You are on page 1of 11

PENDAHULUAN Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar glukosa darah dibawah rentang

batas normal. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan dan berat ringannya ditentukan pula oleh lamanya terjadi penurunan kadar glukosa darah serta berat ringan gejala yang timbul. Pada pasien DM, hipoglikemia terutama terjadi akibat pemberian obat-obat golongan sulfonilurea dan pemakaian insulin. Pengaruh buruk hipoglikemia terutama akan menyebabkan gangguan fungsi syaraf otak yang bila berlangsung lama akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Kekawatiran akan terjadinya hipoglikemia dalam penatalaksanaan DM, terutama pada pasien usia lanjut menimbulkan permasalahan dalam kendali glukosa darah yang akan meningkatkan risiko komplikasi makro dan mikrovaskular akibat hiperglikemia. Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap rendahnya kadar gula darah. Hal ini disebabkan karena glukosa merupakan sumber energi utama bagi otak. Otak memberikan respon terhadap kadar gula darah yang rendah melalui sistem saraf, yaitu dengan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin (adrenalin). Epinefrin akan merangsang hati untuk melepaskan gula agar kadarnya di dalam darah tetap terjaga. Jika kadar gula darah menurun, maka akan terjadi gangguan fungsi otak.

Rosniati 06171026

TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Kadar gula darah yang rendah dapat menyebabkan gangguan fungsi berbagai sistem organ tubuh. PENYEBAB Hipoglikemia bisa disebabkan oleh: Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya Penderita diabetes yang menggunakan insulin atau obat diabetes lain yang terlambat atau tidak makan pada waktu seharusnya. Atau tidak makan makanan dalam jumlah yang cukup. Atau melakukan aktivitas lebih keras dari biasanya tanpa mengubah dosis insulin atau obat diabetes dan memperhatikan jumlah asupan makanan. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal Gangguan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati

Secara umum, hipogklikemia dapat dibagi menjadi hipoglikemia yang berhubungan dengan obat dan hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat. Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat dapat dibagi lagi menjadi: Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa

Rosniati 06171026

Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap makan, biasanya karbohidrat

Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya. Jika dosis insulin atau obat lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah. Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karena sel-sel alfa pulau langerhans di pankreas tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah. Hipoglikemia juga dapat terjadi pada penderita dengan gangguan psikis yang secara diam-diam menggunakan insulin atau obat hipoglikemik untuk dirinya. Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS juga bisa menyebabka hipoglikemia. Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor. Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat penyakit lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula darah yang adekuat. Pada orang-orang yang memiliki gangguan hati, beberapa jam berpuasa bisa menyebabkan hipoglikemia. Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati untuk memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya. Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu jenis hipoglikemia

Rosniati 06171026

reaktif). Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap sehingga merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat. Hipoglikemia alimentari kadang terjadi pada seseorang yang tidak menjalani pembedahan. Keadaan ini disebut hipoglikemia alimentari idiopatik. Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena memakan makanan yang mengandung gula fruktosa dan galaktosa atau asam amino leusin. Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati; leusin merangsang pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas. Akibatnya terjadi kadar glukosa darah yang rendah beberapa saat setelah memakan makanan yang mengandung zat-zat tersebut. Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol yang dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik). Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai insulin juga bisa menyebabkan hipoglikemia. Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk antibodi yang menyerang insulin. Kadar insulin dalam darah akan naik-turun secara abnormal karena pankreas menghasilkan sejumlah insulin untuk melawan antibodi tersebut. Hal ini bisa terjadi pada penderita atau bukan penderita diabetes. Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung, kanker, kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang berat. Selain itu, penyakit hati berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker) juga bisa menyebabkan hipoglikemia. PATOFISIOLOGI EFEK HIPOGLIKEMIA PADA OTAK Sistem syaraf pusat sangat tergantung dengan oksidasi glukosa sebagai sumber energi utamanya. Gangguan suplai glukosa akan mengakibatkan gangguan fungsi otak (neuroglikopenia), dan bila berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan syaraf otak yang irreversibel dan kematian. Pada orang dewasa sehat dengan BB 70 kg, kebutuhan

