You are on page 1of 45

Proposal KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK TERMINAL DI RSUD PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana kedokteran Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : Nama NIM : : Suratmi S. Haji 20060310150

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2010 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang bersifat progresif dan lambat, dan biasanya berlangsung selama beberapa tahun, ginjal mempunyai kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (price and Wilson, 2005). Gagal Ginjal Kronik terminal atau end stage renal disease (ESRD) (GGKT) merupakan masalah kesehatan dunia dengan terjadi peningkatan insidensi, prevalensi serta tingkat morbiditas. Penyakit gagal ginjal kronik terminal memerlukan perawatan dengan biaya perawatan yang mahal dan "outcome" yang buruk karena penderita GGKT menjalani hemodialisis (Go et al., 2004). Insidensi gagal ginjal kronik di Indonesia diduga sebesar 100-150 tiap 1 juta penduduk per tahun. Jika dibandingkan dengan penyakit jantung koroner, stroke, diabetes mellitus dan kanker, angka GGKT di Indonesia ini jauh lebih kecil, akan tetapi menimbulkan masalah besar oleh karena biaya pengobatannya mahal dan berjangka lama. Pada tahun 2000 terdapat sebanyak 2.617 pasien dengan hemodialisis dengan beban biaya yang ditanggung oleh Askes sebesar Rp 32,4 milyar dan pada tahun 2004 menjadi 6.314 kasus dengan biaya Rp 67,2 milyar(Bakri, 2005).

Penderita gagal ginjal kronik terminal (ESRD) membutuhkan 8-12x hemodialisis per bulan dengan biaya rata-rata Rp 600.000/hemodialisis untuk menggantikan fungsi ginjal yang sudah rusak permanen (Bakri, 2005). Setiap hemodialisis penderita harus meluangkan waktu 3 jam untuk proses hemodialisis dan sering diikuti dengan rasa sakit dan beban psikis karena tergantung pada bantuan orang lain. Kurangnya dukungan keluarga dan lembaga pelayanan kesehatan menjadi beban tersendiri bagi penderita GGKT. Penderita GGKT

biasanya memiliki kualitas hidup lebih rendah (Cohen et al., 2007; Scot et al., 2007; Wu et al., 2004). Kualitas hidup merupakan konsep mengenai karakter fisik maupun psikologis dalam konteks sosial. Definisi kualitas hidup menurut WHO adalah the individuals perception of their life status concerning the context of culture and value system inwhich they live and their goals, expectations, standards,and concerns (Nelson & Lotfy, 1999). Untuk mengukur kualitas hidup telah dikembangkan berbagai kuesioner diantaranya dengan menggunakan kuesioner dari WHO. Pengukuran HRQOL bersifat multidimensi yang meliputi antara lain fungsi fisik, sosial dan fungsi peran , mental health dan persepsi kesehatan secara umum (Albert et al., 2004, Bayliss et al., 2005). Tingkat mortalitas dan morbiditas penderita GGKT semakin meningkat dengan disertai penurunan kualitas hidup. Tingkat morbiditas dan mortalitas serta penurunan kualitas hidup penderita GGKT semakin besar dengan adanya faktor-faktor pemberat baik berupa komorbiditas (kardiovaskuler, DM maupun infeksi hepatitis), faktor keluarga dan status sosial ekonomi, kualitas pelayanan dan gaya hidup (merokok).

Merokok adalah kegiatan menghisap atau mengulum (nginang, Jawa) tembakau atau bahan berbasis tembakau. Kebiasaan merokok tidak saja menjadi faktor risiko terjadinya GGKT tetapi juga merupakan faktor pemberat dan pemperjelek prognosis serta menurunkan kualitas hidup penderita (Baggio et al., 2002; Orth et al., 2000; Ejerblad et al., 2004). Tetapi sampai sejauh ini belum dilakukan penelitian tentang hubungan perilaku merokok dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal di RSUD PKU Muhammadiyah Yogyakarta, sehingga penelitian ini sangat penting untuk dikerjakan. Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah salah satu rumah sakit rujukan di Yogjakarta untuk perawatan penderita gagal ginjal dan membuka pelayanan hemodialisis. Penelitian tentang hubungan perilaku merokok dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal yang dirawat di RSUD PKU Muhammadiyah Yogyakarta belum pernah dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penelitian tentang hubungan perilaku merokok dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal yang melakukan program hemodialisis di unit hemodialisis RSUD PKU Muhammadiyah Yogyakarta perlu untuk dilakukan. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan: Bagaimana hubungan perilaku merokok dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: Mengetahui hubungan perilaku merokok dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini akan memberikan kemanfaatan antara lain: 1. Secara saintifik hasil penelitian ini akan menambah informasi dan ilmu pengetahuan tentang hubungan perilaku merokok denga kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik di daerah Yogyakarta yang sampai saat ini masih kurang. 2. Secara praktis hasil penelitian ini akan memberikan informasi untuk para klinisi yang melaksanakan pelayanan perawatan penderita gagal ginjal di RSUD PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan para pimpinan atau pengambil kebijakan tentang upaya peningkatan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik dan pengelolaan penderita gagal ginjal kronik. E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian tentang gagal ginjal kronik sebelumnya sudah pernah dilakukan, tetapi mempunyai variabel yang berbeda yaitu seperti penelitian yang dilakukan oleh (Peterson,1995) meneliti tentang metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal yaitu dengan cara hemodialisis. Pada tahun 1995, pearce melaporkan tentang penderita yang didiagnosa mengalami gagal ginjal terminal

yang tidak menjalani transplantasi ginjal maka seumur hidupnya dia akan tergantung pada dialisa untuk menggantikan fungsi ginjalnya. Pada tahun 2007, Cohen et al melaporkan tentang penderita gagal ginjal kronik terminal biasanya memiliki kualitas hidup lebih rendah karena kurangnya dukungan keluarga dan lembaga pelayanan kesehatan sehingga menjadi beban tersendiri bagi penderita GGKT. Dari sepengetahuan penulis, penelitian tentang hubungan perilaku merokok dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal yang menjalani program hemodialisis di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta belum pernah dilakukan. Bahkan penelitian serupa di rumah-sakit yang lain di Yogyakarta juga belum pernah dilakukan. Pada tahun 2008, Tarkhem meneliti tentang The Effeectiveness of Intradialytic Exercise Prescription on Quality of Life in Patients Whith Crhronic Kidney Disease, yang menggunakan metode kriteria inklusi spesifik menyatakan fungsi ginjal yang mana akan membantu pasien untuk menjalankan hidupnya, tetapi pelayanan yang baik juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. Pada tahun 2007, Cohen et al meneliti tentang Pain, Sleep Disturbance, and Quality of Life in Patients with Crhonic Kidney Disease, menyatakan bahwa prevalensi nyeri, gangguan tidur, dan status psikologis yang abnormal pada pasien dengan gagal ginjal kronik kemungkinan sama dengan pasien yang menderita penyakit kronik lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Definisi Gagal Ginjal kronik terminal (end stage renal disease). Gagal ginjal adalah penyakit yang ditandai dengan adanya penurunan fungsi ginjal. Penyakit gagal ginjal dibedakan menjadi gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Penyakit gagal ginjal akut biasanya terjadi oleh karena adanya hipoksia pra renal yang berakhir pada iskemia jaringan ginjal sehingga menyebabkan kerusakan pada sel-sel tubulus ginjal dan menghambat atau mengganggu fungsi penyaringan oleh glomerulus atau glomerulus filtration rate (GFR) menurun yang bersifat sementara atau reversible (Levey et al., 2003). Berbeda dengan gagal ginjal akut, pada gagal ginjal kronik kerusakan struktur ginjal atau penurunan GFR bersifat irreversibel. Pengertian gagal ginjal kronik adalah abnormalitas struktur dan fungsi ginjal selama lebih dari 3 bulan dengan manifestasi sbb (1). Kerusakan ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR yang dapat diketahui dari adanya gambaran kelainan histopatologis atau adanya marker kerusakan ginjal, termasuk didalamnya adalah adanya abnormalitas susunan darah atau susunan urin pada test mikroskopis dan (2). GFR<60 ml/min/1.73 m2,dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Levey et al., 2003, Stevens et al., 2006).

