You are on page 1of 6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Definisi Geographic tongue (benign migratory glossitis, erythema migrans,

wandering rash) merupakan kondisi inflamasi benigna/jinak akibat deskuamasi keratin superfisial dan papila filiformis. Biasanya terjadi pada bagian dorsal dan lateral dua pertiga anterior lidah dan mempengaruhi papila filiformis (Langlais and Miller, 2000).

3.2

Epidemiologi Geographic tongue telah dilaporkan terjadi pada 3% dari populasi

umum di dunia. Tidak ada predileksi ras atau etnis untuk geographic tongue. Wanita lebih sering terkena dua kali lipat dibanding laki-laki. Geographic tongue dapat mempengaruhi semua kelompok umur, namun lebih dominan pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. Geographic tongue telah dilaporkan dengan frekuensi yang meningkat pada pasien dengan psoriasis dan pada

pasien dengan fissured tongue (Kelsch, 2012).

3.3

Etiologi Etiologi tidak diketahui, namun diduga karena stress emosional, defisiensi

nutrisi, dan genetik (Langlais and Miller, 2000; Laskaris, 2006). Faktor psikosomatik memiliki peran yang signifikan sebagai etiologi geographic tongue. Redman dan kawan-kawan melaporkan bahwa tingginya prevalensi geographic tongue ditemukan pada pasien dengan gangguan mental dibandingkan dengan mahasiswa di sebuah universitas. Mereka juga menemukan bahwa mahasiswa yang sedang di bawah tekanan emosi (stress) cenderung memiliki geographic tongue yang lebih parah. Dalam penelitian Ebrahimi dan kawan-kawan ditemukan pula adanya hubungan antara stress dan geographic

10

11

tongue. Menurunnya tingkat stress pada pasien geographic tongue dapat mengurangi keberadaan lesi (Ebrahimi, et al., 2010). Geographic tongue dapat pula berhubungan dengan beberapa tipe psoriasis (terutama pustular psoriasis), juvenile diabetes, anemia berat, dan defisiensi asam folat atau fluktuasi hormonal pada wanita hamil (Greenberg and Glick, 2003).

3.4

Gambaran klinis Secara klinis, karakteristik geographic tongue yaitu multipel, berbatas

jelas, eritematus, tidak berpapila, dan memiliki ciri khas yaitu pinggiran berwarna keputihan yang sedikit meninggi, biasanya muncul pada dorsum lidah. Lesi timbul dalam suatu jangka waktu di satu daerah lidah, kemudian menghilang dan timbul di daerah lainnya (Laskaris, 2006).

Gambar 3.1 A) Papila filiformis telihat menghilang pada geographic tongue ringan. B) Geographic tongue yang lebih parah (Laskaris, 2006; Scuibba, et al., 2002)

Gambar 3.2 Geographic tongue yang disertai fissured tongue (Radfar, 2008)

12

3.5

Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat gambaran klinisnya. Biopsi

tidak diperlukan. Pemeriksaan histologis pada geographic tongue identik dengan pustular psoriasis. Di daerah eritematus yang terlihat secara klinis, terdapat papila filiformis yang hilang dengan migrasi dan kumpulan neutrofil dalam epitelium (pustula spongiform) (Laskaris, 2006; Kelsch, 2012).

3.6

Diagnosis Banding Diagnosis banding dari geographic tongue di antaranya acute atrophic

candidiasis, Reiter Syndrome, dan lichen planus (Scuibba, et al., 2002; Laskaris, 2006).

3.6.1

Acute atrophic candidiasis Penggunaan antibiotik dengan spektrum luas, terutama tetrasiklin, dapat

menimbulkan kondisi oral yang disebut acute atrophic candidiasis. Keberadaan jamur disebabkan adanya ketidakseimbangan dalam ekosistem oral antara Lactobacillus acidophilus dengan Candida albicans. Antibiotik digunakan untuk menghilangkan populasi Lactobacillus, namun berakibat tumbuhnya Candida. Terdapat gambaran area yang terdeskuamasi pada permukaan mukosa, terlihat difus, kemerahan, dan tidak meninggi pada pinggirannya. Adanya rasa terbakar merupakan keluhan utama pasien. Lokasi lesi kadang dapat menunjukkan penyebabnya. Jika lesi mengenai mukosa bukal, bibir, dan orofaring biasanya disebabkan oleh penggunaan antibiotik sistemik, sedangkan jika mengenai lidah dan palatum biasanya diakibatkan oleh antibiotik berupa tablet hisap. Jika lesi terdapat di lidah, dapat menyebabkan hilangnya papila filiformis. Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan apusan sitologik (Langlais and Miller, 2000).

