You are on page 1of 10

NYERI DAN ANALGESIA PADA BAYI

Michelle P. Tomassi
RUMUSAN MASALAH Nyeri pada bayi menimbulkan tantangan besar bagi tenaga profesional kesehatan. Meskipun bayi sangat rentan terhadap nyeri dan konsekuensinya, nyeri tidak dikontrol secara memadai pada populasi pasien ini dibandingkan populasi yang lain. Banyak alasan yang menyebabkan penanganan nyeri yang tidak memadai pada bayi, dengan masalah yang paling umum adalah kurangnya pengetahuan mengenai nyeri dan analgesia untuk populasi bayi. PENILAIAN KLINIS Definisi Nyeri pada Bayi International Association for the Study of Pain (IASP) telah mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan dengan kerusakan seperti itu'' (dari referensi 3). Telah dikemukakan bahwa definisi ini tidak sesuai untuk bayi. Interpretasi nyeri bersifat subjektif dan bayi tidak memiliki kemampuan untuk secara sendiri melaporkan dalam arti tradisional. Ketidakmampuan untuk menjelaskan nyeri secara verbal memberi kontribusi pada kegagalan profesional kesehatan untuk mengenali dan mengobati nyeri secara agresif pada bayi. Juga telah dihipotesiskan bahwa persepsi nyeri terjadi dengan cara yang kurang terorganisir pada bayi dibandingkan pada anak atau orang dewasa. Nyeri adalah kombinasi dari komponen sensorik (diskriminatif) dan emosional (afektif). Komponen sensorik nyeri didefinisikan sebagai nosisepsi. Nosisepsi menggabungkan respon fisiologis dan perilaku bayi terhadap rangsangan yang menyakitkan tetapi tidak respon kognitif yang merupakan bagian dari persepsi nyeri. Akibatnya, tenaga kesehatan profesional perlu bergantung pada respon fisiologis dan perilaku ketika menilai nyeri pada bayi. Akhirnya, definisi IASP menunjukkan bahwa nyeri merupakan suatu asosiasi berdasarkan kerusakan jaringan aktual atau potensial sebelumnya. Pada kebanyakan neonatus dan bayi, tidak ada kesempatan yang ada untuk memperoleh pengalaman sebelumnya dalam menyadari nyeri.

Pengembangan Nosisepsi Tenaga kesehatan profesional telah secara historis meyakini bahwa bayi tidak dapat merasakan nyeri karena perkembangan sistem saraf pusat dan perifer yang belum memadai. Telah dihipotesiskan bahwa saraf dengan mielinasi imatur tidak akan memungkinkan transmisi rangsangan noksius dari lokasi cedera ke sistem saraf pusat. Banyak bukti membantah keyakinan tersebut dan menunjukkan bahwa janin memiliki persyaratan anatomis, neurofisiologis hormonal, dan fungsional untuk memproses nyeri pada pertengahan hingga akhir masa gestasi. Pada usia gestasi 20 minggu, korteks serebral janin memiliki komplemen neuron yang lengkap dan reseptor sensorik tersebar ke seluruh permukaan kulit dan mukosa. Saat lahir, kepadatan ujung saraf nosiseptif pada kulit bayi baru lahir kadang-kadang lebih besar dari pada orang dewasa. Kurangnya mielinasi tidak mendukung argumen bahwa bayi tidak mampu merasakan nyeri, mengingat bahwa orang dewasa mungkin memiliki sebanyak 80% dari serat tidak bermielin yang bertanggung jawab untuk penghantaran informasi nyeri. Harus diperhatikan bahwa mielinasi inkomplit mempengaruhi transmisi dengan memperlambat kecepatan konduksi impuls nyeri. Namun, penurunan kecepatan konduksi diyakini diimbangi dengan jarak tempuh yang lebih pendek untuk impuls berjalan ke sistem saraf pusat. PERTIMBANGAN NYERI Nyeri dan Memory Masalah apakah bayi mengingat nyeri telah menjadi topik perdebatan yang signifikan. Memori dan pembelajaran tergantung pada kelenturan (maleabilitas) serebral, yang sangat jelas terlihat selama periode prenatal akhir dan periode neonatal. Meskipun kapasitas struktural dan fungsional untuk memori diperkirakan ada pada neonatus, tidak ada bukti yang mendukung bahwa bayi memiliki kemampuan untuk mengingat nyeri. Namun demikian, semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa paparan dini terhadap nyeri yang tidak mereda dan stres yang berhubungan dengan suatu kejadian, dapat meningkatkan respon afektif dan perilaku selama kejadian menyakitkan berikutnya. Taddio dkk. telah mengeksplorasi efek dari sirkumsisi neonatal pada respon nyeri selama vaksinasi rutin berikutnya pada usia 4 dan 6 bulan. Penemuan mereka mengungkapkan bahwa bayi yang disirkumsisi menunjukkan respon nyeri yang lebih kuat terhadap vaksinasi rutin berikutnya dibandingkan bayi yang tidak disirkumsisi. Di antara bayi

