You are on page 1of 10

TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Pada kasus ini luka bakar terjadi karena pasien tepajan bahan kimia. Berat luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh : - Kedalaman luka bakar - Luas luka bakar - Daerah luka bakar. Daerah perineum, ketiak, leher dan tangan sulit perawatannya karena mudah mengalami kontraktur - Usia dan keadaan kesehatan penderita. Karena bayi dan orang usia lanjut daya kompensasinya lebih rendah, maka bila terbakar, digolongkan dalam golongan berat. Kedalaman luka bakar ditentukan oleh : - Tingginya suhu - Lamanya pajanan Derajat luka bakar : 1. Luka bakar derajat I : - hanya mengenai epidermis, sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari - luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat 2. Luka bakar derajat II : - Luka mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa misalnya, sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. - Luka dapat sembuh sendiri dalam dua sampai tiga minggu - Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung, atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya tinggi. 3. Luka bakar derajat III : - Luka meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau organ yang lebih dalam - Tidak ada lagi elemen epitel hidup yang tersisa yang memungkinkan penyembuhan dasar luka - Dilakukan skin graft untuk mendapatkan kesembuhan. - Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat. - Tidak ada bula dan tidak terasa nyeri.

Luas luka bakar : Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang dewasa digunakan rumus Rules of Nine yaitu : - Luas kepala dan leher :9% - Luas dada :9% - Luas punggung :9% - Luas perut :9% - Luas pinggang dan bokong :9% - Luas ekstremitas atas kanan : 9 % - Luas ekstremitas atas kiri :9% - Luas paha kanan :9% - Luas paha kiri :9% - Luas tungkai dan kaki kanan : 9 % - Luas tungkai dan kaki kiri :9% - Luas daerah genitalia :9% Pada anak, karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh berbedabeda maka untuk menentukan luas luka bakar digunakan rumus 10-15-20 dimana : - Luas kepala dan leher : 15 % - Luas badan depan : 20 % - Luas badan belakang : 20 % - Luas ekstremitas atas kanan : 10 % - Luas ekstremitas atas kiri : 10 % - Luas ekstremitas bawah kanan : 15 % - Luas ekstremitas bawah kiri : 15 % Pada bayi, luas permukaan kepala jauh lebih besar dari luas permukaan masing-masing ekstremitas sehingga digunakan rumus 10-20-10 dimana : - Luas kepala dan leher : 20 % - Luas badan depan : 20 % - Luas badan belakang : 20 % - Luas ekstremitas atas kanan : 10 % - Luas ekstremitas atas kiri : 10 % - Luas ekstremitas bawah kanan : 10 % - Luas ekstremitas bawah kiri : 10 % Penggolongan berat ringan luka bakar 1. Luka bakar ringan - Luka bakar derajat I dan II dengan luas < 15% pada orang dewasa - Luka bakar derajat I dan II dengan luas < 10% pada anak-anak - Luka bakar derajat II dengan luas < 2% - Penderita cukup berobat jalan. 2. Luka bakar sedang - Luka bakar derajat II dengan luas 15-25% pada orang dewasa - Luka bakar derajat II dengan luas 10-20% pada anak-anak - Luka bakar derajat III dengan luas < 10%

Penderita sebaiknya dirawat.

3. Luka bakar berat - Luka bakar derajat II dengan luas > 25% pada orang dewasa - luka bakar derajat II dengan luas > 20% pada anak-anak - Luka bakar derajat III dengan luas > 10% - Luka bakar yang mengenai tangan, wajah, mata, telinga, kaki, dan genitalia, persendian sekitar ketiak
Semua penderita dengan gangguan inhalasi, luka bakar dengan komplikasi trauma berat, luka bakar resiko tinggi Penderita harus dirawat

