You are on page 1of 20

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................................i Daftar Isi....................................................................................................................................1 BAB I Pendahuluan..............................................................................................................................2 BAB II Anatomi dan Fisiologi Tonsil dan Adenoid..............................................................................3 BAB III Tonsilitis dan Adenoiditis..........................................................................................................9 BAB IV Tonsiloadenoiditis....................................................................................................................16 BAB V Kesimpulan..............................................................................................................................19 Daftar Pustaka.........................................................................................................................20

BAB I PENDAHULUAN Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Radang kronik pada adenoid dan tonsil masih menjadi problem kesehatan di dunia. Di Amerika Serikat prevalensi adenoiditis / tonsilitis kronik pada tahun 1995 adalah 7 per 1000 penduduk atau 0,7%. Di Norwegia, 11,7% anak mengalami tonsilitis rekuren. Sementara itu di RS. Hasan Sadikin Bandung, pada periode April 1997 sampai Maret 1998 didapatkan 1024 (6,75%) pasien tonsilitis kronik dari seluruh kunjungan. Masalah kesehatan dari penyakit telinga hidung dan tenggorok terutama pada tonsil dan adenoid termasuk penyakit yang paling banyak ditemukan pada masyarakat. Keluhan seperti nyeri tenggorokan, infeksi saluran pernapasan bagian atas yang sering disertai dengan masalah pada telinga, adalah jumlah terbesar dari pasien yang datang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan terutama anak-anak.1 Infeksi saluran pernapasan atas pada anak-anak merupakan hal yang paling sering dijumpai oleh dokter umum.2 Keluhan-keluhan infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorok dan penyakit-penyakit telinga dapat disebabkan oleh karena gangguan dari tonsil dan adenoid. Seperti halnya jaringan limfoid lain, jaringan limfoid pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak. Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan menjadi lebih terbuka kesempatan untuk mendapat infeksi dari anak yang lain.

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Tonsil Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.6 Pada tonsil terdapat epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta kripte di dalamnya.7,8 Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :7 1. Tonsila lingualis, terletak pada radiks linguae. 2. Tonsila palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus. 3. Tonsila pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring. 4. Tonsila tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva. 5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum. Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsila lingualis, tonsila palatina, tonsila pharingica dan tonsila tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama Cincin Waldeyer.2,7 Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada Cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanakkanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, yang kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.2

Gambar 2.1 Tonsil Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring merupakan tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya yang tidak datar, sehingga terjadi turbulensi udara pernapasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun Cincin Waldeyer itu semakin besar.3

2.2 Embriologi Tonsila Palatina Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsila palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripte tonsiler pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu.1

2.3 Anatomi Tonsila Palatina Tonsila palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsilaris. Tiap tonsila ditutupi membran mukosa 4

dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas permukaan medial tonsila terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsila ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsila palatina, terletak berdekatan dengan tonsila lingualis.5,6

1. Serabut Otot 2. Epitel Permukaan 3. Kripte 4. Limfonoduli

Gambar 2.2 Belahan Tonsil10

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah :3,4 1. Anterior 2. Posterior 3. Superior 4. Inferior 5. Medial 6. Lateral : arcus palatoglossus : arcus palatopharyngeus : palatum mole : 1/3 posterior lidah : ruang orofaring : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan

areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsila.

2.4 Vaskularisasi Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tetapi juga bisa melalui polus cranialis. Melalui polus caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina ascendens dan a. facialis. Melalui polus cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica ascendens dan a. palatina minor. Semua cabang-cabang tersebut merupakan cabang dari a. carotis eksterna. Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis dan di sekitar kapsula tonsil membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsil dari palatum mole menuju ke bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus pharyngealis. Cairan limfe dituangkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis superficialis dan sebagian besar ke lnn. cervicalis profundus superior terutama pada limfonodi yang terdapat di dorsal angulus mandibular (lnn. tonsil). Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae.

2.5 Innervasi Innervasi terutama dilayani oleh n. IX (glossopharyngeus) dan juga oleh n. palatina minor (cabang ganglion sphenopalatina). Pemotongan pada n. IX menyebabkan anestesia pada semua bagian tonsil .4 2.6 Imunologi Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam pembentukan imunitas lokal dan pertahanan imunitas tubuh. Imunoglobulin (Ig G, A, M, D), komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil akan menyebabkan terjadinya antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel T.2 Efek dari adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang masih diperdebatkan. Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi Imunoglobulin A nasofaring terhadap vaksin polio setelah adenoidektomi atau adanya peningkatan kasus Hodgkins limfoma.1 Namun bagaimanapun peran tonsil masih tetap kontroversial dan sekarang ini belum terbukti adanya efek imunologis dari tonsilektomi.

