You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perkembangan kota menuntut adanya perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Hal ini terjadi karena perkembangan masyarakat secara sosial, ekonomi, dan pendidikan akan menimbulkan pola pikir baru mengenai pemenuhan kebutuhan hidup atau dengan kata lain, masyarakat akan selalu menuntut perbaikan dalam kualitas maupun intensitas pemenuhan kebutuhannya (Purhadi, 2004). Pelayanan kesehatan merupakan salah satu tuntutan hidup masyarakat kota. Karenanya, suatu kota membutuhkan Rumah Sakit (RS) dimana pada tempat tersebut pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dipusatkan (Purhadi, 2004). Rumah Sakit sebagai bentuk instansi kesehatan sangat diharapkan dapat menangani masalah kesehatan masyarakat dengan baik. Dalam aktifitasnya rumah sakit menghasilkan berbagai macam jenis limbah, oleh karena itu diperlukan suatu bentuk penanganan yang sebaik mungkin agar tidak membahayakan masyarakat sekitar (Prihayuninta, 2006). Begitupula dengan Rumah Sakit SEMBUH yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Rumah sakit ini menghasilkan limbah cair non medis dan limbah cair medis yang merupakan campuran dari berbagai unit yang terdapat di RS SEMBUH, antara lain, limbah cair pasien, limbah laboratorium, kegiatan dapur, laundry, kamar mandi serta unit-unit kegiatan lain (ruang UGD, ruang operasi, ruang poli dan lain-lain). Berdasarkan gambaran sumber buangan tersebut, maka dapat diketahui bahwa limbah cair yang ada memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Kandungan limbah cair rumah sakit mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan limbah domestik karena sebagian besar berasal dari buangan tubuh manusia dan berbagai kegiatan lain seperti dapur. (Purhadi, 2004 dalam Mara D, 1973). Namun terdapatnya sebagian kecil bahan beracun dan berbahaya yang bersifat infeksius karena kandungan mikroorganisme pathogen, bibit penyakit dan bahan kimia beracun lainnya perlu diperhatikan agar substansi tersebut tidak lolos dari pengolahan dan terbuang ke lingkungan. Seperti yang telah diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit Di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, diperlukan pengolahan lebih lanjut agar dihasilkan air buangan yang sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan. Terkait dengan permasalahan diatas, maka perlu dilakukan perencanaan desain IPAL yang sesuai dengan kapasitas buangan dan karakteristik buangan di RS SEMBUH. Perencanaan desain IPAL ini sangat diperlukan guna mengantisipasi dampak buruk limbah yang dihasilkan sehingga tidak membahayakan penduduk di sekitar lokasi rumah sakit untuk jangka waktu ke depan.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam tugas ini adalah:


1. Bagaimanakah perencanaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RS SEMBUH yang

sesuai dengan kapasitas dan karakteristik buangan yang dihasilkan?


2. Bagaimana perhitungan Bill of quantity (BOQ) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari

perencanaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RS SEMBUH?

1.3 Tujuan

Tujuan dari tugas ini adalah:


1. Merencanakan

instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RS SEMBUH yang sesuai dengan kapasitas dan karakteristik buangan yang dihasilkan. instalansi pengolahan air limbah (IPAL) RS SEMBUH.

2. Menghitung Bill of quantity (BOQ) dan Rencana Anggaran Biaya dari perencanaan

1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup dari tugas ini adalah:


1. IPAL ini direncanakan berlokasi di RS SEMBUH Propinsi Jawa Timur yang merupakan

rumah sakit bertipe BI. 2. Effluent air limbah dari RS SEMBUH ini direncanakan memenuhi klasifikasi mutu air kelas satu berdasarkan SK Gub Jatim No.45 tahun 2002. 3. Data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut diantaranya berupa: Karakteristik air limbah dari RS SEMBUH Jumlah bed/tempat tidur pasien dan jumlah karyawan

4. Perencanaan IPAL yang meliputi :


-

Pemilihan alternatif pengolahan yang sesuai dengan karakteristik air limbah RS SEMBUH. Perhitungan dimensi setiap unit pengolahan limbah cair dari rangkaian pengolahan yang telah dipilih. Gambar desain perencanaan Perhitungan mass balance Profil hidrolis Bill of Quantity (BOQ) Rencana Anggaran Biaya (RAB)

1.5 Kepustakaan Prihayuninta, Adisthi. 2006. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah RSUD Teluk Wondama Irian Jaya Barat. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Purhadi, Decky. 2004. Perencanaan Instalasi pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Sakit (RSI) Siti Hajar Sidoarjo. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN 2.1


2.1.1

Kriteria Kualitas Air Limbah

Berbagai Kualitas Air Limbah Dari Berbagai Aktifitas a. Limbah Rumahtangga (Domestik) Limbah rumahtangga adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumahtangga atau pemukiman termasuk didalamnya adalah yang berasal dari kamar mandi, tempat cuci, WC serta tempat memasak. Sumber utama air limbah rumahtangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah perdagangan. Adapun sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah daerah perkantoran atau lembaga serta daerah fasilitas rekreasi. (Sugiharto, 1987) Tabel 2.1 Komposisi Air Limbah Rumahtangga Parameter Konsentrasi (mg/l) Antara Rata-rata Fisik: Zat padat, jumlah 300 1200 700 Mudah mengendap 50 200 100 Tercampur 100 400 220 Tercampur, volatile 70 300 150 Terlarut 250 850 500 Terlarut, volatile 100 300 150 Kimia: Karbon Organik; BOD5 100 400 250 COD 200 1000 500

TOD 200 1100 500 TOC 100 400 250 Nitrogen: Total (sebagai N) 15 90 40 Organik 5 40 25 Amoniak 10 50 25 Nitrit Nitrat Fosfor: Total (sebagai P) 5 20 12 Organik 15 2 Anorganik 5 15 10 Ph 7 7,5 7 Kalsium 30 50 40 Klorida 30 85 50 Sulfat 20 60 15 Sumber: Donal W. Sundstrom & H.E. Klei, 1979 dalam Sugiharto, 1987

