You are on page 1of 44

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai struktur makro dan mikro sistem tubuh yang berada dalam blok 13 pada semester 3 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu: Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini. KBK di

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Data Tutorial Tutor Moderator Sekretaris Papan Sekretaris Meja Hari, Tanggal Peraturan : Dra. Enny Kusumastuti : Muhammad Mukhlis : Dwi Juanita Putri : David Wijaya : Selasa, 18 Desember 2012 : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan 2. Dilarang makan dan minum

2.2 Skenario kasus Nn. Fanny, 22 tahun, datang ke poli bedah RSMH dengan keluhan utama terdapat benjolan di leher kiri dan kanan sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan makin lama makin besar, tidak disertai nyeri. Benjolan mula mula terjadi di leher kiri, 1 bulan terakhir teraba juga di leher kanan. Pemeriksaan Fisik : Keadaan Umum : tampak sakit sedang, sensorium kompos mentis, BB 43 kg, TB 156 cm, sedikit anemis, RR : 20x/menit, Nadi 72x/menit, pada auskultasi tidak didapati ronchi Status Lokalis : pada colli sinistra teraba 2 buah nodul ukuran 4x3 cm dan 2x1 cm batas tegas, dan colli dextra 1 buah nodul ukuran 2x1 cm. Hasil laboratorium Hb: 11,2 g% ,Leukosit : 10.800/ mm3 , LED : 43 mm/jam , Diff.count : 0/1/4/46/44/5 Oleh dokter bedah dilakukan biopsi pada kelenjar limfe leher kiri dan spesimen dikirim ke Lab Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan histopatologi : Tampak kelenjar getah bening berkapsul jaringan ikat tipis, bagian korteks tampak folikel limfoid hiperplasia, berbagai ukuran, dengan germinal center aktif. Tampak bagian kelenjar getah bening yang mengalami nekrosis perkijuan dikelilingi oleh sel-sel limfosit, makrofag, epitelioid, 1-2 sel datia langhans dapat dijumpai. Tidak dijumpai tanda-tanda ganas.

2.3 Paparan Klarifikasi Istilah 1. Ronchi : Suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan yang penuh cairan dan mucus, bernada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi

2. Colli : Regio di antara kepala dan dada.

3. Nodul : tonjolan kecil yang padat dengan batas tegas dan dapat dikenali melalui sentuhan.

4. Biopsi : Pengambilan dan pemeriksaan, biasanya mikroskopik, dari jaringan tubuh yang hidup yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang pasti.

5. Diff.count : Tes untuk menentukan proporsi dari jenis-jenis leukosit dalam sampel darah

6. Spesimen : sampel kecil atau bagian yang diambil untuk menunjukkan sifat keseluruhan, seperti sejumlah kecil urin untuk analisis atau sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik.

7. Histopatologi : Studi tentang sitologi dan histologi dari jaringan yang abnormal atau sakit.

8. Hiperplasia : meningkatnya jumlah sel-sel yang ada di suatu jaringan / organ.

9. Germinal center: bagian di dalam kelenjar getah bening di mana limfosit B matang berproliferasi secara cepat, berdiferensiasi, dan memproduksi antibodi mereka sebagai respon imun normal terhadap infeksi.

10. Epiteliod : makrofag teraktivasi menyerupai sel epitel: panjang, dengan

granula halus, pucat, sitoplasma eosinofilik (merah muda) dan di tengah terdapat inti ovoid (oval atau memanjang), yang kurang padat dibandingkan limfosit

11. Datia Langhans : fusi dari sel epithelioid (makrofag yang teraktivasi), dan mengandung inti tersusun dalam pola yang berbentuk tapal kuda di pinggiran sel

12. Nekrosis Perkijuan: nekrosis dimana jaringan menjadilembek, kering dan lembut seperti keju lembut, paling banyak ditemukan pada tuberculosis dan siphilis.

Identifikasi Masalah

NO KENYATAAN KESESUAIAN 1. Nn. Fanny, 22 tahun, dengan keluhan utama terdapat TSH benjolan di leher kiri dan kanan sejak 6 yang lalu. Benjolan makin lama makin besar, tidak disertai nyeri. Benjolan mula mula terjadi di leher kiri, 1 bulan terakhir teraba juga di leher kanan. 2. Pemeriksaan Fisik : Keadaan Umum : tampak sakit sedang, sensorium kompos mentis, BB 43 kg, TB 156 cm, sedikit anemis, RR : 20x/menit, Nadi 72x/menit, pada auskultasi tidak didapati ronchi Status Lokalis : pada colli sinistra teraba 2 buah nodul ukuran 4x3 cm dan 2x1 cm batas tegas, dan colli dextra 1 buah nodul ukuran 2x1 cm. Hasil laboratorium : Hb: 11,2 g% , Leukosit : 10.800/ mm3, LED : 43 mm/jam, Diff.count : 0/1/4/46/44/5 3 Oleh dokter bedah dilakukan biopsi pada kelenjar limfe
5

KONSEN VVV

TSH

leher kiri dan spesimen dikirim ke Lab Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi. 4. Hasil pemeriksaan histopatologi : Tampak kelenjar getah bening berkapsul jaringan ikat tipis, bagian korteks tampak folikel limfoid hiperplasia, berbagai ukuran, dengan germinal center aktif. Tampak bagian kelenjar getah bening yang mengalami nekrosis perkijuan dikelilingi oleh sel-sel limfosit, makrofag, epitelioid, 1-2 sel datia langhans dapat dijumpai. Tidak dijumpai tanda-tanda ganas TSH V