2. Patogenesis dan manifestasi klinik gagal ginjal kronik terminal Pada keadaan dimana terjadi gangguan fungsi filtrasi dari ginjal biasanya diikuti dengan kenaikan kadar kreatinin dan ureum darah. Sehingga manifestasi klinik gagal ginjal kronik biasanya adalah merupakan manifestasi dari adanya kerusakan struktur ginjal atau gangguan fungsi filtrasi ginjal, antara lain adanya keluhan penurunan jumlah kencing yang dikeluarkan, kencing berwarna lebih tua, adanya darah pada kencing, peningkatan ureum atau kretinin serta anemia yang kadang-kadang membutuhkan hemodialisis. Penyakit gagal ginjal kronik yang membutuhkan tindakan hemodialisis rutin atau transplantasi organ ginjal disebut dengan penyakit gagal ginjal terminal atau end stage renal disease (ESRD). Kriteria diagnosis gagal ginjal terminal adalah penurunan fungsi filtrasi glomerulus yang dinyatakan dengan kliren kreatinin <5 ml/menit dan kadar kreatinin serum lebih dari atau sama dengan 10 mg/dL(Mitch et al., 1990). Perjalanan alamiah penyakit gagal ginjal dan strategi penanganannya serta komplikasinya tampak pada gambar 1.

Gambar 1. Perjalanan alamiah penyakit gagal ginjal dan strategi penanganannya serta komplikasinya (Levey et al., 2003)

Terjadinya gagal ginjal progresif adalah diakibatkan oleh 3 hal yaitu glomerulosklerosis, fibrosis tubulointerstisial dan sklerosis vaskular. Semua bentuk gagal ginjal kronik berhubungan dengan kerusakan tubulointerstisial yang nyata. Penyakit tubulointerstisial dapat menyebabkan atropi tubulus dan atau obstruksi, bahkan mengakibatkan kehilangan nefron (Remuzi & Bertani, 1998). 3. Epidemiologi gagal ginjal kronik terminal (End stage Renal Diseases) Gagal ginjal kronik merupakan penyakit kronik yang menjadi salah satu permasalahan utama kesehatan di masyarakat (Schoolwerth et al., 2006). Penyakit gagal ginjal kronik telah mengalami epidemik, senantiasa terjadi penambahan kasus baru yang semakin meningkat dari tahun ketahun sementara kasus lama masih dalam perawatan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang besar. Gambaran kecenderungan peningkatan insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik dan gagal ginjal terminal (ESRD) di Amerika tampak pada gambar 3.

Gambar 3. Kecenderungan peningkatan prevalensi dan insidensi gagal ginjal kronik dan ESRD di Amerika (Gilberston et al., 2005).

10

Di Amerika terjadi kenaikan tajam penderita gagal ginjal kronik dan gagal ginjal terminal, kasus baru gagal ginjal terminal pada tahun 1978 kurang lebih sebesar 14.500 sedangkan pada tahun 2002 naik menjadi 100.359 (Schoolwerth et al., 2006). Kasus baru ESDR pada tahun 2004 di Amerika serikat sebesar 104.000, naik 1,5% dari tahun 2003 sedangkan penderita yang mendapatkan dialisis sebanyak 336.000 atau naik sebesar 3-4 % dari tahun 2003. Pada tahun 2004 di Amerika serikat prevalensi penderita yang mendapatkan transplantasi ginjal sebanyak lebih dari 136.000 atau naik 5-9 % dari tahun 2003. Pada tahun 2006 jumlah penderita gagal ginjal kronik di Amerika adalah sebanyak 19,2 juta atau 11% dari populasi dewasa sedangkan yang mengalami gagal ginjal terminal adalah sebesar 0,22% populasi (Schoolwerth et al., 2006). Rata-rata umur insidensi penderita ESRD di Amerika adalah 64,6 tahun. Pada warga kulit hitam angka kejadian ESRD oleh karena diabetika mulai meningkat pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan pada warga kulit putih besarnya angka kejadian ESRD adalah sama pada semua kelompok umur. Di Amerika angka kejadian ESRD pada kaum laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada wanita (Schoolwerth et al., 2006). Gambaran besarnya prevalensi pada berbagai gangguan fungsi ginjal berdasarkan nilai GFR di Amerika tampak pada tabel 1.

11

Tabel 1. Tahap kerusakan ginjal dan hubungannya dengan GFR dan prevalensinya di masyarakat Amerika (Levey et al,2003) GFR (ml/min/1.73 Tahap Gambaran m2) Kerusakan ginjal 1 dengan GFR Kerusakan ginjal 2 dengan sedikit GFR 3 4 5 GFR moderat GFR berat Gagal ginjal 30-59 15-29 < 15 atau Dialysis 7,600 400 300 4.3 0.2 0.1 60-89 5,300 3.0 90 Prevalensi* N (1000s) 5,900 % 3.3

Gagal ginjal kronik terminal dapat mengakibatkan prematuritas dalam kesakitan dan kematian serta penurunan kualitas hidup serta mahal dalam perawatannya. Angka kematian akibat gagal ginjal kronik terminal di Amerika serikat mencapai 71.000 pada tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat mencapai 352.000 pada tahun 2030 (Schoolwerth et al., 2006). Insidensi gagal ginjal kronik terminal di Taiwan adalah tinggi. Telah terjadi kenaikan tajam insidensi chronic kidney disease (CKD) di Taiwan dari 1,99 % pada tahun 1996 menjadi 9,83 % pada tahun 2003. Angka insidensi CKD di Taiwan tahun 2003 adalah sebesar 135 tiap 10.000 orang per tahun. Faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian CKD di Taiwan adalah umur

