You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Terjadinya kehamilan harus ada spermatozoon, ovum, pembuahan ovum (konsepsi) dan nidasi dari hasil konsepsi spermatozoon dikeluarkan di forniks vagina dan di sekitar porsio pada waktu coitus kemudian masuk kavum uteri dan tuba dan melanjutkan ke bagian ampula tuba dimana spermatozoon yang kapasitas dapat memasuki ovum yang telah siap dibuahi. Setelah terjadinya pertemuan ovum dan spermatozoon (konsepsi) kemudian terjadilah nidasi yaitu bersarangnya ovum yang telah dibuahi ke dalam endometrium. Umumnya nidasi terjadi di dinding depan atau belakang uterus dekat fundus uteri, jika nidasi ini terjadi, barulah disebut kehamilan. (1) Dalam keadaan normal kehamilan akan terjadi intra uterin nidasi akan terjadi pada endometrium korpus uteri. Dalam keadaan abnormal implantasi hasil konsepsi terjadi di luar endometrium rahim disebut kehamilan ekstrauterin. Kehamilan ekstrauterin tidaklah identik dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisial tuba dan kehamilan pada kanalis servikalis masih terdapat dalam rahim namun jelas sifatnya abnormal dan ektopik. (1, 2) Kehamilan ektopik merupakan malapetaka reproduksi yang tidak tanggung-tanggung. Gangguan reproduksi yang berkaitan dengan kegagalan dalam proses nidasi yang besar ini terus meningkat dalam 15 tahun belakangan, bukan saja di Amerika Serikat tetapi juga di seluruh dunia. Kehamilan ektopik ini dapat menjadi suatu keadaan kegawatan apabila merupakan beragam. kehamilan ektopik terganggu yang gambaran klinisnya
(1, 2, 3)

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Dalam kepustakaan frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1 : 28 dan sampai 1 : 329 tiap kehamilan. Di India bagian barat, 1 diantara 28 kehamilan adalah kehamilan ektopik. Sedangkan dibeberapa bagian Amerika propinsinya adalah 1 diantara 2.500 kehamilan.

Sebagian besar kehamilan ektopik merupakan kehamilan tuba khususnya di ampula dan di istmus. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 25 sampai 35 tahun frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan 1 diantara 300 kehamilan. Frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas, sehingga tidak dibuat diagnosisnya. Mungkin pemberian antibiotika misalnya tetrasiklin pada injeksi pelvik khususnya gonore, memperbesar kehamilan ektopik oleh karena dengan pengobatan tersebut kemungkinan hamil masih terbuka, namun perubahan pada endosalping menghambat perjalanan ovum yang dibuahi menuju ke uterus. (1, 3, 4) Tempat kehamilan ektopik yang paling sering yaitu tuba fallopi (98%), rongga peritonium (1%), ovarium (8,25%) dan serviks (0,75%).(1 , 2, 4, 5) B. Kepentingan Permasalahan Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat dihadapi oleh setiap dokter, karena sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu itu. Tidak jarang yang menghadapi penderita untuk pertama kali adalah dokter umum atau dokter ahli lainnya, maka dari itu perlu diketahui oleh setiap dokter klinik kehamilan ektopik terganggu serta diagnosis diferensialnya. C. Tujuan Penulisan Agar lebih memahami mengenai faktor-faktor yang turut menjadi penyebab terjadinya kehamilan ektopik dan mengenai cara-cara yang efektif serta modern untuk menegakkan diagnosis kelainan tersebut lebih dini. Dengan diagnosis yang lebih dini, baik kelangsungan hidup maternal maupun penyelamatan kapasitas reproduksinya akan dapat ditingkatkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kehamilan ektopik ialah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak ditempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri, istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal, misalnya kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kehamilan pada serviks uteri. (1, 2, 5) Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) ialah kehamilan ektopik yang terganggu dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini dapat berbahaya bagi wanita. (2, 5) B. Insidensi Di negara-negara berkembang khususnya Indonesia, di RS Pirngadi Medan (1979-1981) frekuensi 1 : 139 dan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (19711975) frekuensi 1 : 24. Di negara-negara maju berkisar antara 1 : 250 dan 1 : 329. Di Amerika kehamilan ektopik lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam daripada kulit putih karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih baik pada wanita negro. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang adalah 1-14,6%. C. Pembagian Menurut lokasinya kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan yaitu : (2, 5) 1. Tuba Kehamilan (95-98% dari seluruh kehamilan ektopik), yaitu pada : a. Pars interstialis (2%) b. Isthmus (25%) c. Ampulla (55%) d. Fimbrial (17%) e. Infundibulum 2. Kehamilan ektopik pada uterus, yaitu pada : 3