Air Limbah Di Perusahaan Pengolah Susu Air limbah yang berasal dari perusahaan susu sebenarnya tidak berbeda dengan air limbah yang berasal dari perusahaan makanan lainnya, akan tetapi air limbah yang berasal dari perusahaan susu ini mempunyai suatu yang istimewa yaitu kerentanannya terhadap serangan bakteri. Dengan demikian air limbah dari perusahaan ini sangat mudah mengalami proses pembusukan. Air limbah yang berasal dari perusahaan pengolah susu dibagi menjadi 3 kategori antara lain: a. Buangan industri b. Buangan rumah tangga c. Buangan yang takterkontaminer Air buangan/limbah industri berasal dari pembuangan bahan baku yang komposisinya dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini: Tabel 2.2 Komposisi Bahan yang Biasa Terdapat pada Pabrik Penghasil Susu No. Parameter Pabrik pengolahan susu Susu kental manis Mentega susu Cheddar yang telah keju dipisahkan 1 Mentega lemak 0,3 0,5 35,5 2 Protein 10,4 3,4 26,6 3 Susu gula 16,8 4,3 1,5 4 Tambah gula 40 0 0 5 Abu 2,5 0,7 3,5 6 Keasaman sbg. 0,6 Lact 7 Jumlah zat 70,0 9,5 67,1 padat 8 Organis padat 67,5 8,8 63,6 9 BOD 50,2 7,2 60,0 Semua angka yang ada adalah dalam persen (perseratus) Sumber: C. Fred Gurnham, 1965 dalam Sugiharto, 1987 Dengan demikian limbah perusahaan susu adalah berisikan kandungan yang tidak banyak berbeda dengan kandungan bahan bakunya. Air buangan industri ini dapat dipisahkan menjadi: a. Air cucian dan bilasan dari kaleng, tangki, juga peralatan tangki pipa produksi dan lantai. b. Air tumpahan kebocoran dari kerusakan peralatan atau kurang cermatnya waktu kerja. c. Air buangan yang berasal dari dadih, mentega yang rusak.

b.

d. Air buangan dari bahan baku yang telah rusak. Sedangkan buangan rumah tangga adalah air limbah dari dapur, kamar mandi, WC seperti layaknya air limbah rumah tangga lainnya. Adapun yang tergolong dalam buangan yang tidak terkontaminer adalah jenis air pendingin yang dipergunakan setelah pasteurisasi. Air limbah ini tidak mengandung bahan susu sama sekali. Banyaknya air limbah yang dibuang oleh perusahaan dipengaruhi oleh tersedianya sumber asal air dan pola penggunaan air. (Sugiharto, 1987) c. Limbah Rumah Sakit Data hasil pemeriksaan kualitas air limbah di RSUD Nganjuk yang telah dilakukan tahun 2003 diketahui bahwa kadar BOD, COD, TSS dan MPN Coliform yang terkandung dalam air limbah RSUD Nganjuuk masih melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan berdasarkan SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999. Tabel 2.3 Data Hasil Pengujian Kualitas Air Limbah RSUD Nganjuk Tahun 2003. No. Tanggal SK. Gub No. 61 Tahun 1999 BOD COD TSS MPN Coliform 30 mg/l 80 mg/l 30 mg/l 4000/100ml 1 15 Juni 2004 58 135 0,5 16.000 2 16 Juni 2004 48 138 0,1 16.000 3 17 Juni 2004 56 128 0,1 9.200 4 18 Juni 2004 62 138 0,1 9.200 5 19 Juni 2004 50 118 0,1 3.500 6 20 Juni 2004 45 113 0,1 3.500 7 21 Juni 2004 50 120 0,1 16.000 Rata-rata 52,71 127,14 0,16 10.486 Sumber: RSUD Nganjuk Tahun 2003 dalam Rahmawati dan Azizah, 2005 Hasil pemeriksaan kadar BOD pada air limbah sebelum pengolahan menunjukkan nilai rata-rata 52,71 mg/l. Untuk kadar COD nilai rata-rata 127,14 mg/l. Kadar TSS dari hasil pemeriksaan nilai rata-ratanya sebesar 0,16 mg/l. Sedangkan untuk MPN Coliform hasil pemeriksaan nilai rata-rata 10.486 koloni per 100 ml air limbah.
2.1.2

Peraturan yang Berkaitan dengan Baku Mutu Air Limbah Peraturan yang mengatur tentang limbah cair di rumah sakit meliputi peraturan tentang baku mutu limbah cair rumah sakit di Indonesia. Peraturan-peraturan tersebut antara lain: 1. Kep. MENKES RI No. 228/MENKES/SK/III/2002 tentang pedoman penyuluhan standar pelayanan minimal rumah sakit yang wajib dilaksanakan daerah. 2. Kep. MenLH No. Kep-58/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit di Indonesia. 3. SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 (berlaku pada 1 Januari 2000) tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit Di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Pada peraturan ini terdapat 10 parameter ukur. 4. SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri atau Kegiatan Usaha Lainnya Di Jawa Timur. Di bawah ini merupakan perbandingan antara baku mutu yang telah ditetapkan oleh SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 dan SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002 melalui beberapa parameter yang akan dipakai dalam perencanaan ini: Tabel 2.4 Perbandingan Baku Mutu antara SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 dan SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002 No . Parameter Satuan SK. Gub Jatim SK. Gub Jatim

No. 61 Tahun No. 45 Tahun 1999 2002 1 pH 6-9 6-9 o 2 Suhu C 35 3 BOD5 Mg/l 30 30 4 COD Mg/l 80 80 5 TSS Mg/l 30 100 6 NH3 bebas Mg/l 0,1 0,5 7 PO4 Mg/l 2 8 Mikrobiologi MPN 4.000 Sumber: SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 dan SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai untuk beberapa parameter. Parameter tersebut adalah TSS dan NH3 bebas. Nilai parameter TSS untuk SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 adalah 30 mg/l dan untuk SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002 adalah 100 mg/l. Sedangkan pada parameter NH3 bebas berturut-turut menurut Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 dan untuk SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002 adalah 0,1 mg/l dan 0,5 mg/l. Dari perbandingan kedua SK Gub Jatim tersebut, pada dua parameter didapatkan bahwa yang memiliki nilai terendah yaitu terdapat pada SK Gub Jatim No.61 tahun 1999 sehingga perencanaan IPAL di RS SEMBUH Propinsi Jawa Timur ini digunakan peraturan SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 sebagai dasar baku mutu limbah cair untuk mendesain IPAL tersebut.
2.1.3

