You are on page 1of 9

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Peningkatan kemakmuran di negara berkembang dan perubahan gaya hidup menyebabkan peningkatan pravalensi penyakit degeneratif salah satunya Diabetes Melitus (DM) (Suyono, 2006). Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 15 juta dan dengan asumsi prevalensi diabetes melitus sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi diabetes melitus sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes (Soegondo dkk, 2005). Diabetes melitus (DM) adalah satu diantara penyakit kronis yang akan meningkat jumlahnya di masa mendatang. DM juga merupakan salah satu penyakit yang mengancam kesehatan manusia pada abad ke 21. Meningkatnya prevalensi DM di beberapa negara berkembang disebabkan karena adanya peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup modern perkotaan yang serba cepat dan penuh tekanan sehingga menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lainlain (Suyono, 2007).

Diabetes melitus adalah suatu kelainan metabolik kronis serius yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan seseorang, kualitas hidup, harapan hidup pasien, dan pada sistem layanan kesehatan. Diabetes melitus adalah kondisi dimana konsentrasi glukosa dalam darah secara kronis lebih tinggi daripada nilai normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin atau fungsi insulin tidak efektif. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit akibat dari pola hidup modern (Subroto, 2006).
Menurut Soegondo (2005), diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut Carlisle (2005), Diabetes melitus terjadi karena adanya intoleransi glukosa dan perubahan dalam metabolisme lipid dan protein. Menurut WHO (2005), diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia menderita Diabetes melitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Terjadinya DM terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, jumlah ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. Menurut Price (2006), diketahui terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya di diagnosa 600.000 kasus baru. Hal ini dapat dilihat juga dengan meningkatnya jumlah kasus DM di Indonesia yang berada diurutan ke- 4 setelah negara India, China dan Amerika (Diabetes Care, 2004).

Laporan data Mc Carty Dan Zimmert menunjukkan bahwa jumlah penderita DM di dunia dari 110,4 juta jiwa pada tahun 1994 melonjak 1,5 kalilipat (175,4 juta) pada tahun 2000 dan akan melonjak 2 kali lipat (239,3 juta) pada tahun 2010 (Tjokroprawiro, 2006).

Berdasarkan informasi American Diabetes Association (ADA) 2005, ada peningkatan drastis komplikasi penyakit diabetes sejak 2001 hingga 2004. Pada 2001, penderita diabetes melitus beresiko mengalami penyakit kardiovaskuler hingga 32%. Sedang tahun 2004 angkanya meningkat 11%, yaitu mencapai 43%. Begitu juga dengan resiko yang mengalami hipertensi. Tahun 2001, 38% penderita diabetes melitus mengalami hipertensi. Tahun 2004 angkanya mencapai 69% atau meningkat 31% (Anonim, 2005). Diabetes melitus merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Dari 110,4 juta kasus diabetes terdiagnosa tahun 1994, 80-90% terdiri atas diabetes tipe 2 (NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus). Setiap tahun 18-20 juta orang didiagnosa menderita penyakit ini (Ogundipe et al., 2003). Berdasarkan pola pertumbuhan penduduk Indonesia diperkirakan pada tahun 2020 sejumlah 128 juta penduduk Indonesia berusia diatas 20 tahun dengan asumsi prevalensi sebesar 4 % akan diperoleh 7 juta penduduk menderita diabetes (Soegondo, dkk. 2000). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 1998, diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia akan meningkat 250 % dari 5 juta penduduk pada tahun 1995 menjadi 12 juta penduduk pada tahun 2025. Berdasarkan data tersebut pengobatan terhadap penderita diabetes diharapkan menjadi prioritas utama (Soegondo, dkk. 2000). Pengobatan dan pemeliharaan kesehatan diabetes melitus telah menyedot dana yang sangat besar tiap tahunnya. Dengan makin banyaknya obat paten untuk penderita diabetes melitus, biaya pengobatan pun makin mahal dan tidak terjangkau terutama bagi penderita di negara-negara

berkembang seperti Indonesia (Subroto, 2006). Terapi modern untuk NIDDM melibatkan pengobatan yang berjenjang. Dimulai dengan modifikasi diet sebelum berlanjut ke antidiabetik oral dan kemudian insulin. Penggunaan terapi yang sudah ada seperti Sulfonilurea dan Biguanid dibatasi oleh sifat farmakokinetiknya, tingkat kegagalan sekunder dan efek samping yang mengiringinya (Ogundipe et al., 2003). Komisi diabetes WHO (World Health Organization)