3.6.2

Reiter Syndrome Reiter syndrome adalah kelainan multisistemik yang jarang terjadi.

Etiologi belum diketahui, namun patogenesis dimediasi oleh mekanisme imunologik. Penyakit ini dapat dipicu oleh agen infeksius pada individu yang

13

rentan terkena secara genetik. Manifestasi klinis utamanya yaitu cyclic balanitis, symmetrical arthritis pada enam hingga tujuh sendi, konjungtivitis, prostatitis, serviksitis, dan lesi mukokutaneus. Manifestasi mukokutaneus muncul berupa makula, vesikula, atau pustula terutama pada telapak tangan dan kaki. Lesi oral terjadi pada 20-40% kasus, dengan karakteristik area eritematus difus yang bercampur dengan bintik atau garis putih dan erosi superfisial yang perih. Daerah yang sering terkena adalah mukosa bukal,gingiva, palatum, bibir, dan lidah. Lesi pada lidah akan menyerupai gambaran geographic tongue. Diagnosis dapat ditegakkan dengan biopsi dan pemeriksaan histopatologis (Laskaris, 2006).

Gambar 3.3 Rieter Syndrome, erosi eritematus dan superfisial pada lidah(Laskaris, 2006)

3.6.3

Lichen Planus Lichen planus adalah penyakit chronic immunologic inflammatory

mucocutaneous yang bentuknya bervariasi dari keratotik (reticular/plaquelike) sampai eritematus dan ulseratif. Sekitar 28% pasien dengan lichen planus juga mengalami lesi pada kulit. Etiologi dari lichen planus melibatkan cell-mediated immunologically membuat degenerasi dari lapisan sel basal dari epitel. Kemungkinan faktor penyebabnya, seperti stress, diabetes, hepatitis C, trauma, dan hipersensitif pada obat dan logam. Lichen planus dapat terjadi pada beberapa tempat mukosa mulut, namun pada mukosa bukal paling sering terjadi (Greenberg and Glick, 2003). Terdapat enam bentuk lesi lichen planus, diklasifikasikan berdasarkan frekuensi terjadinya, yaitu: yang paling sering (retikular, erosif),

14

kadang terjadi (atrofik, hipertrofik), dan jarang terjadi (bulosa, pigmentasi). Untuk menegakkan diagnosis diperlukan riwayat pemakaian obat-obatan dan pemeriksaan biopsi. (Laskaris, 2006; Gayford dan Haskel, 1990)

Gambar 3.4 Lichen planus pada lidah dan mukosa bukal. (Scuibba, et al., 2002)

3.7

Terapi Dalam kebanyakan kasus, tidak ada kebutuhan untuk pengobatan. Namun

geographic tongue terkadang menyebabkan rasa terbakar atau perih di lidah. Dalam situasi ini, anestesi topikal (lidokain) dapat digunakan. Obat antiinflamasi dapat diresepkan untuk membantu menangani ketidaknyamanan (Radfar, 2008). Dalam studi yang dilakukan oleh Abe dan kawan-kawan, telah berhasil melakukan pengobatan dengan cyclosporine. Ishibashi dan kawan-kawan juga telah berhasil mengobati gejala simptomatis geographic tongue dengan tacrolimus topical 0,1%. Tacrolimus adalah immunosuppressive macrolide dan memiliki efek antiinflamasi seperti cyclosporine (Kelsch, 2012; Ishibashi, et al., 2010). Steroid topikal yang dikombinasikan dengan antifungal merupakan salah satu pilihan terapi pula, contohnya adalah nystatin-triamcinolone acetonide (Mycolog II, Mytrex), Clotrimazole-betamethasone dipropionate (Lotrisone), Betamethasone valerate (Valisone). Obat topikal ini diaplikasikan pada daerah lidah setelah makan dan sebelum tidur (Siegel, et al., 2009).

15

Pasien dengan geographic tongue terkadang khawatir dengan diagnosis kanker mulut, sehingga dokter perlu menenangkan pasien dengan cara menjelaskan hal-hal mengenai geographic tongue serta meyakinkan pasien bahwa kelainan tersebut tidak berbahaya (Gayford dan Haskel, 1990; Ratnadita, 2011).

You might also like