2.7 Adenoid6 Adenoid adalah kelompok jaringan limfoid yang terletak pada atap dan dinding posterior nasofaring (Ballinger, 1999). Nasofaring berada di belakang bawah dari soft palate dan hard palate. Bagian atas dari hard palate merupakan atap dari nasofaring. Anterior nasofaring merupakan perluasan rongga hidung posterior. Menggantung dari aspek posterior soft palate adalah uvula. Pada atap dan dinding posterior nasofaring, diantara lubang tuba auditory, mukosa berisi masa jaringan limfoid yang disebut pharyngeal tonsil (adenoid). (Ballinger, 1999). Nasofaring merupakan suatu ruangan yang terletak di belakang rongga hidung di atas tepi bebas palatum molle. Berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga tengah masing-masing melalui choanae dan tuba eustachius (Susworo, 1987).

2.7 Fisiologi kelenjar adenoid Adenoid bersama tonsil dan lingual tonsil membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Bagian-bagian lain cincin ini dibentuk oleh tonsil lidah dan jaringan limfe di mulut tuba Eustachius. Kumpulan jaringan ini pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan, melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Seperti halnya jaringan-jaringan limfe yang lain, jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak dan menjadi atrofi pada masa pubertas. Karena kumpulan jaringan ini berfungsi sebagai suatu kesatuan, maka pada fase aktifnya, pengangkatan suatu bagian jaringan tersebut menyebabkan hipertrofi sisa jaringan (Parcy, 1989). Ukuran adenoid kecil pada waktu lahir. Selama masa kanak-kanak akan mengalami hipertrofi fisiologis, terjadi pada umur 3 tahun. karena adenoid membesar, terbentuk pernafasan melalui mulut. Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan lebih terbuka kesempatan untuk mendapatkan infeksi dari anak yang lain. Hal ini menyebabkan pembesaran adenoid dan akan menciut setelah usia 5 tahun. Adenoid akan mengalami atrofi dan menghilang keseluruhannya pada usia pubertas (Parcy, 1989).2

BAB III TONSILITIS DAN ADENOIDITIS 3.1 Definisi Tonsilitis Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer, disebabkan oleh bakteri atau kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh virus, tonsilitis terbagi dua, yaitu Tonsilitis Akut dan Tonsilitis Kronis.3 Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman terutama Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus. Jenis Streptokokus meliputi Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans dan Streptokokus piogenes. Bakteri penyebab tonsilitis akut lainnya meliputi Stafilokokus Sp., Pneumokokus, dan Hemofilus influenzae. Haemofilus influenzae menyebabkan tonsilitis akut supuratif. Tonsilitis akut paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia 5 tahun dan 10 tahun. Penyebarannya melalui droplet infection, yaitu alat makan dan makanan.5,6 Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus. 7

Gambar 8. Tonsilitis

3.2 Etiologi Tonsilitis Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon General of the Army, dimana dari 169 kasus didapatkan : 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita. 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.1,3 Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :1 1. 2. 3. 4. 5. Streptokokus hemolitikus Grup A Hemofilus influensa Streptokokus pneumonia Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika) Tuberkulosis (pada immunocompromise)

3.3 Faktor Predisposisi Tonsilitis 1. 2. 3. 4. 5. 6. Rangsangan kronis (rokok, makanan) Higiene mulut yang buruk Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah) Alergi (iritasi kronis dari alergen) Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik) Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

3.4 Patologi Tonsilitis Proses keradangan dimulai pada satu atau kebih kripte tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut.4 Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar. Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh detritus (epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte 10

berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsil. Pada anak, proses ini dapat disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.2

