You are on page 1of 32

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi pada pasien rawat inap di rumah sakit. Di Amerika Serikat, dua juta pasien/tahun terserang infeksi nosokomial dengan mengeluarkan dana sebesar $ 4,1 miliar - $11 miliar (Klein, et a.l., 2007). Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di sebelas rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat. Dilaporkan pula bahwa infeksi nosokomial mengakibatkan 88.000 pasien di dunia meninggal setiap tahunnya (Wahid, 2007). Infeksi nosokomial menjadi ancaman besar terhadap kesehatan karena saat ini banyak ditemukan bakteri yang resisten terhadap berbagai jenis antibiotik. Salah satu bakteri yang sering menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit yaitu bakteri Pseudomonas aeruginosa. Antibiotik merupakan suatu bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Pemilihan antibiotik untuk suatu penyakit infeksi sangat menentukan pengobatan yang akan dilakukan. (Lay W. dan Hastowo, 1994 : Entjang I, 2001) Penggunaan antibiotika sebagai obat anti infeksi yang disebabkan oleh berbagai macam jenis bakteri telah diketahui luas oleh masyarakat, tetapi dalam penggunaannya seringkali tidak sesuai dengan spesifitasnya dan dosisnya, hal ini dapat menyebabkan mutasi dan resistensi dari bakteri penyebab suatu penyakit. Dalam mengatasi masalah ini peran laboratorium sangatlah penting dalam hal ini yaitu uji kepekaan antibiotik ( Sujaya, 2004). Penentuan pola kepekaan bakteri terhadap antibiotika dapat dilakukan dengan menggunakan metode dilusi dan metode difusi. Metode yang sering digunakan adalah metode difusi karena mempunyai keuntungan ekonomis, sederhana (mudah dibuat) dan reproduksibel. Prosedur yang paling sering digunakan dan dianjurkan oleh WHO ( World Health Organization) dan NCCLS ( National Committee for Clinical Laboratory Standards) adalah metode difusi cakram modifikasi Kirby Bauer (Anonim, 1999).

Metode difusi Kirby Bauer diperkenalkan oleh William Kirby dan Alfred Nauer pada tahun 1966. Pada metode ini, obat yang telah diresapkan kedalam kertas cakram ditempelkan pada MHA (Mueller-Hinton Agar) yang telah diinokulasi suspense bakteri. Setelah diinkubasi , diameter zona hambatan sekitar cakram digunakan untuk mengukur kekuatan hambatan obat terhadap bakteri uji. (Lay W. dan Hastowo, 1994: Soemarno, 2000). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran diameter zona hambatan suatu antibiotik antara lain : kekeruhan suspensi bakteri, waktu peresapan suspensi bakteri, temperatur inkubasi bakteri, waktu inkubasi, ketebalan media, jarak antara disk antibiotik, potensi antibiotik, dan komposisi media (Soemarno, 2000). Waktu inkubasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ukuran diameter zona hambatan antibiotika. Waktu inkubasi media MHA setelah ditanami media dan ditempeli disk antibiotik ialah 16-18 jam. Apabila waktu inkubasi kurang dari 16 jam, maka pertumbuhan bakteri belum sempurna sehingga sukar dibaca atau diameter zona hambatan lebih lebar. Sebaliknya apabila waktu inkubasi lebih dari 18 jam pertumbuhan lebih sempurna sehingga diameter zona hambatan makin sempit. (Soemarno, 2000). Sedangkan menurut Bibiana W. Lay, inkubasi lempengan MuellerHinton Agar setelah penempelan antibiotik yaitu selama 24 jam. (Lay, W: 1994). Uji kepekaan kuman terhadap antibiotika, merupakan panduan dalam pernilihan antibiotika untuk pengobatan penyakit infeksi oleh kuman. Yang menjadi kendala adalah diperlukan waktu inkubasi 24 jam, padahal pengobatan penyakit infeksi harus cepat dan tepat. Dalarn grafik pertumbuhan kuman, 2 jam pertama adalah fase penyesuaian, kemudian diikuti fase logaritmis, puncaknya 24 jam, di mana kuman melakukan belah pasang setiap 20 menit. ( Subakir . 1999. Jurnal Kedokteran Media Medika Indonesia FK Undip) Media bakteri yang sudah dipasangi bahan antibakteri diinkubasi pada suhu 37 C selama 18-24 jam. Pembacaan awal dapat dilakukan setelah 6-8 jam. Diameter zona hambatan yang terbentuk diukur menggunakan penggaris untuk menentukan efektifitas antibakteri. (Volk dan Wheeler, 1993).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh waktu inkubasi media MHA(Mueller-Hinton Agar) terhadap diameter zona hambatan yang dibentuk oleh antibiotika ciprofloxacin pada Pseudomonas aeruginosa metode difusi cakram Kirby Bauer.

1.2.

Rumusan Masalah Apakah ada pengaruh waktu inkubasi media MHA (Mueller Hilton Agar) terhadap diameter zona hambatan yang dibentuk oleh antibiotik ciprofloxacin pada Pseudomonas aeruginosa?

1.3.

Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh waktu inkubasi media MHA (Mueller Hilton Agar) terhadap diameter zona hambatan yang dibentuk oleh antibiotik ciprofloxacin pada Pseudomonas aeruginosa.

1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1. Mengukur diameter zona hambatan antibiotik ciprofloxacin terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan waktu inkubasi media MHA (Mueller-Hinton Agar) selama 8 jam. 1.3.2.2. Mengukur diameter zona hambatan antibiotik ciprofloxacin terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan waktu inkubasi media MHA (Mueller-Hinton Agar) selama 12 jam. 1.3.2.3. Mengukur diameter zona hambatan antibiotik ciprofloxacin terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan waktu inkubasi media MHA (Mueller-Hinton Agar) selama 16 jam. 1.3.2.4. Mengukur diameter zona hambatan antibiotik ciprofloxacin terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan waktu inkubasi media MHA (Mueller-Hinton Agar) selama 20 jam. 1.3.2.5. Mengukur diameter zona hambatan antibiotik ciprofloxacin terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan waktu inkubasi media MHA (Mueller-Hinton Agar) selama 24 jam.

