor genetik,

malnutrisi (status gizi), imunisasi, riwayat kontak, lingkungan rumah dan status

8 ekonomi keluarga (22,23). 7.

Gambaran Klinik Gambaran klinik pada TB tidak ada yang khas. Gejala yang dijumpai dapat

akut, subakut, tetapi lebih sering kronis (15,24). Gejala umum tuberkulosis anak : a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas/tidak naik dalam 1 bulan dengan asupan gizi yang baik. b. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive). c. Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam. d. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple. e. f. Batuk lama lebih dari 30 hari. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. Gejala spesifik sesuai organ yang terkena : TB kulit/skrofuloderma, TB tulang dan sendi (gibbus; pincang), TB otak dan saraf/meningitis dengan gejala iritabel, kuduk kaku, muntah, dan kesadaran menurun; TB mata (konjungtivitis fliktenularis, tuberkel koroid) (25).

8. a.

Diagnosis TB Anak Test tuberkulin

9 Test tuberkulin yang digunakan terdiri dari 2 macam yaitu Old tuberkulin dan Purified protein derivate (PPD) dengan cara Mantoux. Cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin PPD intrakutan di polar lengan bawah. Reaksi dilihat 4872 jam setelah penyuntikan (12). Eritema tanpa indurasi tidaklah bermakna. Tes dinyatakan positif, bila indurasi >5mm atau lebih pada anak yang kontak dengan penderita TB lain, kontak dengan penderita HIV/penyakit immunosupresan lain dan kontak dengan mereka yang foto thoraxnya menunjukkan gambaran TB. Indurasi >10 mm dinyatakan positif pada sebagian besar kelompok anak yang mempunyai faktor risiko epidemiologi, seperti kemiskinan, lahir di negara dan atau tinggal di daerah yang berprevalensi TB tinggi. Bagi mereka yang tidak mempunyai faktor risiko, dinyatakan positif bila indurasinya >15mm. Pada anak yang mendapat imunisasi BCG, indurasi 10 mm atau lebih harus dipertimbangkan positif (12,26,27). b. Keadaan umum anak Curiga adanya TB anak bila : 1) 2) 3) 4) Sering panas. Batuk yang tidak sembuh-sembuh. Nafsu makan menurun. Berat badan tidak naik (21,26).

c.

Laboratorium hematologi

10 Gambaran hematologik dapat membantu mengamati perjalanan penyakitnya. Gambaran darah yang normal, tidak/belum dapat menyingkirkan diagnosis TB. Laju endap darah meninggi pada keadaan aktif dan kronik. Pada stadium akut bisa terjadi leukositosis dengan sel polimorfonuklear, yang meningkat selanjutnya limfositosis (21). d.

Foto roentgen PA Kelainan Roentgen akibat penyakit ini dapat berlokasi di mana saja dalam

paru-paru, namun sarang dalam parenkim paru-paru sering disertai oleh pembesaran kelenjar limfe regional (kompleks primer). Foto Rontgen thoraks tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik tunggal (26,28). e. Pemeriksaan bakteriologis Merupakan diagnosis pasti bila ditemukan kuman BTA, tetapi sulit pada bayi dan anak. Bahan pemeriksaan dapat diambil dari sputum (pada anak besar), bilasan lambung pagi hari atau dari cairan lain : LCS (liquid serebrospinal), cairan pleura, dan cairan perikardium. Pemeriksaan dapat dilakukan cara BTA, biakan, PCR dan serologi (8,21,26). f. Pemeriksaan histopatologi Pemeriksaan ini dilakukan dengan biopsi misalnya dari kelenjar limfe. Pemeriksaan ini jarang dilakukan pada anak (21,26).

g.

Pemeriksaan fungsi paru

11 Pada umumnya fungsi paru tak terganggu kecuali pada bronkiektasis hebat. Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada TB anak yang memerlukan tindakan operatif (21). h. Pemeriksaan terhadap sumber penularan Sumber infeksi dicari baik dari keluarga maupun orang lain, dilakukan pemeriksaan sputum, foto paru, dan pemeriksaan darah. Penderita yang positif sebaiknya diisolasi untuk mengurangi kontak dan dilakukan pengobatan (21). B.

Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah

suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam

menghadapi serangan kuman tertentu. Imunisasi terhadap penyakit TB adalah imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG) (9,10). Robert Koch menemukan kuman penyebab penyakit TB pada tahun 1880. Ia mengamati adanya reaksi tuberkulin (1891), yang merupakan reaksi

hipersensitivitas lambat pada kulit terhadap kuman TB. Reaksi tuberkulin ini kemudian oleh Mantoux (1908) dipakai untuk mendiagnosis penyakit TB pada anak. Imunologi mulai dipakai untuk menegakkan diagnosis penyakit pada anak. Vaksin terhadap TB ditemukan pada tahun 1921 oleh Calmette dan Guerin yang dikenal dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Mikroorganisme hidup yang dapat menimbulkan kekebalan, namun selanjutnya diketahui bahan yang tidak

12 hidup pun dapat menginduksi kekebalan (29,30). Vaksin BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur strain Mycobacterium bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TB. Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa suspense. Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang telah disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada ruang atau tempat bersuhu 28oC serta terlindung dari cahaya. Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis dan kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor termasuk diantaranya umur, cara/teknik vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi oleh faktor lingkungan (17,21,31) Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang benar (32). Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi

intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Untuk infants atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg). 2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG

13 sebanyak 0,1 ml (0,1mg). Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 1015 tahun. Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12-15 tahun (21,33). Beberapa adverse reaction yang mungkin terjadi setelah pemberian vaksin BCG antara lain: 1. Nyeri pada tempat injeksi, terjadi ulcer atau keloid karena kesalahan pada saat injeksi. 2. 3. Kelebihan dosis dan pemberian vaksin pada pasien dengan tuberkulin positif. Sakit kepala, demam, dan timbul reaksi alergi.

Vaksin BCG yang tersedia di Indonesia yaitu, Vaksin BCG kering ( Bio Farma) dan BCG Vaccine SSI (Statent Serum InstitutDenmark) (21). Pemberian imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada semua anak. Kontraindikasi pemberian vaksinasi BCG adalah anak dengan penyakit yang parah dan menggunakan obat-obat imunosupressant serta anak dengan kelainan imunodefisiensi baik kongenital atau didapat (34). C.

Hubungan Imunisasi BCG terhadap Kejadian TB Anak Infeksi TB banyak terjadi pada anakanak yang sejak semula

menghasilkan uji Mantoux positif tetapi tetap divaksinasi BCG, sehingga kemungkinan diantara mereka sudah menderita TB sebelum divaksinasi. Vaksinasi BCG setidaknya dapat menghindarkan terjadinya TB paru berat pada anak, tuberkulosis milier yang menyebar keseluruh tubuh dan meningitis

tuberkulosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian

14 pada anak (35). Pemberian imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang dianalisis untuk memprediksi kejadian tuberkulosis paru anak. Pemberian imunisasi BCG dapat melindungi anak dari meningitis TB dan TB Milier dengan derajat proteksi sekitar 86%. BCG melindungi terhadap penyebaran bakteri secara hematogen, tetapi tidak mampu membatasi pertumbuhan fokus yang terlokalisasi seperti pada TB paru (35). Mekanisme BCG dapat menurunkan kejadian TB anak adalah dengan menimbulkan aktivasi imunitas selular terhadap M.tuberculosis. Aktivasi imunitas seluler oleh BCG terdiri dari 2 tipe yaitu tipe Listeria dan tipe Koch. Respon tipe Listeria ditimbulkan melalui aktivasi makrofag oleh sel limfosit-T yang bersifat bakterisid sehingga menimbulkan daya tahan yang sesungguhnya terhadap M.tuberculosis. Aktivasi makrofag pada imunisasi BCG bersifat sistemik. Mekanisme respon tipe Koch belum jelas dan menimbulkan daya tahan tubuh yang lemah (11). Selsel imunokompeten tubuh telah terbentuk sempurna pada waktu bayi lahir, maka dengan memberikan vaksinasi BCG lebih dini akan menimbulkan respon imun yang lebih dini pula, terutama respon imun seluler bukan respon imun humoral. Respon imun berkaitan erat dengan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit, maka dengan pemberian imunisasi akan menumbuhkan daya tahan tubuh terhadap penyakit TB (35). Efek protektif dari vaksinasi BCG yang diberikan pada bayi baru lahir adalah dapat melawan semua bentuk TB selama kurun waktu 15-20 tahun pasca imunisasi,