Rosniati 06171026

glukosa otak diperkirakan sebanyak 1 mg/kg/menit) atau sebanyak 100 g/hari. Ambilan glukosa otak difasilitasi oleh 2 transporter glukosa yaitu GLUT 1 dan GLUT3 yang tidak tergantung dengan insulin. Dalam keadaan hipoglikemia, sistem transportasi glukosa ini mengalami gangguan. Sedangkan pada hipoglikemia kronik akan terjadi up regulasi transporter glukosa, suatu fenomena penting yang berperan dalam terjadinya hypoglycemia unawareness. Dalam keadaan puasa, otak dapat menggunakan benda2 keton (-hydroksi-butirat dan aseto asetat) sebagai sumber energi alternatif. Ambilan benda2 keton oleh otak proporsional dengan kadarnya didalam darah. Oksidasi benda2 keton dapat menjadi sumber energi hanya bila kadarnya didalam sirkulasi mengalami peningkatan, seperti terjadi dalam keadaan puasa yang lama. Jadi bila kadar glukosa darah rendah, sedangkan kadar keton sangat tinggi, maka otak sebagian terlindung dari efek buruk hipoglikemia. Namun bila kadar glukosa dan keton rendah, seperti terjadi pada hipoglikemi akibat pemberian insulin dan gangguan oksidasi asam lemak, otak akan sangat rentan terhadap gangguan metabolik. Kadar glukosa didalam sirkulasi ditentukan oleh keseimbangan antara asupan glukosa (absorpsi + produksi) dan utilisasi/ penggunaannya oleh berbagai jaringan. Dalam keadaan puasa, produksi glukosa tergantung pada ketersediaan substrat2 yang diperlukan bagi proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Sementara utilisasi glukosa ditentukan oleh ambilan glukosa dan ketersediaan sumber energi alternatif terutama bagi jaringan otot. Mekanisme utama yang berperan dalam pencegahan hipoglikemia ditunjukkan dalam gambar dibawah ini. Dalam keadaan puasa (post absorptive state), kadar insulin menurun, sehingga menurunkan ambilan glukosa oleh hepar, otot dan lemak. Glikogenolisis didalam hati merupakan proses paling penting untuk memenuhi kebutuhan glukosa dalam keadaan puasa selama 12 sampai 24 jam. Bila puasa berlangsung lebih lama, setelah simpanan glikogen hati berkurang, akan terjadi lipolisis dan pemecahan protein untuk mempertahankan kadar asam lemak, gliserol dan asam amino didalam aliran darah. Asam lemak akan digunakan oleh otot sebagai sumber energi dan oleh hati untuk memproduksi benda2 keton yang akan digunakan sebagai

Rosniati 06171026

sumber energi alternatif bagi jaringan2 tubuh lain. Gliserol dan asam amino akan diambil oleh hati dan ginjal yang akan digunakan sebagai bahan utama bagi proses glukoneogenesis. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa produksi glukosa pada laki-laki sehat sekitar 1,8 mg/kg/menit selama dalam keadaan puasa sampai 40 jam. Kontribusi proses glukoneogenesis terhadap produksi glukosa basal meningkat dari 41% setelah 12 jam sampai 92% setelah 40 jam puasa. Dalam keadaan puasa yang lama, ginjal memproduksi 25% atau lebih dari total kebutuhan akan glukosa, terutama melalui proses glukoneogenesis dari glutamine, laktat dan gliserol. Pada insufisiensi ginjal kronik yang berat akan terjadi gangguan produksi glukosa renal sehingga akan menimbulkan hipoglikemi puasa. Bila kadar glukosa plasma berada dibawah nilai ambang hipoglikemi, akan terjadi pelepasan hormon2 kontra regulasi, sebagai usaha untuk meningkatkan produksi glukosa. Nilai ambang ini diperkirakan pada kadar 67 mg/dl. Bagian ventromedial hipothalamus merupakan organ utama yang berperan dalam respons kontra regulasi. Hormon2 kontra regulasi terbagi dalam 2 kelompok, yaitu : Hormon2 kerja cepat yaitu katekolamin dan glukagon. Hormon2 kerja lambat yaitu growth hormone dan kortisol.

Katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) bekerja menghambat sekresi insulin dan secara langsung merangsang proses glukoneogenesis di hepar dan ginjal, menghambat utilisasi glukosa di jaringan perifer dan merangsang proses lipolisis. Selanjutnya proses lipolisis akan menghasilkan substrat2 yang diperlukan untuk glikoneogenesis (yaitu gliserol) dan sumber energi alternatif bagi otot (yaitu asam lemak dan benda2 keton). Glukagon terutama bekerja merangsang produksi glukosa hati, namun sangat sedikit atau bahkan tidak mempunyai efek terhadap utilisasi glukosa perifer atau stimulasi produksi glukosa ginjal. Walaupun glukagon merangsang lipolisis dan ketogenesis, namun hanya mempunyai efek minimal terhadap mobilisasi prekursor glukoneogenesis dari lemak.