Fase Luka Bakar A. Fase akut. Disebut sebagai fase awal atau fase syok karena pasien kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan masuk ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng pada luka bakar derajat III. Bila luas luka bakar kurang dari 20 %, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya tetapi bila di atas 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang. Keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan, tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama dapat di dapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu nantinya penderita bisa jadi tampak kurus, karena otot mengecil dan terjadi penurunan berat badan. Penderita juga mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Hal ini dapat terjadi pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di muka, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Dapat juga terjadi udem laring yang dapat menyebabkan gangguan hambatan jalan nafas yang ditandai dengan sesak nafas, takipnea, stridor, suara sesak, dan dahak berwarna gelap karena mengandung arang atau karbon. Inhalasi dari hasil pembakaran yang tidak sempurna ( partikel karbon )O dan asap beracun menyebabkan trakeobronkitis kimiawi, edema, dan pneumonia Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin, sehingga hemoglobin tak mampu mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing,

mual, dan muntah. Bila lebih dari 60 % hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. B. Fase sub akut. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan proses inflamasi dan infeksi. Luka bakar sering tidak streril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar berasal dari kulit penderita, kontaminasi kuman saluran nafas, dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Kuman menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya untuk melakukan invasi pada kulit luka bakar. Kuman juga memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan ( non-invasif ) ditandai dengan keropeng yang mudah lepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik, akibatnya luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Jika luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman ke jaringan sekelilingnya yang disebut luka bakar septik. Dapat juga terjadi penyebaran kuman lewat darah ( bakterimia ). Syok septik dapat terjadi karena toksin yang menyebar di darah. C. Fase lanjut. Bila penderita dapat mengatasi infeksi, fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa keloid, gangguan pigmentasi, deformitas. Penyembuhan pada luka bakar derajat II dimulai dari sisa elemen yang masih vital misal sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Akibat luka bakar derajat II yang dalam mungkin terjadi parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara estetik sangat jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian maka fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Bila luka bakar terjadi pada daerah muka, penderita akan mengalami beban kejiwaan berat.

PENATALAKSANAAN Tujuan utama: 1. Menghindarkan si korban dari kematian 2. Mengusahakan agar luka sembuh per primum 3. Jika timbul cacat, usahakan seminimal mungkin Penatalaksanaan awal luka bakar mengikuti prinsip umum penderita trauma: - Menghentikan proses luka bakar dengan menjauhi penderita dari sumber panas. Misalnya jika sumber panasnya api, siram dengan air atau bahan yang tak mudah terbakar, jika berasal dari sumber listrik, segera putuskan aliran listrik. - Cegah kerusakan lebih lanjut. Dapat dilakukan kompres dingin atau air yang mengalir selama 15-20 menit, jangan terlalu lama sebab

perawatan dengan air dingin yang lama dapat menimbulkan hipotermia teruatam pada pasien dengan luka bakar yang luas. Atasi syok jika terjadi syok Pertolongan pertama Airway, manifestasi klinis dari trauma inhalasi mungkin tidak jelas dan sering tidak terlihat dalam waktu 24 jam pertama. Bila terdapat trauma inhalasi terlebih dahulu dilakukan intubasi untuk menjaga jalan nafas. Bila penanganan terlambat dan sudah terjadi edema saluran nafas maka harus dilakukan krikotiroidotomi atau trakeostomi. pada keracunan monoksida, pengobatan awal adalah intubasi endotrakeal disertai ventilasi mekanis, selanjutnya dilakukan analisa gas darah untuk mengetahui status paru-paru

