You are on page 1of 16

Kejang Demam pada Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jl.Arjuna Utara no.

6, Jakarta 11510 Marco 10-2010-095 Kelompok F1 marcorahardja@hotmail.com Semester 5,Blok 22 2 Januari 2012

ABSTRAK Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38C)yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kejang demam sederhana dan kompleks. Kejang demamkompleks adalah kejang demam fokal, lebih dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada kejangdemam sederhana kejang bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam. Pemeriksaan penunjang pada kejang demam sederhana tidak diperlukan. Pemeriksaan penunjang pada kejang demam sederhana untuk mencari penyakit dasar yang menyebabkan demam. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kejang demam adalah, darah rutin, urinalisis, lumbal punksi, dan imaging. Kejang demam dapat di diagnosis bandingkan dengan infeksi SSP, dan epilepsi. Komplikasi dari kejang demam tersebut antara lain adalah kejang demam berulang, gangguan belajar, retardasi mental, dan epilepsi. Obat yang biasa digunakan untuk penanganan kejang adalah diazepam. Prognosis dari kejang demam tersendiri adalah baik apabila penanganan dilakukan dengan tepat dan cepat.

PENDAHULUAN Dalam tinjauan pustaka ini akan membahas seorang ibu membawa anak laki-lakinya karena kejang 30 menit yang lalu. Menurut ibu kejang berlangsung sekitar 5 menit, mata mendeleki ke atas dan kelojotan pada kedua kaki dan tangan. Saat kejang suhu anaknya teraba panas. kasus tersebut akan dibahas secara mendetail sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis maupun pembaca tentang kejang demam yang menjadi salah satu topik perkuliahan di blok 19. Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak, antara usia 6 bulan s/d 5 tahun. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam fokal, lebih dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada kejang demam sederhana kejang bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam.

ANAMNESIS Anamnesis dilakukan biasanya dengan allo anamnesis, yaitu dengan menanyakan kepada orangtua atau pengasuh yang membawanya datang kedokter atau kepada si anak tersebut jika dia mengerti apa yang dimaksud 1. Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang 2. Sifat kejang (fokal atau umum) 3. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik) 4. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis

meningoensefalitis) 5. Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun) 6. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) 7. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi) 8. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi) 9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan 10. Trauma kepala
2

PEMERIKSAAN FISIK Tanda Vital Pemeriksaan Fokus Infeksi Melihat apa tonsil memerah atau tidak. Apakah gendang telinga hipereremi atau tidak. Apakah ada ruam kulit atau tidak

Tanda Ransang Meningeal Kaku kuduk (Nuchal rigidity) Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menepel pada dada. Brudzinski I (Brudzinskis neck sign) Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien dan tangan lainnya di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif. Bila terdapat rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan lutut. Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign) Fleksi tungkai pasien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya ada sendi panggul dan sendi lutut. Kernig Penderita dalam posisi terlentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Pada iritasi menigeal ekstensi lutut secara pasif akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan.

Gambar 1: Kernig dan Brudzinski I

PEMERIKSAAN PENUNJANG Jika merupakan kasus kejang demam sederhana maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang pada kejang demam sederhana hanya untuk mencari penyakit dasar yang menyebabkan demam (urianlisis, darah rutin, rontgen thorax ) Pemeriksaaan Punksi Lumbal Sangat dianjurkan untuk anak < 12 bulan dengan kejang demam Dianjurkan untuk anak < 18 bulan dengan kejang demam Anak dengan kejang demam disertai tanda meningeal yg positif ( perlu di ingat : anak 12 bulan tanda meningeal tidak jelas maka lihat dari bulging fontanel anterior, kesadaran, dan irritability) Kejang demam kompleks Dicurigai meningitis, ensefalitis. Anak dengan riwayat kejang demam dimana ada pemberian antibiotik sebelum kejang yang terjadi ( disebut partially treated meningitis ) Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, ataum emprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasienkejang demam. Oleh karena itu tidak direkomendasikan. Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atai MRI jarang sekali dikerjakan, tidak rutindan hanya atas indikasi seperti: Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis) Paresis nervus VI Papiledema.1

