Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kebijakan pemerintah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi didasarkan pada PP Nomor 25 tahun 2000 tentang
pembagian kewenangan pusat dan daerah. Pada PP ini, dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, dinyatakan bahwa kewenangan
pusat adalah dalam hal penetapan standar kompetensi peserta didik dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan
penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya, dan penetapan standar materi pelajaran pokok. Berdasarkan
hal itu, Departemen Pendidikan Nasional melakukan penyusunan standar nasional untuk seluruh mata pelajaran di SMA, yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian.
Sesuai dengan jiwa otonomi, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengembangkan silabus dan sistem penilaiannya
berdasarkan standar nasional. Bagian yang menjadi kewenangan daerah adalah dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang
meliputi pembelajaran tatap muka dan pengalaman belajar serta instrumen penilaiannya. Meskipun demikian, tidak menutup
kemungkinan bagi daerah untuk mengembangkan standar tersebut apabila dirasa kurang memadai, misalnya penambahan kompetensi
dasar atau indikator pencapaian.
Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu
jenjang pendidikan. Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, mencakup komponen
pengetahuan, keterampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, akhlak, ketakwaan, dan kewarganegaraan.
Menurut Wilson (2001) paradigma pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, pedagogi, dan penilaian yang
menekankan pada standar atau hasil. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik melalui proses pembelajaran.
Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pedagogi yang mencakup strategi atau metode mengajar. Tingkat
keberhasilan belajar yang dicapai peserta didik dapat dilihat pada hasil belajar, yang mencakup ujian, tugas-tugas, dan pengamatan.
Implikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi adalah perlunya pengembangan silabus dan sistem penilaian yang
menjadikan peserta didik mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan
mengintegrasikan life skills. Silabus adalah acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, sedangkan sistem
penilaian mencakup indikator dan instrumen penilaiannya yang meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen, dan contoh instrumen.
Bahasa Jepang yang diajarkan kepada orang asing ialah bahasa Jepang ragam standar yaitu bahasa yang resmi yang bisa
diterima oleh seluruh masyarakat Jepang. Oleh karena itu pembelajar bahasa Jepang jangan ragu-ragu untuk berkomunikasi dengan
teman-teman, atau orang-orang Jepang dengan menggunakan bahasa Jepang yang sudah dipelajari.
Kompetensi merupakan kebulatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat didemonstrasikan, ditunjukkan atau
ditampilkan oleh siswa sebagai hasil belajar. Sesuai dengan pengertian tersebut, maka standar kompetensi bahasa Jepang adalah
standar kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa sebagai hasil dari mempelajari bahasa Jepang.
Kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perilaku.
Standar adalah arahan atau acuan bagi pendidik tentang kemampuan dan keterampilan yang menjadi fokus proses pembelajaran dan
penilaian. Jadi standar kompetensi adalah batas dan arah kemampuan yang harus dimiliki dan dapat dilakukan peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran suatu mata pelajaran tertentu. cakupan materi yang terkandung dalam setiap standar kompetensi
cukup luas dan terkait dengan konsep yang ada dalam suatu mata pelajaran.
Sesuai dengan pengertian tersebut, standar kompetensi bahasa Jepang adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
sebagai hasil dari mempelajari bahasa Jepang Untuk mata pelajaran bahasa Jepang. di SMA, telah dirumuskan standar kompetensi,
yaitu:
1. Berkomunikasi lisan dan tertulis dengan menggunakan ragam bahasa serta pola kalimat yang tepat sesuai konteks dalam wacana
interaksional dan atau monolog yang informatif berbentuk naratif, deskriptif, dan laporan sederhana.
2. Berkomunikasi lisan dan tertulis dengan menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan lancar dan akurat, dalam wacana
interaksional dan atau monolog berbentuk naratif, prosedur, deskriptif dan berita.
Silabus dan sistem penilaian merupakan urutan penyajian bagian-bagian dari silabus dan sistem penilaian suatu mata pelajaran.
Silabus dan sistem penilaian disusun berdasarkan prinsip yang berorientasi pada pencapaian kompetensi. Sesuai dengan prinsip
tersebut maka silabus dan sistem penilaian bahasa Jepang dimulai dengan identifikasi, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok dan uraian materi pokok, pengalaman belajar, indikator, penilaian, yang meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen, dan contoh
instrumen, serta alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat.
Silabus dan sistem penilaian di atas dapat berfungsi untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, mendiagnosis kesulitan belajar,
memberikan umpan balik, melakukan perbaikan, memotivasi guru agar mengajar lebih baik, dan memotivasi siswa untuk belajar lebih
baik. Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi adalah: valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil dan objektif, terbuka,
berkesinambungan, menyeluruh, dan bermakna.
Langkah-langkah dalam penyusunan silabus dan sistem penilaian meliputi tahap-tahap: identifikasi mata pelajaran; perumusan
standar kompetensi dan kompetensi dasar; penentuan materi pokok; pemilihan pengalaman belajar; penentuan indikator; penilaian,
yang meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen, dan contoh instrumen; perkiraan waktu yang dibutuhkan; dan pemilihan
sumber/bahan/alat. Untuk lebih jelasnya dapat dibaca uraian berikut :
1. Identifikasi. Pada setiap silabus perlu identifikasi yang meliputi identitas sekolah, identitas mata pelajaran, kelas/program,
dan semester.
2. Pengurutan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran
bahasa Jepang dirumuskan berdasarkan struktur keilmuan bahasa Jepang dan tuntutan kompetensi lulusan. Selanjutnya
standar kompetensi dan kompetensi dasar diurutkan dan disebarkan secara sistematis. Sesuai dengan kewenangannya,
Depdiknas telah merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran. m
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi pokok dan uraian materi pokok adalah: a) prinsip relevansi, yaitu
adanya kesesuaian antara materi pokok dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai; b) prinsip konsistensi, yaitu adanya
keajegan antara materi pokok dengan kompetensi dasar dan standar kompetensi; dan c) prinsip adekuasi, yaitu adanya
kecukupan materi pelajaran yang diberikan untuk mencapai kompetensi dasar yang telah ditentukan. Materi pokok inipun
telah ditentukan oleh Depdiknas.