Rosniati 06171026

Efek kontra regulasi dari kortisol dan growth hormone terjadi beberapa jam setelah hipoglikemi. Jadi kedua hormon ini hanya berperan minimal dalam pencegahan hipoglikemi akut, namun penting dalam pencegahan hipoglikemi akibat puasa yang lama. Kortisol merangsang glukoneogenesis hati dan lipolisis, sehingga meningkatkan kadar asam lemak bebas dan gliserol. Growth hormone juga mempunyai efek yang sama terhadap lipolisis dan glukoneogenesis, serta secara bersamaan menekan utilisasi glukosa di jaringan perifer. Kedua hormon diatas dapat meningkatkan lipolisis untuk menghasilkan substrat penting bagi proses glukoneogenesis, serta asam lemak bebas dan benda2 keton yang akan digunakan sebagai sumber energi alternatif. KELUHAN DAN GEJALA Factor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa terus menerus. Gangguan (interruption) asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi system saraf pusat (SSP), dengan gejala gangguan kognisi, bingung ( confusion), dan koma. Seperti jaringan yang lain, jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber energy alternative yaitu keton dan laktat. Pada hipoglikemia yang disebabkan insulin, konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin tidak tercapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dipakai sebagai sumber energy alternative. Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologi terhadap penurunan glukosa darah tidak hanya membatasi makin parahnya perubahan metabolism glukosa, tetapi juga menghasilkan berbagai keluhan dan gejala yang khas. Terdapat keragaman keluhan yang menonjol diantara pasien maupun pada pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda, wlaupun demikian pada umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola tertentu, sesuai komponen fisiologi dan respon fisiologi yang berbeda. Hal ini meliputi gejala neutrogenik (otonomik) akibat dari persepsi perubahan fisiologis yang dipicu oleh respon sistem saraf pusat terhadap hipoglikemia yang dimediasi simpatokromafin. Gejala-gejala neurogenik adrenergik (dimediasi katekolamin) meliputi tremor, palpitasi, dan gelisah,
Rosniati 06171026

serta gejala neurogenik kolinergik seperti berkeringat, lapar dan parestesis. Juga terdapat gejala-gejala neuoglikopenik, akibat langsung dari hilangnya glukosa dari neuron otak, seperti lemah, sensasi hangat, kesulitan berpikir dan berbicara, serta perubahan tingkah laku. Hipoglikemia berat yang lama dapat menyebabkan kejang, koma, bahkan kematian (Table 1) Table 1. keluhan dan gejala hipoglikemia akut yang sering dijumpai pada pasien diabetes Otonomik Berkeringat Jantung berdebar Tremor Lapar Neuroglikopenik Bingung Mengantuk Sulit berbicara Inkoordinasi Perilaku berbeda Gangguan visual Parastesia yang Malaise Mual Sakit kepala

Pada pasien diabetes yang masih relative baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan gangguan system saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat lebih menonjol dan biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh neuroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma. Pada pasien

Rosniati 06171026

diabetes yang lama intensitas keluhan otonomik cenderung berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan kegagalan yang progresif aktivasi system saraf otonomik.

DIAGNOSIS Hipoglikemia adalah keadaan penurunan kadar glukosa plasma <50 mg/dL pada laki-laki dan <45 mg/dL pada perempuan, serta <40 mg/dL pada bayi dan anak. Harris melaporkan bahwa gejala hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah dibawah 70 mg/dL. Beberapa penulis mendefinisikan hipoglikemia sebagai penurunan kadar glukosa darah >20 mg/dL atau 10-20% di bawah kadar glukosa darah puasa. Hipoglikemia dapat menyebabkan defisiensi glukosa serebral yang dapat mengakibatkan gejala neuroglukopenik seperti halusinasi dan sulit berkonsentrasi. Pada sistem saraf simpatis dapat menyebabkan gejala simpatetik seperti palpitasi, gelisah, dan berkeringat. Penyebabnya bisa ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan penderita,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana. Jika dicurigai suatu hipoglikemia autoimun, maka dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap insulin. Untuk mengetahui adanya tumor penghasil insulin, dilakukan pengukuran kadar insulin dalam darah selama berpuasa (kadang sampai 72 jam). Pemeriksaan CT scan, MRI atau USG dapat dilakukan untuk menentukan lokasi tumor. TERAPI HIPOGLIKEMIA Glukosa oral, sesudah diagnosis hipoglikemik ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet atau jelly atau 150-200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam

Rosniati 06171026

coklat dapat menghambat absorbs glukosa, bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20g karbohidrat kompleks. Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaaan tidak terlalu gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga mulut (buccal) dapat dicoba. Glucagon intramuscular. Glucagon 1mg im dapat diberikan oleh tenaga nonprofessional yang terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Kecepatan kerja glucagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar pemberian glucagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan pemulihan. Pada puasa yang panjang atau hipoglikemia akibat alcohol, pemberian glucagon mungkin tidak efektif. Efektifitas glukgon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi. Glukosa intravena, glukosa iv harus diberikan dengan berhati-hati. Pemberian glukosa dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml glukosa 20% atau 150-200ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasi glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.

Rosniati 06171026

10

DAFTAR PUSTAKA Medica store. 2013. Hipoglikemik (kadar gula darah rendah). Indonesia: diunduh: http://medicastore.com/penyakit/315/Hipoglikemia_kadar_gula_darah_rendah.ht ml (pada tanggal 22 maret 2013). Sylvia A, Price dan Wilson Lorraine M., 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC. Jakarta. 1148-1151. Cryer PE: Hypoglycaemia: the limiting factor in the glycaemic management of type I and type II diabetes.Diabetologia 2002; 45:937948.

Rosniati 06171026

11

You might also like