DIAGNOSIS KERJA Kejang Demam Kejang Demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38C)yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak

termasuk dalam kejang demam. . Saraf Anak sepakat bahwa anak yang berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang yang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik Klasifikasi Kejang Demam 1) Kejang Demam Sederhana atau Simple Terjadi pada anak 6 bulan 5 tahun dengan status neurologis yang sehat dan tanpa ada kelainan neurologis pada pemeriksaan fisik atau pada riwayat perkembangan. Disertai demam dan kejang yang bukan disebabkan oleh meningitis, ensefalitis, dan penyakit lain yang dapat mempengaruhi otak. Kejang bersifat umum dan berlangsung kurang dari 15 menit. Kejang berhenti sendiri dan tidak berulang dalama 24 jam. Kejang umum tonik klonik. Kejang tidak ada lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Tidak ada kelainan neurologis setelah kejang Anaknya dalam keadaan sadar. Terjadi pada anak 6 bulan 5 tahun dengan status neurologis yang sehat dan tanpa ada kelainan neurologis pada pemeriksaan fisik atau pada riwayat perkembangan. Disertai demam dan kejang yang bukan disebabkan oleh meningitis, ensefalitis, dan penyakit lain yang dapat mempengaruhi otak. Kejang berlangsung > 15 menit. Kejang fokal atau kejang multiple yang terjadi dalam waktu yang berdekatan antara 1 kejang dengan kejang yang lainnya. Kejang terjadi lebih dari 1x dalam 24 jam. Kejang fokal atau kejang fokal yang menjalar menjadi kejang umum Mirip gejala SSP ( pasien harus di rawat untuk pemeriksaan lebih lanjut dan menyingkirkan diagnosis SSP )

2) Kejang Demam Kompleks -

DIAGNOSIS BANDING 1. Ensefalitis Gambaran klinis bervariasi dan sering termasuk nyeri kepala, letargi, muntah, anoreksia, dan keluhan non-spesifik lain. Sering dijumpai kelaianan fungsi mental yang bermanifestasi sebagai kebingungan, penurunan daya ingat, memberontak yang tidak biasa, halusinasi dan koma. Bangkitan kejang sering terjadi. Pemeriksaan neurologis biasanya memperlihatkan kelainan fokal yang mungkin samar. Pemeriksaan funduskopi sering memperlihatkan peninggian tekanan intra-kranial. Pemeriksaan CSS mungkin memperlihatkan pleositosis ringan samapi sedang dengan sel polimorf atau mononukleus, peningkatan ringan samapai sedang konsentrasi protein dan glukosa selalunya normal. EEG biasanya memperlihatkan perlambatan difus dengan atau tanpa perubahan paroksisimal. 2. Meningitis Bakterialis Meningitis adalah infeksi ruang subarachnoid dan leptomeningen yang disebabkan oleh berbagai organism pathogen. Aspek penting yang harus dipertimbangkan mencakup usia, etnik, musim, factor pejamu, dan pola resistensi antibiotic regional di antara pathogen yang mungkin. Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun, pada anak di bawah dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui. Perubahan tingkat kesadaran lazim terjadi, sebagian besar penderita mengalami letargi, iritabilitas, atau delirium. Pemeriksaan fisik mungkin memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningen kaku kuduk, tanda krenig dan Brudzinski yang positif. Bayi mungkin menunjukkan peenonjolan ubun-ubun, kelainan saraf keenam, mungkin terjadi akibat peninggian tekanan intrakranium atay peradangan di ruang subarknoid. Pleositosis sering dijumpai pada meningitis bakterialis, dengan hitung sel darah putih CSS dalam rentang 100-10,000 sel/L. selpolimorfonuklear mendominasi dan biasanya melebihi 90% total. Hipoglikorakia biasanya ditemukan dengan kadar glukosa CSS biasnya kurang dari 30-50% kadar glukosa serum. Konsentrasi protein biasanya meningkat dalam 100-500mg/dL. Perwarnaan gram akan positif pada lebih dari 90% pasien.2 3. Epilepsi