Kajian Tentang Parameter Dari Peraturan Yang Diacu Dalam Perencanaan Ini Dari karakteristik air limbah RS SEMBUH ini kemudian akan diolah sesuai dengan unit pengolahan air yang sesuai. Effluen air limbah yang dihasilkan harus memenuhi kriteria mutu air yang telah ditetapkan oleh pemerintah Propinsi Jawa Timur. Kriteria mutu air yang dipakai adalah SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit Di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Menurut SK Gub Jatim No. 61 tahun 1999, terdapat 10 parameter yang terbagi atas parameter fisik dan kimia dalam menentukan karakteristik buangan cair dari suatu rumah sakit. Akan tetapi dalam perencanaan ini hanya 8 parameter yang akan menentukan karakteristik air buangan tersebut. Parameter kualitas air limbah yang dipakai dari perencanaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RS SEMBUH ini adalah sebagai berikut:
1. pH

pH merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur tingkat konsentrasi ion H+ dalam suatu badan air. Konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas darii air maupun dari air limbah. Adapun kadar yang baik adalah kadar di mana masih memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Air limbah dengan konsentrasi air limbah yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya. (Sugiharto, 2008). Proses biologis umumnya terjadi pada rentang pH antara 6-9. pH diluar rentang tersebut dapat terjadi gangguan metabolisme pada makhluk hidup. Rentang pH yang diperbolehkan dalam SK Gub Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 adalah 6-9.
2.

Suhu Suhu tidak dapat digunakan secara langsung dalam mengevaluasi air minum atau air limbah. Tetapi, parameter suhu merupakan salah satu parameter paling penting dalam sistem air permukaan. Suhu ini juga merupakan dampak yang terjadi akibat adanya reaksi kimia dalam sistem sungai alami. (Peavy dkk, 1986). Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi selain itu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misal O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Haslam, 1995 dalam Alamsyah, 2007). Selain itu juga, peningkatan suhu disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan

oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu disertai penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003 dalam Alamsyah, 2007).
3. BOD5

akuatik dengan mampu proses

BOD5 adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter (mg/l) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri, sehingga limbah tersebut menjadi jernih kembali. Untuk itu diperlukan waktu 100 hari pada suhu 20oC. akan tetapi di laboratorium dipergunakan waktu 5 hari sehingga dikenal dengan BOD5. (Sugiharto, 2008) BOD5 merupakan indikator tingkat pencemaran badan air terhadap bahan organik, dalam hal ini bahan organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme alami. (Purhadi, 2004). BOD mengukur menentukan konsumsi oksigen dari tempat sample di botol kedap udara dan menyimpan dalam lingkungan yang terjaga untuk periode waktu tertentu. (Peavy dkk, 1986). Dalam peraturan yang dipakai, kandungan maksimum yang diperbolehkan adalah 30 mg/l dengan beban maksimum 0,0135 Kg/tempat tidur terhuni/hari.
4. COD

COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi. (Sugiharto, 2008). COD merupakan indikator kandungan seluruh beban organik yang terdapat dalam limbah cair. Kandungan yang diperbolehkan adalah 80 mg/l dengan beban maksimum 0,036 Kg/ tempat tidur terhuni/hari.
5. TSS

TSS (Total Suspended Solid) adalah besaran total dari seluruh padatan dalam cairan atau banyaknya partikel yang berukuran lebih besar dari 1 m yang tersuspensi dalam suatu kolom air (Anderson, 1961 dalam Alamsyah, 2007). Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui kekuatan pencemaran air limbah domestik, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air ( BAPPEDA, 1997 dalam Rahmawati, 2005).Kandungan yang diperbolehkan adalah 30 mg/l dengan beban maksimum 0,0135 Kg/tempat tidur terhuni/hari.
6. NH3 bebas

Ammonia di perairan berasal dari hasil dekomposisi nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Amonia bebas yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Jika kadar ammonia bebas lebih dari 0,2 mg/l perairan bersifat toksik pada beberapa jenis ikan. (Effendi, 2003 dalam Alamsyah, 2007). Kandungan maksimum yang diperbolehkan adalah 0,1 mg/l dengan beban maksimum 0,00004 Kg/tempat tidur terhuni/hari.
7. PO4

Setiap senyawa fosfat terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat dalam sel organisme dalam air. Dalam air limbah senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian. (Saragih, 2009). Secara alami fosfat juga diproduksi dan dikeluarkan oleh manusia/binatang dalam bentuk air seni dan tinja, sehingga fosfat juga akan terdeteksi pada air limbah yang dikeluarkan rumah sakit (Suriawiria, 2003 dalam Alamsyah, 2007). Baku mutu limbah cair rumah sakit untuk parameter Fosfat Total adalah maksimum 2 mg/l

8. Mikrobiologi

Mikroorganisme pathogen merupakan mikroba yang dapat menimbulkan infeksi bila mengkontaminasi manusia sehingga perlu dilakukan pembatasan terhadap kandungan mikroba tersebut. Mikroba indikator yang digunakan adalah bakteri Koliform. Bakteri ini terdapat dalam buangan makhluk hidup sehingga diasumsikan bahwa dengan adanya bakteri ini maka telah terjadi kontaminasi bakteri pathogen. (Purhadi, 2004). Bakteri coliform total merupakan perhitungan dari banyaknya koloni bakteri Escherichia, Citobacter, Klebsiella, dan Enterobacter yang terdapat pada membran filter setelah dibiakkan selama 1824 jam di inkubator. Beberapa satuan jumlah yang digunakan untuk menentukan kuantitas bakteri adalah jumlah sel, MPN (Most Probable Number), dan PFU (Plaque-Forming Unit) (Yates, 1992 dalam Alamsyah, 2007). Kandungan maksimum yang diperbolehkan adalah 4.000 MPN populasi/100 ml. 2.1.4 Analisis kualitas air limbah