a. Kanalis servikalis b. Divertikulum c. Kornua d. Tanduk rudimenter 3. Kehamilan ovarium (0,5%) 4. Kehamilan intraligamenter 5. Kehamilan abdominal (0,1%) a. Primer b. Sekunder 6. Kehamilan kombinasi dimana terdapat kehamilan ektopik bersamaan dengan kehamilan dalam rahim. D. Etiologi Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur dibagian ampulla tuba dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih dituba, atau nidasinya dituba dipermudah.(1, 2, 4, 5) Faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam hal ini ialah sebagai berikut : (1, 2, 4, 5) 1. Faktor dalam lumen tuba a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu. b) Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping. c) Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit. 2. Faktor pada dinding tuba a) Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba. b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu. 3. Faktor diluar dinding tuba

a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur. b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba. 4. Faktor lain a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur. b) Fertilisasi in vitro. E. Gambaran Klinik Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. (1, 5) Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan kehamilan normal yakni amenorea, enek sampai muntah dan sebagainya. Mungkin merasa nyeri kiri atau kanan pada perut bagian bawah lebih sering ditemukan berhubungan dengan tarikan pada peritoneum dinding tuba berhubung dengan pembesaran tuba karena kehamilan ektopik. (2, 5) Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan, seperti pada kehamilan intrauterin. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. (1, 2, 5) Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejalagejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.

Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk kedalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan defekasi nyeri. (1, 2, 3, 5) Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan dikemukakan dari 51 hingga 93% perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati desidua dapat dikeluarkan seluruhnya. (1, 2, 5) Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin sehingga dapat bervariasi. Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri demikian pada kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor disamping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat, perdarahan lebih banyak lagi menimbulkan syok. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosis. (1, 2, 5) F. Diagnosis Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak mengalami kesukaran, tetapi pada jenis menahun bisa sulit sekali. Untuk mempertajam diagnosis, maka pada tiap wanita dalam masa reproduksi dengan 6

keluhan nyeri perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan. Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu diagnostik seperti kuldosentesis, ultrasonografi dan laparoskopi masih diperlukan. (1,2,3,5) Anamnesa Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah dapat berlangsung terus menerus dan biasanya berwarna hitam. (1,2,3,5) Pemeriksaan umum Penderita tampak kesakitan dan pucat; pada perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pemeriksaan ginekologi Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik, sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. (1,2,3,5) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada jenis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam. (1) 7

Dari diagnosis dapat dilihat bahwa gejala-gejala yang harus diperhatikan adalah : a. Perdarahan : gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan perdarahan yang berasal dari uterus. b. Rasa nyeri : nyeri perut merupakan gejala penting. Pada kehamilan ektopik yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan khas. c. Perut : terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi uterus. Hematokel retrouterina dapat ditemukan. Pada ruptura tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah yang berkumpul di tempat tersebut. Baik pada abortus tuba maupun pada ruptura gerakan pada serviks nyeri sekali. d. Adanya amenorea : amenorea sering ditemukan walaupun hanya pendek saja sebelum diikuti oleh perdarahan. Bahkan kadang-kadang tidak ada amenorea. e. Keadaan umum penderita : tergantung dari perdarahan yang terjadi sehingga Hb dan Hematokrit perlu diperiksa pada KET. (3,6,7) G. Pemeriksaan Penunjang (1,2,3,5,6) a. Tes kehamilan Apabila tesnya positif, itu dapat membantu diagnosis khususnya terhadap tumor-tumor yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kehamilan. b. Ultrasonografi Untuk menilai keadaan kavum uteri kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan dan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan. c. Kuldosentesis Adanya darah berwarna hitam, biarpun sedikit membuktikan adanya darah di kavum Douglas. d. Laparoskopi Untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada tuba. e. Dilatasi dan kerokan Biasanya kerokan dilakukan apabila sesudah amenorea terjadi perdarahan yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di uterus, sehingga dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain. (3)

