You are on page 1of 20

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Dalam proses perancangan suatu sistem memerlukan tahapan yang disebut

pemodelan. Pemodelan berasal dari model yang dalam

istilah teknologi berarti

reprentasi suatu masalah dalam bentuk yang lebih sederhana sehingga lebih jelas dan mudah dikerjakan. Sedangkan pemodelan adalah proses penerjemahan keadaan fisik kedalam bahasa matematis. Bagian yang paling sulit dari analisis sebuah produk atau desain adalah pembuatan suatu model yang realistik. Friction Stir Welding (FSW) merupakan proses pengelasan baru yang dipromosikan dengan sedikit biaya dan kualitas sambungan yang baik. Hal itu dikarenakan pengelasan tidak membutuhkan logam pengisi dan bisa menghilangkan sedikit cacat retak dan porositas. Prinsip FSW menggunakan tools yang berotasi dan bergerak melintas sehingga material terjadi penempaan pada pusat lasan menjadi lebur. Kemungkinan terjadinya distribusi dan konsentrasi tegangan pada unit tool friction stir welding cukup besar. Keadaan ini terjadi dikarenakan pada saat proses pengadukan unit tool friction stir welding menerima gaya gesek dan tekan yang besar. Manthan Malde (2006), menerapkan model termomekanis pada proses pengelasan friction stir welding, dan mempelajari model pendekatan optimasi berbasis pengganti untuk mendapatkan parameter proses yang optimal untuk memodelkan proses pengelasan friction stir welding. Sofware yang digunakan dalam pemodelan ini adalah ANSYS. Model yang dikembangkan kemudian digunakan untuk melakukan studi parametrik untuk mengetahui pengaruh berbagai input parameter seperti total tingkat input panas, kecepatan pengelasan dan lokasi klem pada distribusi temperatur dan tegangan sisa dalam benda yang dikerjakan. Dengan data dari model simulasi, model linier dan nonlinier pengganti dibangun dengan menggunakan analisis regresi untuk mengaitkan parameter proses input yang dipilih dengan variabel respon. Model optimasi constrained dirumuskan menggunakan 1

model pengganti dan optimalisasi parameter proses untuk meminimalkan biaya dan memaksimalkan throughput dilakukan dengan menggunakan algoritma pencarian harmoni ditingkatkan. Analisis tegangan regangan digunakan untuk mengetahui kemampuan material menerima pembebanan secara statis pada tool yang digunakan untuk pengelasan friction stir welding. Pengunaan software yang digunakan untuk analisis tegangan regangan statis sangat memudahkan analisis dan mengurangi kesalahan perhitungan. Salah satu software yang digunakan dalam tegangan regangan adalah CATIA, karena CATIA merupakan alat bantu yang memiliki banyak fungsi pada CAD, CAM, dan CAE dipadu dengan model analisis rancang bangun yang handal Integrated Design And Analysis. CATIA memiliki keistimewaan sebagai salah satu sistem gambar 2 dimensi dan 3 dimensi.yang konsisten mulai dari user interface, data management, data base, model yang sangat komplit dan program aplikasi interface. Secara khusus pada CATIA Finite Modeler mempunyai kemampuan dan kegunaan dalam pre processor 3D finite element serta membangun suatu model lengkap dengan mendiskripsikan fisik dan sifat material, kondisi batas, dan beban. Finite Element Modeler dapat secara cepat dan tepat dalam mendefinisikan dan merubah mesh (Taufiq, 2008 : 37).

1.2

Perumusan Masalah Permasalahan utama yang penting dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana menentukan pemilihan material untuk pembuatan tool pada penyambungan friction stir welding. 2. Bagaimana membuat simulasi menggunakan CATIA untuk pemodelan tool friction stir welding. 3. Bagaimana cara untuk mengetahui tegangan regangan dan beban kritis.

1.3

Batasan Masalah Untuk mencapai tujuan dan agar dalam penulisan skripsi ini lebih terarah,

maka diperlukan adanya batasan masalah sebagai berikut:

1. 2. 3.