12

(OR=13,95 untuk di atas 75 tahun dibandingkan 20 tahun), diabetes melitus, hipertensi, hiperlipidemi dan jenis kelamin wanita (Kuo et al., 2007). Di Jepang telah terjadi kenaikan tiga kali lipat pengguna renal replacement therapy (RRT) antara 1983-2000, sehingga jumlah pengguna RRT pada tahun 2000 mencapai lebih dari 31.000 orang (Wakai et al., 2004). Di Jepang kejadian ESRD pada kelompok laki-laki lebih besar dibandingkan pada kelompok wanita. Insidensi ESRD di Jepang tertinggi terjadi pada kelompok umur 80-84 tahun yaitu sebesar 1432 tiap 1 juta penduduk untuk laki-laki dan 711 tiap 1 juta penduduk untuk wanita (Wakai et al., 2004). Penelitian epidemiologi multi negara oleh The ESRD incidense Study Group menunjukkan bahwa insiden ESRD di negara-negara Asia dan negara berkembang lainnya adalah lebih tinggi dibandingkan negara di Eropa, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan insidensi ESRD di Australia dan New Zealand. Gambaran Age-and sex standardized incidense rates (ASR) ESDR di Malaysia pada berbagai kelompok yaitu kelompok umur 0 -14 tahun adalah 96 tiap 1 juta penduduk, 15-29 tahun adalah 26 tiap 1 juta penduduk, 30-44 tahun adalah 77 tiap 1 juta penduduk dan 45-64 tahun adalah 306 tiap 1 juta penduduk (The ESRD Incidense Study Group, 2006). Sebagaimana di negara-negara berkembang lainnya, insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik terminal di Indonesia juga belum diketahui dengan pasti. Besarnya insidensi gagal ginjal kronik terminal di Indonesia diperkirakan sebesar 100-150 orang tiap 1 juta penduduk pertahun. Besarnya prevalensi gagal ginjal kronik terminal di Indonesia diperkirkan sebesar 200 250 orang tiap 1 juta

13

penduduk pertahun (Bakri, 2005). Besarnya insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik dan ESRD di Yogjakarta juga belum diketahui.

4. Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian gagal ginjal kronik. Dari hasil penelitian, faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan kejadian dan progresifitas penyakit gagal ginjal kronik antara lain umur, jenis kelamin, etnik, berat lahir rendah, berat badan, status sosial ekonomi, merokok, tekanan darah, kholesterol darah, alkohol dan obat terlarang lainnya, obat analgetika & NSAID, dan diabetes (Agarwal et al., 2005; Kasiske & Klinger, 2000; Mc Clelan & Flanders, 2003; Haroun et al., 2003; Schwartz et al., 1999; Sietsma et al., 2000). Sedangkan yang menjadi penanda utama penyakit gagal ginjal adalah CRP, proBNP , Hemoglobin, GFR dan albuminuria (Mcclelan & Flanders., 2003). Berdasarkan sifat dapat atau tidaknya faktor-faktor tersebut untuk diubah, faktor risiko gagal ginjal kronik dibagi menjadi tiga yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah atau diobati, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diobati. Diduga termasuk faktor risiko gagal ginjal kronik yang dapat diubah melalui pendidikan antara lain merokok, berat bayi lahir rendah, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang lainnya, perilaku hidup tak sehat, paparan zat-zat toksik dan penyalah gunaan obat-obatan analgetik (Fored, 2003). Termasuk dalam faktor risiko gagal ginjal kronik yang dapat diobati adalah tekanan darah tinggi, kencing manis, dislipidemia dan proteinuria (Chen et al.,

14

2004; Retnakaran et al., 2006) sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah dan diobati adalah jenis kelamin, ras atau etnik dan umur (Fored, 2003). Akhir-akhir ini mulai terjadi kecenderungan baru penyakit gagal ginjal yaitu banyak anak muda usia mulai dijangkiti gagal ginjal kronik. Penyakit gagal ginjal yang dulunya banyak dialami oleh orang-orang yang lebih tua atau di atas 40 tahun saat ini banyak dialami oleh orang yang berumur kurang dari 40 tahun bahkan anak-anak yang berumur belasan tahun. Sejak tahun 2005, kurang lebih 25 persen dari penderita gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisis di RS PKU berusia kurang dari 40 tahun. 5. Merokok dan gagal ginjal. Merokok pada akhir-akhir ini diketahui sebagai faktor risiko dari berbagai penyakit antara lain kanker paru, gangguan kardiovaskuler dan gagal ginjal (Orth, 2002). Merokok adalah kegiatan menghisap atau mengulum (nginang, Jawa) tembakau atau bahan berbasis tembakau. Menurut WHO yang disebut dengan perokok sekarang adalah mereka yang merokok tiap hari selama 6 bulan selama hidupnya dan masih merokok pada saat survey dilakukan. Prevalensi merokok di Indonosia untuk penduduk usia di atas 15 tahun pada tahun 2001 adalah 31,5 %. Pada tahun 2001 prevalensi merokok di daerah pedesaan Indonesia ternyata lebih tinggi dibandingkan prevalensi merokok di daerah pedesaan (34% v.s. 28%) (Depkes, 2004). Secara nasional, konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2002 adalah berjumlah 182 milyar batang dan menepati urutan ke-5 terbesar pemakai rokok dunia, yaitu dibawah Cina, Amerika serikat, Rusia dan Jepang. Selama tahun

15

1995-2001 telah terjadi peningkatan prevalensi merokok pada semua kelompok umur, kecuali pada laki-laki usia lebih dari 65 tahun. Pada tahun 2001 peningkatan tertinggi prevalensi merokok terjadi pada kelompok umur 15-19 tahun dari 13,7 % pada tahun 1995 menjadi 24,2 % pada tahun 2001 atau naik 77 %. Pada tahun 2001 prevalensi merokok pada kelompok umur 25-29 tahun sampai 50-54 tahun adalah tertinggi yaitu sebesar 70 % (Depkes, 2004). Penelitian pada hampir 8.000 orang, baik perokok ringan maupun berat, didapatkan hasil bahwa para perokok cenderung lebih memiliki albuminuria daripada yang tidak merokok. Albuminuria adalah suatu protein yang terdapat dalam urin yang menunjukkan fungsi ginjal yang buruk atau ginjal mengalami kerusakan, baik pada penderita diabetes maupun penderita non diabetik (Retnakaran et al., 2006;Sietsma et al., 2000). Mereka yang merokok relatif ringan yaitu satu pak rokok atau kurang per hari mempunyai peluang dua kali lebih besar memiliki albuminuria jika dibandingkan dengan yang tidak merokok. Sedangkan pada perokok berat dimana menghabiskan lebih dari satu pak rokok sehari mempunyai peluang dua kali lebih besar untuk memiliki masalah tersebut (Ejerblad et al., 2004). Di negara negara maju merokok sudah teridentifikasi sebagai salah satu penyebab kematian pada anak muda usia. Pada penderita DM, tipe I atau tipe II, merokok merupakan faktor risiko independent terhadap

kejadian nefropati dan meningkatkan laju kerusakan ginjal (Baggio et al., 2002; Orth et al., 2000; Ejerblad et al., 2004). Tetapi penelitian di tempat yang berbeda memberikan hasil yang berbeda dan gagal untuk menemukan adanya kaitan

antara kejadian gagal ginjal dengan kebiasaan merokok (Ejerblad et al., 2004).