4. Pemilihan Pengalaman Belajar. Proses pencapaian kompetensi dasar dikembangkan melalui pemilihan strategi
pembelajaran yang meliputi pembelajaran tatap muka dan pengalaman belajar. Pengalaman belajar merupakan kegiatan
fisik maupun mental yang dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan bahan ajar. Pengalaman belajar dilakukan oleh siswa
untuk menguasai kompetensi dasar yang telah ditentukan. Baik pembelajaran tatap muka maupun pengalaman belajar,
dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas. Untuk itu, pembelajarannya dilakukan dengan metode yang bervariasi.
Selanjutnya, pengalaman belajar hendaknya juga memuat kecakapan hidup (life skills) yang harus dimiliki oleh siswa.
Kecakapan hidup merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem hidup dan kehidupan
dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga
mampu mengatasinya.
Pembelajaran kecakapan hidup ini tidak dikemas dalam bentuk mata pelajaran baru, tidak dikemas dalam materi tambahan
yang disisipkan dalam mata pelajaran, pembelajaran di kelas tidak memerlukan tambahan alokasi waktu, tidak memerlukan
jenis buku baru, tidak memerlukan tambahan guru baru, dan dapat diterapkan dengan menggunakan kurikulum apapun.
Pembelajaran kecakapan hidup memerlukan reorientasi pendidikan dari subject-matter oriented menjadi life-skill oriented.
Secara umum ada dua macam kecakapan hidup ( life skills ), yaitu general life skills (GLS) dan spesific life skills (SLS).
General life skills dibagi menjadi dua, yaitu personal skill (kecakapan personal) dan social skill (kecakapan sosial).
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
Kecakapan personal itu sendiri terdiri dari self-awareness skill (kecakapan mengenal diri) dan thinking skill (kecakapan
berpikir). Spesific life skills juga dibagi menjadi dua, yaitu academic skill (kecakapan akademik) dan vocational skill
(kecakapan vokasional/kejuruan).
Kecakapan-kecakapan hidup di atas dapat dirinci sebagai berikut. Pertama, kecakapan mengenal diri meliputi kesadaran
sebagai makhluk Tuhan, kesadaran akan eksistensi diri, dan kesadaran akan potensi diri. Kedua, kecakapan berpikir meliputi
kecakapan menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, dan kecakapan memecahkan masalah. Ketiga,
kecakapan sosial meliputi kecakapan komunikasi lisan, komunikasi tertulis, dan kecakapan bekerjasama. Keempat,
kecakapan akademik meliputi kecakapan mengidentifikasi variabel, menghubungkan variabel, merumuskan hipotesis, dan
kecakapan melaksanakan penelitian. Kelima, kecakapan vokasional sering disebut juga sebagai kecakapan kejuruan.
Kecakapan ini terkait dengan bidang pekerjaan tertentu. Dalam memilih pengalaman belajar perlu dipertimbangkan
kecakapan hidup apa yang akan dikembangkan pada setiap kompetensi dasar. Untuk itu diperlukan analisis kecakapan hidup
setiap kompetensi dasar. Tabel berikut merupakan contoh format analisis kecakapan hidup.
Kecakapan
Eksistensi diri.
Komunikasi lisan.
Komunikasi tertulis.
Merumuskan hipotesis.
Mengidentifikasi variabel.
Menghubungkan variabel.
Potensi diri.
Melaksanakan penelitian.
Makhluk Tuhan.
Mengambil keputusan.
Memecahkan masalah.
Bekerjasama.
Menggali informasi.
Mengolah informasi.
Hidup
Kompetensi dasar
Dalam mata pelajaran Bahasa Jepang di SMA kecakapan hidup (life skills) yang dikembangkan adalah general life skills
(GLS) dan academic skill (kecakapan akademik). Rumusan pengalaman belajar yang diturunkan dari kompetensi dasar
hendaknya memuat kecakapan hidup di atas. Kecakapan hidup dalam pengalaman belajar ditulis dalam tanda kurung
dengan cetak miring. Misalnya: Menyampaikan berbagai informasi sederhana secara lisan (Kecakapan Hidup: kesadaran
akan eksistensi diri, kesadaran akan potensi diri, menggali informasi, mengolah informasi,komunikasi lisan, komunikasi
tertulis ,bekerjasama, dan mengambil keputusan).
6. Penjabaran Indikator ke dalam Instrumen Penilaian. Indikator dijabarkan lebih lanjut ke dalam instrumen penilaian
yang meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen, dan contoh instrumen. Setiap indikator dapat dikembangkan menjadi 3
instrumen penilaian yang meliputi ranah kognitif, psikomotor, dan afektif.
a. Kuis. Bentuknya berupa isian singkat dan menanyakan hal-hal yang prinsip. Biasanya dilakukan sebelum pelajaran dimulai,
kurang lebih 5 -10 menit. Kuis dilakukan untuk mengetahui penguasaan pelajaran oleh siswa. Tingkat berpikir yang terlibat
adalah pengetahuan dan pemahaman.
b. Pertanyaan Lisan. Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teorema. Tingkat berpikir
yang terlibat adalah pengetahuan dan pemahaman.
c. Ulangan Harian. Ulangan harian dilakukan secara periodik di akhir pembelajaran satu atau dua kompetensi dasar. Tingkat
berpikir yang terlibat sebaiknya mencakup pemahaman, aplikasi, dan analisis.
d. Ulangan Blok. Ulangan Blok adalah ujian yang dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa kompetensi dasar dalam
satu waktu. Tingkat berpikir yang terlibat mulai dari pemahaman sampai dengan evaluasi.
e. Tugas Individu. Tugas individu dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu, antara lain dalam bentuk pembuatan klipping,
makalah, dan yang sejenisnya. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya aplikasi, analisis, sampai sintesis dan evaluasi.
f. Tugas Kelompok. Tugas kelompok digunakan untuk menilai kompetensi kerja kelompok. Bentuk instrumen yang digunakan
salah satunya adalah uraian bebas dengan tingkat berpikir tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi.
h. Laporan Kerja Praktik. Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Peserta didik bisa
diminta untuk mengamati suatu gejala dan melaporkannya.