Objek penelitian adalah tool friction stir welding. Analisis dan simulasi menggunakan program software CATIA. Produk yang dirancang dipergunakan untuk pengelasan friction stir welding.

1.4

Tujuan Dalam melakukan penelitian ini ada beberapa tujuan yang dapat dirumuskan

dan yang ingin dicapai, yaitu: 1. Mengetahui pemilihan material untuk pembuatan tool pada

penyambungan friction stir welding. 2. Mengetahui cara membuat simulasi menggunakan CATIA untuk pemodelan tool friction stir welding. 3. Mengetahui analisis tegangan regangan dan beban kritis.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Friction Stir Welding (FSW) Jarot Wijayanto dan Aghda Anelis (2010), FSW (friction stir welding) adalah

sebuah metode pengelasan yang termasuk pengelasan gesek, yang pada prosesnya tidak memerlukan bahan penambah atau pengisi. Panas yang digunakan untuk mencairkan logam kerja dihasilkan dari gesekan antara benda yang berputar (pin) dengan benda yang diam (benda kerja). Pin berputar dengan kecepatan konstan disentuhkan ke material kerja yang telah dicekam. Gesekan antara kedua benda tersebut menimbulkan panas sampai 80% dari tititk cair material kerja dan selanjutnya pin ditekankan dan ditarik searah daerah yang akan dilas. Putaran dari pin bisa searah jarum jam atau berlawanan dengan arah jarum jam. Pin yang digunakan pada pengelasan friction stir welding harus mempunyai titik cair dan kekerasan yang lebih dibandingkan dengan material kerja, sehingga hasil lasan bisa baik. Pin yang digunakan pada pengelasan friction stir welding harus mempunyai titik cair dan kekerasan yang lebih dibandingkan dengan material kerja, sehingga hasil pengelasan baik. Pengelasan dengan menggunakan metode FSW bisa digunakan untuk menyambungkan material yang sama (similar metal) ataupun material yang tidak sama (dissimilar metal) seperti baja dengan baja tahan karat, alumunium dengan kuningan dan memungkinkan untuk mengelas kombinasi material lain yang tidak dapat di las dengan menggunakan metode pengelasan yang lain. Parameter pengelasan yang dilakukan harus disesuaikan sedemikian rupa, sehingga

pengurangan volume dari pin ketika terjadi gesekan dengan material kerja bisa diperkecil. Hal ini bertujuan untuk menjaga masukan panas yang konstan sepanjang pengelasan. Pengelasan dengan menggunakan metode FSW biasa digunakan untuk menyambungkan material yang sama (similar metal) ataupun material yang tidak sama (dissimilar metal) seperti baja dengan baja tahan karat, alumunium dengan kuningan dan memungkinkan untuk mengelas kombinasi material lain yang tidak dapat di las dengan menggunakan metode pengelasan yang lain.

Parameter pengelasan yang dilakukan harus disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pengurangan volume dari pin ketika terjadi gesekan dengan material kerja bisa diperkecil. Hal ini bertujuan untuk menjaga masukan panas yang konstan sepanjang pengelasan. Prinsip Friction Stir Welding yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 dengan gesekan dua benda yang terus-menerus akan menghasilkan panas, ini menjadi suatu prinsip dasar terciptanya suatu proses pengelasan gesek. Pada proses friction stir welding, sebuah tool yang berputar di tekankan pada material yang akan disatukan. Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi pin/probe dengan material, mengakibatkan pemanasan setempat yang mampu melunakkan bagian tersebut. Tool bergerak pada kecepatan tetap (parameter1) dan bergerak melintang (parameter 2) pada jalur pengelasan (joint line) dari material yang akan disatukan.