merekomendasikan metode tradisional untuk pengobatan diabetes agar diteliti lebih lanjut. Tanaman dengan efek hipoglikemik dapat memberikan sumber yang bermanfaat untuk komponen baru antidiabetik oral (Ogundipe et al., 2003). Saat ini lebih dari 400 tanaman obat tradisional telah dilaporkan untuk pengobatan alternatif dan komplementer diabetes, walaupun baru sedikit yang telah dikaji khasiatnya secara ilmiah (Subroto, 2006). Salah satu cara untuk mengatasi diabetes melitus adalah dengan melakukan terapi herbal yaitu suatu proses penyembuhan dengan

menggunakan ramuan berbagai tanaman berkhasiat obat. Saat ini terapi seperti ini sedang populer di kalangan masyarakat karena dinilai sebagai pengobatan yang mempunyai efek samping sedikit, murah, dan mudah didapat (Utami, 2003). Kebiasaan manusia yang diwarisi dari nenek moyangnya ialah melakukan pengobatan sendiri jika menderita sakit. Sejak ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisional sudah ada di Indonesia, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modernnya dikenal

masyarakat (Wijayakusuma, 2002). Tumbuh-tumbuhan punya peran penting dalam kehidupan masyarakat, baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional masih selalu digunakan masyarakat di Indonesia terutama di daerah pedesaan yang masih kaya dengan keanekaragaman tumbuhannya. Selain murah dan mudah

didapat, obat tradisional yang berasal dari tumbuhan pun memiliki efek samping yang jauh lebih rendah tingkat bahayanya dibandingkan obat-obatan kimia (Fauziah, 2005). Salah satu tanaman yang berkhasiat obat adalah labu siam (Sechium edule (Jacq.) Sw). Menurut Priantono (2005) labu siam mempunyai kegunaan sebagai penurun tekanan darah, mempunyai efek diuretik, dapat

menyembuhkan gangguan sariawan, panas dalam, demam pada anak-anak serta baik digunakan oleh penderita asam urat dan diabetes mellitus. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa labu siam memiliki efek antioksidan (Lucero, et al., 2007), antimikrobial (Ordo, et al., 2003), diuretik (Jensen and Lai, 1986, cit Dire, et al., 2005), antihipertensi (Guppy, et al., 2000, cit Dire, et al., 2005), dan hipokolesterol (Cruz, et al., 2002). Pada penelitian dengan menggunakan metode penyarian dekokta kulitbuah labu siam segar sebagai antioksidan (Dire, et. al., 2003). Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Dire, et. al., (2005) pada tikus Wistar yang telah dibuat diabetes dengan induksi streptozotosin dengan dosis 30 g/ kgbb. Kondisi diabetes tercapai jika tikus dengan gula darah di atas 180 mg/ dl.

Dari penelitian tersebut ekstrak labu siam segar yang diberikan pada tikus Wistar selama 7 hari, terjadi penurunan dalam pengambilan Radioaktifitas (%ATI) dengan sel-sel darah kelompok diabetes yang diobati dengan labu siam (89,96 5,16) dibandingkan dengan sel-sel darah kelompok diabetes (97,16 1,26). Radioaktifitas (%ATI) dikenakan pada Red Blood Cell Count (RBC) dalam radiolabeling (technetium-99m). Dari data tersebut ekstrak labu siam telah menunjukkan aktivitas oksidan, yaitu ekstrak labu siam mungkin merangsang timbulnya zat-zat aktif yang diperlukan dalam metabolisme dengan memperlihatkan tindakan pada proses pemberian label yang beraksi pada membran sel dan tempat pengikatan protein karena suatu stresoksidatif yang terjadi dalam diabetes (Dire, et. al., 2005). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada 10 Mei 2012, angka kejadian diabetes yang di dapatkan dari dinas kesehatan Kabupaten Semarang pada tahun 2008 angka kejadian diabetes sebanyak 8.107 kasus, dan meningkat pada tahun 2009 angka kejadian diabetes menjadi sebanyak 10.7796 kasus dan pada tahun 2010 sebanyak 11. 725 kasus, kasus diabetes dari tahun 2008-2010 semakin meningkat. Hal ini dikarenakan Pola hidup yang tidak sehat pada penderita diabetes di Kelurahan Gedang Anak. Kebanyakan penderita diabetes dalam mengatasi penyakit diabetes dengan menggunakan obat farmakologis. Penggunaan obat farmakologis yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping yaitu tejadi hipoglikemia atau syok. Dari hasil wawancara yang dilakukakan oleh peneliti pada 5 orang yang menderita diabetes melitus (DM), dan dari hasil wawancara tersebut terdapat 2 orang mengatakan setelah mengkonsumsi obat anti diabetes mereka sering