3.5 Manifestasi Klinis Tonsilitis Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering dan pernapasan berbau, rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan sakit waktu menelan.6 Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil yang mungkin tampak : 1. keju. 2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsillar bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.5,7 Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :1,2 T0 T1 T2 T3 T4 : Tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat : < 25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan

sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti

3.6 Terapi Tonsilitis

11

Medikamentosa yaitu dengan pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin ( terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis) (Adam, 1997; Lee, 2008). 7 Operatif Dengan tindakan tonsilektomi (Adam, 1997; Lee, 2008). Pada penelitian Khasanov et al mengenai prevalensi dan pencegahan keluarga dengan Tonsilitis Kronis didapatkan data bahwa sebanyak 84 ibu-ibu usia reproduktif yang dengan diagnosa Tonsilitis Kronis, sebanyak 36 dari penderita mendapatkan penatalaksanaan tonsilektomi (Khasanov et al, 2006). 1,2 Indikasi Tonsilektomi5 Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi di indikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini indikasi utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan the American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi : 1. Indikasi absolut a) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal b) abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase, kecuali jika dilakukan fase akut. c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam d) Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi 2. Indikasi relatif 12

a) Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan pengobatan medik yang adekuat b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan medik c) Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap -laktamase

Kontraindikasi Tonsilektomi6 Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. Gangguan perdarahan Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat Anemia Infeksi akut yang berat

3.7 Definisi Adenoiditis Adenoiditis adalah peradangan yang terjadi pada adenoid. Peradangan tersebut dapat disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus, serta alergi. Peradangan adenoid ini juga dikaitkan dengan pembengkakan pembesaran kelenjar limfa yang dapat memengaruhi pernapasan, khususnya selama tidur. 3,4 Adenoiditis umumnya terdapat pada bayi sampai anak, dengan usia sekitar kurang dari 12 tahun, dan terbagi menjadi adenoiditis akut dan kronis. Adenoiditis kronis adalah peradangan adenoid yang berulang, dan dapat menyebabkan hipertrofi adenoid.

3.8 Etiologi Adenoiditis

13

50% penyebab adenoiditis berasal dari infeksi bakteri Streptokokus Hemolitikus. Penyebab pada adenoidiis kronis terjadi akibat peradangan berulang / iritasi pada adenoid akibat dari rinitis kronis atau sinusitis kronis.7 3.9 Manifestasi Klinis Adenoiditis1 Adenoiditis akut: Demam tinggi sampai kejang Hidung tersumbat Anak rewel Pada pemeriksaan Rhinoskopi anterior didapatkan adanya oedem pada adenoid disertai hioeremis dan terkadang tertutup sekret Biasanya gejala terjadi bersama tonsilitis akut Nafsu makan menurun Rinolalia oklusa Faciesadenoid Pilek dan hidung tersumbat Sakit kepala Pendengaran berkurang Adenoiditis kronis:

3.10 Komplikasi Adenoiditis4 Otitis Media Akut Infeksi Saluran Nafas Bawah

3.11 Indikasi Adenoidektomi3

14

Obstruksi jalan nafas kronis Nasofaring purulen kronis walaupun dg terapi adekuat Otitis media serosa Otitis media supuratifa akut yg rekuren Otitis media supuratifa kronik Curiga keganasan nasofaring

15

BAB IV TONSILOADENOIDITIS

4.1 Definisi Tonsiloadenoiditis adalah infeksi dari tonsil dan adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan infeksi 6x atau lebih per tahun. Ciri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan dari terapi dengan antibiotik. Penyebab yang tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri Streptococcus hemoliticus grupA, selain karena bakteri tonsilitis dapat disebabkan oleh virus. Kadang-kadang tonsillitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti spirochaeta, dan Treponema vincent.3,4 4.2 Manifestasi Klinis7 nyeri menelan hidung tersumbat sehingga bernafas lewat mulut tidur mendengkur karena bernafas lewat mulut sedangkan otot-otot relaksasi sehingga udara menggetarkan dinding saluran nafas dan uvula sleep apnea symptoms Facies adenoid : mulut selalu membuka, hidung kecil tidak sesuai umur, tampak bodoh, kurang pendengaran karena adenoid terlalu besar menutup torus tubarius sehingga dapat terjadi peradangan menjadi otitis media, rhinorrhea, batuk-batuk, palatal phenamen negatif. Pasien yang datang dengan keluhan sering sakit menelan, sakit leher, dan suara yang berubah, merupakan tanda-tanda terdapat suspek abses peritonsiler.

4.3 Komplikasi3 Komplikasi adenoiditis kronik: Faringitis Bronchitis 16

Sinusitis kronik Otitis media akut berulang Otitis media kronik, dan akhirnya terjadi otitis media supuratif kronik.