Analisis Masalah Nn. Fanny, 22 tahun, dengan keluhan utama terdapat benjolan di leher kiri dan kanan sejak 6 yang lalu. Benjolan makin lama makin besar, tidak disertai nyeri. Benjolan mula mula terjadi di leher kiri, 1 bulan terakhir teraba juga di leher kanan. Etiologi dari benjolan pada leher? Beberapa penyebab yang mungkin untuk suatu temuan berupa benjolan pada leher : Limfadenitis Limfoma Karsinoma tiroid Karsinoma laring Karsinoma nasofaring Pembesaran kelenjar saliva submandibularis akibat infeksi atau kanker

Mekanisme terjadinya benjolan pada kasus ? Penderita TB batuk droplet terhirup masuk lewat hidung saluran nafas paru-paru alveoli bertemu makrofag alveoli fagositosis

Intrapulmonary: Jika makrofag menang kuman mati Jika makrofag kalah kuman bermultiplikasi menyebar ke seluruh paru TBC primer Paparan terhadap bakteri akan mengaktifkan germinal center. Tujuannya untuk meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel limfosit guna meningkatkan pertahanan tubuh terhadap patogen. Akibatnya, ukuran germinal center dan lymphoid folikel membesar (mengalami hiperplasia). Membesarnya lymphoid folikel akan mengakibatkan ukuran kelenjar getah bening ikut membesar (teraba sebagai benjolan). Keadaan ini dikenal sebagai folikuler limfoid reaktif hiperplasia. Mekanisme lain : Bakteri tuberkulosis, terutama yang berhasil berproliferasi dalam makrofag, masuk ke cairan limfe (menyebar secara limfogenik) dan terbawa ke kelenjar getah bening terdekat. Pada kelenjar getah bening, kuman akan mengakibatkan peradangan (limfadenitis kronik spesifik). Limfadenitis mengakibatkan benjolan pada KGB

Mengapa benjolan tidak terasa nyeri ? Karena benjolan tersebut merupakan akibat infeksi yang sifatnya kronik , bukan akut. Dalam buku patologi Robbins and Kumar juga disebutkan bahwa benjolan akibat peradangan kronik tidak menyebabkan rasa nyeri.

Ciri radang akut : Dolor (nyeri), Kalor (panas), Rubor (kemerahan), Tumor (bengkak), Functio laesa (fungsi menurun atau hilang).

Pemeriksaan Fisik : Keadaan Umum : tampak sakit sedang, sensorium kompos mentis, BB 43 kg, TB 156 cm, sedikit
7

anemis, RR : 20x/menit, Nadi 72x/menit, pada auskultasi tidak didapati ronchi Status Lokalis : pada colli sinistra teraba 2 buah nodul ukuran 4x3 cm dan 2x1 cm batas tegas, dan colli dextra 1 buah nodul ukuran 2x1 cm. Hasil laboratorium Hb: 11,2 g% , Leukosit : 10.800/ mm3, LED : 0/1/4/46/44/5 Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan keadaan umum dan mekanisme terjadinya keadaan yang abnormal (pada kasus)? Tampak sakit sedang : Abnormal. Hal ini menandakan bahwa penyakit yang dialami Nn. Fanny sudah cukup parah. Sensorium kompos mentis : normal 43 mm/jam, Diff.count :

BB : 43 kg, Tinggi : 156 cm IMT = 17,669 kurus (normal IMT : 18,5 - 25). Nn. Fanny memiliki badan yang kurus karena pada pasien dengan infeksi kronis biasanya akan mengalami anoreksia. Hal ini disebabkan keberadaan mediator sistemik yang diproduksi oleh T lymphocytes, monocytes, dan macrophages yang teraktivasi. Mediator sistemik tersebut misalnya tumor necrosis factor-alpha /TNF (reaksi inflamasi), interleukin 1 (membantu regulasi sistem imun dan inflamasi) dan interleukin 6 (B-cell stimulatory factor-2 /BSF-2) dapat mempengaruhi nafsu makan secara negatif. Sitokinsitokin ini bekerja dengan menambah jumlah serotonin (5-hidroksitriptofan atau 5-HT) di hipotalamus. Kadar serotonin yang meninggi ini pada gilirannya akan merangsang sistem melanocortin dan bersama sama menyebabkan anoreksia. Hal ini membuat input nutrisi dan kalori berkurang. Selain itu, dalam keadaan infeksi, tubuh akan membutuhkan lebih banyak

protein (berguna bagi sistem imun) sehingga turn over rate protein tubuh akan meningkat. Hal ini membuat tubuh lebih banyak memecah protein (terutama dari otot) untuk mencukupi kebutuhan asam amino. Tubuh juga membutuhkan lebih banyak energi (output energi meningkat) dalam keadaan terinfeksi. Kurangnya asupan nutrisi akibat tidak nafsu makan, peningkatan katabolisme protein dan peningkatan kebutuhan energi tubuh akan membuat tubuh kita mengalami penurunan berat badan. Nadi 72x/menit normal (normal : 60-100x) RR : 20x/menit normal (normal 16-14x/menit)

Tidak didapati ronchi normal (ronchi kering menandakan penyempitan lumen saluran napas dan asthma; ronchi basah terdapat pada fibrosis paru, edema paru, emfisema dan adanya infiltrat paru)