yang disirkumsisi, suatu respon nyeri yang melemah terhadap vaksinasi telah diamati dengan penanganan eutectic mixture of local anaesthetics (EMLA) preoperatif. Pengalaman menyakitkan yang berulang dapat menyebabkan bayi baru lahir untuk pada akhirnya mengenali aktifitas dari kegiatan tersebut dan menunjukkan perubahan perilaku. Barba dkk. (lihat referensi 7) telah menganalisis respon perilaku dan fisiologis dari bayi baru lahir ke prosedur heel lancing berulang. Dalam penemuan mereka, bayi menunjukkan respon yang menunjukkan kesadaran dari suatu peristiwa menyakitkan yang akan datang setelah mengalami rangsangan menyakitkan yang berulang dengan prosedur serupa. Penilaian Nyeri pada Bayi Kesalahpahaman bahwa bayi tidak mampu merasakan nyeri telah tersebar. Meskipun bayi tidak dapat menjelaskan nyeri secara verbal, kombinasi indikator fisiologis dan isyarat perilaku dianggap oleh banyak orang sebagai cara yang valid dan dapat diandalkan untuk menilai nyeri pada populasi pasien ini. Indikator fisiologis nyeri pada bayi meliputi: Peningkatan denyut jantung, laju pernapasan, tekanan darah, tekanan saluran napas ratarata, tonus otot, dan tekanan intrakranial Penurunan tonus vagal, saturasi oksigen, dan aliran darah perifer Perubahan otonom (midriasis, diaforesis, pucat, dan hidrosis palmar). Isyarat perilaku akut dari nyeri pada bayi meliputi: Menangis (tangisan kuat, intens, diperpanjang, dan bernada tinggi) Ekspresi wajah (Gambar 4-1) Sikap tubuh (mengepalkan jari, tungkai meronta-ronta, menggeliat, punggung melengkung, gemetaran)
Meringis, Kening berkerut dan menonjol Mata terpejam kuat

Hidung mengembang, lipatan nasolabial semakin dalam Lidah melengkung, dagu gemetar

Gambar 4-1. Ekspresi wajah pada nyeri bayi


3

Skala Nyeri untuk Bayi Beberapa pengukuran untuk menilai nyeri pada bayi telah dikembangkan. Dua skala neonatal yang paling komprehensif dan telah diuji secara lebih teliti adalah: Neonatal Infant Pain Scale (NIPS) CRIES Neonatal Postoperative Pain Measurement Score.

NIPS terdiri dari enam indikator nyeri: lima perilaku dan satu fisiologis. Skala ini mengevaluasi nyeri untuk usia kehamilan rata-rata 33,5 minggu. Skor nol mewakili tidak ada nyeri sedangkan skor tujuh menunjukkan nyeri berat (Tabel 4-1).
Tabel 4-1. Neonatal Infant Pain Scale (NIPS) NIPS Ekspresi Wajah Otot relaks Ekspresi tenang netral 0 Meringis Otot wajah tegang Kening, dagu, rahang berkerut Tangisan Tidak menangis Tenang Merengek Mengerang intermiten Menangis kuat Berteriak kuat (meningkat, melengking, kontinu) Menangis diam Pola Napas Relaks Pola normal untuk bayi Perubahan pada pernapasan
Gerakan dada cepat dan iregular

Menahan napas Tersedak Lengan Relaks Tidak ada rigiditas muskular Gerakan acak sesekali Tungkai Relaks Tidak ada rigiditas muskular Gerakan acak sesekali Kondisi Gairah Tertidur tenang dan damai Terbangun, sadar, dan tenang Rewel Terbangun, sadar, gelisah Tungkai lurus dan tegang Ekstensi dan fleksi cepat Lengan lurus dan tegang Ekstensi dan fleksi cepat