Komplikasi Tonilitis kronik: Rinitis kronis Sinusitis Otitis media secara perkotinuitatum Komplikasi secara hematogen atau limfogen (endokarditis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, furunkulosis). 4.4 Diagnosis7 Pada Inspeksi, tonsil terlihat berbenjol-benjol, krypta melebar disertai adanya detritus. Sementara itu untuk adenoid pemeriksaan dapat dilakukan dengan rinoskopi posterior, palpasi dan X foto adenoid utamanya pada kecurigaan adanya pembesaran. Pada anak pemeriksaan rinoskopi posterior sulit dilakukan demikian juga palpasi. X foto adenoid merupakan satu-satunya cara praktis untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran adenoid pada anak. Yang perlu diperhatikan pada kecurigaan tonsiloadenoiditis / adenoiditis kronik, perlu disingkirkan kemungkinan adanya penyakit atau kelainan di hidung atau sinus paranasal. Untuk ini diperlukan rinoskopi anterior. Apabila pada rinoskopi anterior ternyata ditemukan bahwa mukosa hidung normal tidak ditemukan adanya hipertrofi konka, serta kelainan lain di hidung maka kemungkinan besar kelainan tersebut akibat tonsiloadenoiditis.

4.5 Terapi 17

Manajemen terapi yang umum atau lazim dilakukan untuk tonsiloadenoiditis adalah Tonsiloadenoidektomi. Bila terjadi ekaserbasi akut, diberikan antibiotik golongan penisilin (amoksisilin 50 100 mg/kg BB) selama 5 10 hari. Proses perbaikan luka pasca tonsiloadenoidektomi akan terjadi dalam 4 6 minggu. 7

Prinsip dasar tindakan Tonsiloadenoidektomi adalah: menghilangkan fokus infeksi kronik menghilangkan sumbatan nafas mengurangi gangguan fungsi tuba, sehingga menghindari kemungkinan terjadi nya otitis media Indikasi Tonsiloadenoidektomi:3 Penyakit Infeksi: Tonsilitis akut, rekuren yang terjadi lebih dari 6-7 episode dalam satu tahun atau 5 episod per tahun dalam 2 tahun atau 3 episode per tahun dalam 3 tahun Tonsilitis akut rekuren dengan kejang demam atau penyakit katup jantung Penyakit Obstruksi: Lain-lain: Lesi tonsilar dengan kecurigaan n Tidur mengorok dengan bernafas lewat mulut yang kronik Obstructive sleep apnea Hipertrofu adenotonsilar dengan facial growth abnormality Mononuklearis dengan obstruktif hipertrofi tonsil yang tidak responsif dengan steroid Tonsilitis kronis yang tidak responsif dengan terapi antibiotik adeuat Abses peritonsil dengan riwayat infeksi tonsil

18

BAB V KESIMPULAN Tonsilitis kronik pada anak hampir selalu terjadi bersama adenoiditis kronik karena adenoid dan tonsil merupakan jaringan limfoid yang saling berhubungan membentuk suatu cincin yang dikenal dengan waldeyer ring. Tonsiloadenoiditis cukup sering terjadi, terutama pada kelompok usia anak antara 5 sampai 10 tahun.2 Infeksi virus dengan infeksi sekunder pada bakteri, merupakan salah satu mekanisme terjadinya tonsiloadenoiditis. Adenoid dan tonsil dapat mengalami penbesaran yang disebabkan karena hipertrofi sel akibat respon terhadap infeksi tersebut. Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala. Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman.

19

DAFTAR PUSTAKA 1. Notosiswoyo M, Martomijoyo R, Supardi S, Riyadina W. Pengetahuan dan Perilaku Ibu / Anak Balita serta persepsi masyarakat dalam kaitannya dengan penyakit ISPA dan pnemonia. Bul. Penelit. Kes. 2003; 31:60-71. 2. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan Saluran Nafas Bagian Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994 : 194-224. 3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Edisi ke delapan. McGrawl-Hill. 2003. 4. Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C. Ear, Nose, and Throat Disease. Edisi ke dua. Thieme. New York:1994. 5. Newlands, Shawn D. Bailey, Biron J. et al.. Textbook of Head and Neck SurgeryOtolaryngology. 3rd edition. Volume 1. Lippincot: Williams & Wilkins. Philadelphia. 273-9. 2000. 6. Rusmarjono & Soepardi, E.A. (2001), Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta. 7. Wirawan, S. & Puthra, I.G.A.G. (1979), Arti Fungsionil dari Elemen-elemen Histologis Tonsil, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.

20

You might also like