Bagaimana cara pemeriksaan fisik pada KGB ? KGB yang dapat dipalpasi dan sering digunakan dalam pemeriksaan biasanya terletak pada regio kepala dan leher (preauriculer, posterior cervical, anterior cervical, submandibular, dan supraclavicula), aksila (ketiak) dan lipat paha. Pemeriksaan fisik pada KGB biasanya dilakukan dengan observasi dan palpasi. Pertama, KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan, apakah tambah membesar atau tidak,apakah tampak kemerahan atau tidak. Selanjutnya, dilakukan palpasi dan harus diukur besarnya KGB, ada tidaknya nyeri tekan, rasa hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal. Ukuran : normal bila diameter 0,5cm dan pada lipat paha < 1,5cm Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
9

karet mengarahkan kepada limfoma; sedang keras mengarahkan kepada proses infeksi menahun seperti tuberkulosis; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan. Bagaimana interpretasi pemeriksaan status lokalis dan kaitan dengan kasus ? Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan/nodul entah itu kelenjar tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang. Batas tegas nodul menandakan bahwa nodul tersebut bukan tumor ganas yang bersifat invasive dimana pada tumor ganas, lesi yang terbentuk tidak berbatas tegas. Beberapa penyebab yang mungkin untuk suatu temuan berupa benjolan pada leher : Limfadenitis Karsinoma tiroid Karsinoma laring Karsinoma nasofaring Pada kasus ini, benjolan adalah akibat limfadenitis kronik spesifik. Differential diagnose untuk limfadenitis pada regio colli: Mononucleosis Upper respiratory viral/bacterial infection Mycobacterial infection Toxoplasma Cytomegalovirus Dental disease Rubella Squamous cell carcinoma (pada regio kepala dan leher) Limfoma Leukimia

Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium dan kaitannya dengan kasus? Hb: 11,2 g% anemia ringan. (normal :12-15 g/dl, :13-18 g/dl) Anemia ini dapat terjadi karena beberapa mekanisme berikut ini : Penekanan (supresi) eritropoiesis pada sum sum tulang melalui mediator inflamasi. Defisiensi nutrisi (terutama bila yang mengalami defisiensi adalah zat besi, asam folat dan vitamin B12). Defisiensi asam folat dapat terjadi karena berkurangnya nafsu makan pada pasien dengan infeksi kronis sehingga asupan nutrisi tidak baik atau akibat peningkatan pemakaian folat sebagai akibat aktivitas bakteri tuberkulosis. Defisiensi vitamin B12 lebih jarang terjadi dan dapat ditemui pada penderita TB dengan tuberkulosis ileum dimana terjadi gangguan penyerapan vitamin B12. Defisiensi asam folat dan vitamin B12 mengakibatkan anemia makrocyter dimana ukuran sel darah merah menjadi lebih besar akibat pematangan yang tidak sempurna.

Mekanisme pertahanan tubuh dimana zat besi akan diretensi di sistem RES karena zat besi merupakan salah satu faktor pertumbuhan yang penting bagi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Hal terjadi karena adanya pengikatan zat besi oleh laktoferin yang dihasilkan granulosit akibat inflamasi, kemudian terjadi sekuestrasi zat besi di limpa. Sitokin yang memediasi sistem imun atau respons inflamasi, seperti tumor necrosis factor, interleukin 1 and interferon dapat mengakibatkan pemendekan masa hidup RBC dan insensitivitas tubuh terhadap eritropoietin sehingga RBC cepat hancur dan produksinya berkurang. Ini mengakibatkan jumlah RBC dalam darah berkurang. Leukosit : 10.800/ mm3 leukositosis (normal 5000-10000/mm3) Peningkatan jumlah sel darah putih ini menandakan ada proses infeksi di dalam tubuh.

11

LED : 43 mm/jam LED meningkat (normal :0-20 mm/jam, :0-10 mm/jam) LED dapat meningkat karena : Jumlah eritrosit kurang dari normal sehingga proporsi plasma dan fibrinnogen di dalam darah meningkat Ukuran eritrosit yang lebih besar dari ukuran normal, sehingga lebih mudah/cepat membentuk rouleaux LED . Peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih) biasanya terjadi pada proses infeksi akut maupun kronis Diff.count : 0/1/4/46/44/5 Neutropenia dan limfositosis, normalnya :
(Basofil: 0-1 %, Eosinofil: 1 3 %, Neutrofil batang: 2 6 %, Neutrofil

segmen

: 50 70 %, Limfosit: 20 40 %, Monosit: 2 8 %)

DC : Shift to the right menandakan infeksi kronis Netropenia biasanya merupakan bagian dari anemi dan disebabkan karena fibrosis atau supresi sumsum tulang atau sekuestrasi neutrofi di sistem RES. Defisiensi folat dan vitamin B12 juga dapat menyebabkan netropenia. Dalam keadaan infeksi, tubuh membutuhkan neutrofil untuk menghancurkan penyebab infeksi (terutama bakteri). Neutrofil akan ditarik dari darah dan dikirim ke tempat terjadinya infeksi lalu neutrofil meng-fagositosis bakteri, kemudian mendestruksi bakteri sebelum akhirnya mati. Penarikan neutrofil dari darah ini juga dapat menyebabkan menurunnya kadar neutrofil di dalam darah. Limfositosis merupakan salah satu ciri khas terjadinya infeksi. Pada kasus infeksi, tubuh membutuhkan antibodi yang lebih banyak untuk mengatasi penyebab infeksi. Antibodi dihasilkan oleh sel plasma, yaitu sel limfosit B yang telah teraktivasi. Selain itu, tubuh juga membutuhkan sel limfosit T sebagai mediator imunitas terhadap infeksi tuberkulosis. Akibatnya, tubuh kita akan membuat lebih banyak limfosit sehingga terjadilah limfositosis. Oleh dokter bedah dilakukan biopsi pada kelenjar limfe leher kiri dan spesimen dikirim ke Lab Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan

histopatologi. Bagaimana cara melakukan biopsi pada kelenjar limfe ? Cara melakukan biopsi Pasien dibaringkan di atas meja periksa dengan memakai gaun rumah sakit. X-ray, CT scan atau ultrasonografi mungkin akan dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan lokasi biopsi. Lokasi biopsi dibersihkan. Obat bius dimasukkan ke dalam tubuh. Anda akan merasakan sakit menyengat ringan. Saat area biopsi sudah terbius, jarum kecil akan dimasukkan ke area yang akan diteliti. Sebagian jaringan-jaringan atau sel-sel diambil. Dalam beberapa kasus, pembedahan kecil dapat dilakukan agar jaringan atau benjolan dapat diambil untuk diperiksa. Beritahu dokter anda jika Anda merasa tidak nyaman. Setelah itu jarum akan diangkat. Daerah biopsi akan ditekan lalu akan dipasang kassa kecil. Jika dilakukan pembedahan , maka akan dilakukan penjahitan. Bagaimana menegakkan diagnosis TBC dari segi histopatologi? Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi, yaitu : Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH)/ fine needle aspiration biopsy (FNAB) kelenjar getah bening (KGB) Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman) Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal biopsy/TTB, biopsi paru terbuka). Pemeriksaan patologi anatomik dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik nekrosis perkijuan atau nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya adalah ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia Langhans). Diagnostik histopatologik
13

dapat ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel epiteloid, limfosit, dan sel datia Langhans. Gambaran nekrosis kaseosa :

Gambaran sel Langhans :

Hasil pemeriksaan histopatologi : Tampak kelenjar getah bening berkapsul jaringan ikat tipis, bagian korteks tampak folikel limfoid hiperplasia, berbagai ukuran, dengan germinal center aktif. Tampak bagian kelenjar getah bening yang mengalami nekrosis perkijuan dikelilingi oleh sel-sel limfosit, makrofag, epitelioid, 1-2 sel datia langhans dapat dijumpai. Tidak dijumpai tanda-tanda ganas

Bagaimana struktur KGB normal dan abnormal? (makroskopis & mikrokospis beserta gambar ) Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Nodus limfa/kelenjar getah bening memiliki bentuk seperti kacang dan cenderung terkumpul dalam cluster berbentuk seperti anggur. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah submandibular (bagian bawah rahang bawah), ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat dengan diameter <0,5cm atau <1,5cm pada lipat paha.

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus perifer yang dilapisi oleh sel endotel.

15

Limfoid dengan germinal center

Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula, parakorteks, ketiganya berlokasinya antara kapsul jaringan ikat dan hilus. Korteks dan medula merupakan daerah yang mengandung sel limfosit B, sedangkan daerah parakorteks mengandung sel limfosit T. Dalam korteks, banyak terdapat nodul limfatik (folikel), terutama pada masa postnatal, dan biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel B didalam germinal centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak inti menonjol dan dikenal sebagai sel retikulum. Sel retikulum dapat dibagi menjadi sel noncleaved besar dan kecil. Noncleaved besar berperan pada limphopoiesis dan dapat berubah menjadi immunoblas diluar germinal center atau berkembang didalam germinal center menjadi sel plasma. Pada keadaan limfoid folikuler hiperplasia, limfoid mengalami hiperplasia sehingga ukurannya membesar namun ukurannya bervariasi dan jumlahnya meningkat. Germinal center mengandung limfosit dengan ukuran bervariasi, sel plasma, dan makrofag, serta beberapa sel dendritik.

Bagaimana mekanisme dari folikel limfoid hiperplasia ? Jaringan getah bening dari tubuh (juga dikenal sebagai sistem retikuloendotelial) adalah salah satu lini pertahanan tubuh terhadap invasi dari luar. Darah melewati jaringan ini, di mana darah akan diawasi oleh sel-sel khusus yang hidup di jaringan getah bening. Adanya stimulasi antigen membuat sel sel, terutama didalam germinal center, menjadi aktif untuk berproliferasi dan berdiferensiasi. Akibatnya, terbentuk lebih banyak sel sel muda yang berukuran besar pada germinal center. Hal ini membuat limfoid folikel membesar dan menjadi lebih banyak. Membesarnya limfoid folikel inilah yang dikenal sebagai folikuler limfoid hiperplasia. Folikuler limfoid hiperplasia biasanya disebabkan oleh viral, bacterial atau infeksi spesifik lainya dan terkadang berkaitan dengan immunological disorder.

Bagaimana mekanisme terjadinya nekrosis perkijuan? Setelah lebih dari 3 minggu sejak pajanan, terbentuk imunitas seluler terhadap antigen Mycobacterium tuberculosis yang telah diproses pada kelenjar getah bening regional. Imunitas seluler ini disajikan dalam bentuk Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II, yaitu suatu molekul yang terletak di permukaan sel leukosit (dalam kasus ini makrofag). MHC kelas 2 ini
17

kemudian akan dipresentasikan ke sel TH0 CD4+. Dengan bantuan IL 12, sel TH0 CD4+ mengalami pematangan menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 yang mampu mengeluarkan gammainterferon (IFN-). Sel ini juga mengakibatkan timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin yang menandakan hipersensitivitas tubuh terhadap antigen bakteri penyebab TB. IFN- berperan penting dalam mengaktivasi makrofag, yang kemudian akan mengeluarkan mediator penting berupa Tumor Necrosis Factor (TNF). TNF akan merekrut monosit yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi histiosit epiteloid yang kemudian membentuk respons granulomatosa sebagai usaha melokalisasi infeksi. Akibatnya terbentuklah radang granulomatosa (termasuk reaksi hipersensitivitas tipe lambat) dengan necrosis caseosa di bagian sentralnya.