Skala CRIES dikembangkan untuk penilaian nyeri postoperatif neonatus. Akronim CRIES mewakili lima indikator fisiologis dan perilaku saat nyeri. Respon terhadap setiap indikator dapat berjumlah maksimal dua poin dengan skor skala maksimum 10 (Tabel 4-2).
4

Tabel 4-2. Skala Pengukuran Nyeri Postoperatif Neonatal CRIES 0 Menangis Tidak 1 Nada tinggi Dapat dihibur Membutuhkan Oksigen (tujuan
saturasi O2>95%)

2 Nada tinggi Tidak dapat dihibur Dibutuhkan O2>30%

Tidak

Dibutuhkan O2<30%

Peningkatan Tanda Vital Ekspresi Tidak dapat tidur

HR dan TD normal

HR, TD <20% nilai sebelum operasi

HR, TD >20% nilai setelah operasi Meringis, mendengkur Terbangun secara kontinu

Tidak meringis Tidak

Meringis Sering terbangun

O2, Oksigen; HR, heart rate; TD, Tekanan darah

Penting untuk dicatat bahwa Skala CRIES menjadi skala berpoin delapan bila digunakan pada neonatus sehat yang tidak memerlukan pemberian oksigen tambahan. Meskipun pelaksanaan pengamatan CRIES adalah bergantung pada fasilitas, sebagian besar pusat kesehatan memberikan analgesia saat derajat nyeri lebih besar dari tiga pada Skala CRIES. MANAJEMEN NYERI Pengelolaan nyeri bayi bergantung terutama pada: Kesadaran kemampuan bayi untuk merasakan nyeri Kepekaan terhadap situasi klinis di mana nyeri dapat ditemui Sesuai langkah-langkah untuk mencegah dan mengobati nyeri.

Ada variasi yang luas dalam strategi untuk manajemen nyeri pada populasi bayi. Seperti populasi lainnya, konsensus umum di kalangan penyedia layanan kesehatan adalah bahwa manajemen nyeri nampaknya paling efektif ketika kombinasi intervensi nonfarmakologis dan farmakologis digunakan. Intervensi Nonfarmakologis Intervensi nonfarmakologis memiliki daya pikat karena mudah untuk dilakukan dan tidak memerlukan pemantauan intensif. Teknik ini diyakini meningkatkan aktivitas pada
5

penurunan jalur penghambatan saraf dengan penurunan yang sesuai dalam pengalaman nyeri. Pelemahan tansmisi impuls korda spinalis dapat dicapai dengan stimulasi serabut saraf sensorik besar yang memediasi sensasi taktil dan suhu. Beberapa rekomendasi intervensi analgesik bayi nonfarmakologis tercantum pada Gambar 4-2.

Lingkungan - Memakai selimut - Istirahat tenang - Bising minimal

Memakai Dot yang dicelup ke sukrosa: 2-3 menit sebelum prosedur menyakitkan

Posisi - Dibatasi
- Dibungkus selimut

- Dipeluk

Intervensi untuk Meredakan Nyeri

Pengalihan - Stimulasi visual/audio - Digoyangkan secara ritmis

Sentuhan - Pelukan/belaian - Pijatan lembut - Selimut hangat

Gambar 4-2. Pertimbangan intervensi nonfarmakologis untuk analgesia bayi Perawatan metode kanguru atau kontak kulit ke kulit antara ibu dan anak dikembangkan sebagai metode berbiaya rendah dalam membantu bayi berat lahir rendah dengan termoregulasi. Mengikuti perilaku pengasuhan marsupial, perawatan metode

kanguru terdiri dari menempatkan bayi yang telanjang langsung pada dada ibu, antara payudaranya, dalam posisi tegak selama beberapa jam dalam sehari. Teknik ini telah dicirikan sebagai intervensi yang kuat terhadap nyeri yang dialami selama rangsangan penusukan tumit pada bayi baru lahir. Larutan sukrosa oral, dengan penghisapan nonnutritif,
6