Bentuk instrumen dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes dan nontes.
Bentuk instrumen tes meliputi: pilihan ganda, uraian objektif, uraian non-objektif, jawaban singkat, menjodohkan, benar-salah,
unjuk kerja (performans) dan portofolio, sedangkan bentuk instrumen nontes meliputi: wawancara, inventori, dan pengamatan.
Para guru diharapkan menggunakan instrumen yang bervariasi agar diperoleh data tentang pencapaian belajar siswa yang
akurat dalam semua ranah.
a. Pilihan Ganda. Bentuk ini bisa mencakup banyak materi pelajaran, penskorannya objektif, dan bisa dikoreksi dengan
mudah. Tingkat berpikir yang terlibat bisa dari tingkat pengetahuan sampai tingkat sintesis dan analisis.
b. Uraian Objektif. Jawaban uraian objektif sudah pasti. Uraian 0jektif lebih tepat digunakan untuk bidang Ilmu Alam. Agar
hasil penskorannya objektif, diperlukan pedoman penskoran. Hasil penilaian terhadap suatu lembar jawaban akan sama
walaupun diperiksa oleh orang yang berbeda. Tingkat berpikir yang diukur bisa sampai pada tingkat yang tinggi.
c. Uraian Non-objektif/Uraian Bebas. Uraian bebas dicirikan dengan adanya jawaban yang bebas. Namun demikian,
sebaiknya dibuatkan kriteria penskoran yang jelas agar penilaiannya objektif. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi.
e. Menjodohkan. Bentuk ini cocok untuk mengetahui pemahaman atas fakta dan konsep. Cakupan materi bisa banyak,
namun tingkat berpikir yang terlibat cenderung rendah.
f. Performans. Bentuk ini cocok untuk mengukur kompetensi siswa dalam melakukan tugas tertentu, seperti praktik ibadah
atau perilaku yang lain.
g. Portofolio. Bentuk ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja siswa, dengan menilai kumpulan karya-karya
dan tugas-tugas yang dikerjakan oleh siswa. Karya-karya ini dipilih dan kemudian dinilai, sehingga dapat dilihat
perkembangan kemampuan siswa.
h. Menentukan Alokasi Waktu. Alokasi waktu adalah perkiraan berapa lama siswa mempelajari suatu materi pelajaran.
Untuk menentukan alokasi waktu, prinsip yang perlu diperhatikan adalah tingkat kesukaran materi, cakupan materi,
frekuensi penggunaan materi baik di dalam maupun di luar kelas, serta tingkat pentingnya materi yang dipelajari.
i. Sumber/Bahan/Alat. Istilah sumber yang digunakan di sini berarti buku-buku rujukan, referensi atau literatur, baik untuk
menyusun silabus maupun mengajar. Sedangkan yang dimaksud dengan bahan dan alat adalah bahan-bahan dan alat-alat
yang diperlukan dalam praktikum atau proses pembelajaran lainnya. Bahan dan alat di sini dapat bervariasi sesuai dengan
karakteristik mata pelajarannya.
Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui apakah siswa telah atau belum menguasai suatu kompetensi dasar tertentu.
Penilaian juga bertujuan untuk: (1) mengetahui tingkat pencapaian kompetensi siswa, (2) mengukur pertumbuhan dan perkembangan
siswa, (3) mendiagnosis kesulitan belajar siswa, (4) mengetahui hasil pembelajaran, (5) mengetahui pencapaian kurikulum, (6)
mendorong siswa belajar, dan (7) mendorong guru agar mengajar dengan lebih baik.
Standar Kompetensi: Berkomunikasi lisan dan tertulis dengan menggunakan ragam bahasa sederhana dan dapat dipahami sesuai
konteks dalam wacana interaksional dan atau monolog yang informatif berbentuk naratif, deskriptif dan laporan sederhana.
Alokasi Sumber/
Kompetensi Materi Pokok Pengalaman Indikator Penilaian
waktu Bahan/Alat
Dasar dan Uraian Belajar
Materi Pokok Jenis Bentuk Contoh
Tagihan Instrumen Instrumen
Pemilihan bentuk instrumen akan ditentukan oleh tujuan, jumlah peserta, waktu yang tersedia untuk memeriksa, cakupan
materi, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Bentuk pilihan ganda misalnya, sangat tepat digunakan apabila jumlah peserta
banyak, waktu koreksi singkat, dan cakupan materi yang diujikan banyak.
Bentuk instrumen yang digunakan sebaiknya bervariasi seperti pilihan ganda, uraian objektif, uraian bebas, menjodohkan,
jawaban singkat, benar-salah, unjuk kerja (performans), dan portofolio. Dengan cara ini diharapkan agar diperoleh data yang akurat
tentang pencapaian belajar siswa.
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
Panjang instrumen ditentukan oleh waktu yang tersedia dengan memperhatikan bahan dan tingkat kelelahan peserta tes. Pada
umumnya ulangan dalam bentuk tes membutuhkan waktu 60 sampai 90 menit. Sedangkan ulangan dalam bentuk nontes dan praktik
bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Penentuan panjang tes dan nontes dapat ditentukan berdasarkan pengalaman para guru.
Pada umumnya, setiap butir tes pilihan ganda memerlukan waktu pengerjaan sekitar 1 sampai 3 menit, tergantung pada
tingkat kesulitan soal. Untuk tes bentuk uraian, lama tes ditentukan berdasarkan pada kompleksitas jawaban yang dituntut. Untuk
mengatasi agar jawaban soal tidak terlalu panjang, sebaiknya jawaban dibatasi dengan beberapa kalimat atau beberapa baris.