1.3.2.6. Menganalisis pengaruh waktu inkubasi media MHA (Mueller-Hinton Agar) selama 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam, dan 24 jam terhadap diameter zona hambatan yang dibentuk antibiotik ciprofloxacin pada bakteri Pseudomonas aeruginosa metode difusi cakram Kirby Bauer.

1.4.

Hipotesa Penelitian Ha : Ada pengaruh waktu inkubasi media MHA(Mueller-Hinton Agar) terhadap diameter zona hambatan yang dibentuk oleh antibiotik ciprofloxacin pada Pseudomonas aeruginosa metode difusi cakram Kirby Bauer. Ho : Tidak ada pengaruh waktu inkubasi media MHA(Mueller-Hinton Agar) terhadap diameter zona hambatan yang dibentuk oleh antibiotik ciprofloxacin pada Pseudomonas aeruginosa metode difusi cakram Kirby Bauer.

1.5.

Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Akademik Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pengaruh waktu inkubasi media MHA dalam uji kepekaan antibiotik 1.5.2. Bagi institusi terkait Dapat dijadikan sebagai rujukan mengenai waktu inkubasi media MHA yang paling baik pada uji kepekaan antibiotik 1.5.3. Bagi Petugas Laboratorium Sebagai informasi tambahan tentang pengaruh waktu inkubasi media MHA terhadap diameter zona hambatan antibiotika metode difusi cakram Kirby Bauer 1.5.4. Bagi Peneliti Menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan tentang waktu inkubasi media MHA yang paling baik untuk uji kepekaan antibiotika.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Kerangka Teoritis 2.1.1. Antibiotik 2.1.1.1. Pengertian Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Sifat-sifat antibiotik sebaiknya adalah menghambat atau membunuh patogen tanpa merusak host, bersifat bakteriosidal, dan bukan bakteriostatik, tidak menyebabkan resisten kuman, berspektrum luas, tidak bersifat alergenik dan efek samping bila digunakan dalam jangka waktu yang lama, tetap aktif dalam cairan plasma, cairan badan, eksudat. Larut dalam air secara stabil, bakteriosidal dalam tubuh, cepat dicapai dan tahan lama. (Jawetz, dkk, 2001). 2.1.1.2. Mekanisme Kerja Ada berbagai macam mekanisme kerja antibiotik antara lain yaitu, antibiotik yang menyerang dinding sel misalnya penisilin, fosfomisin, sikloresin, ristostesin, vankomisin, dan bacitrisin. Antibiotik yang merusak membran sel diantara polimixin dan polein. Antibiotik yang mengganggu fungsi DNA antara lain yaitu mitosin dan asam nalidiksat. Antibiotik yang menghambat sintesa protein yaitu aktinomisin, rifampisin, streptomisin, tetrasiklin, chloramfenikol, eritromisin, dan klindamisin. Antibotik yang mengganggu sintesa DNA yaitu nalidiksat, ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin, dan trovofloxacin. Antibiotik yang mempunyai antagonis metabolic seperti sulfonamide, sulfon, isoniasid. (Anonim, 1994). 2.1.1.3. Efek Samping Efek samping merupakan akibat yang ditimbulkan oleh konsumsi terhadap antibiotik atau akibat lain yang dihasilkan selain selain bakteriostatik dan bakteriosidal. Ada beberapa efek samping yang secara umum dihasilkan dari penggunaan antibiotik antara lain, reaksi alergi, reaksi idionsinikrasi, reaksi toksik, perubahan biologik yaitu perubahan pada tubuh hospes seperti hilangnya

flora normal tubuh. Perubahan metabolik dan terkadang timbul super infeksi karena penggunaan antibiotik yang kurang optimal, sehingga timbul

mikroorganisme semula yang mengalami resistensi. 2.1.1.4. Aktifitas dan Spektrum Aktifitas dan spektrum antibiotik merupakan luasnya jangkauan daya hambat atau besarnya potensi yang dimiliki oleh antibiotik. Antibiotik dapat memiliki aktifitas bakteriostatik yang menghambat pertumbuhan dari suatu mikroorganisme. Ada juga yang bersifat bakteriosidal yaitu bakteri yang dapat membunuh mikroorganisme. Daya hambat antibiotik biasanya dapat diukur yaitu dengan KHM (Kadar Hambatan Minimal). Antibiotik tertentu dapat berubah sifat dari bakteriostatik menjadi bakteriosidal atatu sebaliknya. Antibiotik golongan Quinolone sangat efektif terhadap bakteri gram positif (Lipophilicity) dan gram negatif (Porin melalui saluran). 2.1.1.5. Penggunaan Antibiotik Penggunaan antibiotik dopengaruhi oleh banyak hal antara lain umur, kelainaan, genetik, keadaan patologi tubuh hospes. Penggunaan antibiotik biasanya berdasarkan gambaran klinis penyakit infeksi, efek samping yang akan ditimbulkan pada hospes. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapt mengakibatkan resistensi, keracunan pada hospes, adanya alergi pada hospes. Ada beberapa penyebab kegagalan pengobatan antibiotik, dosis yang kurang tepat, masa pengobatan yang kurang, adanya faktor mekanik, kesalahan pemeriksaan penyakit dan faktor farmakokinetik. Sehingga perlu dilaksanakan uji laboratorium baik itu penyebab penyakit maupun uji kepekaan antibiotik terhadap bakteri penyebab penyakit. Dengan adanya uji laboratorium, maka dapat ditentukan pemilihan antibiotik, baik itu yang tunggal maupun yang kombinasi dengan antibiotik lain (Sulistia, 2002). 2.1.2. Antibiotik Ciprofloxacin 2.1.2.1. Deskripsi Ciprofloxacin merupakan antibiotik yang tergolong dalam jenis quinolone antibiotik yang ditemukan pada tahun 1963 dan benar-benar merupakan agen sintetis. Ciprofloxacin memiliki aktifitas spektrum yang luas tetapi tidak dapat mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus ataupun dari

jenis protozoa. Antibiotik ini efektif terhadap bakteri gram positif (Lipophilicity) dan gram negatif (porin melalui saluran) seperti yang disebabkan oleh E. coli. Siprofloksasin hidroklorida dibuat dalam bentuk tablet dan suspensi, merupakan antimikroba sintetik berspektrum luas. Nama kimianya adalah garam monohidroklorida monohidrat dari 1-siklopropil-6-fluoro-1, 2-dihidro-4-oksi-7(1-piperazinil)-3-asam kuinolinkarboksilat., dengan berat molekul 385,8 . Formula empirisnya adalah C17H18FN3O3HClH2O. Struktur kimia

siprofloksasin adalah sebagai berikut :

