You are on page 1of 11

PAJAK DIPOTONG ATAU DIPUNGUT PIHAK LAIN (WITHHOLDING TAX) 21, 22, 23, 26 1. Pemotong Pajak a.

Pengertian PPh Pasal 21 Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang disingkat PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan orang pribadi. Pemotong PPH Pasal 21 1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan prmbayaran lain dengan nama dan bentuk apapun. 2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah pusat. 3. Dana pensiun, badan penyelenggaran jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua. 4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar. 5. Penyelenggara kegiatan termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya. b. Pengertian PPh Pasal 22 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang; Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan, Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. PPh Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak-pihak tertentu. Pemungutan PPh Pasal 22 ada yang bersifat final dan tidak final. Jika pemungutan PPh pasal 22 bersifat final maka jumlah pajak yang telah dibayar dalam tahun berjalan tersebut dapat dikreditkan dari total PPh terutang pada akhir tahun saat pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan. Pemotong Pajak PPh Pasal 22: (1) Bank Devisa dan direktorat jendral bea cukai atas impor barang, (2) Direktorat jendral perbendaharaan, bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, (3) BUMN dan BUMD, (4) Bank Indonesia, BULOG, TELKOM, PLN, PPA (Perusahaan Pengelolaan Aset), Pertamina, (5) Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri, semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, (6) Produsen atau importir bahan bakar minyak gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, (7) Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak, (8) Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

c. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak Penghasilan Pasal 23 mengatur mengenai pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyertaan modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan, selain yang dipotong pajak penghasilan pasal 21. Pemotong PPh Pasal 23: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Badan pemerintah; Subjek pajak badan dalam negeri; Penyelenggaraan kegiatan; Bentuk usaha tetap (but); Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak.

d. Pengertian PPh Pasal 26 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). Pemotong PPh Pasal 26: (1) Badan Pemerintah, (2) Subjek Pajak dalam negeri, (3) Penyelenggara Kegiatan, (4) BUT, dan (5) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia. 2. Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 1. Pegawai; 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya; 3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi: a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris; b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya; c. olahragawan; d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator, e. pengarang, peneliti, dan penerjemah; f. pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; g. agen iklan;
2

h. pengawas atau pengelola proyek; i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; j. petugas penjaja barang dagangan; k. petugas dinas luar asuransi; l. distributor multilevel marketing atau direct selling;dan kegiatan sejenisnya. 4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi : a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; b. peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja; c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; e. peserta kegiatan lainnya. PPh pasal 22 Pihak yang dipungut PPh Pasal 22: 1. Mereka yang melakukan kegiatan impor barang 2. Rekanan yang menerima pembayaran dari Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/BUMD BPPN, dan Bank Indonesia atas penyerahan/ penjualan barang yang pembayarannya berasal dari dana APBN/ APBD; 3. Penyalur atau agen Pertamina; 4. Penyalur atau agen badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas. 5. Penyalur dan agen gula pasir dan tepung terigu dari Bulog, serta pembeli lainnya yang langsung dari Bulog; 6. Penyalur, dealer, agen, dan grosir semen, rokok putih dan rokok kretek, kertas, baja, dan otomotif, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri. PPh pasal 23 Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, pemberian jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak. PPh pasal 26 Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia. 3. Objek Pajak a. PPh pasal 21 Objek Pemotongan 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya. 3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus.

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan. 5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan. 6. Imbalan kepada peserta kegiatan antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium,hadiah atau penghargaan dengan nama apapun. 7. Penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya dengan namadan dalam bentuk apapun. b. PPh pasal 22 Obyek Pemotongan PPh 22 1. Impor barang 2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Anggaran,Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat pusat daerah maupun pusat. 3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. 4. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif. 5. Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis dan gas. 6. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul. 7. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah. c. PPh pasal 23 Obyek Pemotongan PPh 23 1. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian hasil usaha koperasi. 2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. 3. Royalti. 4. Hadiah, penghargaan bonus, dan sejenisnya. 5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan, dan 6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong. d. PPh pasal 26 Obyek Pemotongan PPh 26 1. Deviden, bunga termasuk premium diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan,pensiun dan pembayaran berkala lainnya, prem, keuntungan karena pembebasan utang. 2. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di indonesia. 3. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
4