2) Pilihan Ganda. Bentuk soal pilihan ganda dapat dipakai untuk menguji penguasaan kompetensi pada tingkat berpikir rendah
seperti pengetahuan (recall) dan pemahaman, sampai pada tingkat berpikir tinggi seperti aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pedoman pembuatan tes bentuk pilihan ganda adalah: (a) pokok soal harus jelas, (b) isi pilihan jawaban homogen, (c) panjang
pilihan jawaban relatif sama, (d) tidak ada petunjuk jawaban benar, (e) hindari menggunakan pilihan jawaban: semua benar atau
semua salah, (f) pilihan jawaban angka diurutkan, (g) semua pilihan jawaban logis, (h) jangan menggunakan negatif ganda, (I)
kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes, (j) bahasa yang digunakan baku, (k) letak pilihan jawaban
benar ditentukan secara acak, dan (l) penulisan soal diurutkan ke bawah. Contoh soal:
a. Iku
b. Ikimasu
c. Ikimasen
d. Ikimashita
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
e. Ikimashoo
3) Uraian Objektif. Pertanyaan yang biasa digunakan adalah simpulkan dan tafsirkan.
Langkah untuk membuat tes uraian objektif adalah: (a) menulis soal berdasarkan indikator pada kisi-kisi, dan (b) mengedit
pertanyaan. Untuk mengedit pertanyaan perlu diperhatikan: (1) apakah pertanyaan mudah dimengerti, (2) apakah data yang
digunakan benar, (3) apakah tata letak keseluruhan baik, (4) apakah pemberian bobot skor sudah tepat, (5) apakah kunci jawaban
sudah benar, dan (6) apakah waktu untuk mengerjakan tes cukup.
Penskoran instrumen uraian objektif dapat dilakukan dengan memberikan skor tertentu berdasarkan langkah-langkah dalam
menjawab soal.
Contoh soal: ( Diberikan gambar kelas berikut benda-benda yang ada di dalamnya) Kyooshitsuno nakani naniga arimasuka.
4) Uraian Bebas. Bentuk instrumen ini dapat dipakai untuk mengukur kompetensi siswa dalam semua tingkat ranah kognitif.
Kaidah penulisan instrumen bentuk uraian bebas adalah: (a) gunakan kata-kata seperti mengapa, uraikan, jelaskan,
bandingkan, tafsirkan, hitunglah dan buktikan; (b) hindari penggunaan pertanyaan seperti siapa, apa, dan bila; (c) gunakan bahasa
yang baku; (d) hindari penggunaan kata-kata yang dapat ditafsirkan ganda; (e) buat petunjuk mengerjakan soal; (f) buat kunci
jawaban; dan (g) buat pedoman penskoran.
Untuk memudahkan penskoran, dibuat rambu-rambu jawaban yang akan dijadikan acuan. Contoh soal: Asan wa maishuu
nichiyoobi ni nani o shimasuka.
( 4 kegiatan)
Jawaban boleh bermacam-macam, namun pada pokoknya memuat hal-hal berikut:
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
Tabel 3: Pedoman Penilaian Uraian Bebas
5) Jawaban Singkat atau Isian Singkat. Tes bentuk jawaban/isian singkat dibuat dengan menyediakan tempat kosong yang
disediakan bagi siswa untuk menuliskan jawaban. Jenis soal jawaban singkat ini bisa berupa pertanyaan dan melengkapi atau isian.
Penskoran isian singkat dapat dilakukan dengan memberikan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah.
Contoh soal: Donisanwa Hanamasano resutoranno sukiyaki o ... kotoga arimasu.
6) Menjodohkan. Bentuk ini cocok untuk mengetahui fakta dan konsep. Cakupan materi bisa banyak, namun tingkat berpikir
yang terlibat cenderung rendah.
Contoh soal: Jodohkanlah Ujaran di bawah ini:
7) Portofolio. Portofolio merupakan kumpulan hasil karya, tugas atau pekerjaan siswa yang disusun berdasarkan urutan
kategori kegiatan. Karya-karya, tugas atau pekerjaan ini dipilih, kemudian dinilai sehingga dapat menggambarkan perkembangan
kompetensi siswa. Portofolio sangat bermanfaat baik bagi guru maupun siswa dalam melakukan penilaian proses.
Contoh soal: Laporan kumpulan Permainan Kosakata, Kalimat, Gambar dan keterangannya. Agar penilaian terhadap hasil
penugasan ini objektif, maka guru perlu mengembangkan rubrik, yakni semacam kisi-kisi pedoman penilaian. Rubrik hendaknya
memuat: (a) daftar kriteria kinerja siswa, (b) ranah-ranah atau konsep-konsep yang akan dinilai, dan (c) gradasi mutu. Sebagai alat
8) Performans (Unjuk Kerja). Performans (unjuk kerja) digunakan untuk kompetensi yang berhubungan dengan praktik.
Performans dalam mata pelajaran bahasa Jepang umumnya terdapat di semua aspek, berupa praktik berbicara, menulis, membaca,
juga mendengarkan. Untuk melakukan penilaian terhadap praktik ini dapat digunakan format berikut:
Tabel 4: Contoh Format Daftar Cek atau Skala Penilaian dalam Berbicara
1
N
Nama Siswa
Aspe
konteks.Berbicara dengan artikulasi dan pengucapan kata-kata dengan baik dan benar sesuai
.......................................
Penskoran praktek berbicara di atas dapat diisi dengan tanda silang (x) atau dengan rentang angka 1 s/d 5. Skor-skor itu
kemudian dijumlahkan dan ditafsirkan secara kualitatif.
No.
Kepedulian
Ketekunan belajar
Kerajinan
Menepati janji
Tanggung jawab
Keterbukaan
Kedisiplinan
Kejujuran
Ramah dgn teman
Kerjasama
Nama
Siswa
1
2
Skor untuk masing-masing sikap di atas dapat berupa angka. Akan tetapi, pada tahap akhir skor tersebut dirata-ratakan dan
dikonversikan ke dalam bentuk kualitatif. Skala penilaian dibuat dengan rentangan dari 1 s.d. 5. Penafsiran angka-angka tersebut
adalah sebagai berikut: 1 = sangat kurang, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik, dan 5 = amat baik.