Bagaimana terbentuknya giant cell Langhans? Langhans giant cell (juga dikenal sebagai sel Datia Langhans) adalah sel besar ditemukan dalam kondisi granulomatosa, misalnya radang kronik spesifik TBC. Sel datia Langhans dibentuk oleh fusi sel epithelioid (makrofag), dan mengandung inti yang tersusun dalam pola berbentuk tapal kuda di perifer sel. Penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara CD40 dan CD40L serta IFN-gamma sangat penting untuk pembentukan giant cell Langhans. Proses ini dibantu oleh suatu molekul yang berperan penting dalam fusi sel monosit yaitu DC-STAMP (dendritic cell-specific transmembrane protein). Bila ekspresi DC-STAMP meningkat, maka jumlah Giant Cell Langhans yang dibentuk akan meningkat pula.

19

Learning Issue TBC Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Bakteri batang aerobik dan tahan asam ini, merupakan organisme patogen maupun saprofit. Jalan masuk untuk organisme MTB adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.

Etiologi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 m dan panjang 1 4 m. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan

mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol. Bakteri dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin ( dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es ) dimana bakteri dalam keadaan dormant. Bakteri dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Bakteri hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis bakteri. Sifat lain bakteri ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa bakteri lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis

Cara penularan Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar ribuan droplet/percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh bakteri. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya bakteri yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan bakteri TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
21

Risiko penularan Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

Risiko menjadi sakit TB Hanya sekitar 10-20% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10-20% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan: o 50% meninggal o 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi o 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

Patogenesis dan Perjalanan Penyakit Ketika M. tuberculosis mencapai paru-paru, bakteri tersebut di makan oleh makrofag di dalam alveolus dan sebagian dari bakteri akan mati atau tetap hidup dan bermultiplikasi. Waktu yang diperlukan sejak masuknya bakteri TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4 8 minggu. Pada masa inkubasi tersebut, bakteri tumbuh hingga mencapai jumlah 103 104 kali lipat jumlah awal, jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas seluler.

Tuberculosis Primer Bakteri TB dalam makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan bakteri TB membentuk koloni di tempat tersebut. Koloni bakteri di jaringan paru ini disebut fokus primer Ghon. Pada stadium ini belum ada gejala klinis yang muncul. Kemudian bakteri TB menyebar melalui saluran kelenjar getah bening terdekat menuju ke kelenjar getah bening regional secara limfogen. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya limfangitis dan limfadenitis. Sehingga terbentuklah kompleks primer yang terdiri dari fokus primer Ghon, limfangitis, dan limfadenitis. Pada saat terbentuk kompleks primer ini ditandai oleh hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, sehingga timbul respon positif terhadap uji tuberkulin. Di daerah ini reaksi jaringan parenkim paru dan kelenjar getah bening sekitar akan menjadi semakin hebat dalam waktu kira-kira 2 12 minggu, selama bakteribakteri tersebut tumbuh semakin banyak dan hipersensitivitas jaringan terbentuk. Setelah kekebalan tubuh terbentuk, fokus primer akan sembuh dalam bentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar getah bening regional juga mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tapi tidak akan sembuh sempurna. Bakteri TB dapat hidup dan menetap selama bertahuntahun dalam kelenjar ini. Pada anak 70% lesi dalam paru terdapat di subpleura, walaupun juga bisa terdapat
23

di seluruh lapang kedua paru. Pembesaran kelenjar getah bening regional lebih banyak terjadi pada anak dibanding orang dewasa. Dan pada anak, biasanya penyembuhan lebih banyak ke arah kalsifikasi, sedangkan pada orang dewasa ke arah fibrosis. Proses infeksi TB tidak lansung memberikan gejala. Uji tuberculin biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan bakteri TB. Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlansung singkat sehingga jarang terdeteksi. TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini.

Tuberculosis Pasca-primer/tuberculosis sekunder Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer/sekunder, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Tuberculosis sekunder ini dapat terjadi karena re-aktivasi dari basil tuberculosis di dalam macrofag maupun sebagai akibat re-infeksi basil tuberculosis. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Bentuk tuberculosis sekunder dapat berupa TBC milier maupun TBC terlokalisir, baik itu intrapulmonal maupun ekstrapulmonal.

Tuberculosis Milier Tuberkulosis Milier terjadi bila fokus di paru pecah dan masuk ke dalam arteri atau vena sehingga terjadi bakterimia. Penyebaran hematogen kuman TB dapat berupa ; Occult hematogenic spread (penyebaran hematogenik tersamar).

Acute generalized hematogenic spread (penyebaran hematogenik generalisata akut). Protracted hematogenik spread (penyebaran hematogenik berulang-ulang). Tuberkulosis milier merupakan hasil dari penyebaran hematogenik generalisata akut dengan jumlah kuman yang besar. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padipadian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomi lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm yang tersebar merata (difus) pada paru. TB milier lebih sering terjadi pada anak kecil karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembangbiak dan menyebar ke seluruh tubuh. Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu kuman M. tuberkulosis (jumlah dan virulensi), status imnologis penderita (nonspesifik dan spesifik) dan faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius serta sosio ekonomi). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan dan sifatnya tidak spesifik. Gejala bisa berupa : febris, letargi, keringat malam, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. Febris yang bersifat turun naik sampai 40 C dan berlangsung lama adalah gejala yang paling sering dijumpai.

Tuberculosis Terlokalisir Intrapulmonal Tuberkulosis paru sekunder dimulai dengan fokus tb, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
25

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat 2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini : Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang

pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut

tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed

cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped). Kavitas paru ini dapat menjadi sumber hemoptisis mayor.