2.1.2.2. Efek Samping dan Toksisitas Ciprofloxacin dapt menyebabkan mual, muntah, sakit kepala, gelisah, dan beberapa efek samping yang cukup serius seperti hipersensitivitas ika alergi, tendonitis, neuropati perifer, peningkatan tekanan intrakranial dan kejang tetapi hal ini jarang terjadi. Tidak dianjurkan untuk anak-anak dan wanita hamil pada trisemester pertama. (Anonim, 2008). 2.1.2.3. Sediaan, Rute pemberian, dan Dosis. Bentuk sediaan antibiotik ciprofloxacin tersedia dalam 100 mg, 200 mg, 500 mg, dan 750 mg dalam bentuk tablet. 250 mg/5 ml dan 500 mg/ 5 ml dalam bentuk suspensi. Tersedia juga dalam bentuk obat tetes mata 0,3 % salep dan 0,3% lsrutsn, sebagi tambahan dapat juga diberikan melalui intravena dengan kadar 200 mg/ 100 ml, 400 mg/200 ml dengan kekuatan 10 mg/ ml. lamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit, untuk infeksi akut 5-10 hari dan biasanya pengobatan selanjutnya paling sedikit 3 hari setelah gejala gejala klinik hilang serta untuk menghindari terjadinya Kristaluria maka tablet ciprofloxacin harus ditelan dengan air. Larutan infus ciprofloxacin tidak cocok dengan larutan asam amino dan sodium bikarbonat (Anonim, 2008). 2.1.2.4. Distribusi

Ikatan siprofloksasin terhadap protein serum adalah 20-40% sehingga tidak cukup untuk menyebabkan interaksi ikatan protein yang bermakna dengan obat lain. Setelah administrasi oral, siprofloksasin didistribusikan ke seluruh tubuh. Konsentrasi jaringan seringkali melebihi konsentrasi serum, terutama di jaringan genital, termasuk prostat. Siprofloksasin ditemukan dalam bentuk aktif di saliva, sekret nasal dan bronkus, mukosa sinus, sputum cairan gelembung kulit, limfe, cairan peritoneal, empedu dan jaringan prostat. Siprofloksasin juga dideteksi di paru-paru, kulit, jaringan lemak, otot, kartilago dan tulang. Obat ini berdifusi ke cairan serebro spinal, namun konsentrasi di CSS adalah kurang dari 10% konsentrasi serum puncak. Siprofloksasin juga ditemukan pada konsentrasi rendah di aqueous humor dan vitreus humor. 2.1.2.5. Metabolisme Empat metabolit siprofloksasin yang memiliki aktivitas antimikrobial yang lebih rendah dari siprofloksasin bentuk asli telah diidentifikasi di urin manusia sebesar 15% dari dosis oral. 2.1.2.6. Ekskresi Waktu paruh eliminasi serum pada subjek dengan fungsi ginjal normal adalah sekitar 4 jam. Sebesar 40-50% dari dosis yang diminum akan diekskresikan melalui urin dalam bentuk awal sebagai obat yang belum diubah. Ekskresi siprofloksasin melalui urin akan lengkap setelah 24 jam . Dalam urin semua fluorokuinolon mencapai kadar yang melampaui konsentrasi hambat minimal (KHM) untuk kebanyakan kuman patogen selama minimal 12 jam. Klirens ginjal dari siprofloksasin, yaitu sekitar 300 mL/menit, melebihi laju filtrasi glomerulus yang sebesar 120 mL/menit. Oleh karena itu, sekresi tubular aktif memainkan peran penting dalam eliminasi obat ini. Pemberian siprofloksasin bersama probenesid berakibat pada penurunan 50% klirens renal siprofloksasin dan peningkatan 50% pada konsentrasi sistemik. 2.1.2.7. Interaksi Obat Siprofloksasin sediaan tablet bila diberikan bersama makanan, akan mengalami terjadi keterlambatan absorpsi, sehingga konsentrasi puncak baru akan dicapai 2 jam setelah pemberian. Pada siprofloksasin sediaan suspensi,

tidak terjadi keterlambatan absorpsi bila diberikan bersama makanan sehingga konsentrasi puncak dicapai dalam 1 jam. Bila diberikan bersama dengan

antasid yang mengandung magnesium hidroksida atau aluminium hidroksida dapat mengurangi bioavailabilitas siprofloksasin secara bermakna.

2.1.2.8. Spektrum Antibakteri Siprofloksasin Siprofloksasin bersifat bakterisid, terutama aktif terhadap bakteri gram negatif dan memiliki aktivitas lemah terhadap gram positif.

Berikut ini adalah spektrum antibakteri siprofloksasin : Mikroorganisme gram positif aerobik Enterococcus faecalis (banyak strain hanya memiliki sensitivitas sedang) Staphylococcus aureus (hanya strain yang sensitif terhadap metisilin) Staphylococcus epidermidis (hanya strain yang sensitif terhadap metisilin) Staphylococcus saprophyticus Streptococcus pneumoniae (hanya strain yang sensitif terhadap penisilin) Streptococcus pyogenes

Mikroorganisme gram negatif aerobik Campylobacter jejuni Citrobacter diversus Citrobacter freundii Enterobacter cloacae Escherichia coli Haemophilus influenzae Haemophilus parainfluenzae Klebsiella pneumoniae Moraxella catarrhalis Morganella morganii Neisseria gonorrhoeae Proteus mirabilis Proteus vulgaris Providencia rettgeri Providencia stuartii Pseudomonas aeruginosa Salmonella typhi Serratia marcescens Shigella boydii Shigella dysenteriae Shigella flexneri Shigella sonnei