dengan cepat menghasilkan analgesia pada neonatus. Konsentrasi sukrosa antara 24% dan 50% paling sering direkomendasikan karena beberapa penelitian telah menunjukkan konsentrasi yang lebih rendah menjadi kurang efektif untuk analgesia. Dosis awal harus diberikan dalam waktu 3 menit dari prosedur yang menyakitkan dan diulang sesuai kebutuhan selama durasi prosedur. Sukrosa oral paling tepat digunakan untuk kejadiankejadian menyakitkan yang singkat, durasi tidak melebihi 2-3 menit, seperti prosedur heel lancing atau venipuncture. Untuk pengobatan nyeri sedang sampai berat dengan durasi yang lebih lama, sukrosa oral dapat digunakan bersamaan dengan teknik analgesik lainnya. Intervensi Farmakologis Untuk nyeri sedang sampai berat, intervensi farmakologis harus ditambahkan ke rejimen manajemen nyeri. Meskipun semua medikasi yang paling sering digunakan untuk analgesia dan sedasi bayi secara potensial berbahaya, mereka dapat diberikan dengan aman ketika dititrasi secara hati-hati (Gambar 4-3).

Gambar 4-3. Dosis Obat Analgesik pada Bayi Analgesik yang paling umum digunakan untuk nyeri ringan pada bayi tetap acetaminophen, karena dianggap aman dan efektif dalam semua kelompok usia, termasuk bayi baru lahir. Dosis awal yang tepat untuk acetaminophen rektal adalah 25-40mg/kg, diikuti oleh 20 mg/kg 6 jam untuk dosis berikutnya. Kodein tidak biasanya digunakan pada

neonatus, namun digunakan pada bayi yang lebih tua, sering dalam kombinasi dengan acetaminophen. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), seperti ibuprofen dan ketorolac, dapat digunakan sebagai alternatif acaetaminophen pada anak di atas usia 6 bulan. Obat NSAID tidak boleh digunakan pada anak-anak yang alergi terhadap aspirin karena sensitivitas silang dari aspirin dan NSAID. Ketorolac adalah obat analgesik kuat dengan profil efek samping yang lebih menarik (kurangnya iritasi gastrointestinal) bila dibandingkan dengan obat NSAID lainnya. Durasi terapi ketorolac tidak boleh lebih dari 5 hari pada bayi. Selain itu, data klinis untuk penggunaan ketorolac pada pasien kurang dari 16 tahun masih terbatas. Efikasi dan keamanan dari inhibitor siklooksigenase-2, seperti celecoxib, belum dievaluasi pada pasien yang lebih muda dari usia 18 tahun. Opiat adalah analgesik narkotika yang paling fleksibel dan banyak digunakan, dengan morfin dan fentanil menjadi yang paling tepat digunakan untuk nyeri akibat prosedur invasif. Morfin dan fentanil harus diberikan dalam dosis kecil sering atau sebagai infus kontinu. Untuk penggunaan jangka panjang, infus kontinu lebih disukai untuk menghindari variasi yang besar dalam konsentrasi plasma. Kapan saja obat dalam kategori ini diberikan, harus disertai dengan kewaspadaan untuk kemungkinan efek samping yang merugikan pada sistem pernafpasan dan kardiovaskular. Bolus intravena opiat sintetis, seperti fentanil (80-100 kali lebih kuat dari morfin), dapat dihubungkan dengan rigiditas glotis dan dinding dada. Risiko efek samping adalah hasil dari fungsi hepar dan ginjal yang belum matang pada bayi dan, oleh karena itu, secara langsung terkait dengan tingkat pemberian obat, dosis total, dan kombinasi dengan obat lain yang dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat. Kecenderungan untuk efek samping yang merugikan, seperti fluktuasi bermakna pada tekanan intrakranial dan kerusakan otak selanjutnya, dikurangi dengan menghindari injeksi bolus cepat. Nalokson harus tersedia ketika opiat digunakan pada bayi. Nalokson dapat diberikan dalam dosis tambahan dari 0,01-0,1 mg/kg, hingga dosis maksimal 2 mg (Tabel 4-3). Benzodiazepines sering digunakan sebagai sedatif dan amnesia selama prosedur yang menyakitkan pada bayi. Midazolam telah disetujui untuk digunakan pada neonatus. Jika midazolam digunakan, infus kontinu (0,02 mg/kg/jam, tidak ada dosis loading yang dibutuhkan pada neonatus) atau pemberian dosis individual (0,5-0,75 mg/kg PO, 0,3-1 mg / kg IM, 0,05-0,1 mg / kg IV) selama setidaknya 10 menit dianjurkan untuk mengurangi risiko
8

efek samping. Meskipun sangat baik sebagai analgesik sedatif untuk prosedural sedasi pada anak-anak, ketamin merupakan kontraindikasi pada mereka yang berusia kurang dari 3 bulan. Tabel 4-3. Laju infus morfin dan fentanyl untuk neonatus dan bayi Populasi Pasien Morfin Fentanyl Neonatus (Usia < 4 minggu) Bayi (Usia > 4 minggu) 0,1 mg/kg (loading) 0,01-0,15 mg/kg/jam (infus) 0,1 mg/kg (loading) 0,02-0,04 mg/kg/jam (infus) 1mcg/kg (loading) 1 mcg/kg/jam (infus) 1-2 mcg/kg (loading) 1-2 mcg/kg/jam (infus)