16

Merokok meningkatkan risiko untuk mengalami albuminuria (RR=2,8) dan meningkatkan progresifitas dari albuminuria menuju nefropati serta pada akhirnya menyebabkan penurunan GFR. Pada penelitian cross sectional yang melibatkan 7476 sampel non diabetik menunjukkan bahwa rerata ekskresi albumin pada kelompok perokok lebih tinggi dari pada yang bukan perokok, meningkatkan risiko mengalami mikroalbuminuria dan penurunan GFR. Perokok dengan jumlah lebih dari 20 batang/hari akan memiliki risiko gangguan fungsi ginjal yang lebih tinggi dibandingkan yang jumlah rokoknya kurang dari 20 batang/hari (Sietsma, 2000). Merokok juga menurunkan kemampuan membersihkan kliren kreatinin endogen baik pada pasien dengan DM, DM tipe I maupun DM tipe II, maupun pasien tanpa DM (Baggio et al., 2002; Orth et al., 2000). Efek merokok pada fase akut yaitu meningkatkan pacuan simpatis yang akan berakibat pada peningkatan tekanan darah, takikardia dan penumpukan katekolamin dalam sirkulasi. Pada fase akut beberapa pembuluh darah juga sering mengalami vasokontriksi misalnya pada pembuluh darah koroner, sehingga pada perokok akut sering diikuti dengan peningkatan tahanan pembuluh darah ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtasi glomerulus dan fraksi filtrasi (Grassi et al., 1994; Orth et al., 2000). Pada perokok kronik terjadi penurunan aliran darah ginjal, tetapi tidak menurunkan GFR, karena terjadi peningkatan kadar endotelin plasma. Pada perokok kronik akan terjadi peningkatan metabolisme prostaglandin, sehingga terjadi peningkatan tromboksan dan isoprostan, peningkatan kadar NO, peningkatan agregasi trombosit, peningkatan PMN dan monosit juga mengalami albuminuria. Pada perokok kronik terjadi toleransi terhadap nikotin sehingga

17

kadar NO tetap tinggi dan effective renal plasma flow (ERPF) tetap normal (Orth et al., 2000). Para dokter tidak henti-hentinya melakukan penelitian tentang ketidakbaikan rokok bagi kesehatan, meski tidak dihiraukan oleh pecandu rokok. Salah satunya adalah publikasi jurnal kedokteran belanda yang mengumumkan hasil penelitian tentang bahaya rokok bagi ginjal. Departemen of Healt and Human Services, USA (1989) menyatakan bahwa setiap batang rokok terdapat kurang lebih 4000 unsur kimia, diantaranya tar, nikotin, gas CO, N2, amonia dan asetaldehida serta unsur-unsur karsinogen. Nikotin, penyebab ketagihan merokok akan merangsang jantung, saraf, otak dan bagian tubuh lainnya bekerja tidak normal. Nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi, dan tekanan kontraksi otot jantung. Selain itu, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung dan dapat menyababkan gangguan irama jantung (aritmia) serta berbagai kerusakan lainnya (Wijayakusuma, 2003). Hasil penelitian yang dipublikasikan Annalise of internal medicine itu menunjukkan merokok menjadi penyebab bahaya potensi gagal fungsi ginjal pada orang sehat. Para peneliti dari belanda tersebut meneliti urin dan contoh darah lebih dari 7000 orang dengan usia antara 28-75 tahun. Partisipan dipisah dalam 3 grup: bukan perokok, pecandu rokok, dan mantan perokok (diartikan sudah tidak merokok paling tidak setahun). Para pecandu rokok dan mantan perokok ternyata memiliki respon tubuh lebih lambat dalam proses pembuangan zat tidak berguna dari tubuh seperti creatinine. Kadar albumin yang tinggi dalam urine dan kelambatan pembuangan creatinine dari tubuh adalah indikasi awal dari ketidaknormalan fungsi ginjal, tapi

18

banyak orang tidak mengetahui bahwa mereka mengalami problem ginjal karena sampai tahap ini belum menimbulkan indikasi yang nyata. Hasil penelitian sekarang ini yang ditonjolkan adalah merokok berakibat buruk pada ginjal bahkan jika anda dalam kondisi sehat sekalipun. Para peneliti menyimpulkan racun dalam asap rokok menjadi penyebab. Penelitian yang dipimpin Sara-joan Pinto Sietsman, MD ternyata mendapat dukungan dari koleganya di University hospital Groningen dan Groningen University Institute for drug exploration di Groningen, belanda. Para peneliti mengkonsentrasikan perhatian bahwa ketika mereka menemukan hubungan antara merokok dengan perubahan fungsi ginjal, hasil penelitian sementara partisipan tidak langsung mengidap penyakit ginjal. Masih memerlukan waktu lama lagi untuk menyimpulkan periode waktu bagi perokok untuk sampai pada tahap gagal ginjal. Anggota national kidney foundations komite edukasi publik seperti dikutip webmd menyatakan Butuh waktu setahun bagi seorang pecandu yang telah berhenti merokok sampai kadar albuminnya turun ke kondisi normal. Karena jika kadar albumin tetap tinggi, situasi serius yang disebut mikroalbuminuria akan timbul sampai pada prediksi bahwa pada akhirnya akan merusak ginjal secara total.
6. Quality Of Life atau Kualitas Hidup

Kualitas hidup pasien seharusnya menjadi perhatian penting bagi para professional kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu tindakan/intervensi atau terapi. Disamping itu, data tentang kualitas hidup juga

19

dapat merupakan data awal untuk pertimbangan merumuskan intervensi/tindakan yang tepat bagi pasien. Kualitas hidup adalah persepsi seseorang tentang posisinya dalam hidup dalam kaitannya dengan budaya dan sistem tata nilai di mana ia tinggal dalam hungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal menarik lainnya. WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai the individuals perception of their life status concerning the context of culture and value system inwhich they live and their goals, expectations, standards,and concerns. (Nelson & Lotfy, 1999). Penderita GGKT yang menjalani hemodialisis sering diikuti dengan penurunan kualitas hidup (Scot et al., 2007). Dari penelitian sebelumnya beberapa faktor

yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien antara lain adanya rasa nyeri dan ketidaknyamanan yang diakibatkan dari sakit yang diderita atau tindakan atau prosedur pengobatan terkait sakit yang diderita, gangguan tidur, kualitas pelayanan dan perawatan, penyakit penyerta, status sosial ekonomi dan dukungan keluarga (Cohen et al., 2007, Joan et al., 2004. Scot et al., 2007). Saat ini health-related quality of life (HRQOL) atau kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan telah menjadi salah satu ukuran dari keberhasilan pelayanan kesehatan. Pengukuran HRQOL bersifat multidimensi yang meliputi antara lain fungsi fisik, sosial dan fungsi peran , mental health dan persepsi kesehatan secara umum (Albert et al., 2004, Bayliss et al., 2005). Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner kualitas hidup dari WHO.

