You are on page 1of 9

Anemia Karena Penyakit Kronis

Bidasari Lubis Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU /RSUP H. Adam Malik Medan

Abstract The anemia of chronic disease (ACD) is a hypoproliferative anemia defined by a low serum or plasma iron concentration in the presence of adequate reticuloendothelial iron stores that occurs in association with an inflammatory, infectious, or neoplastic disorders, and resolves when the underlying disorders is corrected. The pathophysiology of ACD including disturbances of iron homeostasis, impaired proliferation of erythroid progenitor cells, and a blunted erythropoietin response to anemia. It has been established that ACD results from the effects of cytokines that mediate the immune or inflammatory response. Iron metabolism disorder as manifested by low serum iron, decreased serum transferrin, decreased transferrin saturation, increased serum ferritin, increased reticuloendothelial iron stores, increased erythrocyte-free protoporphyrin and reduced iron absorption. The therapeutic strategies include treatment of the underlying disease and the use of erythropoietic agents, iron, or blood transfusions. Future strategies may include the use of ironchelation therapy to induce the endogenous formation of erythropoietin, hepcidin antagonists that overcome the retention of iron within in the reticuloendothelial system, and hormones or cytokines that might effectively stimulate eythropoiesis under inflammatory conditions. Key words: ACD , cytokines

1 Sinas Surabaya 18-19 November 2006

Anemia Karena Penyakit Kronis


Bidasari Lubis Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU /RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak Anemia karena penyakit kronis yaitu anemia hipoproliferatif, akibat kadar besi serum atau plasma rendah walaupun cadangan besi di sistem retikuloendotelial cukup adekuat, yang berhubungan dengan peradangan, infeksi, ataupun keganasan, dan akan sembuh jika kelainan yang menjadi penyebab diatasi. Patofisiologi anemia karena penyakit kronis meliputi gangguan homeostasis besi, kegagalan proliferasi sel induk eritroid, dan kegagalan respon eritropoetin terhadap anemia. Anemia karena penyakit kronis terjadi akibat efek dari sitokin yang memperantarai respon imun atau peradangan. Terganggunya metabolisme besi ditandai dengan rendahnya kadar serum besi, penurunan serum transferrin, penurunan saturasi transferrin, peningkatan serum ferritin, peningkatan penyimpanan besi di retikuloendotelial, peningkatan erythrocyte-free protoporphyrin, dan berkurangnya absorpsi besi. Strategi penatalaksanaan meliputi penanganan penyakit penyebab dan penggunaan eritropoietin, besi, atau transfusi darah. Penatalaksanaan ke depan meliputi pemberian terapi kelasi besi untuk merangsang pembentukan eritropoetin endogen, antagonis hepcidin yang mengatasi retensi besi di sistem retikuloendotelial, dan hormon ataupun sitokin yang dapat merangsang eritropoesis pada peradangan secara efektif. Kata kunci : anemia karena penyakit kronis, sitokin

2 Sinas Surabaya 18-19 November 2006

Anemia Karena Penyakit Kronis


Bidasari Lubis Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU /RSUP H. Adam Malik Medan

PENDAHULUAN Anemia karena penyakit kronis ( Anemia of chronic Disease = ACD) yaitu anemia ringan sampai sedang yang muncul satu atau dua bulan setelah penyakit infeksi, peradangan, traumatik dan keganasan dan tidak progresif.1 Maxwell Wintrobe dan George Cartwrigth pada tahun 1940, pertama kali menghubungkan timbulnya anemia setelah peradangan kronis, infeksi kronis, penyakit reumatoid dan keganasan. Selanjutnya pada tahun 1960, diketahui anemia disebabkan kegagalan penggunaan besi untuk eritropoesis, berkurangnya produksi eritropoetin sebagai respon hipoksia dan menurunnya masa hidup sel darah merah. Fitzsimons dan Brock pada 1962 menyatakan 75% penyebab anemia karena penyakit kronis yaitu infeksi, peradangan termasuk penyakit jaringan pengikat (connective tissue disorders) dan neoplasma.1,2 Anemia karena penyakit kronis merupakan anemia kedua terbanyak setelah anemia defisiensi besi, terjadi akibat aktivasi sistem imun akut dan kronis sehingga disebut anemia karena peradangan (anemia of inflammation ).3 Akhir-akhir ini, anemia karena penyakit kronis disebut anemia hipoproliferatif akibat kelainan metabolisme besi, dimana kadar besi serum atau plasma rendah walaupun cadangan besi di retikuloendotelial cukup adekuat sehingga sumsum tulang gagal membentuk sel darah merah baru. Sitokin pro-inflammatory, anti inflammatory dan sistem retikuloendotelial mempengaruhi hemostasis besi, mengakibatkan makrofag tidak dapat melepaskan besi untuk sintesa hemoglobin, eritropoesis tidak adekuat dan produksi eritropoetin (EPO) tidak sesuai dengan derajat anemia dan umur sel darah merah sedikit memendek. Anemia akan sembuh bila kelainan yang menjadi penyebab dikoreksi.1,3-8 PENYEBAB Penyakit yang mempunyai hubungan sebagai penyebab anemia karena penyakit kronis 1,3 yaitu:
1. Infeksi akut dan kronis:

Infeksi paru: abses, empisema, tuberkulosis, pneumonia Infeksi: HIV, Hepatitis C Endokarditis bakterial subakut Penyakit peradangan pelvis
3 Sinas Surabaya 18-19 November 2006

Osteomielitis Infeksi saluran kemih kronis Infeksi jamur kronis Meningitis Parasit: malaria
2. Kanker : hodgkin, leukemia, limfosarkoma, kanker paru, kanker payudara. 3. Autoimun : artritis reumatoid, lupus eritromatosis sistemik, penyakit jaringan ikat,

vaskulitis, sarkoidosis, penyakit infeksi pada usus.


4. Gagal jantung kongestif, penyakit jantung iskemik. 5. Penyakit ginjal kronis dan peradangan. 6. Reaksi penolakan kronis setelah transplantasi organ padat. 7. Episode perdarahan, defisiensi kobalamin, asam folat, hipersplenisme , autoimmune

hemolysis. PATOGENESIS Anemia karena penyakit kronis terjadi akibat proses imun dimana sitokin peradangan dan sel retikuloendotelial sistem mempengaruhi homeostasis besi, proliferasi sel induk eritroid, kegagalan produksi eritropoetin dan respon sel induk eritroid terhadap eritropoetin dan umur sel darah merah.3,9 Inhibisi produksi eritropoetin akibat meningkatnya besi intraseluler. 3,5,7,10 1. Gangguan homeostasis besi Gangguan homeostasis besi dimulai dengan meningkatnya ambilan (uptake) dan retensi besi dalam sel sistem retikuloendotelial. Besi dari sirkulasi disimpan sebagai cadangan di sistem retikuloendotelial, selanjutnya penggunaannya terbatas pada sel induk eritroid untuk eritropoesis. Pada peradangan kronik, eritrofagositosis dan masuknya besi ferro melalui antar membran (transmembrane) karena adanya protein divalent metal transporter 1(DMT1) menyebabkan bertambahnya besi dalam makrofag. Interferon-, lipopolysacharide (LPS), TNF mempengaruhi perlekatan besi pada DMT1 yang selanjutnya mempengaruhi absorbsi besi ferro di duodenum kemudian membawa besi intrasel menuju sel induk eritroid. Kerjasama DMT1 dengan protein ferroportin bertujuan untuk mengeluarkan besi melalui membran basolateral enterosit duodenum ke dalam sirkulasi. Perangsangan sitokin proinflammatory (TNF-, IL-1, IL-6) menyebabkan penahanan besi dalam makrofag. Selanjutnya, dengan down-regulating dari ferroportin akan menahan pelepasan besi ferro dari enterosit duodenum ke dalam sirkulasi.2,3,7,10 Sitokin anti peradangan yaitu IL-10 menghambat produksi IL-1, IL-1, TNF-, IL-8 dan radikal toksik NO, sehingga menyebabkan tidak seimbangnya homeostasis besi yang akhirnya menyebabkan hiperferritinemia dan terbatasnya penyediaan besi untuk sel
4 Sinas Surabaya 18-19 November 2006