Untuk mendapatkan data karakteristik air limbah RS SEMBUH Propinsi Jawa Timur menggunakan data sekunder yang diambil selama satu minggu. Parameter-parameter yang akan dianalisa meliputi pH, suhu, BOD5, COD, TSS, NH3 bebas, PO4, dan mikrobiologi. Data karakteristik ini nantinya akan diperlukan sebagai data dan bahan untuk melakukan perencanaan IPAL. Data kualitas air limbah RS SEMBUH Propinsi Jawa Timur dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2.5 Karakteristik air limbah RS SEMBUH Parameter pH Tanggal 22 Agustus 2011 23 Agustus 2011 24 Agustus 2011 25 Agustus 2011 26 Agustus 2011 27 Agustus 2011 28 Agustus 2011 Karakteristik Air Limbah Maksimum 6,87 6,48 7,1 6,86 6,87 6,83 6,91 Suhu (0C) 28 28 28 28 28 28 28 BOD5 COD TSS (mg/L) (mg/L) (mg/L) 43 100 122 32,89 57,42 60 35,32 40,9 56 43,16 104,53 42 38,71 95,44 52 49 160 60 70 136 46 NH3 bebas (mg/L) 0,054 0,032 0,048 0,221 0,153 0,096 0,342 PO4 (mg/L) 3,129 2,813 1,928 3,411 2,577 2,860 2,743 Mikrobiologi (MPN) 24x107 24x107 24x107 24x107 24x107 16x106 24x107

7,1

28

70

160

122

0,342

3,411

24x107

Seperti yang terlihat dalam tabel 2.5 di atas, bahwa karakteristik air limbah RS SEMBUH sangat bervariasi. Maka karakteristik air limbah RS SEMBUH diambil dari nilai tertinggi (maksimum) tiap parameter. Dari hasil tersebut, apabila dibandingkan dengan SK. Gub Jatim No. 45 tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri dan Kegiatan Usaha Lainnya Di Jawa Timur pada tabel 2.6, maka dapat dilihat bahwa beberapa parameter effluent air limbah RS SEMBUH masih di atas baku mutu yang telah ditetapkan. Tabel 2.6 Perbandingan karakteristik air limbah RS SEMBUH dengan Baku Mutu Air Limbah No. Parameter Satuan Karakteristik Baku Mutu Air Air Limbah Limbah (SK Gub Jawa Timur No. 61 th. 1999) 1 pH 7,1 6-9

2 3 4 5 6 7 8

Suhu BOD5 COD TSS NH3 bebas PO4 Mikrobiologi

C Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l MPN

28 70 160 122 0,342 3,411 24x107

30 30 80 30 0,1 2 4.000

Sumber: SK Gub Jatim No. 61 tahun 1999 Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa perencanaan yang akan dilakukan tidak menggunakan seluruh parameter seperti yang tercantum dalam SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 12002, tetapi hanya menggunakan 8 parameter yakni pH, suhu, BOD5, COD, TSS, NH3 bebas, PO4, dan mikrobiologi. Tiap parameter yang digunakan akan diambil nilai tertinggi untuk dihitung seberapa besar removal yang harus dilakukan berdasarkan peraturan yang sesuai. Nilai tertinggi diambil untuk mengatasi beban air limbah yang maksimum. Tabel 2.7 Beban Removal tiap Parameter No. Parameter Satuan Nilai Maksimum Air Limbah 7,1 28 70 160 122 0,342 3,411 24x107 Baku Mutu Air Limbah (SK Gub Jawa Timur No. 61 th. 1999) 6-9 30 30 80 30 0,1 2 4.000 % Removal

1 2 3 4 5 6 7 8

pH o Suhu C BOD5 Mg/l COD Mg/l TSS Mg/l NH3 bebas Mg/l PO4 Mg/l Mikrobiologi MPN Sumber: Perhitungan

57,14 50 75,4 70,8 41,4 99,99

Tabel di atas menunjukkan nilai beban removal yang harus dihilangkan untuk tiap parameter. Beban removal tertinggi yang harus diturunkan yaitu parameter mikrobiologi. Kadar maksimum dalam air limbah yaitu sebesar 24x107 MPN sedangkan menurut baku mutu bernilai 4.000 MPN sehingga parameter mikrobiologi harus diturunkan sebanyak 99,99%. Mikroorganisme pathogen merupakan mikroba yang dapat menimbulkan infeksi bila mengkontaminasi manusia sehingga perlu dilakukan pembatasan terhadap kandungan mikroba tersebut. Total Suspended Solid (TSS) pada air limbah yaitu sebesar 122 mg/l ini harus dilakukan removal sebesar 75,4% untuk memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan. Konsentrasi TSS yang terlalu besar akan mengakibatkan terjadinya kekeruhan, akibatnya sinar matahari akan sulit untuk masuk sehingga tumbuhan air sulit untuk melakukan fotosintesa. TSS yang tinggi juga dapat meningkatkan konsentrasi BOD (sampai 60%), karena adanya kandungan bahan organic dalam solid tersebut. (Purhadi, 2004) Selanjutnya untuk beban removal sebesar 70,8% harus dilakukan untuk mengurangi beban NH3-bebas. Pada kualitas air limbah sebesar 0,342 mg/l sedangkan pada baku mutu yang telah ditetapkan sebesar 0,1 mg/l. Amonia bebas yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat

jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Jika kadar ammonia bebas lebih dari 0,2 mg/l perairan bersifat toksik pada beberapa jenis ikan. (Effendi, 2003 dalam Alamsyah, 2007) Kandungan BOD5 pada air limbah RS SEMBUH ini juga harus di removal sebanyak 57,14% dari nilai air limbah 70 mg/l menjadi 30 mg/l untuk memenuhi baku mutu. Semakin tinggi nilai BOD5, maka semakin besar derajat pengotor badan air oleh bahan organik. Bahan organik dalam konsentrasi tinggi akan menurunkan konsentrasi oksigen dalam air sehingga dapat meracuni kehidupan biota air. (Purhadi, 2004) Untuk parameter COD pada air limbah sebesar 160 mg/l, untuk memenuhi persyaratan baku mutu yang telah ditetapkan dalam SK Gub Jatim No. 61 tahun 1999 yaitu 80 mg/l maka harus dilakukan removal sebanyak 50%. Uji COD sebagai alternatif uji penguraian beberapa komponen yang stabil terhadap reaksi biologi atau tidak dapat diurai/dioksidasi oleh mikroorganisme. COD merupakan parameter utama dalam menentukan tingkat pencemaran perairan selain BOD. (Alamsyah, 2007) Beban removal paling kecil yaitu pada parameter PO4 yaitu sebesar 41,4%. Nilai maksimum pada air limbah ini sebesar 3,411 mg/l dan harus memenuhi baku mutu sebesar 2 mg/l. Secara alami fosfat juga diproduksi dan dikeluarkan oleh manusia/binatang dalam bentuk air seni dan tinja, sehingga fosfat juga akan terdeteksi pada air limbah yang dikeluarkan rumah sakit (Suriawiria, 2003 dalam Alamsyah, 2007). 2.2 Perencanaan Debit IPAL 2.2.1 Sumber air limbah RS SEMBUH Beban pengolahan air limbah tergantung dari karakteristik air limbah yang akan diolah dan karakteristik badan air yang akan menerima air limbah yang telah diolah. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. (Anonim, 2004) Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domestik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dan lain-lain.; air limbah laboratorium; dan lainnya. Air limbah rumah sakit yang berasal dari buangan domestik maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengandung senyawa pulutan organic yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis, logam berat tersebut dapat mengganggu proses pengolahannya. Oleh karena itu untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka air limbah yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara fisika-kimia. Selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama dengan air limbah yang lain, kemudian diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Secara lengkap, dibawah ini merupakan jenis-jenis limbah rumah sakit: a) Limbah Klinik. Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit risiko tinggi. Limbah ini berbahaya dan mengakibatkan infeksi kuman. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai risiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin, dan produk darah. b) Limbah Patologi. Limbah ini juga dianggap berisiko tinggi dan sebaiknya diotoklave sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard. c) Limbah bukan Klinik. Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan risiko

sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan membuangnya. d) Limbah Dapur. Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor yang bukan berasal dari tempat-tempat penghasil limbah infeksius. e) Limbah Radioaktif. Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik. Pada dasarnya, keberadaan instalasi pengolahan limbah (IPAL) adalah untuk mengolah limbah sehingga memenuhi persyaratan baku mutu limbah seperti yang tercantum pada Surat Keputusan Gubernur Jatim No. 61 Th. 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit Di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Limbah RS SEMBUH mempunyai ciri tersendiri yang berbeda dengan limbah yang dihasilkan oleh unit usaha lainnya yaitu dalam hal kandungan bahan infeksius dan kandungan bahan organik yang tinggi. Adanya peraturan perundangan-undangan yang mengharuskan pengolahan terlebih dahulu semua limbah yang akan dibuang ke lingkungan sehingga memenuhi syarat baku mutu yang ditetapkan, menyebabkan RS SEMBUH merencankan IPAL guna memenuhi baku mutu yang ditetapkan walaupun untuk itu dibutuhkan dana yang relatif besar. Masing-masing effluent dari unit-unit tersebut pada akhirnya akan menuju saluran pengumpul yang akan membawa ke sumur pengumpul. Selanjutnya dari sumur pengumpul akan diolah menurut karakteristik yang ada dan berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan. Fluktuasi limbah cair yang dihasilkan bervariasi, tergantung pada jumlah pasien yang dirawat dan juga tergantung pada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh para karyawan / petugas. Dengan demikian beban IPAL ini juga menjadi bervariasi sehingga hasil akhir luarannya juga bervariasi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan yang terus menerus sehingga didapatkan kondisi operasi yang paling sesuai.

2.2.2 Debit Air Limbah Dalam melakukan desain suatu instalasi pengolahan limbah (IPAL), data mengenai debit air limbah atau perkiraan debit air limbah merupakan data yang sangat penting. Data tersebut akan menentukan jenis dan kapasitas desair dari IPAL yang akan direncanakan. Desain awal suatu IPAL memerlukan perkiraan kuantitas limbah cair atau debit yang akan diolah. Sedangkan data akurat mengenai hal tersebut biasanya tidak ada. Sebagai jalan keluarnya dapat digunakan data penggunaan air bersih sebagai acuan dalam menentukan kuantitas rata-rata air limbah yang dihasilkan. (Purhadi, 2004) Tabel 2.8 Tipikal Jumlah Penggunaan Air Bersih Untuk Institusi Jenis Fasilitas Unit Debit (L/unit.hari) Range Tipikal Rumah sakit Tempat tidur 500-950 650 Karyawan 20-60 40 Sekolah Siswa 60-115 60 Sumber: Metcalf & Eddy,1979 dalam Sugiharto, 1987 Tabel diatas menunjukkan debit (L/unit.hari) yang dihasilkan dari berbagai jenis aktifitas. Adanya variasi dalam debit yang dihasilkan oleh suatu rumah sakit akan menimbulkan efek pada desain IPAL secara hidrolis. Sehingga diperlukan analisis terlebih dahulu terhadap data yang ada. Dari analisis tersebut, akan diperoleh data sebagai berikut: a. Debit harian rata-rata Debit harian rata-rata diperoleh dari data selama satu hari dari penggunaan air selama periode 1 tahun. b. Debit harian maksimum

Debit harian maksimum merupakan debit maksimum yang terjadi selama satu hari dari data penggunaan air selama periode 1 tahun. c. Debit jam puncak Debit jam puncak merupakan data penggunaan air maksimum dalam satu hari (24 jam). d. Debit harian minimum Debit harian minimum merupakan debit minimum yang terjadi selama kurun waktu satu hari dari data penggunaan air selama 1 tahun.