20

Perawatan atau konseling paliatif adalah bentuk perawatan yang bertujuan untuk berusaha meningkatkan kualitas hidup pasien saat menghadapi penyakitnya. Perawatan paliatif berfokus untuk meredakan gejala-gejala seperti rasa sakit dan kondisi seperti kesepian, yang dapat menyebabkan depresi dan mengganggu pasien untuk dapat menjalani hidup. Pengobatan ini juga berusaha memastikan bahwa keluarga dapat tetap berfungsi normal dan utuh serta memberikan dukungan kepada pasien. Adapun bentuk-bentuk perawatan paliatif yang dapat diterapkan kepada pasien antara lain sebagai berikut: 1. Mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya. Hal ini dilakukan dengan berkonsultasi dengan dokter terkait. 2. Memberikan psikoedukasi mengenai arti kehidupan dan memandang kematian sebagai suatu proses yang normal. 3. Melakukan terapi kelompok dengan sesama penderita gagal ginjal. Tujuannya antara lain agar peserta terapi, termasuk pasien, dapat saling memberi dukungan, berbagi pengalaman, dan mendapat informasi seputar penyakit gagal ginjal dari sesama anggota kelompok 4. Meningkatkan kualitas hidup dan memberikan pengaruh positif selama sakit, antara lain dengan mendorong pasien agar tetap aktif dalam berkegiatan (seperti olahraga dan bekerja) dan membuat perencanaan terperinci mengenai rencana masa depan, termasuk bidang pekerjaan yang akan didalami

21

5.

Memberikan psikoedukasi kepada keluarga pasien mengenai pentingnya dukungan keluarga bagi pasien dalam menghadapi penyakitnya.

B. Landasan Teori Gagal Ginjal Kronik dalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara progresif, terdiri dari gagal ginjal kronik ringan,sedang, berat sampai gagal ginjal tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Berbeda dengan gagal ginjal akut, pada gagal ginjal kronik kerusakan struktur ginjal atau penurunan GFR bersifat irreversibel. Sebagian pasien membutuhkan 12-15 jam hemodialisia yang terbagi dalam dua atau tiga sesi dimana setiap sesi berlangsung antara 3-6 jam (Tierney, 1993). Kegiatan ini akan berlangsung selama hidupnya. Kualitas hidup merupakan konsep mengenai karakter fisik maupun psikologis dalam konteks sosial. Kesakitan, gangguan tidur, dapat mempengaruhi kualitas hidup bagi pasien gagal ginjal kronik. Sekitar 69% yang menderita gagal ginjal kronik mempunyai pengalaman kesakitan dan 55,2% mengalami gangguan tidur (Scott D. Cohen, 2007) C. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Faktor Penyakit Cormobid DM, Hepatiti, PJK

Penyakit

Faktor Merokok

Faktor Penyakit Cormobid Hepatitis

Faktor Obatobatan

GAGAL GINJAL KRONIK TERMINAL

Kualitas hidup Gagal Ginjal Kronik Terminal

Faktor Makanan

Perilaku Merokok

22

Gambar 5. Kerangka konsep penelitian tentang hubungan perilaku merokok dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal di RSUD PKUMuhammadiyah Yogyakarta. D. Hipotesis Terdapat hubungan perilaku merokok dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

23

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. B. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. RSU PKU Muhammadiyah merupakan salah satu dari 4 rumah sakit di DIY yang mempunyai pusat hemodialisis. Rencana kegiatan penelitian tampak pada table 2 Tahapan Kegiatan Rencana waktu (bulan ke) 1 Persiapan 1. Pengurusan ijin, penetapan protokoler & prosedur kerja 2. Pengadaan bahan dan alat Pelaksanaa n 3. Pengumpulan data sekunder 1. Pengumpulan data primer di rumah sakit dengan 2 3

wawancara 2. Pengumpulan observasional data

24

Akhir

1. 2. 3. 4.

Penulisan laporan Seminar hasil Penyerahan laporan Publikasi

Tabel 2. Jadwal kegiatan penelitian hubungan perilaku merokok dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal di RSUD PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

B. 1.

Populasi, Sampel, dan Besar sampel

Batasan populasi Populasi adalah pasien yang terdiagnosis gagal ginjal kronis terminal, dengan kriteria diagnosis yaitu kliren kreatinin <5ml/menit atau kadar kreatinin serum darah lebih besar atau sama dengan 10 mg/dl yang dapat diketahui dari rekam medis dan memerlukan hemodialisa secara kontinyu.

2.

Sampel Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis gagal ginjal kronis terminal yang sedang menjalani hemodialisis di RSUD PKU Muhammaduah Yogyakarta. 3. Besar sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel untuk pengujian hipotesis menurut Lemeshow at al (1997) sebagai berikut :

25

Z1-/2 .p.q d2 = 0,02, proporsi penderita gagal ginjal kronik terminal di Indonesia (Bakri, 2005).

= 0,98

Dengan : tingkat kemaknaan 95%; Z1-/2 = 1,96. d (tingkat presisi)= 0,03 atau kesalahan maksimum yang diperbolehkan Maka didapatkan nilai N = 83,66, dibulatkan = 84 Antisipasi terhadap kesalahan dan kegagalan dalam proses penelitian, jumlah sampel ditambah dengan 10% dari sampel minimal yaitu 8,4 atau dibulatkan menjadi 9, sehingga jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 93 orang. D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi Kriteria inklusi subyek penelitian : a. Orang Indonesia (Jawa, Sunda, Melayu)
b. Usia 15-75 tahun c. Bersedia

berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi dan

menandatangani lembar pernyataan persetujuan serta kooperatif. Kriteria eksklusi subyek penelitian Subyek penelitian yang telah terpilih melalui kriteria inklusi akan dikeluarkan dari subyek penelitian apabila : a. b. Memiliki penyakit ginjal bawaan Riwayat transplantasi ginjal

26

c.

Penyakit jiwa

E. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional I. Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel terpengaruh : Kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal. 2. Variabel pengaruh II. Definisi operasional
1.

: Perilaku merokok

Gagal ginjal kronik terminal adalah gangguan fungsi ginjal menetap

(lebih dari 3 bulan) dan memerlukan transplantasi ginjal atau tindakan dialisis rutin untuk menggantikan fungsi ginjal, kelainan ginjal diukur dengan penurunan kliren kreatinin yaitu kliren kreatinin<5 ml/menit atau kadar kreatinin serum lebih dari atau sama dengan 10 mg/dL (Mitch et al., 1990). YA apabila responden memenuhi kriteria laboratorium atau memerlukan transplantasi ginjal atau menjalani hemodialisa. TIDAK apabila responden tidak memenuhi kriteria laboratorium atau memerlukan transplantasi ginjal atau menjalani hemodialisa.
2.