Merupakan kompleks gejala yang timbul akibat akibat gangguan fungsi otak yang gangguan fungsinya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik. Kejang epilepsi ialah satu gejala gangguan fungsi otak yang paling sering ditemukan. Epilepsi adalah gangguan kronik, dengan tanda utama adalah kejang spontan yang berulang. Gejala-gejala atau tanda-tanda penyakit ayan ini adalah apabila penyakit ini akan kambuh, penderita biasanya merasa pusing, pandangan berkunang-kunang, alat pendengaran kurang sempurna. Selain itu, keluar keringat berlebihan dan mulut keluar busa. Sesaat kemudian, penderita jatuh pingsan diiringi dengan jeritan. Semua urat-urat mengejang, lengan dan tungkai menjulur kaku, tangan menggenggam dengan eratnya, acapkali lidah luka tergigit karena rahang terkatup rapat, si penderita sulit bernafas dan muka merah atau kebiru-biruan. Selama terserang ayan, biasanya mata tertutup dan akhirnya tertidur pulas lebih dari 45 menit. Apabila telah bangun dan ditanya, tidak lagi ingat apa-apa yang telah terjadi atas dirinya. Serangan ayan yang demikian itu senantiasa datang berulang-ulang. Tabel 1. Diagnosa Banding No Kriteri Banding Kejang Demam 1. Demam Pencetusnya demam 2. 3. 4. Kelainan Otak Kejang berulang Penurunan kesadaran (-) (+) (+) Tidak Epilepsi Meningitis Ensefalitis berkaitan Salah satu

dengan demam (+) (+) (-)

gejalanya demam (+) (+) (+)

ETIOLOGI Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya. Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media
7

akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbetili) juga dapat menyebabkan kejang demam.2,3

EPIDEMIOLOGI Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh berbagai pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Peneliti di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (insidensi) yang lebih tinggi, yaitu: Maeda dkk, 1993, mendapatkan angka 9,7 % (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9%) dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7% . Dari berbagai hasil penelitian didapatkan bahwa kejang demam agak sering di jumpai pada anak laki-laki dari pada anak perempuan, dengan perbandingan berkisar antara 1,4:1 dan 1,2:1. Di dapatkan 42% dari anak berusia 6 tahun yang menderita kejang adalah kejang demam . Dari 112 penderita kejang demam yang diteliti oleh Miyake dkk, 1992, 60 adalah laki-laki dan 52 perempuan. Millichap, 1968, telah mengumpulkan 29 laporan mengenai kejang demam dan mendapatkan bahwa dari 4903 penderita kejang demam, perbandingan pria dan wanita adalah 1,4:1. Sampai sekarang kejang demam merupakan kelainan yang banyak terjadi pada bangsal saraf. Kejang demam jarang terjadi pada anak yang berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun. Aicardi, 1986, menyebutkan usia rata-rata penderita kejang demam adalah usia antara 17-23 bulan, sesekali kejang demam juga dijumpai pada usia yang lebih tua yaitu 5-6 tahun. Lumbantobing, 1975, menyebutkan bahwa insiden tertinggi antara usia 6 bulan sampai 1 tahun, dari 297 penderita kejang demam yang di telitinya. Kurang lebih 3% anak yang berumur 6 bulan sampai 9 tahun pernah menderita satu kali atau lebih serangan kejang demam. Doeffer dan Wasser, 1987, melaporkan bahwa insidensi kejang demam 240, 8/100000. Di Jepang penelitian yang di kerjakan oleh Tsuboi, 1986, mendapatkan insidensi kejang demam pada balita sebesar 7% .4
8

PATOFISIOLOGI Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam (lipid) dan permukaan luar (ion). Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K dalam sel neuron tinggi dan ion Na rendah. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel maka terdapat potensial membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya: Perubahan konsentrasi ion di ekstraseluler. Rangsangan mendadak berupa mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri dari penyakit atau keturunan.

