Professional Documents
Culture Documents
sma adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat penyempitan saluran napas yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat hilang dengan sendirinya)
yang ditandai oleh episode obstruksi pernapasan di antara dua interval asimtomatik. Namun, ada kalanya sifat reversibel ini berubah menjadi kurung reversibel
Selain penggolongan asma ekstrinsik dan intrinsik, masih ada penamaan asma yang lain, yaitu: stimulusnya tidak selalu sama. Dalam keadaan serangan asma, sangat mudah untuk menegakkan diagnosisnya, tetapi ketika berada dalam episode bebas gejala, tidak mudah untuk menentukan seseorang menderita asma.
Etiologi
Walaupun prevalensi kejadian asma pada populasi tidak kecil, yaitu 3~5%, etiologi asma belum dapat ditetapkan dengan pasti. Tampaknya terdapat hubungan antara asma dengan alergi. Pada sebagian besar penderita asma, ditemukan riwayat alergi, selain itu serangan asmanya juga sering dipicu oleh pemajanan terhadap alergen. Pada pasien yang mempunyai komponen alergi, jika ditelusuri ternyata sering terdapat riwayat asma atau alergi pada keluarganya. Hal ini menimbulkan pendapat bahwa terdapat faktor genetik yang menyebabkan seseorang menderita asma. Faktor genetik yang diturunkan adalah kecenderungan memproduksi antibodi jenis IgE yang
berlebihan. Seseorang yang mempunyai predisposisi memproduksi IgE berlebihan disebut mempunyai sifat atopik, sedangkan keadaannya disebut atopi. Namun, ada penderita asma yang tidak atopik dan juga serangan asmanya tidak dipicu oleh pemajanan terhadap alergen. Pada penderita ini, jenis asmanya disebut idiosinkratik; biasanya serangan asmanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas.
Patofisiologi
Keadaan yang dapat menimbulkan serangan asma menstimulasi terjadinya bronkospasme melalui salah satu dari 3 mekanisme, yaitu: 1. Degranulasi sel mast dengan melibatkan imunoglobulin E (IgE) 2. Degranulasi sel mast tanpa melibatkan IgE. Degranulasi sel mast menyebabkan terlepasnya histamin, yaitu suatu slow-reocting substance of anaphylaxis, dan kinin yang menyebabkan bronkokonstriksi. 3. Stimulasi langsung otot bronkus tanpa melibatkan sel mast.
Patologi
Informasi patologik asma didapat dari hasil otopsi. Pada asma yang berat, ditemukan distensi paru yang berlebihan (overdistention) dan penutupan jalan napas karena lendir yang tebal dan liat yang menyumbat jalan napas. Pada kasus yang ringan dan sedang, dapat ditemukan: lesi epitel, permukaan epitel terlepas dari sel basal hipertrofi dan hiperplasia otot polos penebalan membran basal pembesaran kelenjar mukosa dan bertambah banyaknya sel goblet edema dan infiltrasi sel eosinofil di dalam dinding bronkus.
Gambaran Klinik
Asma bukan suatu penyakit spesifik tetapi merupakan sindrom yang dihasilkan mekanisme multipel yang akhirnya menghasilkan kompleks gejala klinis termasuk obstruksi jalan napas reversibel. Sebagai sindrom episodik, terdapat interval asimtomatik di antara kejadian serangan asma. Ciri-ciri yang sangat penting dari sindrom ini, seperti dispnea, suara mengi, obstruksi jalan napas reversibel terhadap bronkodilator, bronkus yang hiperresponsif terhadap berbagai stimulus baik yang spesifik maupun nonspesifik, dan peradangan saluran pernapasan. Semua ciri-ciri tadi tidak harus terdapat bersamaan. Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi, serta sesak napas. Gejala yang sering terlihat jelas adalah penggunaan otot napas tambahan, timbulnya pulsus paradoksus, timbulnya KussmauVs sign. Pasien akan mencari posisi yang enak, yaitu duduk tegak dengan tangan berpegangan pada sesuatu agar bahu tetap stabil, biasanya berpegangan
pada lengan kursi, dengan demikian otot napas tambahan dapat bekerja dengan lebih baik. Takikardia akan timbul di awal serangan, kemudian diikuti sianosis sentral. Gejala asma dapat dibedakan dengan gejala penyakit obstruksi jalan napas lainnya, seperti bronkitis kronik, emfisema, dan fibrosis kistik. Asma terjadi pada penderita muda yang bukan perokok; saat berada di antara eksaserbasi akut, nilai kapasitas residual fungsional adalah normal, daya tahan saat exercise dan parameter spirometrik pada penderita asma tidak banyak berubah dibandingkan penderita bronkitis kronik maupun penderita emfisema. Untuk menentukan apakah perlu perawatan di rumah sakit, digunakan indeks penilaian derajat serangan asma sebagai berikut. Detak jantung >12o/menit Takipneu dengan frekuensi>30/menit Pulsus parodoksus 18 mmHg PEF < 120L/menit
Jika keempat hal ini terdapat pada pasien, diperkirakan 95% akan terjadi relaps dan perlu perawatan di rumah sakit. Namun demikian, ternyata yang dapat digunakan sebagai petunjuk lebih tepat adalah keberhasilan pada terapi inisial. Foto rontgen hanya berguna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya pneumonia atau pneumotoraks, bukan untuk menilai derajat asma, walaupun hiperinflasi paru dapat menunjukkan kemungkinan adanya serangan asma akut.