H. Diagnosis Differensial (1,2,3) a. Infeksi pelvik b. Abortus imminens atau inkompletus c. Ruptur korpus luteum d. Torsi kista ovarium dan apendisitis I. Penanganan (2,3,4,5,6) Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Namun harus dipertimbangkan yaitu : Kondisi pasien pada saat itu Kondisi anatomik organ pelvis Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya Lokasi kehamilan ektopik Kemampuan teknik pembedahan mikro dokter operator Kemampuan teknologi fertilisasi in vitro setempat Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah dicoba ditangani dengan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasusnya yaitu, 1. Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah 2. Diameter kantong gestasi 4 cm 3. Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml 4. Tanda vital baik dan stabil Obat yang digunakan adalah methotrexate 1 mg/kg IV dan citrovorum factor 0,1 mg/kg im berselang-seling setiap hari selama 8 hari. I. Prognosis Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Prognosis juga tergantung dari cepatnya pertolongan, jika pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi.

BAB III PEMBAHASAN Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner atau telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. (1,2,3) Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik. (3,5,6) Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif. (2,3,5) Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu, diantaranya adalah : (2,5) 10

1. Hasil konsepsi mati dini dan resorbsi Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari. (2,3) 2. Abortus ke dalam lumen tuba Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba terjadi pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi korialis ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismiaka. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars ampullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit. (2,3) Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta. dan Perdarahan yang berlangsung terus dan menyebabkan tuba membesar kebiru-biruan (hematosalping),

selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina. 3. Ruptur dinding tuba Ruptura tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus dan 11

pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pada perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal. (2,3) Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter. (1,2,4) Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila terjadi robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila penderita tidak dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya; bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. (3,5,6,7) Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul, dan usus. (3,5,7)

12

BAB IV KESIMPULAN 1. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. 2. Menurut lokasinya, kehamilan ektopik terbanyak pada tuba fallopii. 3. Penyebab sebagian besar tidak diketahui, mungkin disebabkan adanya hambatan perjalanan ovum ke uterus atau nidasi di tuba dipermudah. 4. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, ginekologis, dan pemeriksaan penunjang. 5. Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. 6. Prognosa tergantung dengan diagnosa dini, persediaan darah yang cukup dan cepatnya pertolongan.

13

DAFTAR PUSTAKA 1. Prawirodihardjo, S, 1997, Kehamilan Ektopik Dalam Ilmu Kebidanan, Edisi ke-3, Yayasan Bina Pustaka Jakarta; 232-37. Prawirodihardjo, S, 1997, Ganguan Bersangkutan dengan Konsepsi dalam Ilmu Kandungan, Edisi ke-2, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta; 250-60. Anonim, 1997, Kelainan Tempat Kehamilan, dalam Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung; 21-37. Cunningham Mac Donald, Gant, 1995, Kehamilan Ektopik, dalam Obstetri William, Edisi 18 (eds) Ronardy, D.H.E, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 599623. Mochtar, Rustam, 1998, Kelainan Letak Kehamilan (Kehamilan Ektopik), dalam Sinopsis Obstetri, Edisi ke-2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 226-37. Anwar, M, et al, 1996, Kehamilan Ektopik, dalam Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, Buku III, Komite Medis RSUP Dr. Sardjito, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; 185-9. Taber, B.Z., 1994, Alih Bahasa Tedi Supriadi dan Johanes Gunawan, Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, EGC, Jakarta; 182-199. 14

You might also like