2.2.2.1 Perhitungan Debit Rencana

Debit limbah cair desain IPAL pada RS SEMBUH ini ditentukan dari penggunaan air bersih, jumlah tempat tidur (tt), dan jumlah karyawan. Asumsi bed operation rate (BOR) sebesar 80%. Jumlah tempat tidur rencana yaitu sebanyak 200 unit tt. Jumlah karyawan rencana sebanyak 100 orang. Dengan asumsi pemakaian air pasien sebesar 200 L/ tt/ hari dan pemakaian air bersih karyawan sebesar 20 L/orang/hari (Metcalf & Eddy,1979 dalam Sugiharto, 1987).

Debit rata-rata harian air bersih: Pasien = 200 tempat tidur (tt) x 200 L/ tt/ hari = 40000 L/hari Karyawan = 100 orang x 20 L/orang/hari = 2000 L/hari

Debit limbah cair rencana 70 % dari total penggunaan air bersih menjadi limbah cair

Qave

= 70% x 200 L/ tt/ hr x 200 tt = 28000 L/hari = 0,324 L/dt

Qhari max

= 1,25 x Qave = 1,25 x 0,324 L/dt = 0,405 L/dt

Qmin Dimana:

x [P]1,2 x Q ave

P = Populasi dalam ribuan

= = x [0,2]1,2 x 0,324 L/dt = x 0,14496 x 0,324 L/dt = 9,4 x 10-3 L/dt

Qpeak

= 5 x P0,8 x Qmaks + (Cr x P x Qave) + (L/1000 x Qinf)

Karena pada saluran pengumpul digunakan pipa PVC sehingga Cr dan Qinf adalah nol maka, Qpeak = 5 x P0,8 x Qmaks + (Cr x P x Qave) + (L/1000 x Qinf) = 5 x 0,20,8 x 0,405 L/dt + (0)+ (0) = 0,559 L/dt

2.3 Alternatif Pengolahan 2.3.1 Kajian Alternatif Pengolahan Terbaik Sistem pengolahan limbah cair untuk pengolahan buangan cair RS SEMBUH dengan komposisi bahan organik yang dominan biasanya terdiri dari pengolahan pendahuluan (preliminary treatment), pengolahan sekunder (secondary treatment) dan pengolahan lumpur. Serta adanya desinfeksi sebelum pada akhirnya keluar dari outlet ke badan air.
A. Pengolahan Pendahuluan (Preliminary Treatment)

Pengolahan pendahuluan merupakan pengolahan awal yang bertujuan untuk menghilangkan komponen dalam limbah cair yang dapat mengganggu proses utama dari rangkaian IPAL. Dari tahap ini diharapkann komponen seperti sampah padat, bongkahan dan padatan tersuspensi yang bersifat coarse dapat di remove. Unit-unit pengolahan yang ada meliputi: a. Tangki septic Tangki septic merupakan salah satu bentuk pengolahan pendahuluan, perkembangan populasi suatu komunitas akan meningkat baik kuantitas maupun kualitas buangan cair yang diproduksi, sehingga menuntut perbaikan dalam sistem pengolahan yang ada. Artinya sistem tangki septic yang ada tidak akan cukup dalam melakukan pengolahan apalagi dengan adanya tuntutan peraturan baku mutu suatu kegiatan, pastilah sangat sulit untuk mencapai kualitas efluen hanya dengan menggunakan tangki septic (Prihayuninta, 2006) b. Sumur Pengumpul Penggunaan sumur pengumpul pada pengolahan pendahuluan ini berfungsi untuk: 1) Menampung air buangan dari saluran pembawa yang kedalamannya di bawah permukaan instalasi pengolahan air buangan sebelum air dipompa keatas. 2) Menstabilkan variasi debit serta konsentrasi air buangan yang akan masuk ke bangunan pengolahan, agar tidak terjadi loading sehingga diharapkan kinerja IPAL dapat lebih optimal. 3) Dapat mengatasi masalah operasional yang disebabkan oleh adanya variasi debit dan konsentrasi. 4) Dapat meningkatkan kinerja IPAL pada keadaan debit minimum. Pada perencanaan sumur pengumpul, waktu tinggal limbah cair pada sumur pengumpul tidak boleh lebih dari 10 menit. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya kondisi septik sehingga dapat menimbulkan bau yang tidak sedap (Prihayuninta, 2006). c. Bak Ekualisasi Kulaitas dah kuantitas limbah cair yang dihasilkan oleh suatu kegiatan usaha seperti rumah sakit persatuan waktu sangat bervariasi dan sangat bergantung pada kapasitas penghasil limbah yaitu kapasitas tempat tidur terhuni dan kapasitas pekerja rumah sakit pada waktu tersebut. Untuk memperoleh kondisi llimbah yang relatif stabil, maka sebelum dilakukan proses menampung dan mengaduk aagar merata pada bak ekualisasi (Dwiningrum, 2007) Pencampuran larutan limbah cair merupakan proses pengadukan (mixing) yang merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran menjadi hasil larutan yang homogen. Pencampuran (mixing) dalam pengolahan air limbah dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan pengadukan dan metoda pengadukan. d. Bak Pengendap I Bangunan bak pengendap I digunakan untuk memisahkan suspended solid dari fase liquid dengan menggunakan gaya gravitasi. Jika BP I ini digunakan sebagai satu-satunya