10

2.1.3. Pseudomonas Aeruginosa 2.1.3.1. Morfologi Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 m. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang pendek. P. aeruginosa termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain, tidak berspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak. Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan akan tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan C. Suhu optimum untuk pertumbuhan P. aeruginosa adalah 42 C. P. aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk pertumbuhannya digunakan asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen). Pembiakan dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus : 1. Koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi. 2. Koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berbahan dari alignat. Tipe ini sering didapat dari sekresi saluran pernafasan dan saluran kemih. Alignat merupakan suatu eksopolisakarida yang merupakan polimer dari glucoronic acid dan mannuronic acid, berbentuk gel kental disekeliling bakteri. Alignat ini memungkinkan bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu kumpulan koloni sel-sel mikroba yang menempel pada suatu permukaan misalnya kateter intravena atau jaringan paru. Alignat dapat melindungi bakteri dari pertahanan tubuh inang, seperti limfosit, fagosit, silia, di saluran pernafasan, antibodi, dan komplemen. P. aeruginosa membentuk biofilm untuk membantu kelangsungan hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia. Terkadang menghasilkan bau yang manis dan menyerupai anggur. Koloni yang dibentuk halus bulat dengan warna fluoresensi yang kehijauhijauan. Bakteri ini menghasilkan pigmen yang tak berfluoresensi kehijauan (plosianin). Strain P. aeruginosa menghasilkan pigmen yang berfluoresensi antara lain : piooverdin (warna hijau), piorubin (warna merah gelap), piomelanin

11

(hitam). P. aeruginosa yang berasal dari koloni yang berbeda mempunyai aktivitas biokimia, enzimatik dan kepekaan antimikroba yang berbeda pula. 2.1.3.2. Klasifikasi Kingdom Phylum Class Order Family Genus Species : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Pseudomonadales : Pseudomonadaceae : Pseudomonas : Pseudomonas aeruginosa

2.1.3.3. Patogenesis Faktor sifat yang memungkinkan organisme mengatasi pertahanan tubuh normal dan menimbulkan penyakit ialah pili yang melekat dan merusak

membran basalis sel; polisakarida simpai yang meningkatkan perlekatan pada jaringan tetapi tidak menekan fagositosis suatu hemolisin yang memiliki aktivitas fosfolipasa, kolagenasa, dan elastasa dan flagel untuk membantu pergerakan. Sedangkan faktor yang menentukan daya patogen adalah LPS mirip dengan yang ada pada Enterobacteriaceae; eksotoksin A, suatu transferasa ADP-ribosa mirip dengan toksin difteri yang menghentikan sintesis protein dan menyebabkan nekrosis di dalam hati; eksotoksin S yang juga merupakan transferasa ADP-ribosa yang mampu menghambat sintesis protein eukariota. Produksi enzim-enzim dan toksin-toksin yang merusak barrier tubuh dan sel-sel inang menentukan kemampuan Pseudomonas aeruginosa menyerang jaringan. Endotoksin P. aeruginosa seperti yang dihasilkan bakteri gram negatif lain menyebabkan gejala sepsis dan syok septik. Eksotoksin A menghambat sintesis protein eukariotik dengan cara kerja yang sama dengan cara kerja toksin difteria (walaupun struktur kedua toksin ini tidak sama) yaitu katalisis pemindahan sebagian ADP-ribosil dari NAD kepada EF-2. Hasil dari kompleks ADP-ribosil-EF-2 adalah inaktivasi sintesis protein sehingga mengacaukan fungsi fisiologik sel normal. Enzim-enzim ekstraseluler,

12

seperti elastase dan protease mempunyai efek hidrotoksik dan mempermudah invasi organisme ini ke dalam pembuluh darah. Antitoksin terhadap eksotoksin A ditemukan dalam beberapa serum manusia, termasuk serum penderita yang telah sembuh dari infeksi yang berat. Psiosianin merusak silia dan sel mukosa pada saluran pernafasan.

Lipopolisakarida mempunyai peranan penting sebagai penyebab timbulnya demam, syok, oliguria, leukositosis, dan leukopenia, koagulasi intravaskular diseminata, dan sindroma gagal pernafasan pada orang dewasa. Strain Pseudomonas aeruginosa yang punya sistem sekresi tipe III. Secara signifikan lebih virulen dibandingkan dengan yang tidak punya sistem sekresi tersebut. Sistem sekresi tipe III adalah sistem yang dijumpai pada bakteri gram negatif, terdiri dari sekitar 30 protein yang terbentang dari bagian dalam hingga luar membran sel bakteri, berfungsi seperti jarum suntik yang menginjeksi toksin-toksin secara langsung ke dalam sel inang sehingga memungkinkan toksin mencegah netralisasi antibodi. 2.1.3.4. Penyakit yang Ditimbulkan Pseudomonas aeruginosa menimbulkan berbagai penyakit diantaranya yaitu : a. Infeksi pada luka dan luka bakar menimbulkan nanah hijau kebiruan b. Infeksi saluran kemih. c. Infeksi pada saluran napas mengakibatkan pneumonia yang disertai nekrosis. d. Otitis eksterna ringan pada perenang e. Infeksi mata Infeksi P.aeruginosa pada mata Infeksi P. aeruginosa pada luka 2.1.3.5. Penyebaran Pseudomonas aeruginosa dapat dijumpai di banyak tempat di rumah sakit; desinfektan, alat bantu pernafasan, makanan, saluran pembuangan air dan kain pel. Penyebaran Pseudomonas aeruginosa melalui aliran udara, air, tangan tercemar, penanganan dan alat-alat yang tidak steril di rumah sakit. Selain itu, dapat juga lewat hewan (lalat, nyamuk, dsb) yang telah tercemar. P. aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anestesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan.