Gambar 2.1. Prinsip friction stir welding

2.2

Rotasi Tool dan Kecepatan Melintang Ada dua kecepatan alat yang harus diperhitungkan dalam pengelasan ini yaitu

seberapa cepat tool itu berputar dan seberapa cepat tool itu melintasi jalur pengelasan (joint line). Gerakkan tool ditunjukkan pada Gambar 2.2 Kedua parameter ini harus

ditentukan secara cermat untuk memastikan proses pengelasan yang efisien dan hasil yang memuaskan. Hubungan antara kecepatan pengelasan dan input panas selama proses pengelasan sangat kompleks, tetapi umumnya dapat dikatakan bahwa meningkatnya kecepatan rotasi dan berkurangnya kecepatan melintas akan mengakibatkan titik las lebih panas. Jika material tidak cukup panas maka arus pelunakan tidak akan optimal sehingga dimungkinkan akan terjadi cacat rongga atau cacat lain pada stir zone, dan kemungkinan tool akan rusak. Tetapi input panas yang terlalu tingi akan merugikan sifat akhir lasan karena perubahan karakteristik logam dasar material. Oleh sebab itu dalam menentukan parameter harus benar-benar cermat, input panas harus cukup tinggi tetapi tidak terlalu tinggi untuk menjamin plastisitas material serta untuk mencegah timbulnya sifat-sifat las yang merugikan.

Gambar 2.2. Gerakan tool

2.3

Kedalaman Ceburan Kedalaman ceburan (plunge depth) didefinisikan sebagai kedalaman titik

terendah probe di bawah permukaan material yang dilas dan telah diketahui sebagai parameter kritis yang menjamin kualitas lasan. Plunge depth perlu diatur dengan baik untuk menjamin tekanan ke bawah tercapai, dan memastikan tool penuh menembus lasan. Plunge depth yang dangkal dapat mengakibatkan cacat dalam lasan, sebaliknya

plunge depth yang berlebihan bisa mengakibatkan kerusakan pin karena berinteraksi dengan alasnya. Tekanan shoulder diharapkan untuk menjaga material lunak tidak keluar jalur dan memberi efek tempa (forging). Material panas di tekan dari atas oleh shoulder dan di tahan oleh alas dari bawah. Proses ini bertujuan untuk mamadatkan material sehingga penguatan sambungan terjadi akibat efek tempa tersebut. Selain itu tekanan shoulder juga menghasilkan input panas tambahan karena permukaannya yang lebih besar bergesekan dengan material.

2.4

Rancangan Tool Jarot Wijayanto dan Aghda Anelis (2010), Rancangan tool adalah faktor yang

sangat mempengaruhi kualitas hasil lasan, karena rancangan tool yang tepat dapat meningkatkan kualitas las dan kecepatan las semaksimal mungkin. Panas yang dihasilkan dari gesekan tool dan material yang akan dilas sekitar 70 80% dari temperatur titik lebur material yang akan dilas tersebut. Material tool harus memiliki titik cair yang lebih tinggi dari material las, agar ketika proses pengelasan berlangsung material tool ikut tercampur dengan lasan. Material tool harus mempunyai kekuatan yang cukup pada temperatur ini karena jika tidak maka tool dapat terpuntir dan retak. Oleh sebab itu diharapkan material tool cukup kuat, keras dan liat, pada suhu pengelasan. Sebaiknya material yang digunakan juga mempunyai ketahanan oksida yang baik dan penghantar panas rendah untuk mengurangi kerugian panas dan kerusakan termal pada mesin. Desain tool terdiri dari shoulder dan pin. Pin berfungsi untuk menghasilkan panas dan menggerakan material yang sedang dilas. Shoulder memiliki beberapa fungsi antara lain: 1. Sebagai pelindung dari kemungkinan masuknya suatu material berbeda. 2. Shoulder yang berdiameter lebih besar, berperan untuk

mempertahankan dan menjaga agar material plasticised tidak keluar dari daerah las.

3.

Shoulder memberi tekanan ke bawah yang memberi efek tempa pada lasan.

4.

Shoulder juga menyediakan input panas tambahan, karena luas permukaan yang bergesekan dengan material las lebih besar maka panas yang dihasilkan juga lebih besar.