unit pengolahan, maka berfungsi untuk menghilangkan padatan yang dapat mengendap, minyak, lemak dan, material lain yang mengapung, serta sebagian beban organik. Efisiensi removal dari partikel yang memiliki ukuran, bentuk, densitas dan specific gravity yang sama tidak tergantung pada kedalaman bak, melainkan pada luas permukaan bak dan waktu detensi. B. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment) Tujuan dari proses pengolahan biologis adalah untuk mengkoagulasi dan menghilangkan non settleable solid colloidal dan stabilisasi bahan-bahan organik. Untuk air limbah domestik, proses ini terutama untuk mengurangi bahan organik dan nutrien (seperti nitrogen dan fosfat ). Proses pengolahan secara biologis memanfaatkan kemampuan mikroorganisme yang memerlukan zat organik sebagai nutrien untuk hidupnya. Proses ini hampir dapat dilakukan terhadap berbagai jenis air buangan dan dapat menurunkan kadar organik dalam air buangan sampai memenuhi syarat pembuangan ke lingkungan. Beberapa bangunan pengolahan biologis akan dibahas sebagai berikut : a. Activated Sludge Activated sludge completely mix (Tangki aerasi) merupakan proses aerobik dengan suspended-growth, mampu mengubah hampir semua buangan organik menjadi bentuk inorganik yang lebih stabil atau massa selular. Dalam proses ini, hampir semua bahan organik terlarut dan koloid tersisa dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi karbon dioksida dan air. Air limbah yang telah diendapkan dibawa ke suatu tangki aerasi dimana oksigen disediakan. Bakteri yang tumbuh pada air yang telah diendapkan dihilangkan pada sedimentasi kedua (secondary clarifier). Untuk memelihara konsentrasi sel tinggi (2000-8000 mg/L) di dalam tangki aerasi, sebagian lumpur diresirkulasi dari tangki sedimentasi ke inlet tangki aerasi. Lumpur sebagian besar berupa padatan (padatan inert), tetapi bakteri yang diresirkulasi adalah yang hidup/aktif, sehingga dianamakan lumpur aktif (activated sludge). Secara garis besar, proses-proses yang berlangsung dalam activated sludge adalah: 1) Aerasi dari air limbah untuk suspensi mikrobial 2) Pemisahan padatan dari aliran setelah aerasi 3) Discharge efluen ke clarifier 4) Membuang kelebihan biomassa dan mengembalikan yang tersisa ke tangki aerasi Aerobik Filter Proses pengolahan air limbah dengan aerobik filter pada intinya adalah pola pertumbuhan terlekat yang memerlukan media untuk menempel, tumbuh dan berkembang biak dengan menggunakan transfer oksigen pada prosesnya. Prinsip kerja yaitu, air limbah diumpankan secara merata dengan metode upflow pada seluruh permukaan media di sepanjang kolom filter. Dengan perlakuan tersebut permukaan media secara alami akan ditumbuhi oleh koloni-koloni mikroba yang membentuk lapisan biofilm. Biofilm berfungsi menyerap dan mensintesa polutan organik yang terkandung dalam air limbah yang melintas pada permukaannya. Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan biofilm akbat adanya zat organik yang diadsorbsi, hal tersebut mengakibatkan mikroba yang terlekat pada permukaan media tidak mendapatkan suplai substrat. Hal tersebut mengakibatkan mikroba yang terlekat pada permukaan media mengalami fase kematian hingga pada akhirnya mikroba tersebut akan lepas dari media dan akan terbawa keluar dari sistem bersama dengan aliran air. (Dwiningrum, 2007) Penggunaan aerobik filter sebagai unit bangunan pengolahan biologis memiliki beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut: - Sederhana dan dapat diandalkan

- Cocok diaplikasikan pada lahan yang tidak terlalu luas. (tergantung jumlah penduduk yang dilayani) - Efektif dalam mengolah air limbah yang memiliki kadar organik tinggi - Dapat diterima secara estetis - Mampu mereduksi BOD degradable dengan cepat - Stabil terhadap kejutan beban organik Selain itu bangunan pengolahan ini juga memiliki kerugian antara lain sebagai berikut: - Harus dikontrol secara teratur oleh operator - Kurang ekonomis jika diaplikasikan dalam skala lebih besar - Umumnya membutuhkan biaya lebih besar dari proses tangki aerasi.
c. Anaerobic Baffle Reactor (ABR)

ABR terdiri dari serangkaian kompartemen yang masing-masing dipisahkan oleh sekat vertical. Air limbah akan mengalir dengan aliran ke atas (up flow) melalui lumpur anaerobic yang menghasilkan gas pada setiap kompartemen. Bakteri tumbuh, mengendap dan bergerak secara horizontal dalam reaktor dengan kecepatan relative lambat sehingga dapat meningkatkan Cell Retention Time (CTR) selama 100 hari pada hidrolik retention time (HRT) 20 jam. Dalam pengoperasian ABR terdapat 3 zona yaitu asidogenesis, methanogenesis dan zona buffer. Zona asidifikasi terjadi pada kompartemen awal reactor dimana terjadi penurunan pH akibatadanya VFA (Volatile Fatty Acid) dan selanjutnya akan meningkatkan kapasitas buffer. Adanya zona buffer ini digunakan untuk mempertahankan agar proses pada reactor dapatberjalan dengan baik. Dalam zona methanasi akan terjadi pembentukan methan (Dwinimgrum, 2007) Rotating Biological Contactors (RBC) RBC merupakan serangkaian bentuk circular (disk) yang disusun secara paralel satu dengan lainnya. Bentuk circular tersebut terbuat dari bahan PVC atau polimer lainnya. Sistem RBC ini dapat dilihat sebagai sistem dengan dua metode yaitu attached growth yang terjadi pada media penyangga dan suspended growth pada reactor, akan tetapi waktu retensi dari sistem yang pendek menyebabkan biomassa yang terbentuk dari suspended growth akan kecil sekali dibandingkan attached growth. Didalam disk tersebut terdapat pori-pori berukuran kecil, pada pori tersebut pada akhirnya akan terbentuk lapisan biosolid. Fungsi dari lapisan tersebut adalah sebagai media terjadinya proses degradasi biologis oleh mikroorganisme. (Fatmawati, 2004) d. Bak Pengendap II Pengendapan solid pada bak pengendap II adalah untuk menghasilkan effluent dengan kandungan BOD dan TSS yang relative stabil. Bak pengendap II merupakan bangunan yang dirancang setelah unit pengolahan biologis. (Dwiningrum, 2007). Secondary clarifier (bak pengendap II) berfungsi untuk memisahkan lumpur aktif. Lumpur yang mengandung mikroorganisme (bakteri) yang masih aktif akan diresirkulasi kembali ke activated sludge (tangki aerasi) dan sludge yang mengandung mikroorganisme yang sudah mati atau tidak aktif lagi dalirkan ke pengolahan lumpur. Prinsip operasi yang berlangsung di dalam secondary clarifier ini adalah pemisahan dari suatu suspensi ke dalam fase-fase padat (sludge) dan cair dari komponen-komponennya. Operasi ini dipakai dimana cairan yang mengandung zat padat ditempatkan dalam suatu bak tenang dengan desain tertentu sehingga akan terjadi pengendapan secara gravitasi.