Klasifikasi Asma
Ada 2 penggolongan besar asma bronkial, yaitu asma bronkial yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai riwayat pribadi atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik; dan asma bronkial pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan diatesis atopik. Atopi adalah suatu keadaan respon seseorang yang tinggi terhadap protein asing yang sering bermanifestasi berupa rinitis alergika, Urtikaria atau dermatitis. Asma yang berkaitan dengan atopi digolongkan sebagai asma ekstrinsik atau asma alergik, sedangkan yang tidak berkaitan dengan atopi digolongkan sebagai asma intrinsik atau asma idiosinkratik.
sepanjang hari selama tidak kurang dari tiga bulan dalam setahun dan telah berlangsung selama dua tahun berturut-turut. Batasan ini tidak mencakup sekresi mukus berlebihan yang disebabkan oleh kanker paru, tuberkulosis dan penyakit gagal jantung kongestif. Batasan yang digunakan adalah tiga bulan dalam setahun karena yang menyusun batasan ini adalah para ahli yang menangani pasien di daerah empat musim. Diagnosis bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis.
Patologi
Bronkitis adalah suatu penyakit yang mempunyai gambaran histologi berupa hipertrofi kelenjar mukosa bronkial dan peradangan peribronkial yang menyebabkan kerusakan lumen bronkus berupa metaplasia skuamosa, silia menjadi abnormal, hiperplasia otot polos saluran pernapasan, peradangan dan penebalan mukosa bronkus. Sel neutrofil banyak ditemukan pada lumen bronkus dan infiltrat neutrofil pada submukosa. Pada bronkiolus respiratorius terjadi peradangan, banyak ditemukan sel mononuklear, banyak sumbatan mukus, metaplasia sel goblet, dan hiperplasia otot polos. Seluruh kelainan ini akan menyebabkan obstruksi saluran pernapasan.
Manifestasi Klinis
Batuk terus-menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan batuk terbanyak terjadi pada pagi hari. Sebagian besar penderita bronkitis kronik tidak mengalami obstruksi aliran pernapasan, namun 10-15% perokok merupakan golongan yang mengalami penurunan aliran napas. Penderita batuk produktif kronik yang mempunyai aliran napas normal disebut penderita bronkitis kronik simpleks (simplex chronic bronchitis), sedangkan melupakan golongan yang mengalami penurunan aliran napas. Pendenta batuk produktif kronik yang mempunyai aliran napas normal disebut penderita bronkitis kronik simpleks (simplex chronic bronchitis), sedangkan yang disertai dengan penurunan aliran napas yang progresif disebut penderita bronkitis kronik obstruktif. Pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk bronkitis kronik yang ringan sampai sedang, tetapi pada penderita yang mengalami obstruksi napas, gejalanya telah tampak pada saat inspeksi, yaitu digunakannya otot pernapasan tambahan [accessory respiratory muscle).
lung dengan berkurangnya ekspansi dada saat inspirasi, perkusi hipersonor dan napas pendek.
BRONKIEKTASIS Batasan
Bronkiektasis adalah pelebaran bronkus yang disebabkan oleh kelemahan dinding bronkus yang sifatnya permanen. Diagnosis bronkiektasis ditegakkan dengan bantuan bronkografi, namun sekarang tindakan bronkografi tidak banyak dilakukan, dan digantikan oleh HRCT [High i'esolution computed tomography). Bronkiektasis sering pula dimasukkan ke dalam golongan penyakit infeksi saluran pernapasan dengan diagnosis bronkiektasis terinfeksi.
Patologi
Bronkiektasis biasanya mengenai bronkus segmental dan bronkus subsegmental, dapat terjadi pada satu lobus atau juga pada beberapa lobus, biasanya lobus posterior. Morfologi kerusakan dapat bersifat kistik atau sakular,
varikosa atau fusiform, dan juga silindrik (klasifikasi ini digunakan ketika upaya diagnosis untuk bronkiektasis masih menggunakan bronkografi, sekarang klasifikasi ini telah ditinggalkan).