Shoulder

Pin

Gambar 2.3. Rancangan tool

2.4 Klasifikasi Baja Tahan Karat (Stainless Steel) Stainless Steel (SS) adalah paduan besi dengan minimal 12 % kromium. Komposisi ini membentuk protective layer (lapisan pelindung anti korosi) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap krom yang terjadi secara spontan. Tentunya harus dibedakan mekanisme protective layer ini dibandingkan baja yang dilindungi dengan coating (misal seng dan cadmium) atau pun cat. Meskipun seluruh kategori Stainless Steel didasarkan pada kandungan krom (Cr), namun unsur paduan lainnya ditambahkan untuk memperbaiki sifat-sifat Stainless Steel sesuai aplikasinya. Kategori Stainless Steel tidak hanya seperti baja lain yang didasarkan pada persentase karbon tetapi didasarkan pada struktur metalurginya.

1.

Austenitic Stainless Steel Austenitic Stainless Steel mengandung sedikitnya 16% Chrom dan 6% Nickel

(grade standar untuk 304), sampai ke grade Super Autenitic Stainless Steel seperti 904L (dengan kadar Chrom dan Nickel lebih tinggi serta unsur tambahan Mo sampai 6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau Copper (Co) berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi. Austenitic cocok juga untuk aplikasi temperature rendah disebabkan unsur Nickel membuat Stainless Steel tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah.

2.

Ferritic Stainless Steel Kadar Chrom bervariasi antara 10,5 - 18 % seperti grade 430 dan 409.

Ketahanan korosi tidak begitu istimewa dan relatif lebih sulit di fabrikasi/machining. Tetapi kekurangan ini telah diperbaiki pada grade 434 dan 444 dan secara khusus pada grade 3Cr12.

3.

Martensitic Stainless Steel Stainless Steel jenis ini memiliki unsur utama Chrom (masih lebih sedikit jika

dibanding Ferritic Stainless Steel) dan kadar karbon relatif tinggi misal grade 410 dan 416. Grade 431 memiliki Chrom sampai16% tetapi mikro strukturnya masih martensitic disebabkan hanya memiliki Nickel 2%. Grade Stainless Steel lain misalnya 17-4PH/ 630 memiliki tensile strength tertinggi dibanding Stainless Steel lainnya. Kelebihan dari grade ini, jika dibutuhkan kekuatan yang lebih tinggi maka dapat dihardening.

2.5 CATIA (Computer Aided Three Dimensional Interactive Application ) CATIA V5R14 merupakan suatu perangkat lunak (software) analisa berbasiskan metode elemen hingga yang memungkinkan seorang engineer untuk melakukan tugas sebagai berikut: 1. Membangun model dari sebuah struktur, produk, komponen dan sebagainya.

10

2.

Mengaplikasikan beban operasional dengan kondisi parameter pada model yang dibangun.

3.

Mempelajari respon fisik sebagai akibat pembebanan pada model seperti tingkat tegangan (stress level), distribusi temperatur, tingkat resiko cedera dan sebagainya.

4.

Mengoptimalkan desain awal model dalam usaha untuk memperbaiki unjuk kerja (performace) model dan atau untuk mengurai biaya produksi.

CATIA V5R14 yang bekerja dalam lingkuangan windows memiliki Graphical User Interface (GUI) yang cukup untuk memudahkan pengguna (user) dalam mengakses berbagai macam fungsi, perintah dan dokumentasi yang disediakan program CATIA V5R14. Dalam memasukkan data, pengguna dapat menggunakan mouse atau keyboard. CATIA V5R14 menawarkan berbagai macam aplikasi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan analisa pada displin ilmu yang berbeda, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mechanical design Shape Analysis and simulation AEC Plant NC manufacturing Ergonomic design and analysis dan lain-lain

2.5.1

Tahapan analisa menggunakan software catia V5R14 Secara garis besar tahapan analisa perancangan yang ditujukan untuk

menyelesaikan perancangan tool friction stir welding adalah menganalisa tegangan yang terjadi pada tool friction stir welding saat dilakukan pembebanan.