Penilaian terhadap minat siswa dapat menggunakan skala bertingkat, misalnya dengan rentangan 4-1 atau 1-4 tergantung arah
pertanyaan/pernyataan. Misalnya, jawaban selalu diberi skor 4, sedangkan tidak pernah 1. Skor keseluruhannya diperoleh dengan
menjumlahkan seluruh skor butir pertanyaan/pernyataan. Misalnya instrumen untuk mengukur minat siswa terdiri atas 10 butir. Jika
rentangan yang dipakai 1 sampai 4, maka skor terendah adalah 10 dan skor tertinggi adalah 40. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka
skala 10-16 termasuk tidak berminat, 17 – 24 kurang berminat, 25 – 32 berminat, dan skala 33-40 sangat berminat.
SL SR JR TP
Keterangan: SL = Selalu
SR = Sering
JR = Jarang
TP = Tidak Pernah
Penilaian konsep diri siswa dapat dilakukan melalui inventori. Instrumen konsep diri digunakan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri sendiri.
Ya Tidak
1 Saya sulit mengikuti pelajaran bahasa Jepang.
2 Saya sulit menghafal kosakata bahasa Jepang.
3 Saya sulit memahami gramatiakl bahasa Jepang.
4 Saya belum bisa berbicara dengan lancar.
5 Saya sulit untuk menyapa teman dalam bahasa Jepang.
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
6 Saya sering membuat kartu kosakata untuk dihafalkan.
7 Saya mudah berdialog dengan siapa saja.
8 Saya selalu mengatakan salam ketika bertemu/berpisah.
9 Saya membutuhkan waktu lama untuk belajar.
10 Saya ...........................................dst.
3. Analisis Instrumen
Suatu instrumen hendaknya dianalisis dulu sebelum digunakan. Ada dua model analisis yang dapat dilakukan, yaitu analisis
kualitattif dan kuantitatif. Analisis kualitatif adalah analisis yang dilakukan oleh teman sejawat dalam rumpun keahlian yang sama.
Tujuannya adalah untuk menilai materi, konstruksi, dan apakah bahasa yang digunakan sudah memenuhi pedoman dan bisa dipahami
oleh siswa.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara mengujicobakan instrumen yang telah dianalisis secara kualitatif kepada sejumlah
siswa yang memiliki karakteristik sama dengan siswa yang akan diuji dengan instrumen tersebut. Jawaban hasil uji coba itu lalu
dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan teknik yang ada, misalnya teori MicroCat. Hasil ujicoba bertujuan untuk melihat
karakteristik instrumen seperti indeks kepekaan atau kesensitipan instrumen, yaitu dengan cara membagi jumlah siswa yang
menjawab benar dengan jumlah peserta tes. Batas minimumnya adalah 75%.
Untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran dapat dilakukan dengan cara melihat karakteristik butir instrumen dengan
mengikuti acuan kriteria yang tercermin dari besarnya harga indeks sensitivitas. Hal ini dapat diketahui manakala dilakukan tes awal
atau pretest dan tes setelah pembelajaran atau posttest.
Indeks sensitivitas butir instrumen memiliki interval -1 sampai dengan 1. Indeks sentivitas suatu butir soal (Is) ujian formatif
adalah sebagai berikut .
RA = Banyaknya siswa yang berhasil mengerjakan suatu butir instrumen sesudah proses pembelajaran.
RB = Banyaknya siswa yang berhasil mengerjakan suatu butir instrumen sebelum proses pembelajaran
T = Banyaknya siswa yang mengikuti ujian
Jika tidak ada tes awal, maka indeks sensitivitas dapat dilihat dari besarnya tingkat pencapaiannya berdasarkan hasil tes akhir.
Jika tingkat pencapaian suatu butir instrumen kecil (banyak siswa yang gagal) maka proses pembelajaran tidak efektif. Namun
demikian, seperti telah dikemukakan di atas, harus diperhatikan pula bagaimana kualitas butir tersebut secara kualitatif. Jika hasil
analisis secara kualitatif sudah memenuhi syarat, dapat diartikan bahwa rendahnya indeks kesukaran menunjukkan tidak efektifnya
proses pembelajarannya. Contoh analisis instrumen, dapat diperiksa pada Lampiran 3.
Pelaporan hasil inventori afektif ini akan sangat bermanfaat khususnya untuk mengetahui sikap dan minat siswa terhadap
pelajaran bahasa Jepang dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sikap serta minat siswa terhadap pembelajaran bahasa
Jepang. Pelaporan ranah afektif dilakukan secara kualitatif.
1. Untuk Siswa
Informasi hasil belajar siswa dapat diperoleh melalui ujian, kuesioner, wawancara, atau pengamatan. Informasi hasil belajar
ranah kognitif dan psikomotor diperoleh melalui ujian, sedangkan ranah afektif diperoleh melalui angket, inventori, dan pengamatan.
Informasi hasil belajar dapat dimanfaatkan siswa untuk: (a) mengetahui kemajuan hasil belajar diri, (b) mengetahui konsep-konsep
atau teori yang belum dikuasai, (c) memotivasi diri untuk belajar lebih baik, dan (d) memperbaiki strategi belajar.
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
Untuk memberi informasi yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh siswa seoptimal mungkin, maka laporan yang diberikan
kepada siswa harus berisi:
(a) hasil pencapaian belajar siswa, (b) kekuatan dan kelemahan siswa dalam semua mata pelajaran, dan (c) minat siswa pada
masing-masing mata pelajaran.
2. Untuk Orangtua
Informasi hasil belajar dimanfaatkan oleh orangtua untuk memotivasi anak agar belajar lebih baik. Untuk itu diperlukan
informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa, yang meliputi ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Informasi ini digunakan
orangtua untuk: (a) membantu anaknya belajar, (b) memotivasi anaknya belajar, (c) membantu sekolah meningkatkan hasil belajar
siswa, dan (d) membantu sekolah melengkapi fasilitas belajar.
