You are on page 1of 7

LAPORAN OBSERVASI TENTANG PENERAPAN BANTUAN HUKUM DI KOTA SEMARANG

(Wawancara di LBH SEMARANG)

---------------------------------------------------------------------Untuk memenuhi tugas Semester Genap mata kuliah Kemahiran Bantuan Hukum Dosen Pengampu : Bp Herry Subondo; Ibu Cahya Wulandari; Bp Kastubi

oleh :

Auria Patria Dilaga Khanina Ganesa Adi Nugraha Danang Prasetya Nugraha

8111 409 077 8111 409 171 8111 409 078 8111 409 103

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Bantuan hukum adalah hak dari orang miskin yang dapat diperoleh tanpa bayar (pro bono publico) sebagai penjabaran persamaan hak di hadapan hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 34 UUD 1945 di mana di dalamnya ditegaskan bahwa fakir miskin adalah menjadi tanggung jawab negara. Terlebih lagi prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dan hak untuk di bela Advokat (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang perlu dijamin dalam rangka tercapainya pengentasan masyarakat Indonesia dari kemiskinan, khususnya dalam bidang hukum. Pada perkembangannya Meskipun telah di amandemen empat kali, Dalam Undang Undang Dasar 1945 (UUD 45) sebagai konstitusi tertinggi negara Indonesia, pasal pasal tentang perlindungan terhadap Hak hak asasi manusia selalu terjamin, tidak terkecuali dengan jaminan terhadap perlakuan yang sama di hadapan hukum seperti yang termaktub dalam pasal 28D UUD 1945 ayat 1 yang berbunyi: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Oleh karena itu, Bantuan hukum adalah hak asasi semua orang, yang bukan diberikan oleh negara dan bukan belas kasihan dari negara, hal ini penting karena sering kali bantuan hukum diartikan sebagai belas kasihan bagi yang tidak mampu. Selain membantu orang miskin bantuan hukum juga merupakan gerakan moral yang memperjuangkan hak asasi manusia. Oleh karena itu, hak tersebut tidak dapat dikurangi, dibatasi apalagi diambil, karena itu sebuah keharusan. Tidak sedikit individu maupun kelompok masyarakat tidak mampu sebagai pencari keadilan kecewa kepada hukum karena keadilan yang ia cari tidak didapatkannya hanya karena ia tidak mampu membayar jasa advokat/pengacara

dalam rangka menangani dan menyelesaikan masalah hukumnya. Dengan dikeluarkan PP No. 83 tahun 2008 tentang PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA memberikan payung hukum warga miskin untuk mendapatkan bantuan hukum secara Cuma-Cuma dalam rangka memenuhi hak dasar warga Negara, khususnya warga miskin. Dalam merealisasikan aturan tersebut maka berdirilah Lembaga Bantuan Hukum guna memberikan bantuan hukum warga miskin. B. Rumusan Masalah Bagaimana Penerapan Bantuan Hukum di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang ?

BAB II PEMBAHASAN

A. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang

LBH Semarang berdiri pada 20 Mei 1978 dengan nama LBH PERADI yang kemudian berafiliasi dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia [YLBHI] pada tahun 1985, selanjutnya bernama LBH SEMARANG.

Pendirian lembaga ini didasarkan kepada kesadaran bahwa sesungguhnya hak untuk mendapatkan dan menikmati keadilan adalah hak setiap insan dan karena itu penegakannya, harus terus diusahakan dalam suatu upaya berkesinambungan untuk membangun suatu sistem masyarakat hukum yang beradab dan berperikemanusian secara demokratis, dan di lain pihak, setiap kendala yang menghalanginya harus dihapuskan. Keadilan hukum sebagai salah-satu pilar utama dari masyarakat hukum dimaksud yang secara bersama-sama dengan keadilan ekonomi, keadilan politik, keadilan sosial dan keadilan [toleransi] budaya akan menopang dan membentuk keadilan struktural yang utuh dan saling melengkapi.