11

2.5.2 Kebutuhan Minimum Untuk menjalankan program CATIA V5R14 dengan baik pada suatu komputer ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh komputer tersebut, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Memory 500MB DDRAM Processor Pentium 2.2 Ghz VGA 64 MB Hardisk 5 GB CDROM 48X Monitor 14 inchi Operating system windows 2000 dengan service pack 3

2.6 Tegangan dan Regangan Tegangan adalah ukuran intensitas pembebanan yang dinyatakan oleh gaya yang dibagi oleh luas di tempat gaya tersebut bekerja. Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak lurus pada bidang yang diamati maka didapat tegangan normal atau langsung, dan sesuai dengan arah gaya. Dapat bersifat tarik atau mampat. Bila gaya internal sejajar dengan bidang yang diamati didapat tegangan tangensial atau geser. Komponen tegangan pada sudut yang tegak lurus pada bidang di tempat bekerjanya gaya disebut tegangan langsung dan merupakan tegangan tarik (positif), atau tegangan tekan (negatif). Tegangan dirumuskan dengan:


dimana:

F (1) A ...........................................................................

= Tegangan (N/m2) = Gaya (N) = Luas penampang (m2) Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut regangan.

Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar dan mengecil menghasilkan

12

regangan normal atau lapisan-lapisan bahan dapat bergeser yang satu terhadap yang lainnya dapat menghasilakan regangan geser.

2.7 Moment Puntir Moment puntir merupakan suatu pemuntiran sebuah batang yang diakibatkan oleh kopel-kopel (couples) yang menghasilkan perputaran terhadap sumbu longitudinalnya. ........................................... Dimana: T P N = Torsi (moment puntir) = Daya = Putaran
(2)

2.8 Teori Kegagalan (Theories of Failure) Kegagalan (failure) dari suatu elemen mesin yang menerima pembebanan, dinyatakan apabila elemen tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan yang direncanakan. Oleh karena itu perlu diberikan kriteria-kriteria kapan logam tersebut dapat dikatakan gagal. Untuk teori ini terdapat dua kriteria kegagalan yaitu: 1. Distorsi atau deformasi plastik. Kegagalan ini menyatakan bahwa bila material tersebut sudah mengalami deformasi plastik karena sudah melewati suatu harga tertentu. 2. Patah (fracture). Kegagalan ini menyatakan bahwa material tersebut sudah patah atau terpisah menjadi dua bagian. Untuk tipe kegagalan ini dipergunakan batas harga tegangan maksimum yang dijinkan pada material. Teori kegagalan dibedakan menurut jenis material yang digunakan, untuk material getas (brittle) biasanya menggunakan Maximum Normal Stress Criterion dan Mohrs Criterion, sedangkan untuk material ulet biasanya menggunakan Maximum

13

Shearing Stress Criterion (Tresca Criterion) dan Maximum Distortion Energi Criterion (Von Mises Criterion).

2.6.1

Teori Kegagalan Tegangan Geser Maksimum (Maximum Shear Theory Criterion ) Diusulkan pertama kali oleh C. A Coulomb (1736 -1806), kemudian

disempurnakan oleh Tresca (1864) sehingga sering disebut teori kegagalan Tresca. Teori ini khusus untuk material yang ulet dengan dasar bahwa kegagalan terjadi bila tegangan geser maksimum yang terjadi, melewati harga tegangan geser yang diijinkan pada material. Teori tersebut dapat dirumuskan pada persamaan dibawah ini: .... dimana: = tegangan geser maksimum = tegangan yield geser material = taktor keamanan Gambat 2.4 menunjukkan kondisi tegangan dengan metode grafis lingkaran Mohr. Dapat dicatat disini bahwa batas-batas dari semua lingkaran Mohr principal tidak menunjukkan kegagalan pada garis horizontal ataupun . Teori ini
(3)

memprediksi bahwa kegagalan tidak terjadi oleh tegangan hidrostatik murni.

14

Gambar 2.4. Lingkaran Mohr principal sebagai dasar teori kegagalan BAB 3. METODE PENELITIAN tegangan geser maksimum.