merasakan mual-mual, muntah dan tidak nafsu makan sedangkan 3 orang lainnya mengatakan setelah 3 bulan mengkonsumsi obat antidiabetik mereka sering mengalami atau merasakan seperti pusing, berkeringat, gemetaran, lemas, dan jantung berdebar debar. Dari hasil wawancara tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa apabila penderita diabetes melitus (DM) mengkonsumsi obat farmakologis secara terus menerus atau berlebihan sangat besar kemungkinan penderita diabetes melitus (DM ) bisa kena hipoglikimia. Berdasarkan uraian latar belakang dan hasil wawancara yang didapatkan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian kukusan Buah Labu Siam Terhadap Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus (DM) Tipe II Di Kelurahan Gedang Anak Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.

B. Perumusan Masalah Penanganan secara non farmakologis khususnya pemberian buah labu siam pada penderita diabetes merupakan suatu tindakan penanganan penurunan gula darah yang sangat efektif, murah dan mudah dilakukan oleh siapapun. Belum banyak penderita diabetes yang melakukan hal tersebut. Maka dari itu peneliti merumuskan pertanyaan penelitian ini adalah Apakah ada pengaruh pemberiankukusan buah labu siam terhadap kadar gula darah pada pada penderita diabetes melitus (DM) Tipe II?.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

pemberiankukusan buah labu siam terhadap kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus (DM) Tipe II Di Kelurahan Gedang Anak Kecamatan Ungaran Timur - Kabupaten Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui Gambaran kadar gula darah pada kelompok kontrol dan perlakuan sebelum diberikan kukusan buah labu siam pada penderita diabetes melitus (DM)Tipe II Di Kelurahan Gedang Anak Kecamatan Ungaran Timur - Kabupaten Semarang. b. Mengetahui Gambaran kadar gula darah pada kelompok kontrol dan perlakuan sesudah diberikan kukusan buah labu siam pada penderita diabetes melitus (DM) Tipe II Di Kelurahan Gedang Anak Kecamatan Ungaran Timur - Kabupaten Semarang. c. Mengetahui Perbedaan kadar gula darah pada kelompok kontrol dan perlakuan Sebelum dan sesudah diberikan kukusan buah labu siam pada penderita Diabetes Melitus (DM) tipe II Di Kelurahan Gedang Anak Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. d. Mengetahui pengaruh pemberiankukusan buah labu siam terhadap kadar gula darah pada penderita Diabetes Melitus (DM) Tipe II pada kelompok kontrol dan perlakuan Di Kelurahan Gedang Anak Kecamatan Ungaran Timur - Kabupaten Semarang.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penderita Diabetes Hasil penelitian ini diharapakan bermanfaat bagi penderita diabetes melitus untuk menambah pengetahuan dalam mengatasi diabetes. 2. Bagi Masyarakat Diharapkan masyarakat secara umum juga menerapkan pemberian kukusan buah labu siam untuk kadar gula darah pada penderita diabetes agar tidak hanya menggunakan obat-obatan. 3. Bagi Mahasiswa Memberikan tambahan ilmu dan masukan pengetahuan tentang manfaat kukusan buah labu siam terhadap kadar gula darah. 4. Bagi Peneliti Sebagai pengalaman nyata penerapan metodologi penelitian dan menambah wawasan serta pengetahuan tentang manfaat kukusanbuah labu siam terhadap kadar gula darah pada penderita diabetes. 5. Bagi Institusi Sebagai proses belajar dalam mengaplikasikan yang diperoleh di Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Kabupaten Semarang.

You might also like