induk eritroid. 11 Hepcidin merupakan mediator peradangan dan mempunyai hubungan dengan respon imun pada homeostasis besi. Hepcidin berperan pada metabolisme besi, menyebabkan inhibisi absorbsi besi di usus, transport besi plasenta, pelepasan besi dari makrofag dan mengurangi penghantaran besi untuk membentuk eritrosit dalam sumsum tulang. IL-6 merupakan sitokin yang merangsang hepcidin pada peradangan dan melalui IL-6 hepcidin axis menyebabkan terjadinya hipoferremia karena besi gagal dilepas dari sel ke dalam plasma.1,3,9 Laftah AH, dkk mendapatkan bahwa hepcidin adalah hormon yang memegang peranan kunci dalam mengatur absorbsi besi di duodenum.12 Pengukuran sitokin plasma dan hepcidin yang mengatur metabolisme besi merupakan dasar patofisiologi terjadinya anemia pada penyakit kronis.10,12,13 2. Kegagalan proliferasi sel induk eritroid Proliferasi dan diferensiasi sel induk eritroid yaitu erythroid burst-forming units dan erythroid colony forming units akan terganggu akibat efek inhibisi dari interferon-, - dan -, TNF- dan IL-1. Interferon merupakan inhibitor paling kuat.3,7 3. Hilangnya respon pada eritropoetin Eritropoetin mengatur proliferasi sel eritroid. Respon eritropoetin yang tidak adekuat, tampaknya mempunyai hubungan dengan beratnya penyakit kronik yang mendasari dan jumlah sitokin dalam sirkulasi. Meningkatnya konsentrasi interferon- atau TNF- akan meningkatkan kebutuhan eritropoetin untuk membentuk erythroid colony-forming units. Respon eritropoetin berkurang akibat efek inhibisi cytokine proinflammatory, selanjutnya mempengaruhi proliferasi sel induk eritroid, terbatasnya penggunaan besi untuk pembelahan sel dan sintesa hemoglobin. Umur eritrosit berkurang akibat peningkatan eritrofagositosis selama peradangan diikuti kerusakan eritrosit akibat sitokin dan radikal bebas.2,3 DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Anemia karena penyakit kronis dibedakan dengan anemia defisiensi besi dan anemia karena penyakit kronis bersama defisiensi besi.3 GEJALA KLINIS Biasanya berkembang pelan-pelan dan gejala biasanya ringan. Gejala yang timbul antara lain demam, menggigil, sakit sendi, berat badan menurun, pucat, sakit kepala, lemah, denyut jantung cepat tergantung pada penyakit yang mendasarinya.1,3 EVALUASI LABORATORIUM
5 Sinas Surabaya 18-19 November 2006

Ditemukan anemia normokromik normositik ringan sedang dengan kisaran Hb 8 9.5 gr/dL. Jumlah retikulosit rendah yang berarti produksi sel darah merah kurang. Konsentrasi serum besi, transferrin dan saturasi transferrin berkurang. Terjadi hipoferremia karena besi tidak dapat pindah dari dalam sel ke plasma. Ferritin digunakan sebagai pertanda cadangan besi, kadarnya normal atau meningkat, hal ini menunjukkan peningkatan cadangan besi dan retensi besi dalam sistem retikuloendotelial. Kondisi ini akibat aktivasi sistem imun. Konsentrasi sitokin peradangan seperti TNF-, IL-6,IL-1 dan Interferon- meningkat dalam plasma. Soluble transferrin receptor normal karena sitokin peradangan memberi efek negatif pada reseptor transferrin. Ratio konsentrasi soluble transferrin receptors dengan log kadar ferritin kurang dari 1 menyokong suatu anemia pada penyakit kronik.1-3 Penentuan persentase sel darah merah hipokromik atau kadar hemoglobin retikulosit dapat dipakai untuk menentukan terbatasnya eritropoesis.1,3,13 Kadar eritropoetin diukur bila kadar hemoglobin di bawah 10 g/dl. Analisa kadar eritropoetin dapat digunakan untuk menilai respon eritropoetin untuk pengobatan pada anemia karena penyakit kronis.3 Pengukuran hepcidin dalam urin dengan immunobloting anti-human hepcidin antibodies karena konsentrasi dalam plasma tidak dapat diukur.9,12,13

Tabel 1. Kadar serum untuk membedakan anemia pada penyakit kronis dengan anemia defisiensi besi Variabel Besi Transferrin Saturasi transferrin Ferritin Soluble transferrin Receptor Ratio soluble transferrin receptor pada Log ferritin Kadar sitokin Anemia pada penyakit kronis Kurang Kurang sampai normal Kurang Normal sampai meningkat Normal Rendah ( <1) Meningkat Anemia defisiensi besi Kurang Meningkat Kurang Kurang Meningkat Tinggi (>2) Normal Gabungan Kurang Kurang Kurang Kurang - normal Normal - meningkat Tinggi (>2) Meningkat

Dikutip:Weiss G dan Goodnough LT.N Engl J Med 2005; 352;10:1011-23.