13

2.1.3.6. Penularan Pseudomonas aeruginosa akan keluar dari sumbernya, mengalami penyebaran dan mempunyai gerbang masuk bagi inang yang rentan. Pseudomonas aeruginosa akan keluar dari saluran yang telah diinfeksinya. Apabila menginfeksi pada saluran pernapasan maka akan meninggalkan saluran tersebut dan berpindah pada inang rentan yang lain. Mengingat Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen nosokomial, cara pemindahsebarannya dapat melalui penanganan dan penggunaan alat yang tidak steril. Kemudian akan menginfeksi inang lain yang rentan pada bagian tertentu misalnya saluran kencing. Inang rentan ini biasanya pasien bedah, pasien yang terluka atau luka bakar, pasien yang menjalani pengobatan radiasi, juga pasien dengan peralatan yang menembus tubuh. 2.1.3.7. Gejala Gejalanya tergantung bagian tubuh yang terkena, tetapi infeksi ini cenderung berat: a. Infeksi pada luka atau luka bakar, ditandai dengan nanah biru-hijau dan bau manis seperti anggur. Infeksi ini sering menyebabkan daerah ruam berwarna hitam keunguan dengan diameter sekitar 1 cm, dengan koreng di tengahnya yang dikelilingi daerah kemerahan dan pembengkakan. Ruam ini sering timbul di ketiak dan lipat paha. Hal ini dapat juga dialami oleh penderita kanker. b. c. Infeksi saluran kemih, biasanya kronis dan terjadi pada orang tua. Pneumonia, pada fibrosis kistik mungkin terjadi kolonisasi kuman strain yang berlendir pada paru-paru. Infeksi paru-paru pada penderita bila menghirup Pseudomonas aeruginosa dalam jumlah besar pada alat bantu pernafasan yang tercemar. Sering menyebabkan gangguan mental, renjatan septik gram negatif dan sianosis yang semakin berat. d. Otitis eksterna maligna, suatu infeksi telinga, bisa menyebabkan nyeri telinga hebat dan kerusakan saraf dan sering terjadi pada penderita kencing manis.

14

e.

Infeksi mata, Pseudomonas bisa menyebabkan koreng pada mata, mencemari lensa mata dan cairan lensa.

2.1.3.8. Pencegahan Pseudomonas aeruginosa sering kali merupakan flora normal yang melekat pada tubuh kita dan tidak akan menimbulkan penyakit selama pertahanan tubuh normal. Karena itu, upaya pencegahan yang paling baik adalah dengan menjaga daya tahan tubuh agar tetap tinggi. Upaya pencegahan penularan penyakit pada pasien yang dirawat di rumah sakit dilakukan dengan cara kerja steril/ aseptis yang dilakukan oleh setiap personil rumah sakit (medis dan paramedis) dengan penuh rasa tanggung jawab. 2.1.3.9. Pengobatan Pseudomonas aeruginosa meningkat secara klinik karena resisten terhadap berbagai antimikroba dan memiliki kemampuan untuk

mengembangkan tingkat Multi Drug Resistance (MDR) yang tinggi. Definisi dari MDR-PA (Multi Drug Resistance-Pseudomonas aeruginosa) adalah resisten paling tidak terhadap 3-antimikroba yaitu kelas -laktam, carbapenem, aminoglikosida, dan fluoroquinon. P.aeruginosa tidak boleh diobati dengan terapi obat tunggal karena tingkat keberhasilan rendah dan bakteri dengan cepat jadi resisten. Pola kepekaan bakteri ini bervariasi secara geografik. Maka, diperlukan tes kepekaan sebagai pedoman untuk pemilihan terapi antimikroba. Penisillin bekerja aktif terhadap P. aeruginosa antara lain : tikarsilin, mezlosilin, dan pipeasilin digunakan dengan dikombinasikan bersama aminoglikosida biasanya

gentamisin, tobramisin/ amikasin. Obat lain yang aktif terhadap P. aeruginosa antara lain aztreonam; imipinem; kuinolon baru, termasuk siprofloksasin. Sefalosporin generasi baru, seftazidim dan sefoperakson aktif melawan P. aeruginosa. Seftazidim digunakan secara primer pada terapi infeksi P. aeruginosa.

2.1.4. Uji Kepekaan Antibiotik a. Uji Kepekaan

15

Uji kepekaan merupakan suatu cara mikrobiologi yang rutin dilakukan untuk membantu para klinisi dalam memberikan pengobatan yang tepat pada penderita. Tujuan uji kepekaan kuman adalah : 1) Untuk mengetahui potensi zat antibakteri terhadap suatu bakteri 2) Untuk mengetahui kepekaan bakteri terhadap obat pada konsentrasi tertentu Uji kepekaan ini dapat diartikan secara umum yaitu : 1) Konsentrasi Hambat Minimum (MIC) Konsentrasi terendah antibiotic yang dapat menghambat pertumbuhan suatu bakteri. 2) Konsentrasi Bakteriosidal Minimum Konsentrasi terendah antibiotic yang akan membunuh 99,9 % inokulum bakteri yang menyerang. b. Metode metode Uji Kepekaan Antibiotik Uji kepekaan antibiotic ini dapat dilakukan secara standard menggunakan oba yang sudah standard. Metode yang sering digunakan ada 2 yaitu : 1) Metode Dilusi Metode dilusi yaitu metode yang memberikan hasil yang bersifat kuantitatif. Pada metode ini dapat digunakan berbagai variasi kontak tertentu antara suspense bakteri yang diuji dengan larutan obat. Pengujian dilakukan dengan mengencerkan sediaan obat yang telah kontak dengan suspense bakteri selama 24 jam kemudian dilarutkan kedalam kaldu ( broth dilution ) atau didalam agar agar ( agar dilution) dan kemudian ditanami dengan bakteri yang akan diperiksa, diinkubasi setelah itu dibaca MIC ( Minimum Inhibition Concentration) nya dengan mencari tabung/agar plate yang mengandung kadar terendah tetapi masih dapat menghambat / mematikan bakteri . Daya antibacterial ditentukan dengan membandingkan jumlah koloni yang hidup per ml larutan dari larutan obat yang digunakan (Anonim, 2004 ; Soemarno, 2000). 2) Metode Difusi