Ekstrapulmonal Pleuritis Pleuritis TB dapat juga terjadi sebagai akibat penyebaran basil TB secara langsung dari lesi kavitas paru, dari aliran darah maupun dari sistem limfatik pada TB post primer (reaktivasi). Pleuritis ini biasanya disertai efusi yang sifatnya eksudatif dengan konsentrasi protein >3g/dl Diantara sel sel pada cairan pleura, dapat ditemui sel limfosit pada kasus pleuritis TB. Biopsi pada plura dapat mengungkap adanya granuloma pada pleura parietal dan dapat menguatkan diagnosis.

Peritonitis dan pericarditis Peritoneum dan perikardiumm dapat menjadi tempat tuberkulosis. Tuberkulosis perikardium biasanya terjadi akibat drainase dari sistem limfe yang terinfeksi. Gejalanya bisa berupa nyeri pericardial dan bising gesek pada auskultasi jantung. Tuberkulosis peritoneum lebih sering disebabkan oleh penyebaran secara hematogen pada peritoneum.

Limfadenitis Skrofula merupakan limfadenitis tuberkulosis kronik pada kelenjar limfe leher. Beberapa kelenjar yang paling sering terkena adalah pada segitiga anterior leher di submandibula. Pembesaran KGB biasanya kenyal dan tidak nyeri tekan. Diagnosis dapat ditegakkan melalui biopsi dan pemeriksaan histopatologik. Berdasarkan penelitian oleh Geldmacher (2002) didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu: 63,3% pada kelenjar limfe servikalis, 26,7% kelenjar mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar aksila, dan didapatkan pula pada 35% pasien pembengkakan terjadi pada lebih dari satu tempat.

Tuberkulosis tulang Biasanya mengenai tulang vertebra dan dikenal sebagai penyakit Pott. Penyebaran ke vertebra biasanya seara hematogen maupun sebagai akibat drainase limfe rongga pleura ke kelenjar limfe paravertebra. Akibat TB tulang adalah terbentuknya deformitas tulang sehingga terjadi kelainan bentuk tubuh (biasanya kifosis). Selain vertebra, sendi panggul dan lutut juga sering mengalami infeksi TB.

Tuberkulosis genitourinarius

27

Frekuensi penyebaran TB ke ginjal amat sering. Kuman berhenti dan bersarang pada korteks ginjal, yaitu bagian yang tekanan oksigennya relatif tinggi. Kuman ini dapat langsung menyebabkan penyakit atau tidur selama bertahun-tahun. Patologi di ginjal sama dengan patologi di tempat lain, yaitu inflamasi, pembentukan jaringan granulasi, dan nekrosis pengejuan. Kemudian basil dapat turun dan menyebabkan infeksi di ureter, kandung kemih, prostat, vesikula seminalis, vas deferens, dan epididimis.

Tuberkulosis meningeal Penyebaran ke otak dan meningen juga melalui penyebaran hematogen setelah kompleks primer. Meningitis TB muncul dalam bentuk demam dan tingkat kesadaran yang memburuk secara perlahan, yang dapat dengan cepat berakibat fatal jika tidak ditangani segera. Proses ini terjadi dalam berminggu-minggu hingga bertahun tahun setelah infeksi, dan tampilan TB sistem saraf pusat (SSP) bisa akut ataupun subakut. Penyakit dapat bermanifestasi klinis sebagai meningitis bakterial. gejala-gejala akut dapat meliputi sakit kepala, demam, atau perubahan status mental. Gejala-gejala lain dapat berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan; meliputi demam, penurunan berat badan, anoreksia, keringat malam, malaise, dan kelumpuhan saraf kranialis.

Gejala Penyakit Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum : Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul Penurunan nafsu makan dan berat badan Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus : Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

G. Pemeriksaan Bakteriologik a. Bahan pemeriksasan Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan bakteri tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

29

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): - Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) - Pagi ( keesokan harinya ) - Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Pelaporan hasil : Tidak ditemukan BTA dalam 100 lp, disebut negatif Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lp, ditulis jumlah bakteri yang ditemukan Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lp, disebut + atau (1+) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lp, disebut ++ atau (2+) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lp, disebut +++ atau (3+) Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus. Berbagai media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, Ogawa, Lowenstein-Jansen, dan Bactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering, diikuti oleh M.bovis.

Uji tuberkulin Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk

menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, dengan menyuntikkan PPD (Purified Protein Derivate) 5 IU sebanyak 0,1 cc secara intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi. Interpretasi hasil test Mantoux 1 Indurasi 05mm . : uji mantoux negatif.

Arti klinis : tidak ada infeksi M. tuberculosis.

2 Indurasi 59mm .

: uji

mantoux

meragukan.

Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan M. atipik atau setelah vaksinasi BCG.

3 Indurasi 10mm .

uji

mantoux

positif.

Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi M. tuberculosis.

Uji tuberculin positif dapat dijumpai pada 3 keadaan sebagai berikut : Infeksi TB alamiah Infeksi TB tanpa sakit Infeksi TB dan sakit TB Pasca terapi TB Imunisasi BCG ( infeksi TB buatan ) Infeksi mikrobakterium atipik / M. leprae.

31

Uji tuberculin negatif pada 3 kemungkinan keadaan berikut : Tidak ada infeksi TB Dalam masa inkubasi infeksi TB Anergi

Anergi adalah keadaan penekanan system imun oleh berbagai keadaan sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberculin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan anergi adalah gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatika, penyakit campak, pertusis, varisela, influenza ( bukan batuk-pilek-panas biasa, yang biasanya disebabkan oleh rhinovirus ), TB yang berat, serta pemberian vaksinasi dengan vaksin virus hidup.