Perilaku merokok adalah merokok yaitu menghisap atau mengulum

tembakau dan produk olahan dari tembakau lainnya yang dilakukan setiap hari selama 6 bulan. YA apabila responden merokok yaitu menghisap atau mengulum tembakau dan produk olahan dari tembakau lainnya yang

27

dilakukan setiap hari selama 6 bulan. TIDAK apabila responden tidak memenuhi kriteria di atas.

F. Instrumen Penelitian Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perlengkapan pengambilan data primer (kueseoner) dan form pengambilan data sekunder, kuesioner, dipergunakan untuk mendapatkan data primer dari responden tentang perilaku merokok dan kualitas hidup responden. Sedangkan form pengambilan data, dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang diambil yang diambil dari buku medical record atau status pasien yang meliputi nam, umur, jenis kelamin, data diagnosis sakit dan medikarsi terdahulu, data-data laboratorium serta manifestasi klinis penderita.

G. Jalannya penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut: 1. Tahap persiapan: a. mengurus izin penelitian
b. mengumpulkan data sekunder meliputi gambaran umum RSU PKU

Muhammadiyah, angka kunjungan, jenis penyakit prioritas, angka kejadian gagal ginjal dan gagal ginjal kronik di RSU PKU Yogyakarta dari rekam medik dan sumber-sumber lain, uji coba instrumen kuesioner.

28

c. membuat protokoler cara pengisian kuesioner kepada anggota numerator dan pelatihan cara pengisiannya. d. menetapkan pelaksanaan dan menyiapkan alat dan atau bahan penelitian seperti alat tulis-menulis, kuisioner, form pengambilan data. 2. Tahap pelaksanaan Tahap pelaksanaan meliputi kegiatan di lapangan meliputi :
a.

Pengambilan data primer pada sampel dengan wawancara

dengan menggunakan kuesioner meliputi identitas responden, sosial ekonomi, tentang perilaku merokok,dan kualitas hidup responden.serta data lain yang terkait dengan variabel penelitian. b. Tahap akhir.

Pengolahan data, analisis data, presentasi hasil serta pembuatan laporan dan publikasi laporan.

H. Analisis data Mencari hubungan antara perilaku merokok dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Data yang diperoleh diolah menggunakan tabel 2x2 dan dianalisis dengan uji kai kuadrat untuk mengetahui relative risk dan menilai adanya hubungan antara faktor-faktor yang diteliti dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik. Setelah diketahui nilai relative risk masing-masing faktor kemudian dilanjutkan dengan analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistik. Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu dilakukan tes reabilitas dan validitas, Setelah

29

itu dilakukan uji statistic. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah perbedaan/hubungan yang terlihat pada sampel benar-benar ada atau kebetulan ada akibat pengambilan sampel saja. Hasil dari uji statistik berupa: probabilitas peneliti memperoleh hasil seperti pada sampel atau lebih ekstrim jika hipotesis nol benar. I. Kesulitan Penelitian Kesulitan yang dapat digunakan kemungkinan adalah sulitnya

berkomunikasi dan bekerja sama dengan pasien, atau sikap enggan pasien dalam mengungkapkan pendapatnya pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit sehingga itu dapat menghambat pengumpulan data yang diperlukan. J. Etika Penelitian Karena melibatkan responden manusia maka akan dilakukan penjelasan kepada seluruh calon responden tentang maksud dan tujuan penelitian, manfaat dan kegunaan yang diharapkan dan konsekuensi-konsekuensi sebagai responden (informed consent).

DAFTAR PUSTAKA

Albert, W., Nancy, E., Jane, V.R., Marsh, M., Klemens, B.M., Frederic, O.F., Michelle, M.C., NEIL, R.P., 2004. Changes in Quality of Life during hemodialysis and Peritoneal Dialysis Treatment: Generic and Disease Specific Measures. J Am Soc Nephrol 15: 743753,

30

Baggio, B., Budakovic, A., Dalla, M., Saller, A., Bruseghin, M., Fioretto, P. 2002. Effects of cigarrete smoking on glomerular srtuctur and function in type 2 diabetic patients Bakri, S., 2005. Deteksi dini dan upaya-upaya pencegahan progresifitas penyaki gagal ginjal kronik, Jurnal Medika Nusantara, 26(3):36-39 Burdick, RA., Gresham, JL., Woods, JD., Hedderwick, SA., Kurokawa, K., Combe, C., Saito, A., BrecQue, JL., Port, FK., Young, EW., 2003. Patterns of hepatitis B prevalence and seroconversion in hemodilysis units from three continents: The DOPPS, Kidney international J, vol. 63, pp. 2222-2229. Chen, J., Muntner, P., Hamm, L., Jones, D.W., Batuman, V., 2004. The metabolic syndrome and chronic kidney disease in U.S. adults, Ann Intern Med, 140:167-174. Cohen, SD., Patel, SS., Khetpal, P. Peterson, RA., Kimmel, PL., 2007. Pain, sleep disturbance, and quality of life in patients with chronic kidney disease, Clin J Am Soc nephrol 2: 919-925 Dalrymple, LS., Go, AS., 2008. Epidemiology of acute infections among patients with chronic kidney disease,J. American society of nephrology Davison, S.N., 2005. Chronic Pain in End-Stage Renal Disease, Advances in Chronic Kidney Disease, 12,3, 326-334 Depkes RI, 2004. Fakta Tembakau Indonesia Data Empiris untuk Strategi Nasonal Penanggulangan Masalah Tembakau, Jakarta Ejerblad, E., Fored, C.M., Linblad, P., Fryzek, J., Dickman, P.W. 2004. Association between smoking and chronic renal failure in a nationwide population-based case control study; J Am Soc Nephrol;15:2178-85 Fabrizi F, Messa P, Martin P., 2009. Health-related quality of life in dialysis patients with HCV infection, Int J Artif Organs. 21;32(8):473481. Fabrizi F, Takkouche B, Lunghi G, Dixit V, Messa P, Martin P, 2007. The impact of hepatitis C virus infection on survival in dialysis patients: meta-analysis of observational studies, J Viral Hepat. 14(10):697-703 Fored, M. 2003. Risk factors for the development of chronic renal failure, Stockholm, Karolinska University Press Fukuhara S, Lopes AA, Bragg-Gresham JL, Kurokawa K, Mapes DL, Akizawa T, Bommer J, Canaud BJ, Port FK, Held PJ; Worldwide Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study.2003, Health-related quality