Untuk memenuhi kebutuhan orang tua dalam meningkatkan hasil belajar, bentuk laporan hasil belajar harus mencakup semua
ranah, serta deskripsi yang lebih rinci tentang kelemahan, kekuatan, dan keterampilan puteranya dalam melakukan tugas, serta minat
terhadap mata pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, G. dan Yule (1995) Analisis Wacana. Diterjemahkan oleh Sutikno. New York:
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, The Japan Foundation, Buku Ajar Bahasa Jepang SMK Edisi Uji Coba, Jakarta 2003
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
Gumperj, J.J dan Dell Hymes (1972) Direction in Sociolinguistics : The Ethnography of Communication. New York: Holt Rinehart, and
Winston Inc
Lerner, M. Richard and Spanier, B. Graham. (1980). Adolescent Development : A Life-Spant Perspective. New York. McGraw-Hill Book
Company.
Mikio, Kawarazaki, Kana- Pelajaran Tentang Suku Kata Bahasa Jepang, Diterjemahkan oleh Tahei Wakamatsu, Linda Roemsari
Joezoer, The Japan Foundation
Parera, Jos Daniel. (1997). Linguistik Edukasional: metodologi Pembelajaran Bahasa, Analisis Kontrastif Antar Bahasa, Analisis
Kesalahan berbahasa. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Pateda, Mansoer. (1990). Aspek-aspek Psikolinguistik. Flores, NTT: Penerbit Nusa Indah
Sumio, Nagao, Hajimete Gaikokujin ni Oshieru Hitono Nihongo Chokusetsu Kyoojuhoo, Ontaimu Shuppan, Tokyo, 1989
Srozen, Judith R (1994), Language Acquisition After Puberty, Washington DC: Georgetown University Presse
Sudaryanto (1990). Menguak Fungsi Hakiki Bahasa. Yogyakarta : Duta Wacana University Press
Verhaar, J.W.M. (1996) Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada niversity
Press
Keterangan:
1. Satu kata kerja tertentu (misal mengidentifikasikan) dapat dipakai pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
Perbedaannya adalah pada Standar Kompetensi cakupannya lebih luas dari Kompetensi Dasar.
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
2. Satu butir Kompetensi dapat dipecah menjadi 3 sampai 6 butir atau lebih Kompetensi Dasar.
3. Satu butir Kompetensi Dasar nantinya harus dapat dipecah menjadi minimal 2 butir indikator (paling tidak 2 butir indikator)
4. Pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar belum memuat/merupakan indikator.
MEMBACA:
1.5 Membedakan huruf yang bentuknya mirip
dan kata
yang pengucapannya mirip.
1.6 Menafsirkan makna kata, frasa dan kalimat.
1.7 Memahami teks pendek dan sederhana.
1.8 Membaca Kanji sederhana.
MENULIS:
1.9 Menulis kata dalam huruf Hiragana dan
Katakana.
1.10 Menulis informasi sederhana.
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
No Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1.11 Menulis Kanji sederhana.
MENULIS:
2.7 Menulis wacana sederhana.
2.8 Menulis Kanji sederhana.
A. RANAH MATERI
1. Butir soal sesuai dengan indikator. v v v
2. Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan v v
jelas.
3. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran. v
4. Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang, v
jenis sekolah, dan tingkat kelas.
B. RANAH KONSTRUKSI
5. Rumusan kalimat dalam bentuk kalimat tanya atau v v v
perintah .yang menuntut jawaban terurai.
6. Ada petunjuk yang jelas cara mengerjakan/ v v
menyelesaikan soal
7. Ada pedoman penskorannya. v
8. Tabel, grafik, diagram, kasus, atau yang sejenisnya v
bermakna (jelas keterangannya atau ada
hubungannya dengan masalah yang ditanyakan).
9. Butir soal tidak bergantung pada butir soal v
sebelumnya
C. RANAH BAHASA:
10. Rumusan kalimat komunikatif. v v v
11. Kalimat menggunakan bahasa yang baik dan benar, v v
serta sesuai dengan ragam bahasanya.
12. Rumusan kalimat tidak menimbulkan penafsiran v v
ganda atau salah pengertian.
13. Menggunakan bahasa/kata yang umum (bukan v v
bahasa lokal)
14. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang v v
dapat menyinggung perasaan peserta didik.
Keterangan:
• Soal nomor 1, perlu dirumuskan kembali karena ruang lingkup pertanyaan dan jawabannya tidak menunjukkan batas-batas yang
jelas, kurang memberikan petunjuk tentang cara mengerjakan, dan dapat menimbulkan penafsiran ganda atau salah makna.
NOMOR SOAL
JENIS PERSYARATAN
1 2 3 4 5 6
A. RANAH MATERI
1. Butir soal sesuai dengan indikator v v v
2. Batasan pertanyaan dan jawaban yang v v
diharapkan jelas
3. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran v v v
4. Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan v
jenjang, jenis sekolah, dan tingkat kelas
B. RANAH KONSTRUKSI
5. Rumusan kalimat dalam bentuk kalimat terbuka v v
(yang belum lengkap) yang hanya memerlukan
tambahan kata yang merupakan jawaban/kunci.
6. Butir soal tidak bergantung pada butir soal v v v
sebelumnya
C. RANAH BAHASA:
7. Rumusan kalimat komunikatif v v v
8. Kalimat menggunakan bahasa yang baik dan v v
benar, serta sesuai dengan ragam bahasanya
9. Rumusan kalimat tidak menimbulkan penafsiran v v
ganda atau salah pengertian.
10. Menggunakan bahasa/kata yang umum (bukan v v
bahasa lokal)
11. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang v v
dapat menyinggung perasaan peserta didik.
Keterangan:
• Soal nomor 1, perlu dirumuskan kembali karena ruang lingkup pertanyaan dan jawabannya tidak menunjukkan batas-batas yang
jelas.
