You are on page 1of 3

Pembahasan Pada praktikum kali ini, mahasiswa dapat diharapkan untuk mengetahui efek obat terhadap konvulsi pada

hewan yang diinduksi striknin atau pentetrazol, berdasarkan pengamatan waktu timbulnya dan lamanya konvulsi. Pada praktikum kali ini, pengujian efek konvulsi dilakukan dengan induksi striknin dan obat yang diujikan adalah Diazepam dengan dosis 3,2 mg/kg BB dan 1,6 mg/kg BB. Konvulsi dapat dianggap sebagai gerak motorik yang abnormal karena kontraksi otot yang berlebihan dan tidak terkendali. Kontraksi otot tersebut diakibatkan oleh meningkatnya eksitabilitas sistem syaraf sampai pada suatu ambang kritis tertentu. Konvulsi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Seperti suhu badan yang tinggi, induksi listrik atau aktivitas zat kimia tertentu seperti striknin atau pentetrazol. Pada praktikum ini, hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan. Sebagai hewan percobaan mencit yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu: bersifat homogen baik dari segi galur, berat, umur dan jenis kelaminnya karena akan mempengaruhi dosisnya. Jenis kelamin mencit yang digunakan pada percobaan ini adalah mencit jantan karena mencit betina tidak stabil. Mencit betina mengalami menstruasi dan pada saat menstruasi maka hormonnya akan meningkat sehingga mempengaruhi kondisi psikologisnya. Kenaikan hormon ini juga akan berpengaruh pada efek obat. Dengan alasan inilah mencit betina jarang digunakan sebagai hewan percobaan. Hal pertama yang dilakukan adalah menimbang berat badan hewan uji tersebut. Penimbangan berat badan ini dilakukan untuk mengetahui berat badan mencit tersebut dan mengetahui berapa ml zat uji yang akan diberikan kepada mencit tersebut. Kemudian tiap mencit ditandai dan dibagi menjadi 3 kelompok. Mencit I memiliki bobot badan sebesar 23, 2 gram dan zat uji yang diberikan adalah suspensi PGA 3% sebagai kontrol negatif. Mencit II memiliki bobot badan sebesar 19,8 gram dan zat uji yang diberikan adalah diazepam dengan dosis 3,2 mg / kg BB dan mencit III memiliki bobot badan sebesar 15,5 gram dan zat uji yang diberikan adalah diazepam dengan dosis 1,6 mg/kg BB. Semua zat uji

diberikan secara intra Peritonial, yaitu dengan cara menyuntikkan zat uji tersebut melalui abdomen bawah mencit tersebut. Tiap mencit memiliki jumlah obat/zat uji yang berbeda, karena memiliki bobot badan yang berbeda. Untuk menentukan berapa ml zat uji yang diberikan kepada hewan uji, dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut:

20 gram adalah berat umum seekor mencit, dan batas maksimal volume zat yang diberikan tergantung rute pemberian obat tersebut. Pada praktikum ini, zat uji diberikan secara intraperitonial dan striknin sebagai zat induksi konvulsi diberikan secara subkutan. Volume maksimum yang dapat diberikan kepada mencit secara intraperitonial adalah sebanyak 1 ml dan secara subkutan sebanyak 0,5 ml, namun volume maksimal yang digunakan dalam persamaan tersebut adalah setengah dari volume maksimal. Mencit pertama diberikan 0,58 ml zat uji berupa suspensi PGA 3%, mencit kedua diberikan 0,495 ml zat uji berupa diazepam dengan dosis 3,2 mg / kg BB dan mencit ketiga diberikan 0,387 ml zat uji berupa diazepam dengan dosis 1,6 mg / kg BB. Setelah semua mencit diberikan zat uji, kemudian ditunggu selama 30 menit agar zat uji/obat yang diberikan bekerja terhadap tubuh hewan uji tersebut. Setelah 30 menit kemudian, barulah hewan uji tersebut diberikan striknin untuk menginduksi kejang. Sama seperti zat uji, volume striknin yang diberikan kepada tiap hewan uji berbeda, karena mereka memiliki bobot tubuh yang berbeda. Karena pemberian striknin dilakukan secara subkutan maka volume maksimum yang dapat disuntikkan kepada mencit adalah sebanyak 0,5 ml, namun pada perhitungan diatas, volume maksimum yang digunakan adalah setengah dari volume yang seharusnya. Pada mencit pertama disuntikkan 0,29 ml striknin, pada mencit kedua disuntikkan 0,247 ml striknin dan pada mencit ketiga disuntikkan 0,194 ml striknin. Setelah semua disuntikkan secara subkutan, kemudian dihitung waktu onset dan death time. Waktu onset adalah waktu dimana kejang pertama

muncul setelah pemberian striknin, dan death time adalah selang waktu antara munculnya kejang pertama sampai terjadi kematian pada hewan uji tersebut. Setiap mencit diamati waktu terjadinya kejang sampai kematiannya. Pada mencit pertama yang hanya diberikan PGA 3%, kejang terjadi pada waktu 7 menit 11 detik, dan selang 1 menit 49 detik kemudian mencit tersebut mati. Selang waktu antara kejang pertama sampai terjadi kematian cukup singkat karena mencit tersebut tidak diberikan zat uji apapun, hanya suspensi PGA 3%. Kemudian pada mencit kedua, kejang pertama terjadi 13 menit 27 detik setelah pemberian striknin. Namun kejang yang terjadi tidak separah dengan kejang yang dialami mencit pertama. Tubuh mencit tersebut hanya bergetar sesaat, lalu tubuhnya kembali normal, dan kemudian terjadi kejang lagi dan kembali normal. Setelah ditunggu beberapa lama, mencit tersebut tidak mengalami kematian. Karena terbatasnya waktu, akhirnya mencit tersebut dianggap memiliki death time 42 menit 10 detik setelah terjadinya kejang pertama. Hal ini dapat terjadi karena dosis diazepam yang disuntikkan pada mencit tersebut cukup tinggi (3,2 mg/kg BB). Pada mencit ketiga, kejang terjadi 8 menit 56 detik setelah pemberian striknin. Namun 9 detik kemudian mencit tersebut mati. Beberapa faktor yang menyebabkan kematian yang cepat pada mencit ini antara lain bobot badan mencit yang cukup kecil (15,5 gram) dan kondisi mencit yang tidak begitu sehat. Dosis diazepam yang disuntikkan pada mencit tersebut dapat juga menjadi salah satu faktor. Ketika dibandingkan dengan mencit pertama, kejang yang timbul pada mencit ketiga lebih lama daripada mencit pertama.

You might also like