Upaya penegakan keadilan hukum dan penghapusan kendala-kendalanya harus dilakukan secara sinergis, proporsional dan kontekstual dengan penghapusan kendalakendala dalam bidang-bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Maka pemberian bantuan hukum bukanlah sekedar sikap dan tindakan kedermawanan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kerangka upaya pembebasan manusia Indonesia dari setiap bentuk penindasan yang meniadakan rasa dan wujud kehadiran keadilan yang utuh, beradab dan berprikemanusiaan.

LBH Semarang mengkonsentrasikan bantuan hukumnya pada penanganan kasuskasus struktural yang berbasiskan pada beberapa issue, seperti pertanahan dan lingkungan hidup, perburuhan, kebijakan kota atau masyarakat miskin kota dan masyarakat

pesisir/nelayan. Issue tersebut di back up dalam kerangka pemenuhan, penghormatan dan pelindungan hak-hak sipil dan politik serta ekonomi, sosial dan budaya. Langkah ini dilakukan melalui proses litigasi [penanganan kasus] dan non litigasi [pendidikan dan pengorganisasian. Struktur Organisasi LBH Semarang tediri dari:
1. Bidang Operasional (membawahi staff dan reawan) 2. Bidang Intrenal (membawahi karyawan: keuangan, administrasi, pramuniaga, sopir) 3. Bidang Program (membawahi relawan, bersama-sama membuat program kegiatan)

B. Penerapan Bantuan Hukum Lembaga BAntuan Hukum(LBH) Semarang Di LBH Semarang terdapat beberapa rencana strategis guna Memperkuat kelembagaan masyarakat sipil melalui pendidikan dan bantuan hukum struktural bagi rakyat guna mendorong pemenuhan, penghormatan, dan perlindungan HAM oleh Negara. Berbagai macam rencana yang diselenggarakan LBH Semarang antara lain:
1. Meningkatkan posisi dan akses masyarakat marginal (miskin) terhadap sistem

peradilan melalui bantuan hukum struktural yang layak, baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan untuk mendorong pemenuhan, penghormatan, dan perlindungan HAM oleh Negara
2. Memperkuat posisi masyarakat marginal untuk mendapatkan keadilan melalui

bantuan hukum, perluasan daya jangkau bantuan hukum, peningkatan kapasitas organisasi rakyat, pendokumentasian, publikasi dan kampanye pelanggaran HAM di Jawa Tengah;
3. Memperkuat kelembagaan masyarakat sipil melalui pendidikan dan bantuan

hukum struktural bagi rakyat guna mendorong pemenuhan, penghormatan, dan perlindungan HAM oleh negara.

Dalam merealisasikan rencana strategis Lembaga Bantuan Hukum Semarang, beberapa kegiatan yang dilakukan LBH Semarang adalah melakukan penelitian, pengabdian, bedah buku & film, diskusi, seminar, pelatihan, pengembangan SDM, jurnal, bulletin. salah satu program yang dilaksanakan di tahun 2012 ini adalah membuka Posko Pengaduan Perlindungan Anak di 100 lebih kelurahan di Kota Semarang. Kepala

Program LBH Semarang Erwin Kristianto mengatakan, dengan adanya posko tersebut, maka kasus-kasus yang melibatkan anak dapat diselesaikan di tingkat kelurahan, sehingga tak harus dibawa ke pengadilan. Dalam Pelatihan pertama bertujuan untuk menyamakan persepsi. Pelatihan tahap kedua lebih ke arah teknis soal posko pengaduan perlindungan anak. Sedangkan Muara dari kegiatan ini adalah mendirikan posko perlindungan akan di 111 kelurahan di Kota Semarang. Dengan adanya posko ini diharapkan kasus-kasus anak yang berkonflik dengan hukum dapat diselesaikan di komunitas sehingga kasus-kasus seperti sandal jepit, seperti ALL, tak terjadi di Semarang." Dalam tahap awal, LBH Semarang bakal melakukan pelatihan terhadap 300 lebih orang, yang terdiri dari komite sekolah, lurah serta anggota aparat polisi.

Resume wawancara : Pada awalnya ketika membuka pertanyaan, narasumber telang mengatakan bahwa antara teori dan kenyataan tidak sama terutama masalah pendanaan yang menjai kewajiban Pemprov Jateng atau Pemkot Semarang dengan menggunakan dana APBD. Mekanisme penanganan kasus :
Perkara Masuk ke LBH Semarang

You might also like