You are on page 1of 11

A .

Permasalahan
Kasus : Seorang anak laki-laki bernama Amir usia 10 tahun, dibawa ke ruang gawat darurat sebuah rumah sakit karena mengalami kecelakaan lalu lintas, pingsan dari 10 menit, tidak ingat kejadian yang mengenai dirinya. Tidak berapa lama setelah di ruang gawat darurat, pasien mengalami kejang-kejang selama 1 menit, setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Pada pemeriksaan fisik ditemukan midriasis pupil kanan dan hemiparesis tungkai kiri.

B .Tujuan
Mahasiswa mampu membahas kasus dari berbagai aspek terkait dengan keluhan pasien, dimulai dari : a) Identifikasi masalah dengan cara mengumpulkan data selengkap mungkin melalui

anamnesis,pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboraturium/penunjang b) Menetapkan diagnosis kerja dan diagnosis banding c) Menetapkan rencana penatalaksanaan,tindak lanjut/rujukan d) Menyimpulkan prognosis e) Menyampaikan kondisi anak pada orang tua serta mendapatkan informed consent bila diperlukan tindakan medik.

C .Metode Kerja
Anamnesis lengkap Identitas pasien Nama Jenis kelamin Usia : Amir : Laki - laki : 10 tahun Data yang terdapat dalam kasus ini harus ditambahkan lagi dengan keterangan lainnya untuk memudahkan diagnosa penyakit, antara lain : tanggal datang ke rumah sakit, tempat dan tanggal lahir, tujuannya adalah untuk menginterpretasikan apakah data pemeriksaan klinik anak tersebut normal sesuai usianya ; nama orangtua, untuk memudahkan memberikan informasi yang terkait dengan pasien serta tindakan yang akan dilakukan ; alamat, diperlukan apabila pasien sedang dalam keadaan gawat atau membutuhkan keluarganya, untuk mengontrol pasien yang harus kembali dalam pengobatan, daerah tempat tinggal bisa menjadi epidemiologis penyakit ; umur, pendidikan, dan pekerjaan orangtua, untuk menggambarkan keakuratan data yang akan diperoleh serta dapat ditentukan pola pendekatan dalam anamnesis, serta untuk pemeriksaan penunjang dan penentuan tata laksana pasien selanjutnya ; agama dan suku bangsa, untuk memantapkan identitas, melihat kesehatan seseorang yang menyangkut dengan budaya atau adat.
(1)

Riwayat penyakit sekarang

(1)

Anamnesis yang terperinci mengenai trauma perlu dilakukan sehingga dapat mengetahui mengenai waktu, lokalisasi, dan cara terjadinya trauma. Keluhan utama yang dihadapi pasien adalah Amir mengalami kecelakaan yang

menyebabkannya pingsan kurang dari 10 menit dan mengalami amnesia retrograde (tidak mengingat hal yang terjadi sebelum kejadian). Hal pertama yang perlu kita tanya, lihat, dan amati adalah memeriksa keadaan atau kesadaran anak, apakah anak menangis, gelisah, sadar, diam saja. Lalu kita tanyakan kepada yang membawa pasien atau anak ini ke rumah sakit tentang apa yang telah terjadi kepada anak ini, kemudian jika karena kecelakaan kapan kejadiannya terjadi serta yang utama adalah mengetahui waktu tepat kejadian berlangsung. Kita lihat apakah anak pingsan, ada muntah atau tidak, dan ada kejang atau tidak. Jika terdapat muntah pada anak atau pasien maka kita lihat apakah muntahnya menyemprot, jika muntah yang keluar berupa darah atau makanan maka kemungkinan terdapat trauma pada saluran cerna berupa perdarahan lambung atau trauma pada dada. Jika ada darah pada muntah maka kita lihat warnanya apakah darahnya merah segar atau merah gelap. Pemeriksaan fisik dan mental Pemeriksaan fisik :
(2)

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui atau mendapat perkiraan tentang

lokasi dan luas kerusakan yang terjadi. Trauma langsung lebih sering menyebabkan fraktur dan hematoma. Adanya lucid interval menyatakan adanya gaya biomekanik yang kurang berarti, dan apabila timbul perburukan beberapa waktu kemudian mungkin disebabkan oleh kerusakan sekunder berupa pembengkakan otak difus atau hematoma intrakranial. Sebagian besar pada anak memperlihatkan adanya gangguan kesadaran sebentar yang sering disertai kejang fokal kemudian timbul kegelisahan, mengantuk, dan muntah-muntah. Oleh karena itu ada beberapa hal yang penting untuk diobservasi adalah:

Keadaan umum

(2)

dilihat kesan sakit, tingkat kesadaran, warna kulit, postur tubuh, cara berjalan, cara duduk dan berbaring, cara bicara, sikapnya, dan penampilannya. Kehilangan kesadaran pada pasien ini disebabkan oleh hematoma yang meluas menyebabkan tertekannya bebrapa lobus otak ke arah bawah dan dalam . Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus (unkus dan sebagian dari gyrus hypokampus) mengalami herniasi di bawah tepi tentorium . Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologic. Tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteria ke formasio retikularis Medulla Oblangata menyebakan hilangnya kesadaran.