C. Pengolahan Lumpur

Lumpur atau sludge adalah hasil samping dari operasional Instalasi Pengolahan air Limbah (IPAL). Lumpur merupakan bagian dari sisa pengolahan yang paling sulit untuk diolah dan lumpur juga mengambil bagian volume terbesar dalam total volume limbah. Tujuan dari pengolahan lumpur ini adalah untuk mengurangi kadar air dan kandungan dari lumpur. Sumber lumpur terutama dari unit Bak Pengendap I dan unit pengolahan biologis. Lumpur dari bak pengendap I dan II dikumpulkan pada unit thickener untuk mengurangi kadar air, yang selanjutnya diolah secara fisik atau biologis. Sludge Thickener Limbah cair mengandung banyak air, yaitu sekitar 99%. Kadar yang tinggi pada limbah cair ini tidak ekonomis sehingga diperlukan pengolahan untuk mengurangi kadar airnya. Pengolahan yang dimaksud adalah sludge thickening atau pemadatan lumpur (.). Thickener digunakan untuk mengurangi kadar air dan meningkatkan kadar solid sehingga nantinya sludge lebih mudah dan efisien dalam stabilisasinya. Prinsip yang digunakan sama dengan bak pengendap yang biasanya secara gravitasi, karena secara operasional mudah dan murah.

Sludge Drying Beds Sludge Drying Beds (SDB) adalah metode yang paling tua. BUKU SAKTI SIREGAR

DESINFEKSI Tujuan utama dari desinfeksi adalah untuk membunuh mikroorganisme terutama yang bersifat patogen yang masih lolos dari proses pengolahan air limbah. Hal ini sangat penting dilakukan sebelum air hasil pengolahan dibuang ke badan air. Desinfeksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : 1. Pemanasan Dilakukan dengan cara pemanasan air sampai mendidih sehingga bakteri-bakteri mati. 2. Sinar Ultraviolet Dilakukan dengan cara melewatkan air yang terolah dibawah sinar UV 3. Mekanik Dengan cara memberikan getaran ultrasonik pada air limbah. 4. Ozonisasi (O3) Didalam air, ozon terurai menjadi O2 dan On, dimana On berfungsi sebagai desinfektan. Cara ini jarang digunakan karena sangat mahal. 5. Khlorinasi Penggunaan klor sebagai desinfektan dengan cara dilarutkan dalam air limbah, maupun diinjeksikan dalam bentuk gas klor (Cl2). Adapun prinsip yang dipakai dalam perencanaan ini adalah penggunaan klor sebagai desinfektan yang didasarkan pada harga senyawa klor yang murah, serta kemampuan untuk membunuh bakteri setelah beberapa waktu kontak. Bahan klor yang digunakan adalah gas klor (CL2). Selain berfungsi membunuh bakteri, klor juga mampu berfungsi sebagai oksidan dan zat-zat

organik serta ion-ion logam, mereduksi bau dan mereduksi amoniak (NH4+). Reaksi klor adalah sebagai berikut : Cl2 + 2H2O HOCl + HCl HOCl OCl- + H+ (hipoklorit) Proses klorinasi dilakukan secara post klorinasi, yaitu setelah air mengalami proses pengolahan. Dosis klor dihitung dengan adanya BPC (Break Point Chlorination) dan sisa klor jika kurang, maka proses desinfeksi akan gagal. Begitu pula sebaliknya, bila berlebihan (sisanya) akan menyebabkan rasa dan bau air yang tidak enak. Break Point Chlorination mengindikasikan : Semua zat yang dapat dioksidasi telah teroksidasi Amoniak hilang sebagai N2 Masih ada residu klor aktif terlarut untuk pembasmi kuman Buku SUGIHARTO 2008 -Pembuatan alternatif pengolahan berdasarkan kualitas dan kuantitas yang ingin dicapai Diagram Alir Alternatif Pengolahan Air Limbah Alternatif pengolahan perlu dilakukan untuk mendapatkan pengolahan air limbah yang efektif dan efisien. Pemilihan alternatif pengolahan dilakukan berdasarkan jumlah debit air limbah dan kualitas air limbah yang akan diolah. Dalam tugas proyek perencanaan bangunan pengolahan air limbah RS SEMBUH ini, dilakukan pemilihan 2 alternatif pengolahan air limbah untuk kemudian dipilih salah satu yang terbaik di antara alternatif pengolahan yang ada. Kajian dalam pemilihan alternative Alternatif Pengolahan Air Buangan Terpilih Berdasarkan beberapa pengolahan yang ada di atas, sebenarnya terdapat kesamaan pengolahan secara fisik. Namun yang membedakan adalah pengolahan biologisnya saja. 2.4 Kepustakaan Alamsyah, Bestari. 2007. Pengelolaan Limbah Di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang Untuk Memenuhi Baku Mutu Lingkungan. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang. Anonim. 2002. Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 45 Tahun 2002 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri dan Kegiatan Usaha Lainnya Di Jawa Timur. Jawa Timur. Anonim, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1204/Menkes/Sk/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Peavy, Howard S, dkk. 1986. Environmental Engineering. McGraw-Hill Book Co., Singapore. Prihayuninta, Adisthi. 2006. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah RSUD Teluk Wondama Irian Jaya Barat. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Purhadi, Decky. 2004. Perencanaan Instalasi pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Sakit (RSI) Siti Hajar Sidoarjo. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Rahmawati, Agnes Anita dan dan R. Azizah. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, dan MPN Coliform Pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan Di RSUD Nganjuk. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No.1, Juli 2005 : 97 110

Saragih, Rumondang T.P. 2009. Penentuan Kadar Fosfat pada Air Umpan Recovery Boiler dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS di PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA. Karya ilmiah. Program Studi D3 Kimia Analis. Universitas Sumatera Utara. Sugiharto, 2008. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

You might also like