Gambaran Klinik
Bronkiektasis kongenital sering asimtomatik dan baru terdeteksi saat dewasa ketika terjadi infeksi sekunder. Tanda-tanda fisik sering tidak ditemui, foto toraks konvensional tidak menggambarkan adanya kelainan walaupun kadang-kadang terdapat bayangan cincin yang berdinding tipis yang dapat terlihat jelas. Jumlah sputum yang dikhasilkan bervariasi, mulai dari sedikit sampai beberapa ratus milliliter per hari. Dapat dikatakan bahwa gejala bronkiektasis adalah pengeluaran dahak yang banyak yang berasal dari lobus paru yang letaknya bergantung. Pada infeksi sekunder kuman anaerobik, dahak tesebut berbau busuk. Dahak sering disertai darah atau bahkan sering terdapat hemoptisis masif sehingga dapat digolongkan sebagai keadaan gawat darurat. Hasil pemeriksaan fisik tergantung pada derajat kerusakan patologik. Pada bentuk ringan tanpa komplikasi, pemeriksaan fisik tidak akan menunjukkan gejala kelainan. Pada tingkat yang lebih berat, dapat terdengar rales dan ronkhi pada daerah yang terkena. Jari tabuh sering ditemukan patologik. Pada bentuk ringan tanpa komplikasi, pemeriksaan fisik tidak akan menunjukkan gejala kelainan. Pada tingkat yang lebih berat, dapat terdengar rales dan ronkhi pada daerah yang terkena. Jari tabuh sering ditemukan pada pasien bronkiektasis yang telah berlangsung lama. Jika terdapat infeksi, penyakit ini sering disertai demam.
Pemeriksaan Lain
Foto paru penderita bronkiekstasis menunjukkan gambaran bayangan yang disebut tram-line shadows atau honey comb appearance. Jika ada pasien yang mempunyai gejala klinis sesuai dengan bronkiektasis, namun foto parunya tidak menunjukkan kelainan yang mengarahkan kepada suatu bronkiektasis, harus dilakukan HRCT. Begitu juga bronkiektasis yang tampak pada satu atau dua lobus, pada HRCT sering tampak sebagai generalized bronchiectasis. Perlu juga dilakukan uji spirometri ataupun peak flow meter untuk mengetahui apakah terdapat obstruksi saluran pernapasan. Uji keringat dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat kistik fibrosis. Tes sakarin dilakukan untuk meneliti apakah ada masalah pada mukosiliar.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bertujuan untuk mengupayakan pengeluaran dan mengurangi sekresi dahak dengan cara drainase postural serta mencegah terjadinya infeksi. Upaya drainase dahak tergantung pada jumlah dahak yang diproduksi, namun
sebaiknya dilakukan paling tidak dua kali sehari, yaitu pada saat bangun tidur di pagi hari dan pada saat akan tidur malam. Sering kali diperlukan penggetaran dinding dada agar dahak mudah keluar, yaitu dengan cara memukul punggung. Infeksi pada bronkiektasis memerlukan pemberian antibiotika. Kortikosteroid perlu diberikan pada pasien yang disertai obstruksi saluran pernapason. Pada bronkiektasis yang parah, mungkin diperlukan pembedahan paru, yaitu berupa reseksi bagian yang rusak. Selain itu, juga dapat dilakukan transplantasi kedua buah paru pada pasien yang berumur di bawah 60 tahun yang mempunyai FEV1 kurang dari 30% dari predicted.
EMFISEMA Batasan Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara pada asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus terminalis distal. Ketika membicarakan enfisema, penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh karena itu, beberapa ahli menyamakan antara emfisema dan bronkitis kronik. Patogenesis Sesuai dengan morfologinya, terdapat tiga jenis emfisema, yaitu emfisema panlobular (panasinar), emfisema sentrilobular, dan emfisema paraseptal. Kerusakan alveoli disebabkan oleh adanya proteolisis (degradasi) elastin oleh enzim elastase yang disebut protease. Elastin adalah komponen jaringan ikat yang meliputi kira-kira 25% jaringan ikat di paru. Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara degradasi dan sintesis elastin atau keseimbangan antara protease yang mendegradasi jaringan paru dan protease-inhibitor yang menghambat kerja protease. Pada perokok, jumlah protease meningkat karena jumlah lekosit dan makrofag di paru meningkat. Makrofag dan lekosit ini mengandung elastase dalam jumlah yang tinggi. Dengan banyaknya elastase di paru, banyak jaringan paru yang didegradasi. Pada penderita yang memiliki paru yang emfisematus ditemukan o^-antitripsin (suatu protease) dalam jumlah rendah sehingga tidak ada yang menghambat kerja protease tripsin. Keadaan ini merupakan kelainan kongenital, c^-antitripsin adalah suatu c^-globulin pada laki-laki. Pemajanan terhadap debu batubara juga merupakan penyebab terjadinya emfisema. Penentuan apakah memang penyebab emfisema pada pekerja
tambang batubara adalah debu batubara masih diragukan sebab sebagian besar pekerja tersebut adalah perokok juga. Penyebab lain adalah pemajanan terhadap kadmium. Manifestasi Klinis Gejala yang spesifik adalah sesak napas saat melakukan kegiatan
(exertional