31

of life among dialysis patients on three continents: the Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study, Kidney Int. 64(5):1903-10. Go, A.S., Chertow, G.M., Fan, D., Hsu, C.Y., 2004. Chronic kidney disease and the risk of death, cardiovascular events and hospitalization, NEJM, 351:1296-305 Grassi, G., Seravalle, G., Calhoun, D.A., Bolla, G.B., Giannattasio, C.G., Marabini, M., Del Bo, A., Mansia, G. 1994. Mechanisms responsible for sympathetic activation by cigarret smoking in humans; Circulation;90:248-53 Griebsch I, Coast J, Brown J. 2005. Quality-adjusted life-years lack quality in pediatric care: a critical review of published cost-utility studies in child health, Pediatrics.;115(5):e600-14. Hattori, S., K. Yosioka, et al. (2002). The 1998 report of Japanes National Registry data on pediatric end-stage renal disease patients. Pediatr Nephrol 17(6): 456-61. Hallan, S.I., Coresh, J., Astor, B.C., sberg, A., Powe, N.R., Romundstad, S., Hallan, H.A., Holme, J., 2006. International Comparison of the Relationship of Chronic Kidney Disease Prevalence and ESRD Risk, J Am Soc Nephrol 17: 2275-2284 Hwang, S., Lin, M., Chen, H., Hwang, S.C., Yang, W.Y., Hsu, C., Chiu, H., Mau, L., 2008. Increased risk of mortality in the elderly population with late-stage chronic kidney disease: a cohort study in Taiwan, Nephrology Dialysis Transplantation,23(10):3192-3198 Kasiske, B.L.& Klinger, D. 2000. Cigarette smoking in renal transplant recipients; J.Am Soc Nephrol;11:753-9 Kher, V., 2002. End stage renal disease in developing countries, J. Kidney International, 62:350-362 Kimmel, P.L. 2000. Psychosocial factors in adult end-stage renal disease patients treated with hemodialysis: Correlates and outcomes, American Journal of Kidney Diseases, 35, 4, Supplement 1,S132-S140 Kuo, H.W., Tsai, S.S., Tiao, M.M., Yang, C.Y., 2007. Epidemiological features of CKD in Taiwan, Am J Kidney Dis, 49:46-55 Lemeshow, S., Hosmer, Jr. D.W., Klar, J., Iwanga, S.K., 1997. Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Terjemahan.Cetakan pertama. Jogjakarta:Gadjah Mada University Press Levey, A.S., Coresh, J., Balk, E., Kaustz, A.T., Levin, A., 2003. National Kidney Foundation practice guidelines for chronic kidney disease: evaluasi, klasifikasi and stratification; Ann Intern Med; 139:137 147

32

Mcclellan, W.M.& Flanders, W.D. 2003. Risk Factor for progressive chronic kidney disease; J Ant Soc Nephrol;14:s65-s70 Mitch, W.E., Bender, W.L., Walker, W.G., 1990. Management of progressive and end stage renal disease dalam The principles and practice of medicine, Maryland Merkus, M.P., Jager,K.J., Dekker, F.W., Boeschoten, E.W., Stevens, P., Krediet, R.T., 1997. Quality of life in patients on chronic dialysis: Selfassessment 3 months after the start of treatment, American Journal of Kidney Diseases, 29, 4, 584-592 Moist, L.M., Gresham, J.L.B., Pisoni, R.L., Saran, R., Akiba, T., Jacobson, S.H., Fukuhara, S., Mapes, D.L., Rayner, H.C., Saito, A., Port, F.K., 2008. Travel Time to Dialysis as a Predictor of Health-Related Quality of Life, Adherence, and Mortality: The Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study (DOPPS), American Journal of Kidney Diseases, 51, 4, 641-650 Murtagh, F.E.M., Hall,J.A.H., Higginson, I.J., 2007. The Prevalence of Symptoms in End-Stage Renal Disease: A Systematic Review, Advances in Chronic Kidney Disease, 14,1, 82-99 Nelson, C.B., & Lotfy, M. (1999). The World Health Organizations WHOQoLBREFquality of life assessment: psychometric properties and results of the internationalfield trial. WHO (MNH/MHP/99.7). Retrieved November 28th,2002, http://www.who.int/msa/qol/documents/WHOQOL_BREF Nord E, Enge AU, Gundersen V, 2009. QALYs: is the value of treatment proportional to the size of the health gain?, Health Econ. 20. [Epub ahead of print] Orth, S.R., 2002. Smoking and kidney, J.Am Soc Nephrol,13:1663-1672 Orth and Halen, 2007. Combining GFR and albuminuria to classify CKD improves prediction of ESRD. J.Am Soc Nephrol,13:1663-1672 Orth, S.R., Ogata,H., Ritz, E. 2000. Smoking and kidney; Nephrol Dial Transplant;15:1509 - 11 Peterson, J.C. (1995). Chronic Renal Failure. Dalam C.C. Tisher & C.S. Wilcox (Eds.), Nephrology: House Officee Series (3tded.) Maryland: Williams and Wilkins. Paavilainen, E., Kristiina Lehti, K., Kurki, A., Tarkka, M., 2005. Family functioning assessed by family members in Finnish families of heart patients, European Journal of Cardiovascular Nursing 5, 54 59

33

Rohaendi. (2008,Februari). Evidence Base Of Clinical Diagnosis. Jurnal Keperawatan Indonesia,artikel 2. Diakses 21 Februari 2008, dari http://rapidshare.de/files/18612212/Evidence Base Of Clinical Diagnosis.pdf.html Remuzzi, G., Bertani, T. 1998. Pathophysiology of Progressive Nephropathies. NEJM; 59:1448-1456. Retnakaran, R., Cull, C.A., Thorn, K.I., Adler, A.I., Holman, R.R. 2006. Risk factors for renal dysfunction in type type 2 Diabetes; Diabetes;55:1832-9 Rounds, K.A., Israel, B.A., 1985. Social networks and social support: living with chronic renal disease, Patient Education and Counseling, Volume 7, Issue 3, 227-247 Schoolwerth, A.C., Engelgau, M.M., Hostetter, T.H., Rufo, K.H., McClelan, W.M., 2006. Chronic kidney disease a publik health problem that needs a public health action plan, Prevention Chronic Disease, 3(2):1-5 Scott D. Cohen, Samir S. Patel, Prashant Khetpal, Rolf A. Peterson, and Paul L. Kimmel, 2007. Pain, Sleep Disturbance, and Quality of Life in patients with Chronic Kidney Disease, Clin J Am Soc Nephrol 2: 919-925, Shidler, N.R., Peterson, R.A., Kimmel,P.L., 1998. Quality of life and psychosocial relationships in patients with chronic renal insufficiency, American Journal of Kidney Diseases, Volume 32, Issue 4, 557-566 Siestma, S.J.P., Mulder, J., Janssen, W.M.T., Hillege, H.L., 2000. Smoking is related to abnormal renal function in nondiabetic persons, Ann Intern Med;133:585-91 Stevens, L.A., Coresh, J., Greene, T., Levey, A.S., 2006. Assesing kidney function-measured and estimated glomerular filtration rate, NEJM, 354:2473-83 Stuyver, L., Claeys, H., Wyseur, A., Arnhem, VA., Beenhouwer, HD., Uytendaele, S.,Beckers, J., Matthijs, D., Roels, GL., Maertens, G., Paepe, MD., 1996. Hepatitis C virus in hemodialysis unit : Moleculer evidence for nosocomial transmission, Kidney international, vol 49, pp. 889-895. Suzanne Bergman, Neil Accortt, Alan Turner, Jeffery Glaze, 2005. Hepatitis C infection is acquired pre-ESRD, American Journal of Kidney Diseases, Volume 45, Issue 4, 684-689