15 dengan demikian imunisasi dapat mencegah tuberkulosis paru lebih awal (34).

BAB III LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

16 A. Landasan Teori TB paru merupakan penyakit yang disebabkan M.tuberculosis yang penyebarannya terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman M.tuberculosis yang berasal dari penderita TB paru. Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit (20). Usia anak merupakan usia yang sangat rawan terhadap penularan penyakit TB. Didapatkan angka penularan dan bahaya penularan yang tinggi pada golongan umur 0-14 tahun. Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya TB paru anak antara lain faktor keeratan dan lamanya kontak dengan penderita TB dewasa, faktor lingkungan seperti kepadatan penduduk, dan beberapa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, faktor genetik, status gizi, imunitas tubuh, vaksinasi BCG dan status ekonomi (36,37). Infeksi TB pada anak yang tidak ditangani akan menjadi sumber infeksi pada waktu yang akan datang. Kemampuan untuk melawan infeksi tersebut tergantung pada usia yang terinfeksi. Permasalahan yang timbul yakni kekebalan tubuh tidak mampu bekerja baik pada setiap usia. Sistem kekebalan tubuh lemah pada saat kelahiran dan perlahan-lahan menjadi semakin baik menjelang usia 10 tahun (38).

Salah satu cara untuk memperoleh kekebalan tubuh tersebut adalah dengan dilakukan imunisasi. Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Imunisasi terhadap penyakit TB adalah imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG) (9,10).

17 Mekanisme BCG dapat menurunkan kejadian TB anak adalah dengan menimbulkan aktivasi imunitas selular terhadap M.tuberculosis. Aktivasi imunitas selular oleh makrofag pada imunisasi BCG bersifat sistemik. Imunisasi BCG

untuk mencegah infeksi TB yang berat sudah bertahun-tahun dilakukan. Dampak morbiditas penyakit sulit ditentukan karena imunisasi BCG diberikan pada anak di negara berkembang dengan kejadian infeksi TB pada orang dewasa masih tinggi. Anak yang sudah diimunisasi BCG diharapkan tidak mendapat komplikasi yang berat. (39,40,41). Imunisasi BCG sebagai faktor risiko TB anak menunjukkan hasil yang tidak bermakna. Hal ini dikarenakan sejumlah kasus TB anak telah diimunisasi BCG. Efektifitas imunisasi BCG sangat tergantung pada beberapa aspek antara lain mutu vaksin, dosis pemberian, waktu dan cara pemberian (13).

Waktu Mutu vaksin Cara/te knik vaksin asi

Riwayat Imunisasi BCG Riwayat Kontak

Aktivasiseluler terhadap M.tuberculosis

Imunitas tubuh

KejadianTBpada anak

18

StatusSosial EkonomiRendah RiwayatPenyakit Dahulu

Keterangan: : yang diteliti : yang tidak diteliti

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Riwayat Imunisasi BCG terhadap Kejadian TB Anak di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011. B. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapatnya hubungan riwayat imunisasi BCG terhadap kejadian TB anak di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010April 2011. BAB IV METODE PENELITIAN

A.

Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan

19 pendekatan case control, yaitu studi melakukan observasi pada kasus TB anak dan anak yang tidak menderita TB sebagai kontrol di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011. B. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah semua anak yang melakukan kunjungan di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011 berdasarkan data rekam medis. Sampel pada penelitian ini terbagi dua yaitu kasus dan kontrol. Kasus adalah semua anak yang didiagnosis TB oleh dokter di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011 berdasarkan data rekam medis. Sampel yang dipilih dengan ketentuan kriteria inklusi sebagai berikut: 1. 2. 3. Anak berumur 0-14 tahun. Tidak ada riwayat kontak erat serumah dengan penderita TB dewasa. Status ekonomi menengah ke atas (Rp 1.126.000) ditentukan berdasarkan UMR Kalsel tahun 2010-2011. 4. Bersedia menjadi subjek penelitian dan disetujui orangtua. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah minimal 30 orang untuk masing-masing kasus kontrol berdasarkan pendapat Gay dan Dhiel. Jadi sampel minimal dalam penelitian ini adalah 60 orang (42).

20 Kontrol adalah semua anak yang tidak didiagnosis TB oleh dokter di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011 berdasarkan kriteria inklusi yang sama dengan kasus. C. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam medis dan formulir pendataan penderita TB. Formulir pendataan memuat data umum yang meliputi : no, usia dan data khusus yang meliputi aspek TB anak. D. 1. Variabel penelitian Variabel Bebas Variabel bebas pada penelitian ini adalah riwayat imunisasi BCG pada penderita TB anak di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011. 2.

Variabel Terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian TB anak usia 0-14 tahun

di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011. E. 1. Definisi Operasional Kejadian TB anak adalah semua kasus TB anak usia 0-14 tahun yang terdiagnosis TB oleh dokter dan tercatat di rekam medis RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011. 2. Riwayat imunisasi BCG adalah riwayat anak yang sudah pernah atau belum mendapatkan imunisasi BCG berdasarkan hasil survei dan wawancara lang-

21 sung kepada orangtua penderita. Riwayat imunisasi BCG akan

diklasifikasikan menjadi BCG (+) dan BCG (-). F. Prosedur penelitian Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur berikut : 1. a. Persiapan penelitian Permohonan perizinan untuk pengumpulan data di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. b. c. Penentuan rumah sakit yang akan dilakukan penelitian. Permohonan perizinan di rumah sakit terpilih untuk melakukan penelitian dan pengambilan data rekam medis. d. Pembuatan dan perbanyakan formulir pendataan penderita TB untuk proses pengambilan data. 2. Pemilihan subyek penelitian Pemilihan subjek pada penelitian ini adalah seluruh penderita berusia 0-14 tahun yang didiagnosis TB dan tidak didiagnosis TB oleh dokter di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011. 3. Pelaksanaan penelitian Setelah didapatkan persetujuan, dilakukan pemilihan dan pencatatan status penderita TB anak pada bagian rekam medis di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010-April 2011. Data-data yang dicatat mencakup nomor registrasi, identitas penderita TB dan diagnosis primer berdasarkan laporan tertulis pada rekam medis.

22 Selanjutnya akan dilakukan kunjungan tempat tinggal penderita. Kemudian dijelaskan maksud dan tujuan dari penelitian serta diminta persetujuan penderita melalui orangtuanya untuk menjadi subjek penelitian dengan menandatangani informed consent. Setelah itu dibagikan formulir pendataan penderita atau orangtua penderita TB. Pengambilan kontrol dilakukan di Poliklinik Anak RSUD Banjarbaru sesuai dengan kriteria inklusi yang sama dengan kasus. Kemudian dijelaskan maksud dan tujuan dari penelitian serta diminta persetujuan penderita melalui orangtuanya untuk menjadi subjek penelitian dengan menandatangani informed consent. Selanjutnya dibagikan formulir yang sama seperti sampel kasus yaitu, formulir pendataan penderita serta orangtua penderita TB. Setelah data terkumpul, peneliti melakukan tahap pengolahan dan analisis data untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk sebuah laporan penelitian. G. 1. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data Data primer diperoleh dari survei dan wawancara secara langsung ke orangtua sampel dan kontrol yang dipandu dengan formulir pendataan. Data primer ditabulasikan berdasarkan kelompok TB anak positif dan negatif, kemudian didistribusikan berdasarkan riwayat imunisasi BCG dengan penderita TB positif atau negatif. 2. Data sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah penderita TB anak di wilayah kota Banjarbaru yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Selatan dan data dari RSUD Banjarbaru serta diagnosis primer penderita TB berdasarkan data rekam medis di RSUD Banjarbaru.