JENIS PERSYARATAN
1 2 3 4 5 6
A. RANAH MATERI
1. Butir soal sesuai dengan indikator. v v v v v
2. Hanya ada satu kunci atau jawaban yang benar. v v v v v
3. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran. v v v v v
4. Isi materi sesuai dengan jenjang, jenis sekolah dan v v v v v
tingkatan kelas.
5. Pilihan benar-benar berfungsi, jika pilihan merupakan v v v v v
hasil perhitungan, maka pengecoh berupa pilihan yang
salah rumus/salah hitung.
B. RANAH KONSTRUKSI
6. Pokok soal (stem) dirumuskan dengan jelas. v v v v v
7. Rumusan soal dan pilihan dirumuskan dengan tegas. v v v
8. Pokok soal tidak memberi petunjuk/mengarah kepada v v v
pilihan jawaban yang benar.
9. Pokok soal tidak mengandung pernyataan negatif v v v v v
ganda
10. Bila terpaksa menggunakan kata negatif, maka harus v v
digarisbawahi atau dicetak lain.
11. Pilihan jawaban homogen. v v
12. Hindari adanya alternatif jawaban : "seluruh jawaban di v v v v v
atas benar" atau "tak satu jawaban di atas yang
benar" dan yang sejenisnya.
13. Panjang alternatif /pilihan jawaban relatif sama, v v v v v
jangan ada yang sangat panjang dan ada yang sangat
pendek.
14. Pilihan jawaban dalam bentuk angka/waktu diurutkan. v v v v
15. Wacana, gambar, atau grafik benar-benar berfungsi.
16. Antar butir tidak bergantung satu sama lain. v v v v v
C. RANAH BAHASA:
17. Rumusan kalimat komunikatif. v v v v
18. Kalimat menggunakan bahasa yang baik dan benar, v v v v
serta sesuai dengan ragam bahasanya.
Keterangan:
• Soal nomor 1 dan 2 sudah baik dari ke tiga ranah dan tidak memerlukan perbaikan
• Soal nomor 3 dan 5 perlu perbaikan pada pilihan jawaban, karena ternyata terdapat lebih dari
satu jawaban benar dan pilihan jawaban tidak homogen.
• Soal nomor 4 perlu perbaikan dari segi bahasa.
1.4.Menyampaikan 5 4 80 V Menguasai
berbagai sebagian besar
informasi kosa kata dan
sederhana mampu
secara lisan menerapkannya
dalam perilaku
sehari-hari
NILAI
No. Kompetensi Dasar K P A Komentar
KD 10 – 10 - 100 A/B/C
100
1.2 Mengidentifikasikan 75 77 B Sudah
informasi dari teks kompeten, tapi
Jumlah Nilai
Rata-
rata:
_____________ ________________
Komunikasi tertulis.
Merumuskan hipotesis.
Eksistensi diri.
Potensi diri.
Melaksanakan penelitian.
Komunikasi lisan.
Memecahkan masalah.
Mengidentifikasi variabel.
Menghubungkan variabel.
Bekerjasama.
Menggali informasi.
Mengolah informasi.
Makhluk Tuhan.
Nama Siswa
1
2
3 Dana V V V V V V V V V
4
5 Prita V V V V V V V V V
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
6
7
8
9
Keterangan:
Skala penilaian dibuat dengan rentangan dari 1 s.d. 5. Penafsiran angka-angka tersebut adalah sebagai berikut: 1 = sangat kurang, 2
= kurang, 3 = cukup, 4 = baik, dan 5 = amat baik.
Lampiran 7:
1. Contoh Format Laporan Hasil Belajar
1 Pendidikan Agama
2 Kewarganegaraan
3 Bahasa dan Sastra
Indonesia
4 Bahasa Inggris
5 Matematika
6 Kesenian
7 Pendidikan Jasmani
8 Sejarah
9 Geografi Kegiatan Ekstrakurikuler
10 Ekonomi
No Jenis Kegiatan Keterangan
11 Sosiologi
1
12 Fisika
2
133 Kimia
144 Biologi
15 Teknologi Informasi dan
Komunikasi
16 Bahasa Asing
Ketidakhadiran
17
No Alasan Ketidakhadiran Lama (jam/hari)
1 Sakit
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
2 Izin
3 Tanpa Keterangan
Kepribadian
No Kepribadian Keterangan
1 Kelakuan
2 Kerajinan/Kedisiplinan
3 Kerapian
4 Kebersihan
1. Kolom kognitif diisi dengan nilai rata-rata pencapaian aspek kognitif dari semua standar kompetensi mata pelajaran.
2. Kolom psikomotor diisi dengan nilai rata-rata aspek psikomotor dari suatu mata pelajaran, yang dinilai aspek psikomotornya.
3. Nilai tertinggi hasil remedial aspek kognitif dan psikomotor tidak melebihi nilai standar minimum ketuntasan yang ditetapkan oleh
sekolah.
4. Kolom afektif diisi dengan nilai mata pelajaran yang dapat dinilai aspek afektifnya secara kualitatif. Aspek yang dinilai dapat
berupa salah satu atau lebih dari aspek minat, sikap, disiplin, atau aspek lainnya yang dipandang penting oleh sekolah.
5. Penilaian aspek kognitif, psikomotor, dan afektif harus dijelaskan kepada siswa di awal semester.
6. Kolom keterangan diisi dengan uraian singkat kompetensi yang telah dicapai, yang memuat predikat prestasi dan deskripsi tentang
ketercapaian kompetensi tersebut.
7. Klasifikasi predikat prestasi terdiri atas: Amat Baik (AB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K).
No. Keterangan
1 Baik: kompetensi mendeskripsikan sumber ajaran Islam
Pendidikan dan kerangka dasar Islam telah mencapai ketuntasan,
Agama Islam tetapi kompetensi membaca al- Qur’an perlu ditingkatkan.
4 Cukup: kompetensi menulis paragraf dan menentukan ide
Bahasa Inggris utama telah mencapai ketuntasan, tetapi kompetensi
bercakap-cakap masih kurang, dan kompetensi menulis
surat perlu ditingkatkan.