RESUSITASI CAIRAN PADA LUKA BAKAR Yang harus diperhatikan dalam pemberian resusitasi cairan adalah : - Penentuan derajat dan luas luka bakar - Mengukur berat badan pasien - Informasi tentang fungsi organ-organ penting, masih baik atau tidak - Produksi urin per jam ( diuresis ) menggambarkan baik tidaknya sirkulasi perifer dan gambaran cukup tidaknya cairan yang diberikan - Kadar hemoglobin dan hematokrit menggambarkan perubahan hemokonsentrasi - CVP ( Central Venous Pressure ) , gambaran yang paling akurat dalam memberi informasi volume cairan yang ada dalam sirkulasi sistemik. Turun apabila hipovolemi. Jika pemberian cairan berlebihan akibat pemberian koloid / plasma akan menyebabkan hipervolemi sehingga CVP naik. Formula yang dipakai : 1. Formula Evans a. Luas luka dalam % x BB kg =...ml NaCl per 24 jam b. Luas luka dalam % x BB kg =...ml plasma per 24 jam Kedua cairan tersebut di atas merupakan pengganti cairan yang hilang akibat edema. Plasma juga diperlukan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar c. 2000 cc glukosa 5 % per 24 jam , sebagai pengganti cairan yang telah hilang akibat penguapan Ketentuan : - Pada hari pertama separuh dari jumlah a + b + c diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya - Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama - Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah sisa cairan hari kedua Contoh : Pasien dengan berat badan 50 kg dan luka bakar seluas 20 % maka cairan yang diberikan menurut formula Evans adalah : a. 20 % x 50 kg = 1000 ml NaCl b. 20 % x 50 kg = 1000 ml plasma c. 2000 cc glukosa 5 %

Pada hari pertama setengah dari jumlah a + b + c diberikan dalam 8 jam pertama yaitu 500 ml NaCl, 500 ml plasma dan 1000 cc glukosa 5 %, 16 jam berikutnya diberikan 500 ml NaCl, 500 ml plasma dan 1000 cc glukosa 5 % - Pada hari kedua diberikan 500 ml NaCl, 500 ml plasma, 1000 cc glukosa 5 % per 24 jam - Pada hari ketiga diberikan 500 ml NaCl, 500 ml plasma, 1000 cc glukosa 5 % per 24 jam Ringkasan : - 8 jam hari I, 500 ml NaCl, 500 ml plasma dan 1000 cc glukosa 5 % - Selanjutnya, 16 jam hari I, ml NaCl, 500 ml plasma dan 1000 cc glukosa 5 % - Hari II, 500 ml NaCl, 500 ml plasma dan 1000 cc glukosa 5 % per 24 jam - Hari III, 500 ml NaCl, 500 ml plasma dan 1000 cc glukosa 5 % per 24 jam Penderita mula-mula dipuasakan karena mungkin peristaltis usus terhambat, dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Kalau diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat minum tanpa kesulitan, infus dapat dikurangi atau dihentikan 2. Formula Baxter Rumus : luas luka % x BB kg x 4 ml Ketentuan : - 8 jam hari pertama diberikan setengah jumlah cairan - 16 jam selanjutnya diberikan setengah sisa jumlah cairan - Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama Contoh seperti pasien diatas : Maka menurut formula Baxter 20 % x 50 kg x 4 ml = 4000 ml Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan Ringer-laktat karena terjadi defisit ion Na. - 8 jam hari pertama diberikan 2000 ml RL - 16 jam selanjutnya diberikan 2000 ml RL - Hari kedua, diberikan 2000 ml RL Penentuan pemilihan jenis cairan : - Tergantung dari status hidrasi, konsentrasi, dan kondisi / abnormalitas metabolik yang ada - NaCl merupakan cairan isotonik untuk penatalaksanaan hipovolemi yang disertai hiponatremi, hipokloremi, atau alkalosis. - Ringer Laktat, merupakan cairan isotonik terbaik yang mendekati komposisi cairan ekstraseluler. Diberikan pada kondisi hipovolemi, asidosis metabolik, sindrom syok. - Ringer asetat, mengandung bikarbonat disamping laktat. Pada pemberian per infus, laktat dan asetat diubah menjadi bikarbonat yang berfungsi sebagai buffer pada asidosis metabolik. Ketentuan pemberian cairan: - Jumlah volume cairan merupakan perkiraan