Pemeriksaan Sitologi Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99%. CT scan dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal. Pada pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa. Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan apabila gambaran konvensional seperti sel epiteloid atau Langhans giant cell tidak ditemukan pada aspirat. Pada penelitian, diperoleh bahwa gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik dapat digunakan sebagai tambahan karakteristik tuberkulosis selain gambaran epiteloid dan Langhans giant cell. Didapati bahwa aspirat dengan gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik, dapat memberikan hasil positif tuberkulosis apabila dikultur.

Pemeriksaan Radiologis Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsisten. dengan TB paru pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus . USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau multipel hipoekhoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal. Pemeriksaan dengan USG juga dapat dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik, lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi TB biasanya ditandai dengan fusion tendency, peripheral halo, dan internal echoes. Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi sentral, adanya cincin irregular pada contrast enhancement serta nodularitas didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi, adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan pada limfadenitis TBC. Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret, konglumerasi, dan konfluens. Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral, dan hal ini bersama-sama dengan edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar metastatik (Bayazit, 2004).

Terapi Isoniazid (INH) INH adalah obat antituberkulosis yang sangat efektif saat ini, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap bakteri dalam keadaan metabolik aktif yaitu bakteri yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap bakteri . Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel bakteri. INH cukup murah dan sangat efektif untuk mencegah multiplikasi basil tuberkulosis. Terdapat dalam sediaan oral dan intramuskuler (i.m). Dalam sediaan oral, kadar obat dalam plasma, sputum dan
33

cairan seresrospinal dapat dicapai dalam beberapa jam saja dan bertahan minimal 6 8 jam. INH diberikan secara oral, dosis harian yang biasa diberikan (5 15 mg/kgbb/hari), maksimal 300 mg/hari, diberikan satu kali pemberian. Efek toksik: Neuritis perifer, ini terjadi karena inhibisi kompetitif pada piridoksin. Pada orangorang malnutrisi dan orang-orang dengan diit tidak adekuat perlu diberikan supplemen piridoksin. Dosis supplemen piridoksin adalah 25 50 mg/hari atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg INH. Hepatotoksik, jarang terjadi pada anak-anak. Sebaiknya kita memantau kadar transaminase dari hepar (SGOT & SGPT). Intoleransi traktus digestivus; ini akan menimbulkan rasa mual dan ingin muntah.

Rifampisin Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ektrasel, dapat memasuki semua jaringan, dapat membunuh bakteri semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Obat ini diserap tubuh saat lambung kosong. Ekskresi yang utama lewat traktus biliaris. Pada kebanyakan pasien yang memakai rifampisin, air mata, ludah, urin, faeces akan menjadi berwarna merah. Ini disebabkan oleh metabolit dari rifampisin. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10 20 mg/kgbb/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan dosis pemberian satu kali perhari. Efek toksik: Hepatitis Leukopenia Trombositopenia

Perlu diingat bahwa ketiga efek toksik rifampisin di atas sangat jarang terjadi. Jika

menghendaki memberikan Rifampisin bersama dengan INH, maka salah satu dosis dari obat diatas harus dikurangi menjadi dosis agar tidak mengganggu fungsi hepar (hepatotoksik).

Pirazinamid Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh termasuk SSP, LCS, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam, diresorbsi baik pada saluran pencernaan. Obat ini juga resisten terhadap bakteri Mycobacterioum bovis. Obat ini juga dapat mencapai cairan serebrospinal. Efek dari pirazinamid sudah dapat dilihat pada awal bulan ke 2 menjalani terapi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemakaian dosis tinggi tetapi jarang pada dosis normal. Pirazinamid juga dapat mengakibatkan meningkatnya asam urat serum. Pemberian secara oral denga dosis 15 30 mg/kgbb/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari.

Efek toksik: Flushing Hipersensitivitas pada kulit Athralgia Gout Iritasi saluran cerna

Etambutol Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Peran utama dari obat ini adalah untuk mencegah resistensi obat lain. Dengan dosis 15 20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1,25 gram/hari. Sifat etambutol adalah bakteriostatik dan bakterisidal. Toksisitas utama adalah neuritis optika
35

berupa kebutaan terhadap warna merah-hijau ( red-green color blindness). Efek ini cukup sering dijumpai pada orang dewasa. Insidensi dari toksisitas optalmologika cukup rendah. Oleh karena pemeriksaan lapang pandang dan warna pada anakanak cukup sulit dilakukan maka etambutol tidak direkomendasikan untuk terapi rutin pada anak-anak.

Streptomisin Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik bakteri ekstraselular pada keadaan basa atau netral, jadi efektif membunuh bakteri intraseluler. Streptomisin dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 15 40 mg/kgBB/hari, maksimal dosis 1 gram/hari. Obat ini dapat melewati selaput otak yang meradang, berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, diekskresi melalui ginjal. Toksisitas utama dari streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran berupa tinismus dan pusing.

Dosis Obat Antituberkulosis (OAT)

Obat

Dosis harian (mg/kgbb/hari)

Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari) 15-40 (maks. 900 mg)

Dosis 3x/minggu (mg/kgbb/hari) 15-40 (maks. 900 mg)

INH

5-15 (maks 300 mg)

Rifampisin Pirazinamid Etambutol Streptomisin

10-20 (maks. 600 mg) 15-40 (maks. 2 g) 15-25 (maks. 2,5 g) 15-40 (maks. 1 g)

10-20 (maks. 600 mg) 50-70 (maks. 4 g) 50 (maks. 2,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

15-20 (maks. 600 mg) 15-30 (maks. 3 g) 15-25 (maks. 2,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH tidak melebihi 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal dua macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6 12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam dua fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian panduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh bakteri intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh bakteri juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.

Pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari. Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang
37

didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat. Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan bakteri yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan.