16

Metode difusi lebih sering digunakan karena lebih mudah dan relatif murah. Ada 2 pengertian yang dikenal pada metode difusi yaitu : a) Metode difusi lebih sering digunakan karena lebih mudah dan relatif murah. Ada 2 pengertian yang dikenal pada metode difusi yaitu : 1) Zone radikal Suatu daerah disekitar disk atau sumuran dimana sama sekali tidak ditemukan pertumbuhan bakteri. Potensi antibiotic diukur dengan diameter Zone radikal tersebut. 2) Zone irradikal Suatu daerah disekitar disk atau sumuran dimana pertumbuhan bakteri dihambat oleh antibiotic tetapi tidak dimatikan. Disini akan terlihat pertumbuhan bakteri yang kurang subur atau lebih jarang dibandingkan dengan daerah diluar antibiotic tersebut. Prinsip dari uji ini yaitu, tes difusi cakram menghasilkan kategori Sensitifitas terhadap antibiotic berdasarkan difusi antibiotic dari cakram kertas didalam agar. Nilainya dilaporkan dengan istilah organisme yang Sensitif (S), Resisten (R) dan Intermediet (I), yang didasarkan atas parameter penghambat dari pada sidal suatu isolate terhadap antibiotic. Cara melakukan tes ini yaitu dengan menggunakan media Mueller Hinton Agar (MHA) dan disk antibiotic yang sudah standar, menggunakan biakan murni dari suatu bakteri yang diencerkan dengan medium garam fisiologis sehingga sesuai standar Mc. Farland. Kekeruhan kuman ditanam pada media MHA dengan lidi kapas steril atau spreader. Disk ditanam dan diinkubasi selama 24 jam. Keuntungan tes ini yaitu satu isolate dapat dites dengan banyak jenis disk antibiotic jadi lebih efisien, memerlukan tenaga yang lebih sedikit dari uji kepekaan lain jadi lebih praktis, fleksibelitas yaitu mungkin memvariasi tes antibiotic tanpa mengubah system dalam cara apapun, metodenya distandarisasi

17

baik dan tunduk kepad evaluasi tindakan yang ketat oleh perwakilan pengontrol kualitas. Kerugiaannya yaitu, organisme yang motil seperti Proteus biasa berkerumun sehingga ukuran zone sulit dibaca (Edberg, 1986). c. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Ukuran Diameter Zona Hambatan Luasnya diameter zona hambatan yang dihasilkan oleh suatu antibiotic dipengaruhi oleh banyak hal seperti : 1) Kekeruhan suspense bakteri Apabila suspense kurang keruh maka diameter zona hambatan lebih lebar begitupun sebaliknya apabila suspensi bakteri lebih keruh maka zona hambatan makin sempit. 2) Waktu Pengeringan / Peresapan suspense bakteri kedalam MHA Waktu pengeringan / peresapan suspense bakteri tidak boleh lebih dari batas waktu yang ditentukan yaitu sekitar 2-15 menit, karena dapat mempersempit diameter zona hambatan. 3) Temperatur inkubasi Pertumbuhan optimal pada suhu 35 C. 4) Waktu inkubasi Hampir semua cara menggunakan waktu inkubasi 16-18 jam. Kurang dari 16 jam pertumbuhan bakteri belum sempurna dan apabila lebih pertumbuhan lebih sempurana sehingga diameter zona hambatan sempit. 5) Tebal agar-agar Ketebalan agar-agar sekitar 4 mm, kurang dari itu difusi obat lebih cepat, lebih dari itu difusi obat lambat. 6) Potensi disk antibiotic Tiap disk antibiotic memiliki potensi yang berbeda-beda tergantung dari cara penyimpanan. 7) Komposisi media Sangat besar berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri, difusi obat, aktifitas obat, dan sebagainya.

18

Adapun daya hambat dari antibiotik yang digolongkan menjadi 3 dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 1. Penilaian Diameter Zona Hambatan Potensi obat 30 mcg 10 mcg 10 mcg 30 mcg 5 mcg 30m 15 mcg 10 mcg Diameter Zona Hambatan (mm) Resisten 14 / kurang 11 / kurang 8 / kurang 12 / kurang 15 / kurang 12 / kurang 13 / kurang 12 / kurang Intermediet Sensitif 15 - 16 12 - 13 9 - 12 13 - 17 16 - 20 13 - 15 14 - 17 13 - 14 17 / lebih 14 / lebih 13 / lebih 18 / lebih 21 / lebih 16 / lebih 18 / lebih 15 / lebih Zona Kontrol 19 - 26 16 - 22 21 - 27 30 - 40 18 - 24 19 - 26

Antibiotik Amikasin Ampisilin Bacitrin Chloramphenicol Ciprofloxacin Doxycycline Erytromicin Gentamycin

(Soemarno, 2000)

2.1.5. MHA (Mueller Hinton Agar) a. Media ini digunakan dalam prosedur uji kepekaan terhadap antibiotic metode difusi cakram Kirby Bauer. MHB (Mueller Hinton Broth) digunakan untuk melarutkan bakteri yang akan diinokulasi dalam media MHA (Anonim, 2010). b. Komposisi Formula Beef dehydrate infusion form Casein hydrolisate Starch Agar-agar pH gr/L 300,0 17,5 1,5 17,0 7,4 0,2 (Bridson, 1990) c. Prinsip Media ini terdiri dari agar yang mengandung infuse daging dan asam hidrosilat dari kasein. Agar merupakan perantara padat dan starch / zat tepung berperan sebagai koloid pelindung terhadap bahan racun yang timbul

19

dari dalam media tersebut. Darah domba ditambahkan kedalam media khusus untuk bakteri cepat seperti Sreptococcus. Larutan hemoglobin 1 % dan isovilatex 1 % dapat ditambahkan untuk menentukan kepekaan dari Haemophillus sp (Anonim, 2010)

d.

Penyimpanan Media dehidrat disimpan dibawah suhu 25 C dan digunakan sebelum tanggal kadaluarsa. Untuk media yang sudah jadi disimpan pada suhu 28 C yang tahan selama 1 minggu dan sebelum digunakan dikeringkan dahulu selama 30 menit pada suhu 37 C (Bridson, 1990 ; Soemarno, 2000)

20

2.2. Kerangka Konsep

Infeksi Nosokomial

Isolat Staphylococcus sp, Streptococcus sp, Proteus sp, Klebsiella sp, E.coli, dan lain-lain.