Tanda vital

(2)

Pemeriksaan tanda vital berupa suhu, denyut nadi, tekanan darah, dan pernafasan. Hiperventilasi dan nadi yang cepat sering ditemukan pada anak yang gelisah. Meskipun anak terlihat pucat, tetapi bila tekanan darah normal maka prognosis lebih baik. Apabila terdapat hipotensi maka harus dipikirkan adanya perdarahan abdominal (misalnya ruptura hati atau limpa), terutama setelah kecelakaan kendaraan. Apabila terdapat tekanan darah yang meningkat disertai bradikardia dan timbulnya pernapasan yang tidak teratur menandakan adanya tekanan intrakranial. Nadi yang cepat disertai hipotensi dan pernapasan yang irregular mungkin disebabkan oleh gangguan fungsi batang otak pada fraktur oksipital. Jika keadaan ini terjadi maka dapat menimbulkan edema paru yang hebat. Kepala
(2)

Perhatikan adanya luka, hematom, fraktur impresi, ubun-ubun yang tegang dan membenjol dan ukuran lingakaran kepala. Jika terdapat nyeri atau kekakuan kepala pada leher harus dipikirkan adanya kemungkinan fraktur leher atau perdarahan subaraknoid. Mata (2) Perhatikan besar dan reaksi pupil. Pada perdarahan subarakhnoid atau subdural sering terlihat gambaran flame-shapped atau subhialoid pada perdarahan retina. Pada kasus ini terdapat midriasis pupil

dan hal ini disebabkan oleh adanya tekanan pada sirkulasi arteria yang mengenai nucleus saraf cranial 3 (oculomotorius) . Vena pada retina yang melebar dan tidak berdenyut merupakan gejala dini edema pupil. Telinga dan hidung
(2) (3)

Telinga dan hidung perlu diperiksa terhadap adanya perdarahan dan bocornya cairan serebrospinal. Jika terjadi perdarahan telinga disertai dengan ekimosis di daerah mastoid mungkin akibat dari fraktur basis kranii. Ekstermitas dan abdomen
(2)

Diperiksa terhadap kemungkinan perdarahan intra-abdominal. Pada dada dan perut perlu dilihat terhadap tanda-tanda jejas atau memar. Pada anggota gerak kita periksa juga otot-ototnya. Refleks pattelanya seperti apa, apakah ada kenaikkan, penurunan, atau normal. Apabila ada kenaikan reflex patella maka kemungkinan ada lesi upper motor neuron. Pada kasus ini didapati tanda yaitu hemiparesis tungkai kiri dan hal ini disebabkan ada lesi di traktus corticospinalis yang menjalar turun dari corticoneuron di lobus frontal ke motor neuron di Medulla spinalis dan bertanggung jawab terhadap pergerakan otot badan dan tungkai.
(3)

Selain itu perlu juga memeriksakan jantungnya, bagaimana bunyi jantung satu dan dua, apakah terdengar dengan jelas atau tidak, adanya bising atau murmur. Suara napas perlu diperhatikan kenormalannya. Perhatikan anak atau pasien sakit atau tidak saat menarik napas. Dan yang paling perlu diperhatikan adalah jika adanya cedera pada leher maka hal yang perlu kita lakukan adalah fiksasi pada leher. Pemeriksaan neurologis
(2)

Pada pemeriksaan neurologis derajat kesadaran merupakan indikator beratnya kerusakan pada otak. Derajat kesadaran harus dinyatakan dalam bentuk respons verbal dan kemampuan mengikuti perintah. Pada anak dengan gangguan kesadaran dipergunakan skala Glasgow pediatrik dan pada anak kecil dipergunakan skala verbal yang dimodifikasi.