5 Kurang: kompetensi tentang mendefinisikan rumus belum
Matematika mencapai ketuntasan, penguasaan tentang materi yang
berhubungan dengan ruang/dimensi tiga masih perlu
ditingkatkan.
7 Baik: pada permainan bola basket untuk kompetesi
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
Pendidikan melempar, menangkap, dan mendribel bola, telah mencapai
Jasmani ketuntasan, tetapi dalam hal teknik memasukkan bola ke
dalam jaring masih perlu latihan intensif.
Kolom keterangan diisi dengan uraian singkat tentang kompetensi/keterampilan yang telah dicapai, yang memuat predikat prestasi
dan deskripsi tentang ketercapaian kompetensi/keterampilan tersebut.
C. Tabel Ketidakhadiran
Ketidakhadiran siswa perlu dicatat dan dilaporkan kepada orang tua/wali siswa dalam Laporan Hasil Belajar. Ketidakhadiran ini
bukan hanya disebabkan sakit atau izin saja, tetapi juga ketidakhadiran yang tidak disertai dengan surat keterangan orangtua/wali
siswa, atau dokter.
D. Tabel Kepribadian
1. Kolom keterangan diisi dengan predikat prestasi kepribadian siswa yang mencakup empat aspek yang dinilai.
3. Siswa yang memperoleh predikat “Cukup” dan “Kurang” perlu diberi penjelasan.
Hal.
KATAPENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL........................................................................................................... . iv
I. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 23
GLOSARIUM.............................................................................................................. 24
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Daftar Kata Kerja Operasional.................................................... 28
2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.............................. 31
3. Contoh Analisis Instrumen.......................................................... 32
4. Contoh Evaluasi Hasil Penilaian................................................. 35
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
5. Contoh Profil Hasil Belajar.......................................................... 36
6. Contoh Format Penilaian Kecakapan Hidup............................... 37
7. Contoh Laporan Hasil Belajar Siswa........................................... 43
8. Contoh Format Rancangan Pengujian dan Pemberian Tugas.... 44
9. Contoh Silabus dan Sistem Penilaian ......................................... 45
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 4 Contoh Format Daftar Cek atau Skala Penilaian untuk Berbicara.................................................................................. 15
Tabel 6 Contoh Format Lembar Penilaian Minat Siswa Terhadap Mata Pelajaran........................................................................ 17
Pemberlakuan Undang-undang Nomor 2 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah
yang mengatur pembagian kewenangan berbagai bidang pemerintahan, berimplikasi pada penyelenggaraan pemerintah daerah saat ini
dan masa mendatang, termasuk kegiatan penyelenggaraan pendidikan. Salah satu kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang
mengalami perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan antara lain dalam proses pengembangan kurikulum.
Pemerintah pusat bertugas mnetapkan kebijakan umum Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang selanjutnya
dituangkan dalam suatu dokumen yang disebut kerangka dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Sedangkan pemerintah daerah
dan sekolah berkewajiban untuk mengembangkan kebijakan umum dan standar nasional menjadi silabus yang berfungsi sebagai
acuan dalam pelaksanaan pembelajaran.
Sesuai dengan arah kebijakan Pemerintah mengenai kurikulum berbasis kompetensi sistem belajarpun harus mengarah pada
pembelajaran berbasis kompetensi. Pembelajaran berbasis kompetensi dapat diartikan sebagai sistem pembelajaran dimana hasil
belajar berupa kompetensi dasar yang yang harus dikuasai siswa perlu dirumuskan terlebih dahulu secara jelas.
Hasil belajar dimaksud berupa kompetensi yang mencakup ranah kognitif, psikomotor, dan afektif yang diharapkan dapat dicapai
secara seimbang dan komprehensif. Hasil tersebut diukur berdasarkan indikator pencapaian kompetensi.
Agar perencanaan, pelaksanaan dan sistem evaluasi pembelajaran berbasis kompetensi berjalan dengan baik, perlu disusun
silabus dan sistem penilaian. Silabus dan sistem penilaian ini berisikan jabaran tentang kompetensi dasar menjadi materi pokok,
pengalaman belajar, indikator, penilaian, alokasi waktu dan sumber/bahan/alat.
Untuk mempermudah pelaksanaan di sekolah maka disusun buku Pedoman Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Berbasis
Kompetensi untuk setiap mata pelajaran. Pedoman khusus pengembangan silabus dan sistem penilaian berisi petunjuk khusus tatacara
dan prosedur untuk menyusun silabus dan sistem penilaian setiap mata pelajaran. Pedoman khusus yang disiapkan terdiri dari tiga
model. Model 1, dilengkapi dengan contoh satu kompetensi dasar, Model 2, dilengkapi dengan beberapa contoh penjabaran kompetensi
dasar, dan Model 3, dilengkapi dengan seluruh kompetensi dasar.
Pedoman khusus ini telah diujicobakan kepada sejumlah guru SMA di seluruh provinsi di pulau Jawa dan beberapa provinsi di luar
Jawa. Ujicoba tersebut bertujuan untuk mengetahui keterbacaan dan keterlasanaan pedoman ini pada saat digunakan kelak. Dari hasil
pelaksanaan ujicoba diperoleh masukan dan saran dari para guru. Berdasarkan masukan tersebut diadakan perbaikan. Jika dari
masukan ada yang dipandang kurang sempurna, maka akan dilkaukan penyempurnaan kembali.
Dalam rangka pelaksanaan manajemen mutu berbasis sekolah, diharapkan pedoman khusus ini dapat dijadikan acuan bagi pihak-
pihak yang berkepentingan, khusunya para guru SMA.
Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Jepang
Pedoman khusus ini terwujud berkat kerjasama antara Direktorat Pendidikan Menengah Umum dan Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta, yang pembiayaannya didukung oleh bagian proyek Pengelolaan Pendidikan Menengah Umum, Jakarta
tahun anggaran terkait.
Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan Pedoman Khusus ini, kami sampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih. Semoga kehadiran pedoman ini bermanfaat.
Direktur,
Pendidikan Menengah Umum
Dr. Zamroni
NIP 130515046