23

H.

Cara Analisis Data Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara statistik deskriptif untuk

menghitung distribusi frekuensi sampel dan kontrol dengan riwayat imunisasi BCG. Data yang telah ditabulasi berdasarkan sampel dan kontrol kemudian dilakukan uji statistik Chi-square tabel 2x2, hubungan ini dianggap bermakna apabila nilai p <0,05 dengan derajat kepercayaan 95%, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan Odds Ratio (OR). I. Waktu dan Tempat Penelitian PenelitiandilaksanakandiruangPoliklinikAnakRSUDBanjarbarudimulai padabulanJulisampaiAgustus2011.

24

BABV HASILDANPEMBAHASAN

PenelitiantentanghubunganriwayatimunisasiBCGterhadapkejadianTB anaktelahdilakukandiRSUDBanjarbarupadatanggal11Juli20Agustus 2011.DatamengenaipopulasiTBanakyangdidapatkanpadaperiodeNopember 2010April 2011 adalah 144 kasus. Kasus TB anak menempati urutan ke3 penyakitterbanyakdiPoliklinikAnakRSUDBanjarbarutahun20102011.Jumlah responden yang digunakan pada penelitian ini adalah 60, yang terdiri dari 30 responden(50%)sebagaikasusdan30responden(50%)sebagaikontrol. Hasil penelitian pada 60 responden tentang riwayat pemberian imunisasi BCGdapatdilihatpadatabelberikut: Tabel5.1.GambaranPemberianImunisasiBCGpadaPasienTBAnakdiRSUD Banjarbaru. PemberianImunisasi BCG BCG(+) BCG() Total Frekuens i 26 4 30 Persentase 86,67% 13,33% 100%

25 BerdasarkantabeldiatasdapatdiketahuibahwaanakyangmenderitaTB sebagianbesarsudahmendapatkanimunisasiBCG(86,67%).Beberapahalyang dapatdidugasebagaipenyebabsebagian besaranakyang menderitaTBsudah mendapatkan imunisasiBCGadalahkebijakanDepartemenKesehatanRIpada tahun2002menyatakanbahwaanakyanglahirdirumah sakit dan fasilitas kesehatanyangmemadai,imunisasiBCGdiberikansegerasetelahlahir(43). Anak yang tidak imunisasi BCG (13,33%) diperoleh dari anak yang bertempattinggaljauhdarifasilitaskesehatanyangmemadaidanorangtualupa atautidakmengetahui informasi tentang imunisasi BCG terhadap anaknya yangseharusnyadiberikanimunisasiBCGdalammasainkubasi(setelahlahir atausampaiumur2bulan)(35). Tabel 5.2. Data Hasil Penelitian Hubungan Riwayat Imunisasi BCG terhadap Kejadian TB Anak di RSUD Banjarbaru Periode Nopember 2010 April2011 TB(+) BCG() BCG(+) Jumlah 4 26 30 TB() 1 29 30 Jumlah 5 55 60

Hasil penelitian di atas telah dilakukan uji statistik Chi square dan didapatkanhasilp.valuesebesar0,161.Hasilyangdidapattersebutsecarastatistik tidakbermakna.Halinidikarenakan,kemungkinananaktelahterinfeksikuman