Pada pemerikasaan selanjutnya adalah pemeriksaan saraf otak lainnya seperti bentuk pupil, refleks cahaya, refleks kornea, refleks okulosefalik, refleks fisiologis maupun patologis. Pemeriksaan mental :
(2)

Pada pemeriksaan mental diperiksa hal berikut, yaitu : Tingkat kesadaran : secara sederhana tingkat kesadaran dibagi menjadi kesadaran yang normal (kompos mentis), somnolen, sopor, koma-ringan dan koma. Maka, melalui pemeriksaan mental, kita dapat menetapkan pasien tersebut termasuk ke dalam tingkat kesadaran yang mana, pada kasus ini pasien kehilangan kesadaran yang disebabkan oleh adanya tekanan pada formatio retikularis. Gambaran umum : penampilan, perilaku dan aktivitas psikomotor , dan sikap terhadap pemeriksa Atensi (pemusatan perhatian) : merupakan kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan) perhatian pada masalah yang dihadapi. Orientasi : kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan pengalaman lampau. Dapat berupa orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu. Berbahasa : merupakan instrumen dasar bagi komunikasi pada manusia, dan merupakan dasar dan tulang-punggung bagi kemampuan kognitif. Bila terdapat defisit pada sistem berbahasa, penilaian faktor kognitif seperti memori verbal, interpretasi pepatah dan berhitung lisan menjadi sulit dan mungkin tidak dapat di lakukan. Memori : menghubungkan masa lalu dan masa kini. Memori membuat kita mampu menginterpretasi dan bereaksi terhadap persepsi yang baru dengan mengacu kepada pengalaman lampau. Dapat dibagi menjadi memori segera, jangka pendek, dan jangka panjang. Pengetahuan umum Berhitung Abstraksi Pengenalan objek Praksia Respons emosional

Pengendalian impuls Pertimbangan dan tilikan Bentuk dan isi pikiran Suasana perasaan (mood) dan afek
(4)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologi : untuk mengetahui adanya fraktur tengkorak dan posisi spinal. Pada kasus ini ditemui adanya impresi fraktur pada daerah fronto-parietal .

Pemeriksaan CT-Scan : Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedera intrakranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparieta, tetapi pada kasus ini terdapat di daerah fronto-parietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma.

Pemeriksaan MRI : MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.

Diagnosis kerja : epidural hematoma Diagnosis banding :


(4)

Hematoma subdural Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara duramater dan araknoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa disebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a. kortikalis. Biasanya disertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit.

Hematoma Subarakhnoid Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di dalamnya.

Penatalaksanaan Hematoma Epidural

(3)

Otak yang mengalami cedera sangat sensitif terhadap deviasi dalam lingkungan fisiologiknya. Bahkan episode hipotensi, hipoksia atau peningkatan ICP yang hanya terjadi dalam waktu singkat dapat sangat membahayakan otak tersebut. Penanganan awal pada penderita cedera neurologik ditujukan pada pengamanan jalan napas serta ventilasi dan oksigenasi yang memadai.
(1)

Tindakan yang dilakukan pada kondisi darurat seperti melakukan dekompresi yaitu pengurangan atau penghentian pendarahan bila terjadi pendarahan, dengan melakukan elevasi kepala sebesar 30 dari tempat tidur setelah tidak adanya cedera di spinal (posisi trandelainberg terbalik) untuk mengurangi tekanan intracranial. Selain itu dapat juga ditangani dengan kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Selanjutnya dapat dilakukan penanganan dengan obat-obatan diantaranya pemberian Manitol 20% dengan dosis 1-3 mg/kg berat badan per hari, Deksametason , Trihidroksi metil amilum metana untuk menurunkan tekanan intra cranial dan Fenitoin untuk mencegah luka sekunder akibat kejang serta tindakan operatif lain yang diperlukan jika keadaan pasien memburuk. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila terjadi hal sebagai berikut :

Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml) Keadaan pasien memburuk Pendorongan garis tengah > 3 mm
(4)

Prognosis

Prognosis Hematoma Epidural menjadi baik apabila cepat ditangani. Pada kasus ini prognosisnya dibedakan menjadi ad fungsionam, ad vitam, dan ad sanasionam. Ad fungsionam : dubia ad bonam Ad vitam : ad bonam

Ad sanasionam : ad bonam Secara umum, kasus cedera otak tergantung pula pada tingkat kesadaran korban ketika di bawa ke rumah sakit. Jika skor GCS 3-4 maka prognosis 85% meninggal tapi jika skor GCS 12 ke atas maka rognosis untuk ad vitam masih terbilang baik.

Tindak lanjut (follow up)

(5),(6)

Pasien disarankan untuk menjalani rawat inap jika memenuhi beberapa kriteria, antara lain:

Kehilangan kesadaran, defisit neurologis, perubahan status mental, dan sakit kepala berat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, pendarahan, gangguan pernapasan, fraktur tengkorak, muntah, dan hematom.