34

Teerawattananon Y, Mugford M, Tangcharoensathien V, 2007. Economic evaluation of palliative management versus peritoneal dialysis and hemodialysis for end-stage renal disease: evidence for coverage decisions in Thailand, Value Health. ;10(1):61-72. The ESRD Incidence Study Group, 2006. Geographic, etnic, age-related and temporal variation in the incidence of end-stage renal disease in Europ, Canada and the asia-Pacific region, 1998-2002, NDT, 21:2178-2183 Tonelli, M., Wiebe, N., Culleton, B., House, A., Rabbat, C., Fok, M., McAlister, Garg, A.X., 2006. Chronic Kidney Disease and Mortality Risk: A Systematic Review, J Am Soc Nephrol 17: 2034-2047 Wakai, K., Nakai, S., Kikuchi, K., Iseki, K., Miwa, N., Masakane, I., Wada, A., Shinzato, T., Nagura, Y., Akiba, T., 2004. Trends in incidence of end-stage renal disease in japan, 1983 2000, age-adjusted and age-speciphic rates by gender and cause, Nephrology Dialysis Transplantation, 19:2044 2052 Wesoowski, T,, Szyber, P., 2004. Usage of the WHOQOL-100 as a trial of objective estimation of quality of life in end-stage renal disease patients treated with renal transplantation, Pol Merkur Lekarski. ; 17(99):260-6 Wu, AW., Fink, NE., Jane, Manzi, M., Meyer, KB., Finkelstein, FO., Chapman, MM., Powe, NR., 2003, Changes in quality of life during hemodilysis and peritoneal dialysis treatment: generic and disease specific measures, Journal of the American society of nephrology. Wu AW, Fink NE, Marsh-Manzi JV, Meyer KB, Finkelstein FO, Chapman MM, Powe NR., 2004. Changes in quality of life during hemodialysis and peritoneal dialysis treatment: generic and disease specific measures., J Am Soc Nephrol. 15(3):743-53 Yang, S., Kuo, P., Wang, J., Lin, M., Su, S., 2005. Quality of Life and Its Determinants of Hemodialysis Patients in Taiwan Measured With WHOQOL-BREF(TW), American Journal of Kidney Diseases, Volume 46,4,635-641

35

Lampiran 1. Informed consent INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan : : : :

Bersedia ikut menjadi responden untuk penelitian yang berjudul Bagaimana hubungan perilaku merokok dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perilaku merokok terhadap kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal. Dengan alasan apapun apabila saya menghendaki maka saya berhak membatalkan surat persetujuan ini. Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada unsur paksaa Yogyakarta,

Mengetahui, Yang membuat pernyataan

-----------------------------------

36

Kuesioner penilaian kualitas hidup responden WHOQOL-BREF

Pertanyaan berikut ini menyangkut perasaan anda terhadap kualitas hidup, kesehatan dan hal-hal lain dalam hidup anda. Saya akan membacakan setiap pertanyaan kepada anda, bersamaan dengan pilihan jawaban. Pilihlah jawaban yang menurut anda paling sesuai. Jika anda tidak yakin tentang jawaban yang akan anda berikan terhadap pertanyaan yang diberikan, pikiran pertama yang muncul pada benak anda seringkali merupakan jawaban yang terbaik. Camkanlah dalam pikiran anda segala standar hidup, harapan, kesenangan dan perhatian anda. Kami akan bertanya apa yang anda pikirkan tentang kehidupan anda pada empat minggu terakhir.

37

Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami hal-hal berikut ini dalam empat minggu terakhir.

Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami hal-hal berikut ini dalam 4 minggu terakhir?

38

Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau mengalami hal-hal berikut dalam empat minggu terakhir.

39

[Tabel berikut ini harus dilengkapi setelah wawancara selesai]

40

DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK TERHADAP KUALITAS HIDUP PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK TERMINAL DI RSUD PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

1. Nama responden 2. Jenis kelamin 3. Tgl lahir/umur 4. Alamat

: : ( 1. Laki-laki : : Desa.... Kec.. Kab. 2. Perempuan)

5. Pendidikan

: 1. Tidak sekolah 2. Tamat SD 3. Tamat SLTP 4. Tamat SLTA 5. Dipl./Akademi 6. S1/S2/S3 7. Lain-lain

41

DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK TERMINAL

Nama responden kasus

Hari/ Tanggal wawancara : Nama pewawancara : Waktu wawancara : s/d

A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama responden : 2. Jenis kelamin 3. Tgl lahir/umur 4. Alamat : ( 1. Laki-laki : : Desa.... Kec.. Kab. 5. Pendidikan : 1. Tidak 5. Dipl./Akademi sekolah 2. Tamat SD 3. Tamat SLTP 4. Tamat SLTA 6. S1/S2/S3 7. Lain-lain 2. Perempuan)

ISIAN 42

Kode A.1 A.2 A.3

A.4

A.5

B.a. PENGGUNAAN TEMBAKAU SAAT INI B.a.1. Apakah saat ini anda mengisap rokok;cerutu;atau produk tembakau lainnya? (1. YA 2. TIDAK)

Isian

Kode B.a.1.

Bila menjawab TIDAK, dilanjutkan ke pertanyaan B.b.

B.a.2. Bila ya, apakah anda merokok/pengguna tembakau tiap hari? (1. YA 2. TIDAK)

B.a.2.

Bila jawaban TIDAK, dilanjutkan ke pertanyaan B.a.7.

B.a.3. Bila Ya, Berapa Umur Anda Pada Saat Anda Mulai Merokok/Pt Setiap Hari ? Tulis : ..................................tahun

B.a.3.

B.a.4.

B.a.4. Sejak Kapan Anda Mulai Merokok/Pt Setiap Hari ? 1. TAHUN 2. BULAN B.a.5. : : B.a.5. B.a.6

43

44

No

Pernyataan

KUESIONER PERILAKU MEROKOK Sangat Tidak Ragutidak setuju ragu setuju

Setuju

Sanga t setuju

Merokok dapat membahayakan kesehatan saya

Saat pemeriksaan,dokter perlu menanyakan kebiasaan merokok pasien Dokter perlu menyarankan pada pasien untuk berhenti merokok Dokter perlu memberikan dukungan pada pasien untuk berhenti merokok Pada saat saya merasa stress, frekuensi merokok saya lebih banyak dari pada hari biasanya Setelah selesai merokok, merasa lebih nyaman saya

6 7 8 9 1 0

Setiap selesai makan, saya selalu merokok Saya merokok bosan jika saya merasa

Pada saat ini saya ingin berhenti merokok Suatu saat nanti saya ingin berhenti merokok

45

You might also like