26 TBsebelumdiberikanimunisasiBCGatauanakmenderitaTBkarenafaktor faktorlainyangtidakditelitiolehpenelitisepertistatusgizi,bayiberat lahirrendah,faktorgenetik,pendidikan ibu, dan kebiasaan merokok dalam keluarga(35). Selanjutnya hasil penelitian mengenai riwayat pemberian imunisasi BCG terhadapkejadianTBanakdilakukananalisis Bivariat denganmelihat nilai RasioOdds (OR) dengan intervalkepercayaan 95% yangdilakukandengan tabulasi silang (crosstab)dalamDescriptive Statistik.Hasilanalisis bivariat menunjukkan nilai OR < 1 yaitu, OR= 0,22. Hal ini menunjukkan bahwa imunisasiBCGdapatmenurunkanangkakejadianTBpadaanaksebesar22%. SifatprotektifyangdihasilkanBCGterhadapkejadianTBpadaanakcukupkecil, halinidikarenakanfaktorrisikoTByangmultifaktorial. HasilpenelitianinisejalandenganpenemuanBriassoulispadatahun2005 yangmenyatakanbahwaimunisasiBCGtidaksepenuhnyamelindungianakdari seranganTBParu.EfektivitasimunisasiBCGsangattergantungpadabeberapa aspek antara lain mutu vaksin, dosis pemberian, waktu dan cara pemberian. KejadianTBpadaanakdiKotaBanjarbarudapatdipengaruhiolehfaktorlain bukansematakarenaanaktidakmendapatimunisasiBCG(13). Keberhasilan vaksinasi BCG jika diberikan pada bayi umur 012 bulan,

27 secara suntikan intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin konversi pada tempat suntikan yangmuncul setelah 46 minggu. Ada tidaknya tuberkulin konversi di tempat suntikan kemungkinandisebabkankadarantibodiyangterbentukpadaanakterlalurendah, dosisvaksinterlalurendah,dayatahantubuhanaksedangmenurun(misalnya anak dengan gizi buruk) atau kualitas vaksinnya kurang baik akibat cara penyimpananyangsalahdandosisyangtidaktepatsertacarapenyuntikanyang salah. Kelebihan dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinyaabsesditempatsuntikan.Untukmenjagapotensinya,vaksinBCGharus disimpanpadasuhu20C(44). ReaksiberlebihpascavaksinasiBCG,misalnyabenjolanataubisullama tidak sembuh dan menjadi ulkus, dan atau ditemukan pembengkakan pada kelenjardiketiak.Inikemungkinanmerupakanpertandaanakpernahterinfeksi TBsehinggamenimbulkanreaksiberlebihsetelahdivaksin(44). Statusimunmempengaruhipulahasilimunisasi.Individuyangmendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan adanya defisiensiimunmerupakankontraindikasipemberianvaksinhidupkarenadapat

28 menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada individuyangmenderitapenyakitinfeksisistemikseperticampak,tuberkulosis milierakanmempengaruhipulakeberhasilanvaksinasi(45). Keadaangiziyangburukakanmenurunkanfungsiselsistemimunseperti makrofag dan limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifisitasnyarendah.Meskipunkadarglobulinnormalataubahkanmeninggi, imunoglobulinyangterbentuktidakdapatmengikatantigendenganbaikkarena terdapatkekuranganasamaminoyangdibutuhkanuntuksintesisantibodi.Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya responsterhadapvaksinatautoksoidberkurang(45). Faktorlainyangmempengaruhiefektifitasimunisasiadalahjenis vaksin. VaksinTBbaruyangdinamakan H56 telahdikembangkanolehparailmuwan. Vaksin ini lebih efektif mencegah TB pada tikus percobaan yang terinfeksi dibandingkan vaksin yang telah ada. Mereka menciptakan sebuah protein fusi yangdisebut tripleH56.Mencityangdivaksinasimenunjukkankekebalanimun yanglebihkuatdibandingkantikusyangtidakdivaksinasidengan H56. Mencit yangdivaksinasidenganH56jugamemilikitingkatbakteriyanglebihrendahdi paruparu mereka. Vaksin tersebut saat ini sedang masuk uji klinis, dimana penelitiakanmempelajariapakahvaksininimenawarkanperlindunganyangsama