Isolat Pseudomonas aeruginosa

Uji Sensitivitas

Lama waktu inkubasi media MHA

8 jam

12 jam

16 jam

20 jam

24 jam

Diameter Zona Hambatan

Potensi disk Waktu peresapan Jarak antar disk Keterangan : : Variabel yang diteliti Komposisi media Ketebalan media Kekeruhan suspensi bakteri : Variabel yang tidak diteliti Suhu inkubasi

: :

Mempengaruhi Bagian

21

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Mataram pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

3.2

Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimen yaitu mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul akibat dari adanya perlakuan tertentu (Notoatmojo, 2002). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan waktu inkubasi media MHA sedangkan variable lain dihomogenkan (Hanafiah, 1997). Rancangan terdiri dari : T1 T2 T3 T4 T5 : Waktu inkubasi media MHA (Mueller-Hinton Agar) selama 8 jam. : Waktu inkubasi media MHA (Mueller-Hinton Agar) selama 12 jam. : Waktu inkubasi media MHA (Mueller-Hinton Agar) selama 16 jam. : Waktu inkubasi media MHA (Mueller-Hinton Agar) selama 20 jam. : Waktu inkubasi media MHA (Mueller-Hinton Agar) selama 24 jam. Tata letak dari randomisasi unit-unit percobaan ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Ditentukan Jumlah Replikasi (t1)(r1) (51)(r1) 4(r1) 4r 4 4r 4r r r r 4, 75 5 (dibulatkan) 15 15 15 15 15 + 4 19

22

Keterangan : t r = = perlakuan replikasi

(Hanafiah, 1997)

b. Ditentukan jumlah unit percobaan n = = = Keterangan : n t r = = = jumlah unit percobaan perlakuan replikasi atau pengulangan txr 5x5 25 unit percobaan

c. Pengacakan Unit Percobaan Tabel 2. Pengacakan Unit Percobaan

No. Urut Random Ranking Perlakuan

1 971 25 T1

2 756 22 T1

3 212 10 T1

4 148 6 T1

5 693 20 T1

No. Urut Random Ranking Perlakuan

6 327 13 T2

7 529 17 T2

8 462 15 T2

9 154 7 T2

10 728 21 T2

No. Urut Random Ranking Perlakuan

11 37 1 T3

12 128 4 T3

13 854 23 T3

14 217 11 T3

15 653 19 T3

No. Urut Random

16 379

17 108

18 527

19 63

20 156

23

Ranking Perlakuan

14 T4

3 T4

16 T4

2 T4

8 T4

No. Urut Random Ranking Perlakuan

1 135 5 T5

2 307 12 T5

3 921 24 T5

4 183 9 T5

5 617 18 T5

Keterangan No. Urut Random

: : Nomor pengambilan sampel : Bilangan acak sampel yang telah diberi nomor, diambil dari bilangan acak.

Ranking T

: Nomor urut sampel dari bilangan random terkecil dan terbesar. : Treathment (perlakuan) yang diberikan pada sampel yang diacak.

d. Lay out (Tata Letak Percobaan) Dari unit percobaan yang telah dijabarkan diatas, dibuat tata letak seperti pada tabel dibawah ini :

24

Tabel 3. Tata Letak (Lay Out)


1 2 3 4 5

T3

T4
T4 T3 9 10 T5

T1 11 12

T2 13

T4 14

T5 15

T1

T3 16 17

T5 18

T2 19

T4 20

T2

T4 21 22

T2 23

T5 24

T3 25

T1

T2

T1

T3

T5

T1

3.3

Variabel Penelitian 3.3.1 Variabel terikat (dependent) Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa. 3.3.2 Variabel bebas (independent) Waktu inkubasi media MHA (Mueller Hinton Agar)

3.4

Definisi Operasional 3.4.1 Diameter zona hambatan antibiotika adalah daerah jernih disekitar cakram antibiotika (tidak ada pertumbuhan bakteri) yang diukur dengan menggunapenggaris dengan beralaskankan kertas berwarna gelap. 3.4.2 Waktu inkubasi media adalah waktu inkubasi media MHA setelah diinokulasikan bakteri Peudomonas aeruginosa dan ditempelkan

antibiotik ciprofloxacin selama 14 jam, 16 jam, 18 jam, 20 jam, 22 jam, dan 24 jam pada incubator aerob dengan suhu 37C.

25

3.4.3

Disk ciprofloxacin adalah disk antibiotika golongan quinolone yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan potensi 5 Ug, ditempelkan pada media MHA yang telah diinokulasi bakteri uji.

3.4.4

Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri batang pendek gram negatif yang merupakan isolat murni dengan kekeruhan 0,5 unit Mc Farland dan diperoleh dari Unit Riset Biomedika RSU Mataram.

3.5

Jenis Data dan Skala Data 3.5.1 Data dari variabel independent berupa lamanya waktu inkubasi media MHA selama 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam, dan 24 jam datanya aalah skala ordinal. 3.5.2 Data dari variabel dependent berupa diameter zona hambatan yang dibentuk antibiotika Ciprofloxacin, maka skala datanya rasio. , maka skal

3.6

Data Yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah diameter zona hambatan antibiotika ciprofloxacin terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa pada media MHA dengan waktu inkubasi media 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam, dan 24 jam. Diameter zona hambatan diukur dengan beralaskan kertas warna gelap, dengan mata langsung tanpa lup, diukur diameter zona hambatan pada media MHA menggunakan penggaris. Hasil pengukuran diameter zona hambatan dinyatakan dalam satuan mm (millimeter) dan dibandingkan dengan standard untuk memperoleh kepastian laporannya : Resisten, Intermediet, atau Sensitif (Soemarno, 2000)

3.7

Cara Pengumpulan Data 3.7.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan yaitu metode Kirby Bauer dengan tahap-tahap sebagai berikut : a. Persiapan alat dan bahan

26

b. Pembuatan Standard Mc Farland dan suspense bakteri c. Uji Sensitivitas 3.7.2 Alat dan Bahan a. Alat : 1) Cawan petri 2) Tabung erlemeyer 3) Tabung reaksi 4) Rak tabung reaksi 5) Pipet ukur 6) Erlenmyer 7) Penggaris 8) Pinset 9) Inkubator 10) Autoclave b. Bahan : 1) Media MHA (Mueller Hinton Agar) 2) Standar Kekeruhan Mc. Farland 3) PZ (NaCl 0,85%) steril 4) Cakram antibiotika 5) Isolat bakteri Pseudomonas aeruginosa c. Cara Kerja 1) Pembuatan Media MHA (Mueler Hinton Agar) a) Dilarutkan 38 gram dalam 1 liter aquadest. b) Dipanaskan hingga homogen (dididihkan selama 1 menit) c) Disterilkan dalam autoclave d) Dituang dalam cawan petri dengan ketebalan 4 mm dan biarkan membeku 2) Pembuatan Standar Mc Farland Standard 0,5 unit Mc. Farland dibuat dari campuran larutan Asam Sulfat 1 % dan Barium Chlorida 1 % dengan perbandingan sebagai berikut : Tabel 4. Mc Farland Nephelometer Standards

