Professional Documents
Culture Documents
Secara umum berita —sebagai sebuah produk kerja wartawan— dipahami sebagai
sebuah realita yang “direpresentasikan” secara utuh dan dengan apa adanya, persis seperti
realita yang terjadi (an sich) di lapangan. Terkadang istilah fakta dijadikan pembenaran
Namun, pada kenyataannya ada hal yang mempengaruhi produksi berita sehingga
wartawan atau redaksi, ruang tampilan, rubrikasi dan orientasi institusi media.
objektivitas, dalam pengertian di sini adalah bahwa berita dipandang sebagai sesuatu
yang tidak memihak, dua sisi dan netral. Sebangun dengan independensi, objektivitas
perdebatan di antara para akademisi. Perdebatan ini dimulai pada perdebatan pakar
jurnalistik yang dibukukan pada tahun 1984, yaitu perdebatan antara John C Merill dan
memproduksi berita berupa pencarian berita, peliputan, penulisan, sampai dengan editing
berpendapat bahwa bentuk dari objektivitas dari kerja wartawan adalah adanya
Gigih Sari Alam 2
Web : www.indohotnews.com , www.gigihsarialam.blogspot.com
Email : gigih.sa@gmail.com
pemisahan fakta dan opini serta peliputan dua sisi (cover both side) adalah merupakan
Peter L Berger mengatakan bahwa realitas terbentuk secara sosial, artinya sebagai
sebuah institusi media akan langsung mempengaruhi dan dipengaruhi oleh (society)
masyarakatnya. Media dipandang sebagai sebuah institusi yang tidak pernah lepas dari
pertarungan kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Mereka saling berlomba mencari
otoritas untuk mendefinisikan realitas, sehingga realitas menjadi bagian dari kekuasaan.
Dengan kata lain media tidak pernah terlepas dari keseharian hidup masyarakat, mereka
antara satu dengan lainnya. Pada proses objektivikasi gagasan tersebut menjadi realitas
objektif, sedangkan pada proses internalisasi realitas objektif tersebut tertanam kembali
terjadi ketika individu dapat hidup bersosialisasi dengan masyarakat, individu mengikuti
konstruksi yang dipandang objektif pada saat itu, dan konstruksionis juga melihat bahwa
Gigih Sari Alam 3
Web : www.indohotnews.com , www.gigihsarialam.blogspot.com
Email : gigih.sa@gmail.com
keberhasilan sosialisasi menurut individu adalah jika ia dapat menerima legitimasi dari
masyarakat.
Proses dialektis ini mempunyai implikasi bahwa pada proses internalisasi tidak
semua realitas terserap oleh kesadaran subjektif dengan baik sehingga konstruksi manusia
tentang realitas dunia itu tidak tunggal, melainkan berganda (multiple), sedangkan realitas
yang menonjol menjadi bahasa sehari-hari dianggap sebagai suatu yang normal, objektif
dan wajar.
Konstruktivisme pada batasan ini menganggap bahwa apa yang orang sebut
melainkan diciptakan individu. Apa yang dilihat nyata, tidak lain merupakan konstruksi
yang secara mufakat dianggap yang terbaik, tercanggih dan disepakati pada saat tertentu.
Oleh karena itu konstruktivisme berpendapat bahwa "realitas objektif" hanya terdapat
merupakan refleksi autentik realitas dihayati oleh pelaku para sosial— disepakati sebagai
kriteria umum. Penelitian ini tidak membuat batasan yang ketat antara pengumpulan data,
pun tidak memberikan kriteria yang kaku mengenai tolok-ukur objektivitas. Namun dari
segi authenticity, kelemahan studi ini adalah bahwa reflektivitas hanya tertangkap
sepotong saja, mengingat peneliti tidak mengerjakan partisipasi observasi dengan subjek
============================================
Catatan
Fakta adalah perihal mengenai keadaan, peristiwa yang merupakan kenyataan, sesuatu yang benar-benar
ada atau terjadi.
Pendekatan konsruksionis tumbuh berkat dorongan kaum interaksi simbolik dari karya-karya Schutz,
Berger, dan Luckman. Pendekatan ini terutama memandang bahwa kehidupan sehari-hari terutama adalah
kehidupan melalui dan dengan bahasa. Bahasa tidak hanya mampu membangun simbol-simbol yang
diabstraksikan dari pengalaman sehari-hari, melainkan juga “mengembalikan” simbol-simbol itu dan
menghadirkannya sebagai unsur yang objektif dalam kehidupan sehari-hari. Ada empat asumsi yang
melekat pada pendekatan konstruksionis. Pertama, dunia ini tidaklah tampak nyata secara objektif pada
Gigih Sari Alam 5
Web : www.indohotnews.com , www.gigihsarialam.blogspot.com
Email : gigih.sa@gmail.com
pengamat, ttapi diketahui melali pengalaman yang umumnya dipengaruhi oleh bahasa. Kedua, kategori
linguistik yang dipergunakan untuk memahami realitas bersifat situasional, karena kategori ini muncul dari
interaksi social dalam kelompok orang pada waktu dan tempat tertentu. Ketiga, bagaimana realitas tertentu
dipahami pada waktu tertentu dan ditentukan oleh kovensi komunikasi yang berlaku pada waktu itu, karena
itu, stbilitas dan instabilitas pengetahuan banyak bergantung pada perubahan social ketimbang reaitas
objektif di luar pengalaman. Keempat, pemahaman realitas yang terbentuk secara social membentuk
bnanyak aspek kehidupan lain yang penting. Bagaimana kita berpikir dan berprilaku dalam kehidupan
sehari-hari ditentukan oleh bagaimana kita memahami realitas.
Dalam pandangan positivistis, pesan adalah apa yang pengirim lemparkan kepada khalayak, apa pun
artinya. Dalam paradigma Positivistis fakta itu ada secara riil dan berada diluar diri subjektivitas peneliti
(wartawan), menurut Francis Bacon lewat pengamatan yang sistematis peneliti (wartawan) sebagai sebuah
proses induksi: pengamatan atas suatu objek dan kebenaran ilmiah itu ada di luar diri manusia.
Literatur
Dennis Mc. Quail, Mass Communication Theory, diterjemahkan oleh Agus Dharma dan Aminuddin Ram,
Teori Komunikasi, Suatu Pengantar, Penerbit: Erlangga, Jakarta, 1996.
Eriyanto, “Objektivitas Media: Pandangan Konstruksionis dan Positivistik”, Majalah Pantau, Edisi 08 /
Maret-April 2000.
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, penerbit: LKIS, Yogyakarta, 2002.
Margaretha Poloma, Sosiologi Kontemporer, Penerbit: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.
Peter L. Berger, Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial (terjemahan), Penerbit: LP3ES, Jakarta, 1991.
Egon G. Guba (ed), The Paradigm Dialog, California: Sage Publications, 1990.
Stephen P. Littlejohn, Theories of Human Communication, Fifth Edition, California: Wadsworth Publishing
Company, 1996.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Balai Pustaka, Edisi Kedua, 1999.