29 terhadapTBpadamanusia(46). Faktorgenetikseseorangmempengaruhikerentanantubuhdalamterjadinya penyakitpenyakitinfeksi.Adanyaperbedaanbentukgenetikyangmenyebabkan defisiensiresponinflamasiataudengankatalainberhubungandengankerentanan infeksi. Gen ini disebut Tolllike receptors (TLR), yang melibatkan selsel imunitasbawaanyangdigunakanuntukmengenalibakteri,sehinggamengaktivasi selselimunitasadaptasiuntukmenyerangbakteri,kemudianakanmengaktivasi makrofagyangmengeluarkanbakteridaridalamtubuh.Perubahangenetikpada TLR diperkirakan mempengaruhi kerentanan individu terhadap terjadinya TB meningealdanpulmoner.JikapenandaandariTLRtergangguakanmengakibatkan kerentananterhadapinfeksi,tetapijikaterjadipenandaanyangberlebihanakan menyebabkan syok septik dan kemungkinan terjadinya penyakit autoimun dan alergi(47). BerdasarkanhasilanalisisbivariatyangmenunjukkannilaiOR<1yaitu 0,22, pemberian imunisasi BCG merupakan tindakan preventif timbulnya kejadian TB pada anak. Menurut penelitian Erni Muniarsih dan Livana di Ambarawatahun2007imunisasiBCGtetappentingdiberikankarenaberdasarkan perhitungan nilai Odds Rasio (OR) pada interval kepercayaan (CI) 95% didapatkan nilai sebesar 0,489. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang tidak

30 mendapatkanimunisasiBCGmempunyaikecenderunganmenderitaTBlebih beratsebesar0,489kalidibandingkananakyangmendapatkanimunisasi BCG. PemberianimunisasiBCGdapatmelindungianakdarimeningitisTBdanTB Milierdenganderajatproteksisekitar86%.MenurutpenelitianErniMuniarsih dan Livana tahun 2007 juga menyatakan bahwa BCG melindungi terhadap penyebaran bakteri secara hematogen, tetapi tidak mampu membatasi pertumbuhanfokusyangterlokalisasisepertipadaTBparu(35,48). Halyangikutberpengaruhdalampenelitianiniadalahkelemahandalam pencatatan data pasien maupun responden di rumah sakit tempat dilakukan penelitian, yaitu data rekam medik yang tidak lengkap baik dari aspek kelengkapanidentitasresponden,maupunriwayatpenyakitterdahulu.Kelemahan lain yang didapatkan dalam penelitian ini adalah standarisasi pedoman khusus untukdokterdiRSUDBanjarbarudalammendiagnosisTBpadaanak. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan perlu diperhatikan bahwa sebagian besar anak yang menderita TB sudah diimunisasi BCG, maka perlu dipikirkan faktorfaktor lain yang mempengaruhi kejadian TB pada anak, khususnyadariaspekgenetik.Halinidikarenakansebagianbesarfaktorrisiko yangmungkin menyebabkan TB pada anak telah disingkirkan (status gizi dan riwayatkontakdenganpenderitaTBdewasa)padapenelitianini.

31

BABVI PENUTUP

A.Simpulan Berdasarkan penelitian hubungan riwayat imunisasi BCG terhadap kejadian TB anak di RSUD Banjarbaru periode Nopember 2010April 2011 didapatkanhasilsebagaiberikut: 1. Persentase riwayat imunisasi BCG pada anak penderita TB di RSUD BanjarbaruperiodeNopember2010April2011sebesar86,67%. 2. TidakadahubunganriwayatimunisasiBCGterhadapkejadianTBanakdi RSUDBanjarbaruperiodeNopember2010April2011.

B.Saran ImunisasiBCGtetappentingdiberikanuntukmencegahkejadianTByang beratdanparahpadaanak.Olehkarenaitu,paraorangtuasebaiknyapeduliuntuk

32 membawaanaknyaimunisasidiusiayangtepat.Untukfasilitaskesehatanyang memberikan pelayanan imunisasi, tetap memperhatikan efektivitas imunisasi BCG. Efektivitas itu sangat tergantung pada beberapa aspek antara lain mutu vaksinyangberhubungandengancarapenyimpanan,dosispemberian,waktudan teknikpenyuntikanyangbenar.Selanjutnyadisarankanuntukdilakukanpenelitian mengenaipenyebabTBpadaanakyangmultifaktorial,khususnyaditinjaudari aspekgenetiksebagaipenyebabTBpadaanak.

You might also like