27

Unit Mc Farland 0,5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

H2SO4 1%

BaCl2 1%

Perkiraan Jumlah Kuman

9,95 ml 9,9 ml 9,8 ml 9,7 ml 9,6 ml 9,5 ml 9,4 ml 9,3 ml 9,2 ml 9,1 ml 9,0 ml

0,05 ml 0,1 ml 0,2 ml 0,3 ml 0,4 ml 0,5 ml 0,6 ml 0,7 ml 0,8 ml 0,9 ml 1,0 ml

150 juta/ml 300 juta/ ml 600 juta/ml 900 juta/ml 1.200 juta/ml 1.500 juta/ml 1.800 juta/ml 2.100 juta/ml 2.400 juta/ml 2.700 juta/ml 3.000 juta/ml

a) Dipipet 0,05 ml larutan BaCl2 1% dan 9,95 ml larutan H2SO4 1%. b) Dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dihomogenkan. 3) Pembuatan Suspensi Bakteri a) Diambil satu ujung ose koloni bakteri Pseudomonas

aeruginosa dari media sub kultur b) Disuspensikan didalam NaCl 0,85% / PZ steril (5 ml) sampai kekeruhannya sama dengan standard 0,5 unit Mc Farland. Misalnya : bila kekeruhan yang dibuat sama dengan 4 unit Mc Farland maka dapat dibuat pengenceran dengan rumus V1.C1 = V2.C2 V1. 4 = 5. 0,5 V1 = 0,6 Jadi diambil 0,6 ml koloni dari 4 unit McFarland kemudian ditambahkan 4,4 ml PZ steril. 4) Prosedur Kerja a) Diambil susensi bakteri yang sudah distandarisasi

kekeruhannya (0,5 Mc Farland) menggunakan swab kapas.

28

b) Swab kapas digoreskan dan diratakan keseluruh permukaan media MHA. c) Biarkan media yang sudah ditanami pada suhu kamar selama 15 menit, agar suspensi bakteri meresap kedalam agar. d) Ditempelkan disk antibiotik pada media MHA yang sudah ditanami suspensi bakteri. e) Diinkubasi pada suhu 37 C selama 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam, dan 24 jam. f) Diukur diameter zona hambatan antibiotik dengan

menggunakan penggaris.

3.8

Alur Penelitian

Persiapan alat dan bahan

29

Pembuatan Suspensi kuman sesuai dengan standard kekeruhan 0,5 Mc Farland

Pembuatan media MHA dengan ketebalan 4 mm

Penanaman suspensi bakteri pada media MHA

Penempelan cakram antibiotika pada media MHA

Lama waktu inkubasi pada suhu 37C

8 jam

12 jam

16 jam

20 jam

24 jam

Pengukuran diameter zona hambatan

Pengolahan dan Analisis Data

Kesimpulan

3.9

Cara Pengolahan dan Analisa Data 3.9.1 Cara Pengolahan Data

30

Data hasil pengukuran diameter zona hambatan antibiotic dimasukkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 5. Diameter zona hambatan antibiotic
Perlakuan 1 T1 T2 T3 T4 T5 2 Replikasi 3 4 5 Total Perlakuan Rata-rata Perlakuan

Grand Total (GT) Grand Mean (GM)

Keterangan : T1 jam. T2 16jam. T3 jam. T4 jam. T5 jam. T6 jam. GT GM : Total Perlakuan : Rata-rata Perlakuan 3.9.2 Analisa Data Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap masingmasing variable dilakukan uji One Way Anova karena menggunakan : Waktu inkubasi Media MHA 24 yang telah ditanami suspense bakteri selama : Waktu inkubasi Media MHA 22 yang telah ditanami suspense bakteri selama : Waktu inkubasi Media MHA 20 yang telah ditanami suspense bakteri selama : Waktu inkubasi Media MHA 18 yang telah ditanami suspense bakteri selama : Waktu inkubasi Media MHA yang telah ditanami suspense bakteri selama : Waktu inkubasi Media MHA yang telah ditanami suspense bakteri selama 8

31

skala data ordinal pada variable bebas dan skala data rasio pada variable terikat. Uji ini dilakukan pada tingkat kepercayaan 95 % atau = 0,05 dengan bantuan computer program SPSS versi 16.0. Sebelum diuji statistik One Way Anova, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal menggunakan uji Kolmogorov Smirnov pada tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05) dan uji homogenitas varians menggunakan uji Levene Test untuk mengetahui apakah data bersifat homogen atau tidak. Jika hasil penelitian berdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji statistik One Way Anova dan jika tidak berdistribusi normal dan tidak homogen maka dilakukan uji statistik non-parametrik Kruskal Wallis pada tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05) Jika dari hasil uji statistic diperoleh p < p (0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak, artinya ada pengaruh lamanya waktu inkubasi media MHA terhadap diameter zona hambatan antibiotika ciprofloxacin , tetapi jika p > p (0,05) maka Ho diterima artinya tidak ada pengaruh lamanya waktu inkubasi media MHA terhadap diameter zona hambatan antibiotika ciprofloxacin (eksperimen Pseudomonas aeruginosa).

DAFTAR PUSTAKA

32

Anonim, 2004. Psedomonas aeruginosa. http :// library.usu.ac.id diakses pada hari Kamis, 5 April 2012. Anonim, 2005. Menekan Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa pada Penderita Fibrosis Kistik. http:// kalbe.co.id diakses pada hari Kamis, 5 April 2012. Anonim, 2007. Pseudomonas. http://en.wikipedia.org/wiki diakses pada hari Kamis, 5 April 2012. Bridson, E. Y. 1990. Oxoid The Manual 6th edition. England : Unipad Limited. Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Mayasari, Evita. 2006. Pseudomonas aeruginosa, Karakteristik, Infeksi, dan Penanganan. http :// library.usu.ac.id diakses pada hari Sabtu, 7 April 2012. Pelczar, M. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara. Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik. Yogyakarta: Akademi Analis Kesehatan Yogyakarta. Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya. 2003. Bakteriologi Medik. Malang. W. Lay, Bibiana. 1994. Analisis Mikroba. Jakarta: Rajawali Pers.

You might also like