4. Penjualan atau pengalihan saham antara yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau Bentuk Usaha tetap di Indonesia. 5. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 4. Pengurangan Yang Diperbolehkan Pengurangan-pengurangan yang diperbolehkan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak untuk pegawai tetap: 1. Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,00 per tahun, atau Rp 500.000,00 per bulan. 2. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai ke dana pensiun atau penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan hari Tua, yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan, maksimal Rp 2.400.000,00 per tahun, atau Rp 200.000,00 per bulan. 3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP): a. Untuk diri WP Orang Pribadi Rp 24.300.000 b. Tambahan WP Kawin Rp 2.025.000 c. Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami Rp 24.300.000 d. Tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (max 3 orang) @ Rp 2.025.000 Catatan: Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri juga ditambah dengan PTKP keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang. Untuk pegawai tidak tetap pengurangan yang diperkenankan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak adalah hanya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Untuk pensiunan pengurangan yang diperbolehkan dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah: a. Biaya pensiun adalah sebesar 5% dari jumlah pensiun bruto, maksimum Rp 432.000,00 per tahun atau Rp 36.000,00 per bulan. b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Untuk pegawai harian, mingguan, pemagang, dan pegawai tidak tetap lainnya pengurangan yang diperkenankan adalah pengurang sebesar Rp 150.000,00 per hari, dengan syarat penghasilan dalam satu bulan takwim tidak melebihi Rp 2.025.000,00 dan upahnya tidak dibayarkan secara bulanan. Dalam hal penghasilan dalam satu bulan takwim melebihi Rp 2.025.000,00 atau upahnya dibayarkan secara bulanan, maka PTKP yang dapat dikurangkan adalah PTKP sebenarnya. Untuk kasus penghasilannya melebihi Rp 2.025.000,00 PTKP yang dikurangkan adalah PTKP sebenarnya dibagi dengan 360. Untuk kasus yang upahnya dibayar bulanan PTKP yang dikurangkan PTKP sebenarnya.
5

5. Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012, terhitung mulai 1 Januari 2013, PTKP yang berlaku adalah sebagai berikut: a. b. c. d. Untuk diri WP Orang Pribadi Rp 24.300.000 Tambahan WP Kawin Rp 2.025.000 Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami Rp 50.625.000 Tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (max 3 orang) @ Rp 2.025.000

Untuk perhitungan PPh 21, besarnya PTKP maksimal adalah Rp32.400.000 untuk perhitungan PPh Orang Pribadi dengan status TK/3, besarnya PTKP maksimal menjadi Rp 56.700.000 untuk WP dengan status K/I/3. 6. Perhitungan PPh 21, 22, 23, 26 PPh pasal 21 Tarif PPh Orang Pribadi a. Tarif pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai berikut: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,00 Diatas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00 Diatas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 Diatas Rp 500.000.000,00 b. Tarif 5% (lima persen) c. Tarif 15% (lima belas persen) d. Tarif khusus Tarif pajak penghasilan pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP menjadi lebih tinggi 20% daripada tarif yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Contoh: Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 600.000.000,00 PPh yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP: 5% 15% 25% 30% x Rp 50.000.000,00 x Rp 200.000.000,00 x Rp 250.000.000,00 x Rp 100.000.000,00 Rp 2.500.000,00 Rp 30.000.000,00 Rp 62.500.000,00 Rp 30.000.000,00 + Rp 125.000.000,00 Tarif Pajak 5% 10% 15% 30%

PPh yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP: 5% 15% 25% 30% x 120% x Rp 50.000.000,00 x 120% x Rp 200.000.000,00 x 120% x Rp 250.000.000,00 x 120% x Rp 100.000.000,00 Rp 3.000.000,00 Rp 36.000.000,00 Rp 75.000.000,00 Rp 36.000.000,00 + Rp 150.000.000,00

Tarif PPh Badan Mulai tahun pajak 2009, tarif PPh Badan menganut sistem tarif tunggal atau single tax yaitu 28% dan akan menjadi 25% pada tahun 2010. Jadi berapapun penghasilan kena pajaknya, tarif yang dikenakan adalah satu yaitu 28% atau 25%. Khusus untuk perusahaan terbuka yang memenuhi syarat tertentu, tarif PPh Badan nya adalah 5% lebih rendah dari tarif umum. PPh pasal 22 1. Atas impor : a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor; b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang. 2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final. 3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu: a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final) b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final) c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final) d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final) 4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final. 5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN. 6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor. 7. Atas Penjualan a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2. d. Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2. e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
7

8. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22. PPh pasal 23 Dalam ketentuan baru Undang-undang Pajak Penghasilan, struktur tarif PPh pasal 23 adalah: a. Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final dikenakan terhadap penghasilan berupa dividen, bunga, royalti dan hadiah, penghargaan dan bonus selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21. b. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas: 1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan 2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1a) Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru, Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 23 adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif PPh Pasal 23 umumnya. PPh Pasal 26 1. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari jumlah bruto penghasilan wajib pajak luar negeri berupa: (a) Dividen, (b) Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, (c) Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, (d) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, (e) Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan (f) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. 2. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto atas penghasilan wajib pajak luar negeri berupa: - Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia - Penghasilan berupa premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri, yaitu: 20% x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri 20% x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia 20% x 5% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan reasuransi LN oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia - Dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Laba Neto setelah pajak dari suatu BUT di Indonesia (Branch Profit Tax), kecuali jika ditanamkan kembali di Indonesia. - Dalam hal telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah RI dengan negara lain (treaty partner), penghitungan besarnya PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax Treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih rendah).