Anestesi Lokal Topikal dan Injeksi Sebuah campuran eutektik dari lidokain 2,5% dan prilokain 2,5%, disebut EMLA, dapat memberikan anestesi topikal yang baik. Kombinasi ini adalah campuran dari dua obat dalam perbandingan berat 1:1, dimana dua bubuk kristal mencair pada suhu yang lebih rendah daripada yang mereka lakukan secara terpisah. Penggabungan ini akan meningkatkan konsentrasi anestesi lokal dalam tetesan emulsi, yang membuat mereka lebih efektif secara sinergis. Krim EMLA harus diterapkan dalam lapisan tebal dan dibiarkan, idealnya selama 6090 menit sebelum prosedur yang diinginkan. EMLA menembus permukaan kulit hingga kedalaman 5-10 mm, memberikan anestesi selama 1-2 jam. Kedalaman penetrasi EMLA dapat ditingkatkan dengan menerapkan balutan oklusif diatas area yang tertutup salep. Perhatian utama untuk penggunaan EMLA adalah risiko methemoglobinemia. Efek samping ini biasanya tidak ditemui tanpa penggunaan berulang-ulang. Meskipun tidak ada data yang menunjukkan risiko aditif, diperlukan kewaspadaan ketika obat lain yang dapat menyebabkan methemoglobinemia, seperti acetaminophen, yang dipakai bersamaan. Selain itu, EMLA tidak boleh digunakan pada permukaan kulit yang abrasi; suatu bola kapas yang direndam dengan larutan lidokain-epinephrinetetracaine (LET) harus digunakan sebagai gantinya. Aritmia jantung dan kejang, meskipun jarang, adalah komplikasi dari injeksi anestesi lokal, khususnya bila diberikan dengan dosis yang tidak tepat. Adalah bijaksana untuk pada awalnya menggunakan dosis sekecil mungkin untuk anestesi yang memadai dan kemudian titrasi untuk efek (Tabel 4-4).

Tabel 4-4. Dosis anestesi lokal yang dapat diinjeksi tanpa epinefrin (dosis meningkat sedikit dengan epinefrin) Obat Bupivakain Lidokain Konsentrasi (%) 0,25 1 Dosis standar (mg/kg) 1,5-2 3,5-4 Dosis toksik (mg/kg) >2,5 >4,5

TINDAK LANJUT / KONSULTASI PERTIMBANGAN Seperti dalam populasi pasien yang lebih tua, tujuan manajemen nyeri adalah untuk menjaga bayi dalam rentang terapeutik dengan menyediakan medikasi yang cukup untuk mengurangi nyeri tanpa menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan. Meskipun ada potensi untuk terjadinya efek samping seperti depresi pernafasan dan hipotensi, terutama pada bayi prematur atau bayi dengan gangguan neurologis, pengetahuan tentang farmakokinetik dan dosis yang tepat akan mengurangi risiko ini secara substansial. Praktek menangani nyeri bayi dengan obat-obat analgesik memerlukan pemantauan ketat oleh para profesional yang berpengalaman dalam manajemen nyeri pada bayi. Bayi harus dipantau secara teratur untuk komplikasi umum seperti konstipasi, serta yang kurang umum seperti reaksi alergi atau depresi sistem saraf pusat. RINGKASAN Penilaian dan penanganan nyeri pada bayi merupakan komponen penting dari perawatan medis untuk bayi yang sakit dan cedera. Banyak proses penilaian nyeri yang ada untuk evaluasi nyeri pada bayi. Praktik-praktik ini harus dikombinasikan dengan suatu pendekatan analgesik yang bermakna dengan pemilihan terapi farmakologis dan nonfarmakologis sesuai dengan tingkat keparahan nyeri bayi, skenario klinis, dan pengalaman penyedia penanganan nyeri.

10

You might also like