Gambar 2. Patofisiologi Kejang

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan menaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berusia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu, dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron,dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion K maupun Na melalui membran.
9

Perpindahan ini mengakibatkan lepas muatan listrik yang besar, sehingga meluas ke membran sel lain melalui neurotransmitter, dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C. Pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.4,5 Gambar 3. Patofisiologi Kejang Demam

MANIFESTASI KLINIS Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik. Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak.Kontraksi pada umumnya

10

terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki.Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti : 1. Anak hilang kesadaran 2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak 3. Sulit bernapas 4. Busa di mulut 5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan 6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.5 PENATALAKSANAAN A) Medika Mentosa Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu : I. Bila pasien datang dengan keadaan kejang, maka atasi kejang secepat mungkin Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang : Tabel 2. Obat-obat Anti Konvulsan dan Dosisnya Obat Midazolam Bucaal 0,5 mg/ kg ( max 10 mg ) Diazepam 0,3 mg/kg ( max 5 0,5 mg/kg (max 20 mg per dose < 5 mg per dose ) years; 10 mg for 5 years ) Lorazepam 0,05-0,1 mg/kg over 0,1 mg/kg ( max 4 1-2 min ( max 4 mg mg per dose ) per dose 1:1 prior ) Intra Vena Rectal

diluted water

with to

administration

11

Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal 2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit 2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit. Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. II. Pengobatan penunjang

Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung.Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen.Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit.Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah.Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah
12

dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama. Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik. III. Pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu: Profilaksis intermitten Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 1015mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4tahun.Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Profilaksis jangka panjang Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik

yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah: 1) Fenobarbital Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

13

2) Sodium valproat / asam valproat Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis. 3) Fenitoin Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan. IV.Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati. B) Non-medika mentosa Edukasi kepada orang tua a. Mengurangi kecemasan Yakinkan umumnya prognosis baik Ajarkan cara penanganan kejang Informasikan kemungkinan akan berulang kembali Pemberian obat untuk cegah rekurensi tetapi ingatkan efek sampingnya Tidak ada bukti bahwa terapi mengurangi kejadian epilepsy dikemudian hari b. Apabila anak kejang kembali Tetap tenang dan jangan panik Longgarkan pakaian terutama sekitar leher
14

Bila tidak sadar : Posisi terlentang dengan kepala miring Jangan memasukkan sesuatu apapun ke dalam mulut walau untuk mencegah lidah tergigit Bersihkan lendir/ ludah/ muntahan dari mulut dan hidung

KOMPLIKASI

Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang Tetap bersama anak selama kejang Diazepam rekta; jangan diberikan bila kejang berhenti Bawa ke dokter/ klinik/ RS bila kejang 5.6

Komplikasi dari kejang demam adalah : 1. Kejang demam berulang Faktor risiko : Riwayat kejang dalam keluarga. Usia < 12 bulan. Temperatur yg rendah saat kejang. Cepatnya kejang setelah demam *bila seluruh faktor ada kemungkinan berulangnya kejang demam 80%. Bila faktor (-) kemungkinan berulangnya kejang demam 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam pada tahun I. 2. Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, deficit koordiansi dan motorik dll. 3. Epilepsi Anak yang menderita kejang demam berisiko lebih besar mengalami epilepsy, dibandingkan dengan yang tidak. Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari : Kelainan neurologis dan perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama Kejang demam kompleks Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung *Catatan : - Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi 4-6%
15

-Kombinasi faktor risiko meningkatkan kejadian epilepsi menjadi 1o49% -Kemungkinan epilepsi tidak dapat dicegah dengan member terapi rumat pada kejang demam.4 PROGNOSIS Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik.6 KESIMPULAN Anak laki-laki berusia 18 bulan tersebut mengalami kejang demam. DAFTAR PUSTAKA 1. Mary R, Malcolm L . Pediatric and Child Health. 2nd edition. United States: Blackwell Pulblishing; 2006.p. 72-90. 2. Behrman. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15. Jakarta : Kedokteran EGC;2002..h 2059-67 3. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. 31 Desember 2012. Diunduh dari October 2009. 4. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Kedokteran EGC;2006. 5. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. 20th edition. United States: Appleton and Lange; 2002. 6. Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali M, Putra TS. Edisi ke-9. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika Jakarta; 2000. h. 850-4. tanggal www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.html. 20

16

You might also like