7. Penghasilan Yang Dikenakan PPh Final a. Pemotong PPh Final: 1) Badan Pemerintah 2) Subyek Pajak Badan dalam negeri 3) Penyelenggara kegiatan 4) Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri 5) Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak, yaitu: Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (kecuali Camat), pengacara, konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa. b. Jenis-jenis dan Obyek Pemotongan PPh Final: Pajak Penghasilan atas Bunga, Sewa dan Imbalan Jasa Konsultan dan Jasa Konstruksi yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PPh Pasal 4 ayat 2) Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa: Atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Pasal 4 ayat 2, dikenakan taruf khusus. Jenis penghasilan tersebut antara lain: Penghasilan berupa bunga deposito/ tabungan, diskonto SBI dan jasa giro (tarif final 20%) Penghasilan dari transaksi penjualan saham, baik saham pendiri maupun bukan saham pendiri (tarif final 0,1%) Penghasilan dari transaksi penjualan obligasi Penghasilan dari penyerahan hadiah undian (tarif final 25%) Penghasilan dari sewa tanah dan bangunan (tarif final 10%) Penghasilan dari penyerahan jasa konstruksi Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/ dan bangunan Penghasilan dari jasa pelayaran atau penerbangan luar negeri (tarif final 2,64%) Penghasilan dari jasa penerbangan dalam negeri (tarif final 1,8%) Penghasilan dari jasa pelayaran dalam negeri (tarif final 1,2%)

Dikecualikan dari Pemotongan Pajak penghasilan: 1. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. 2. Bunga deposito dan tabungan serta Serifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang terpecah-pecah. 3. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. 4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan

sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri. 5. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh bukan Subjek Pajak. 8. Pencatatan Akuntansi Atas Pajak Dipotong/Dipungut PPh Pasal 21 Dalam hal ini perusahaan sebagai pihak pemotong PPh 21, terjadi pemotongan yang telah dilaksanakan, timbul utang kepada pemerintah sampai dilakukan penyetoran ke kas Negara, dibuatkan jurnal sebagai berikut: Pada saat pemotongan (dilakukan saat pembayaran gaji) Biaya Gaji Utang PPh Pasal 21 Kas(gaji yang dibayarkan) Pada saat menyetor ke kas Negara Utang PPh Pasal 21 Kas PPh Pasal 22 PPh pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang, dan kegiatan usaha di bidangbidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah). Jurnal pencatatan PPh Pasal 22 oleh Importir pada saat barang impor diterima adalah sebagai berikut: Pembelian Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 22) Kas PPh Pasal 23 PPh pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan penghasilan tertentu (seperti deviden, bunga, royalti, sewa, dan jasa) yang diterima WP badan dalam negeri dan BUT. Jurnal Pencatatan PPh Pasal 23 oleh pemotong pajak adalah sebagai berikut: Pada saat pemotongan (dilakukan pada saat pembayaran imbalan jasa) Beban Jasa Utang PPh Pasal 23 Kas Pada saat penyetoran ke kas Negara Utang PPh Pasal 23 Kas Kas xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx

Sedangkan jurnal PPh Pasal 23 oleh penerima imbalan jasa adalah sebagai berikut: xxx Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 23) Pendapatan Jasa xxx xxx
10

Kenali Para Pemotong dan Pemungut Pajak di Indonesia Jenis-jenis pemotongan/pemungutan pajak di Indonesia meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15. Pemotongan/pemungutan atas jenis-jenis pajak tersebut dinamakanwithholding tax system. Selain jenis-jenis pajak tersebut, sistem perpajakan di Indonesia mengenal pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Meski tidak termasuk dalam skenario withholding tax system, namun pemungutan PPN dan PPnBM harus diperhatikan kewajibannya karena terkait dengan kewajiban perpajakan pihak ketiga. Pertama, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada WP orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. WP berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya. WP orang pribadi dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat WP orang pribadi terdaftar. Kedua, pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan PPh Pasal 22 meliputi pemungutan atas: (1) pembelian barang oleh instansi Pemerintah; (2) ;kegiatan impor barang; (3) produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif; (4) pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul; (5) Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah. WP dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sekaligus sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22. Ketiga, pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT. WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan WP orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23. Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut. Keempat, pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP luar negeri. WP baik orang pribadi maupun badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 26 atau sesuai dengan ketentuan Tax Treaty.

11

You might also like