Hasil laboratorium

1. Serum sodium : < 130 mEq/L atau > 150 mEq/L 2. Serum potassium : < 2.5 mEq/L atau > 5.5 mEq/L 3. Serum kalsium : < 7.0 mg/dL 4. Serum bilirubin : > 15.0 mg/dL indirect atau total bilirubin 5. Arterial blood pH < 7.30 or > 7.55 (identified within the last 48 hours) 6. White blood count < 3,000 /L or > 16,000 /L 7. Hemoglobin (Hgb) < 9 g/dL atau > 20 g/dL 8. Hematocrit (Hct) < 24% or > 55%

Tanda vital

9. Suhu : > 3 tahun - 17 tahun > 104 F (40 C) dengan WBC > 16,000/L 10. Denyut nadi: beats per menit(bpm) : 11. Pernapasan : > 3tahun - 12 tahun > 3 tahun 12 tahun < 60 or > 160 bpm < 15 or > 40/menit

12. Tekanan darah:Systolic (mmHg)Diastolic (mmHg) > 6 tahun - 12 tahun < 80 or > 130 < 50 or > 90

Pada kasus trauma kepala, terkadang gejala-gejala seperti kejang, muntah, dll. tidak tampak segera setelah terjadi trauma. Terkadang gejala tersebut tampak setelah beberapa menit atau bahkan sampai berhari-hari. Periode ini dikenal sebagai LUCID INTERVAL. Untuk pasien yang tempat tinggalnya jauh dari puskesmas, disarankan untuk menjalani rawat inap. Sedangkan untuk pasien yang tempat tinggalnya dekat dengan puskesmas, dapat diijinkan pulang dengan catatan pasien harus diobservasi penuh, dan jika mulai menunjukan gejala-gejala diatas, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit.

Informed consent

Langkah-langkah informed consent kepada keluarga pasien dan pasien sendiri:

1. Jelaskan kepada pihak keluarga hal-hal yang diderita pasien dan rencana tindakan yang akan dilakukan. Harus dijelaskan pula garis besar teknik operasi yang dapat dimengerti oleh awam. 2. Jelaskan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi apabila tidak dilakukan operasi atau operasi terlambat dikerjakan. 3. Jelaskan komplikasi-komplikasi dan efek samping yang mungkin terjadi berikut dengan probabilitas terjadinya. 4. Hal-hal tersebut dijelaskan oleh dokter yang menangani langsung pasien tersebut, misalnya oleh dokter bedah saraf yang akan mengoperasi. Di samping itu dokter anaestesi juga harus menjelaskan teknik pembiusan serta persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi. 5. Apabila pihak keluarga sudah memahami penjelasan-penjelasan tersebut dan menyetujui dilakukan tindakan operasi maka keluarga menandatangani informed consent.

6. Demikian pula dokter operator dan dokter anaestesi setelah memberikan penjelasan juga harus membubuhkan tanda tangan di formulir informed consent tersebut. 7. Informed consent sebaiknya juga ditandatangani oleh saksi. 8. Sebaliknya apabila pihak keluarga tidak menyetujui untuk dilakukan tindakan operasi maka harus membuat pernyataan penolakan tindakan operasi yang harus pula ditandatangani. 9. Semua rangkaian informed consent harus memakai bahasa yang dimengerti oleh pasien dan keluarganya.

Pembahasan

(8)

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga dikelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika seseorang mendapat benturan yang hebat di kepala, kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.

Kesimpulan Amir,laki-laki berusia 10 tahun yang mengalami kecelakaan diikuti dengan pingsan selama kurang dari 10 menit disertai dengan midriasi pupil dan hemiparesis tungkai kiri setelah dilakukan pemeriksaan radiologi dan CT-Scan dapat disimpulkan bahwa ia menderita epidural hematom.

Daftar Pustaka

1. Matondang SC, Wahidiyat I, Sastroasmoro S,Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta : PT.Sagung Seto,2000.1-34. 2. Soetomenggolo TS, Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. p. 449-50 3. Price, SA. Wilson, LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC;2005;p.1157-74 4. Asramamedikafkunhas. Epidural hematoma. [update, 2009 April]. Available from:

http://asramamedicafkunhas.blogspot.com/2009/04/epidural-hematom.html. Accessed, March 29, 2010. 5. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak. Editor: Wahab AS, 15 ed: Jakarta. EGC; 200.p 2095 6. Texas Health and Human Services. Medicaid Hospital Inpatient Screening Criteria. [updated, 2002 January 07]. Available from: http://www.hhs.state.tx.us/OIG/screen/SC_TOC.shtml.
th

Accesed, April 3, 2010. 7. Bedah umum wordpress. Trepanasi-kraniotomi pada epidural hematoma. [update, 2009 April 01]. Available from: http://bedahumum.wordpress.com/2009/01/04/trepanasi-kraniotomi-pada-epiduralhematoma-dan-subdural-hematoma/. Accessed, March 29 2010.

You might also like