15

BAB 3. METODELOGI PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemesinan Teknik Mesin

Universitas Jember pada bulan Agustus 2011 Januari 2012. Meliputi persiapan penelitian, pengerjaan penelitian, pengumpulan data dan pengolahan data.

3.2

Alat dan Benda Kerja

3.2.1 Alat Percobaan Software CATIA; 3.2.2 Bahan 1. Stainless Steel 310 dengan spesifikasi seperti pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Spesifikasi tool

Penulis menggunakan bahan ini dikarenakan bahan mudah didapatkan di daerah Jawa Timur. 2. Untuk sifat-sifat mekanis dari material tool friction stir welding yang akan digunakan dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini.

16

Tabel 3.1 Properties of material Young Bahan Mudulus (N/m2) Stainless steel AISI type 310 2,00e+11 0,29 8000 1,59e-05 2,05e+08 Poison Ratio Density (Kg/m3) Thermal Expansion Yield strenght (N/m2)

www.efunda.com

3.3 Metode Perancangan Secara garis besar tahapan perancangan yang ditujukan untuk menyelesaikan perancangan rangka tool friction stir welding adalah sebagai berikut: a. Gambar Teknik Pada tahapan ini, perancangan tool friction stir welding divisualisasikan dalam bentuk gambar 2D dan 3D beserta dimensi dari konsep terpilih. Pada penelitian ini juga akan disimulasikan distribusi gaya dan moment puntir dengan menggunakan perangkat lunak CATIA. Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian: 1. Membuat spesimen tool friction stir welding dengan menggunakan software CATIA; 2. 3. 4. 5. Memasukan dimensi dan spesifikasi bahan; Menentukan pemetaan untuk model pendekatan (meshing); Memberikan beban (define load); Menganalisis tegangan yang terjadi pada bagian tool friction stir welding; 6. 7. b. Membaca dan mengolah hasil (read result); Memutuskan kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian;

Analisis Kekuatan Material

17

Menentukan posisi tegangan terbesar dimana pada posisi ini akan terjadi awal kerusakan/kegagalan. Melakukan uji struktur rangka tool friction stir welding dengan bantuan software CATIA.

3.4

Prosedur Penelitian Adapun langkah-langkah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut: 1. Pengumpulan data; 2. Gambar teknik; 3. Analisa struktur rangka tool friction stir welding dengan bantuan software CATIA untuk pembebanan statis; 4. Menyimpulkan hasil penelitian;

18

3.5

Diagram Alir Penelitian Tahapan kerja dalam penelitian dilakukan sesuai dengan flowchart di bawah

ini:
Start

Studi Literatur

Gambar Teknik

Simulasi

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

19

3.6 Jadwal Kegiatan Penelitian

Jenis kegiatan Studi Literatur Pengajuan Judul Penyusunan Proposal Seminar Proposal Persiapan penelitian Pengerjaan Penelitian Pengumpulan data Pengolahan Data Konsultasi Hasil Seminar Hasil Ujian Skripsi

Agustus

September 4 1

Oktober 2 3 4

November 1 2 3 4

1 2 3 4 1 2 3

20

DAFTAR PUSTAKA

Adamowski, J. & Szkodo, M., 2006, Friction Stir Welds (FSW) of Aluminium Alloy AW6082-T6, Journals of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering, Vol. 20, ISSUES.1- 2January-February,2007. Efunda corp. 2010. Properties of Material. [online]. www.efunda.com. [12 Desember 2010] Fitriadi, Taufiq (2008). Pancangan Alat Bantu Jalan (kruk) yang Praktis dan Ergonomis dengan Menggunakan Software CATIA. Malde, Manthan (2006), Thermomechanical Modeling And Optimization Of Friction Stir Welding. Nugroho, Dipo (2006), Klasifikasi Stainless Steel. Sularso, Kiyokatsu Suga. Elemen Mesin Jilid 3.PT. Pradya Paramitha , Jakarta.1997. Wijayanto, Jarot & Agdha Anelis (2010). Pengaruh Feed Rate terhadap Sifat

Mekanik pada Pengelasan Friction Stir Welding Alumunium 6110.

You might also like