6 Sinas Surabaya 18-19 November 2006

Gambar 1. Algoritma diagnosis pembanding pada anemia defisiensi besi, anemia penyakit kronik dan anemia penyakit kronik dengan anemia besi

PENGOBATAN Umumnya dengan mengobati penyakit yang mendasari, konsentrasi hemoglobin akan naik .1-3 Transfusi darah untuk mempertahankan kehidupan, merupakan intervensi pengobatan yang cepat dan efektif, terutama pada anemia berat karena perdarahan dengan kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dl.3 Pemberian terapi besi masih kontroversial. Pasien yang menderita gabungan anemia karena penyakit kronis dan anemia defisiensi besi, diberi terapi suplemen besi . Pemberian besi secara oral, sangat jelek absorbsinya terutama karena adanya down regulation di duodenum. Pemberian eritropoetin untuk mencapai target kadar hemoglobin 11 12 g/dl, terutama pada penderita kanker yang mendapat kemoterapi, penderita penyakit ginjal kronis, infeksi HIV.1-5 Penatalaksanaan ke depan yaitu pemberian terapi kelasi besi untuk merangsang pembentukan eritropoetin endogen, antagonis hepcidin, sitokin yang dapat merangsang eritropoesis pada peradangan. Pada akhirnya untuk memperbaiki morbiditas dan mortalitas perlu 7 Sinas Surabaya 18-19 November 2006

perencanaan yang baik diikuti penelitian lanjutan untuk mendapatkan terapi yang optimal bagi penderita anemia karena penyakit kronis.3 KEPUSTAKAAN 1. Lee RG. The Anemia of chronic disorders. Dalam: Lee RG, Bithell TC, Foerster J, Athens JW, Lukens JN, penyunting. Wintrobes clinical hematology. Edisi ke-9. Philadelphia: Lea & Febiger; 1993. h. 840-51. 2. Fitzsimons EJ, Brock JH. The anemia of chronic disease. BMJ 2001; 322:811-2. 3. Weiss G, Goodnough LT. Anemia of chronic disease. N Engl J Med 2005; 352:1011-23. 4. Spivak JL. Iron and the anemia of chronic disease. Oncology 2002 Sep;16 (9 Suppl 10):25-33. 5. Means RT. Recent developments in the anemia of chronic disease. Curr Hematol Rep 2003 Mar; 2(2):116-21. 6. Israels LG, Israels ED. Mechanisms in hematology. Edisi ke-3. Canada: Gnosis Inc., 2002. h.157-70. 7. Glader B.Anemias of inadequate production. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia: WB Saunders; 2004. h.1606-17. 8. Lilleyman JS. Hematologic effects of systemic disease and toxins. Dalam: Lilleyman J,Hann I, Blanchette V, penyunting. Pediatric hematology. Edisi ke-2. London: Churchill Livingstone; 2000. h: 771. 9. Nemeth E, Rivera S, Gabayan V, dkk. IL-6 mediates hypoferremia of inflammation by inducing the synthesis of the iron regulatory hormone hepcidin. J Clin Invest 2004; 113:1271-6. 10. Ludwiczek S, Aigner E, TheurlI, Weiss G. Cytokine-mediated regulation of iron transport in human monocytic cells. Blood 2003; 101:4148-54 11. Tilg H, Ulmer H, Kaser A, dkk. Role of IL-10 for induction of anemia during inflammation. J Immunol 2002; 169:2004-9. 12. Laftah AH, Ramesh B, Simpson RJ, dkk. Effect of hepcidin on intestinal iron absorption in mice. Blood 2004; 103:3940-4. 13. Brugnara C. Iron deficiency and erythropoesis: New diagnostic approaches. Clin Chem 2003; 49:10:1573-8.

8 Sinas Surabaya 18-19 November 2006

9 Sinas Surabaya 18-19 November 2006

You might also like