Respons Immunologi terhadap TBC Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh akan difagosit oleh makrofag (terutama pada alveolus mengingat port dentree Mycobacterium tuberculosis adalah hidung dan saluran pernapasan). Masuknya Mycobacterium tuberculosis ini diperantarai oleh reseptor manosa makrofag dan selubung glikolipid-manosa pada Mycobacterium tuberculosis lalu bakteri ini akan masuk dan memanipulasi endosom makrofag.

Setelah strain virulen Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam endosom makrofag, terjadi manipulasi berupa penghentian pematangan makrofag dan penghentian pembentukan fagolisosom yang efektif untuk membunuh Mycobacterium tuberculosis. Akibatnya, bakteri ini bebas berproliferasi di dalam makrofag dan dapat menyebar ke berbagai organ lain Setelah lebih dari 3 minggu sejak pajanan, terbentuk imunitas seluler terhadap antigen Mycobacterium tuberculosis yang telah diproses pada kelenjar getah bening regional. Imunitas seluler ini disajikan dalam bentuk Major Histocompatibility Complex
39

(MHC) kelas II, yaitu suatu molekul yang terletak di permukaan sel leukosit (dalam kasus ini makrofag). MHC kelas 2 ini kemudian akan dipresentasikan ke sel TH0 CD4+. Dengan bantuan interleukin 12, sel TH0 CD4+ mengalami pematangan menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 yang mampu mengeluarkan gammainterferon (IFN-). Sel ini juga mengakibatkan timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin yang menandakan hipersensitivitas tubuh terhadap antigen bakteri penyebab TB. IFN- berperan penting dalam mengaktivasi makrofag, yang kemudian akan mengeluarkan mediator penting berupa Tumor Necrosis Factor (TNF). TNF akan merekrut monosit yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi histiosit epiteloid yang kemudian membentuk respons granulomatosa sebagai usaha melokalisasi infeksi. Akibatnya terbentuklah radang granulomatosa (termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV / lambat) dengan necrosis caseosa di bagian sentralnya. IFN- bersama dengan TNF akan mengaktifkan gen inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang menyebabkan peningkatan kadar nitrat oksida di tempat infeksi. Nitrat oksida adalah oksidator kuat dan dapat membentuk zat nitrogen reaktif dan radikal bebas yang mampu menimbulkan kerusakan oksidatif pada dinding sel Mycobacterium tubrculosis sampai DNA bakteri tersebut. Selain mengaktivasi makrofag, sel T CD4+ subtipe TH1 mampu merangsang pembentukan sel T sitotoksik CD8+ yang dapat membantu membunuh Mycobacterium tubrculosis Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa sel T (T-gamma delta) juga mampu berperan sebagai sel efektor sitotoksik yang dapat merusak makrofag yang telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Bila terjadi pajanan sekunder atau reaktivasi Mycobacterium tuberculosis,

Fagolisosom tdk efektif MTB difagosit makrofag leukositosis Produksi leukosit ? aktivasi Aktivasi GC pada KGB Pembentukan Limfositosis Limfoid CD8+ sel 2 minggu Proliferasi + diferensiasi limfosit pd GC 1 sel CD4+ Manipulasi endosom Mati T 0 Presentasi MHC kelas> 3 IL 12 Nn . Fanny, 22 th inhalasiMTBInfeksiHMTB imunitas seluler,CD4+ subtipe TAktivasi sel T sitotoksik Hiperplasia H Mediasi

Proliferasi MTB dalam makrofag

penjamu yang telah tersensitasi ini akan merespons dengan mobilisasi cepat sistem pertahan namun disertai dengan peningkatan pembentukan jaringan nekrosis.

Kerangka konsep

41

Produksi IFN-?
Re-aktivasi

Destruksi bakteri

BAB III PENUTUP

Aktivasi makrofag

Re-infeksi disertai penyebaran MTB ke berbagai organ

Sekresi TNF

Sekresi IL 1, IL 6

TB Milier

TBC terlokalisir

3.1 Kesimpulan

Rekrutment monosit

Nn. Fanny 22 tahun mengalami limfadenitis kronik spesifik karena Diferensiasi monosit menjadi histiosit epiteloid dan datia Langhans terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
Nafsu makan ?

Seratonin ?

Intrapulmoner

Ekstrapulmoner

TB Meningeal

TB tulang

Ke KGB

BB granulomatosa + nekrosis kaseosa ? Asupan nutrisi kurang TB pleuritis

Limfadenitis Kronik Spesifik Supresi sumsum tulang

Eritropoiesis ?

RBC ? anemia

et :

Proporsi plasma dan fibrinogen ?

MTB = Mycobacterium Tuberculosis


LED ?

DAFTAR PUSTAKA Dorland, W. A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta : EGC Katzung, Bertram G. 2007. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta : EGC. Lee SW, Kang YA, Yoon YS, Um SW, Lee SM, et al. The prevalence and evolution of anemia associated with tuberculosis. J Korean Med Sci. 2006;21:10281032 Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 85264. Robbins, Vinay Kumar dan Cotran, Ramzi S. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC
http://ilmubedah.info/onkologi-umum-20110208.html, Diakses tanggal 19 Desember

2012
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26585/4/Chapter%20II.pdf,

Diakses tanggal 19 Desember 2012


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003098.html, Diakses tanggal 19

Desember 2012
http://chealth.canoe.ca/channel_condition_info_details.asp? channel_id=12&relation_id=1619&disease_id=263&page_no=2, Diakses tanggal

19 Desember 2012 http://infosehat09hartonoprasetyo.wordpress.com/2011/12/09/laju-endap-darah-led-darahkental/, Diakses tanggal 19 Desember 2012 http://www.copewithcytokines.de/cope.cgi?key=Langhans%20cells, Diakses tanggal 19 Desember 2012

43

You might also like