Pemberian disesuaikan dengan monitoring Cairan tubuh yang diperlukan untuk mengatasi syok tidak termasuk dalam perkiraan volume cairan Monitoring sirkulasi: Observasi tensi, nadi, kesadaran Diuresis, bila : < 1 cc / kgBB 2 jam berturut-turut, tetesan percepat 50% < 2 cc / kgBB 2 jam berturut-turut, tetesan perlambat 50% Pemasangan CVP Cek Hb, Ht, elektrolit, ureum, creatinin tiap jam

Pemberian analgetik kuat, bisa diberikan secara intravena. (0,1 mg / kgBB IV) {hindari efek samping depresi pernapasan} Pemberian Toksoid dan ATS. ATS harus diberikan jika penderita belum mendapat imunisasi dasar. Bila sudah mendapat imunisasi dasar dapat diberikan toksoid 1 cc tiap 2 minggu selama 3 kali. Pemberian Antibiotik. Berikan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur Terapi posisi tubuh (Body positioning) Menempatkan bagian yang luka sedemikian rupa sehingga tidak terjadi banyak komplikasi, misalnya: - Luka bakar dibagian atas ditempatkan lebih tinggi agar edema berkurang - Luka bakar pada sendi siku, bagian bawah lengan difleksikan untuk mencegah kontraktur - Luka bakar di tangan diusahakan agar jari-jari tidak saling melekat Fisioterapi. Dimulai segera setelah edema berkurang, terutama pada luka bakar anggota gerak Psikoterapi. Penting terutama pada luka bakar luas daerah wajah Pemberian nutrisi diutamakan pada jumlah kalori dan protein. Kalori yang masuk diusahakan > 60% dari perhitungan. vitamin A, B kompleks, C perlu juga diberikan Perawatan Lokal 1. Perawatan luka bakar tertutup - Biasa digunakan antibiotik topikal yang langsung dibubuhkan pada luka bakar kemudian tutup dengan kasa steril. Atau menggunakan kasa khusus yang sudah ada antibiotiknya (sufratulle, daryantulle, dll) - Kasa pembalut harus ada daya serap dan diganti tiap 8-24 jam, bila basah, berbau dan bila timbul nyeri - Keuntungan : imobilisasi luka lebih sempurna 2. Perawatan luka bakar terbuka - Luka dibiarkan terbuka dan diharapkan sembuh sendiri - Perawatan harus benar-benar steril - Bila terdapat pus, kompres dengan NaCl 0,9%

- Keuntungan: luka mudah kering, bakteri sukar berkembang biak, pengawasan luka lebih mudah, tidak perlu ganti verban. Komplikasi luka bakar - Infeksi: Merupakan masalah utama, jika infeksi berat dapat terjadi sepsis. Jika terjadi infeksi beri antibiotik spektrum luas adatu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat imunosupresif kecuali pada keadaan tertentu misalnya edema laring berat Curlings Ulcer (tukak Curling): Merupakan komplikasi serius, biasa muncul pada hari ke 5 10. Terjadi ulkus pada duodenum atau lambung, kadang-kadang disertai hematemesis. Antasida perlu diberikan pada penderita luka bakar sedang hingga berat. Gangguan jalan napas: Komplikasi yang biasanya sudah muncul pada hari ke-1. Terjadi akibat inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penangannya dengan membersihkan jalan napas, memberikan oksigen trakeostomi, kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotik Konvulsi: Komplikasi paling unik terjadi pada anak-anak disebabkan ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan, sisasnya tidak diketahui Lain-lain: Kontraktur, gangguan kosmetis

DAFTAR PUSTAKA Syamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC. Jakarta, 1997. Karakat S, Bachsinar B. Bedah minor. Hipokrates. Jakarta, 1996. Sabiston. Buku Ajar Bedah. Bagian I. EGC. Jakarta, 1997. Irawan I. Kapita Selekta Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Katolik Universitas Atma Jaya, Jakarta Moenadjat Y. Luka Bakar Pengetahuan Klinik dan Praktis. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2003.

You might also like