You are on page 1of 21

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

A.

Pendahuluan

Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktorfaktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar. Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif. B. Mendorong Tindakan Belajar

Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik. Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyakbanyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuanpengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya menjejalkan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi

penengah di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka. Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktuwaktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya. Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai learning to be. Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan (Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik. C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11). 1. Faktor Fisiologis Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks. Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal. Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.

Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar. 2. Faktor Psikologis Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah. Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif. 2.1. Perhatian Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknikteknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya. Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja. 2.2. Pengamatan Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran. Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran. Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alatalat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.

2.3. Ingatan Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah ingatan selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan titian ingatan juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya. Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama. Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai. Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang halhal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar. Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan. 2.4. Berfikir Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1)

pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan. Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang selengkapnya tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertianpengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri. 2.5. Motif Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu. Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif. Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat self competition, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

http://www.andragogi.com/document/psikologi_pendidikan.htm jam 15:30

Prolog author saya kurang tau detailnya materi psikologi pendidikan ini, saya hanya ingin membagi apa yang saya dapatkan dalam studi saya. HAKEKAT BELAJAR

1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencangkup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan seseorang. Konsep telah banyak di definisikan oleh para pakar psikologis. Berikut ini beberapa pengertian tentang belajar: 1. Gage dan Berliner (1983:252) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. 2. Morgan et.al. (1986:140) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman. 3. Slavin (1994:152) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. 4. Gagne (1977:3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposissi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan itu tidak berasal dari proses pertumbuhan. Dari keempat pengertian tersebut tampak bahwa konsep belajar mengandung tiga unsur utama, yaitu: 1. Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku Dalam kegiatan belajar disekolah, perubahan perilaku itu mengacu pada kemampuan mengingat atau menguasai berbagai bahan belajar dan kecenrenduang peserta didik memiliki sikap dan nilai-nilai yang diajarkan oleh pendidik, sebagaimana telah dirumuskan didalam tujuan peserta didik. 1. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman Pengalaman dalam pengertian belajar dapat berupa pengalaman fisik, psikis dan sosial. Oleh karena itu perubahan perilaku yang disebabkan oleh faktor obat-obatan, adaptasi, penginderaan, dan kekuatan mekanik, misalnya tidak dipandang sebagai perubahan yang disebabkan oleh pengalaman. 1. Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen Lamanya perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang adalah sukar untuk diukur. Perubahan perilaku itu dapat berlangsung selama satu hari, satu minggu, satu bulan, atau bahkan bertahun-tahun.

1. Unsur unsur Belajar 1. Peserta didik Istilah peserta didik dapat diartikan sebagai peserta didik, warga negara, dan peserta pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar.. 1. Rangsangan (stimulus) Peristiwa yang merangsang penginderaan peserta didik disebut stimulus. Suara, sinar, warna, panas, dingin, tanaman, gedung dan orang yang selalu berada dilingkungan seseorang merupakan stimulus yang mampu menjadikan peserta didik dapat belajar optimal. Dan mereka harus menfokuskan stimulus tertentu yang mereka minati. 1. Memori Memori yang ada pada peserta didik berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari kegiatan belajar sebelumnya.

1. Respon Adalah tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori. Peserta didik yang sedang mengamati stimulus akan mendorong memori memberikan respon terhadap stimulus tersebut.

1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegian belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh peserta didik. Oleh karena itu apabila peserta didik mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Tujuan yang harus dicapai oleh setiap individu dalam belajar memiliki beberapa peranan penting, yaitu: 1. Memberikan arah pada kegiatan peserta didikan. 2. Untuk mengetahui kemajuan belajar dan perlu tidaknya pemberian peserta didikan pembinaan bagi peserta didik (remidial teaching). 3. Sebagai bahan komunikasi. Benyamin S. Bloom menyampaikan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu: 1. Ranah kognitif Berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Berikut ini kategori-kategori dalam ranah kognitif : 1. Pengetahuan didefinisikan sebagai perilaku mengingat atau mengenali informasi (materi peserta didikan) yang telah dipelajari sebelumnya. 2. Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan memperoleh makna dari materi peserta didikan. 3. Penerapan, mengacu pada kemampuan menggunakan materi perserta didikan yang telah dipelajari di dalam situasi kongkrit 4. Analisis, mengacu pada kemampuan memecahkan material ke dalam bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasiya. 5. Sintesis, mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam rangka membentuk struktur yang baru. 6. Penilaian, mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi peserta didikan untuk (pernyataan, novel, puisi, laporan) tujuan tertentu. 1. Ranah afektif Berkaitan dengan perasaan, sikap, minat dan nilai. Kategori tujuan peserta didikan dalam ranah afektif adalah: 1. 2. 3. 4. Penerimaan, mengacu pada keinginan peserta didik untuk menghadirkan rangsangan. Penanggapan, mengacu pada partisipasi aktif pada diri peserta didik. Penilaian, berkaitan dengan harga atau nilai yang melekat pad objek. Pengorganisasian, berkaitan dengan perangkaian nilai-nilaiyang berbeda, memecahkan kembali konflik-konflik antar nilai. 5. Pembentukan pola hidup, mengacu pada individu peserta didik. Memiliki sistem nilai yang telah mengendalikan perilakunya dalam waktu cukup lama sehingga mampu mengembangkannya menjadi karakterisktik gaya hidupnya. 1. Ranah psikomotorik

Berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek dan koordinasi syaraf. Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotorik menurut elizbeth simpson adalah: 1. Persepsi, berkaitan dengan penggunaan organ pengideraan untuk memperoleh petunjuk yang memadai kegiatan motorik. 2. Kesiapan, mengacu pada pengambilan tipe kegiatan tertentu. 3. Gerakan terbimbing, berkaitan dengan tahap-tahap awal didalam belajar keterampilan kompleks. 4. Gerakan terbiasa, berkaitan dengan tindakan kinerja dimana gerakan yang telah dipelajari itu telah menjadi biasa dan gerakan dapat dilakukan dengan sangat menyakinkan dan mahir. 5. Gerakan kompleks, berkaitan dengan kemahiran kinerja dari tindakan motorik yang mencangkup pola-pola gerakan yang kompleks. 6. Penyesuain, berkaitan dengan keterampilan yang dikembangkan sangat baik sehingga individu partisipan dapat memodifikasi pola-pola gerakan sesuai dengan persyaratanpersyaratan baru. 7. Kreativitas, mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi tertentu atau masalh-masalh tertentu. 1. Hirarkhi Belajar Sistematika hirarkhi tugas belajar yang dikemukakan oleh gagne adalah didasarkan pada hasil penelitian oleh para pakar psikologis. Tipe hirarkhi tugas belajar itu dipandang sebagaitahap-tahap yang saling mendasari, yakni dimulai dari tahapan yang paling rendah. Dengan demikian hirarkhi tugas belajar yang berada dibawah mejadi landasan bagi kategori belajar yang ada diatasnya dan hirarkhi tugas belajar yang berada ditingkat atas bersifat lebih kompleks. Gagne menyusun delapan hirarkhi tugas belajar meliputi: 1. Belajar tanda, kategori belajar ini dapat disamakan dengan respon bersyarat. 2. Belajar (asosiasi) stimulus-respon. Unsur pokok dalam belajar ini adalah penguatan (reinforcement) 3. Belajar jalinan psikomotorik. Dalam belajar ini terdapat sejumlah langkah sebagai mata rantai dalam keseluruhan rangkaian gerakan yang dilakukan secara berurutan. 4. Belajar jalina verbal. Dalam belajar ini peserta didik menghubungkan suatu kata dengan suatu objek yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. 5. Belajar perbedaan jamak. Pola belajar ini menghasilkan kemaampuan untuk membedabedakan antara objek yang terdapat dilingkungan fisik. 6. Belajar konsep. Konsep dapat dialmbangkan dalam bentuk suatu kata yang mewakili pengertian tertentu. 7. Belajar kaidah. Kaidah merupaakan jalinan antara dua konsep atau lebih.

8. Pemecahan masalah. Belajar itu menghasilkan prinsip yang dapat digunakan untuk

memecahkan masalah. E. Prinsip-prinsip Belajar Beberapa prinsip belajar lama yang berasal dari teori dan penelitian tentang belajar masih relevan dengan beberapa prinsip lain yang dikembangkan oleh Gagne. Beberapa prinsip eksternal :

Keterdekatan (contiguity) Menyatakan bahwa situasi stimulus yang hendak direspon oleh pembelajar harus disampaikan sedekat mungkin Pengulangan (repetition) Menyatakan bahwa situasi stimulus dan responnya perlu diulang dan dipraktikan agar retensi balajar dapat dperbaiki dan meningkat. Penguatan (reinforcement) Menyatakan bahwa belajar sesuatu yang baru akan diperkuat apabila belajar yang lalu diikuti oleh hasil yang menyenangkan.

Beberapa prinsip internal :

Informasi verbal Informasi didapat dengan tiga cara, yaitu : (a) dikomunikasikan kepada pembelajar; (b) dipelajari oleh pembelajar sebelum memulai belajar baru; (c) dilacak dari memori, karena informasi itu telah dipelajari dan disimpan di dalam memori selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun yang lalu. Kemahiran intelektual Pembelajar harus memiliki pelbagai cara dalam mengerjakan sesuatu, terutama yang berkaitan dengan simbol-simbol bahasa dan lainnya untuk mempelajari hal-hal baru. Strategi Setiap aktivitas belajar memerlukan pengaktifan strategi belajar dan mengingat. Pembelajar yang telah dewasa dalam melakukan aktivitas belajar umumnya dibantu oleh kemampuan pengelolaan diri(self management). Kemampuan mengelola diri dalam belajar ini pada akhirnya menjadikan pembelajar sebagai pembelajar diri(self learned).

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Belajar

Peserta didik pasti memiliki minat belajar yang berbeda-beda, semua itu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktornya pun ada dua sudut pandang, Faktor internal dan eksternal.

Faktor Eksternal :

Variasi dan tingkat kesulitan materi belajar(stimulus) yang dipelajari(respon) Tempat belajar Iklim Suasana lingkungan Budaya belajar masyarakat Faktor Internal : Kondisi fisik, seperti kesehatan tubuh Kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual, emosi Kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan G. Jenis Belajar dan Kondisinya Istilah jenis belajar menunjuk pada fokus apa yang dipelajari oleh pembelajar, dapat disebut dengan variasi kemampuan yang dipelajari. Kemampuan ini merupakan kinerja yang harus diamati dalam menentukan hasil belajar, sebab dari kinerja yang ditunjukkan oleh pembelajar dapat diketahui apakah pembelajar itu telah belajar, belum belajar bahkan tidak belajar. Gagne mengklasifisaikan apa yang dipelajari oleh pembelajar kedalam beberapa macam :

1. Informasi verbal Setipa individu belajar untuk menyampaikan informasi, dia mungkin meyampaikannya kepada pembelajar mengenai fakta, peristiwa dengan menggunakan percakapan lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar-gambar. 1. Kemahiran Intelektual Pembelajar belajar berinteraksi dengan lingkungannya menggunakan simbol-simbol. Kategori kemahiran intelektual oleh Gagne dibagi menjadi 4 sub bab, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Diskriminasi jamak Konsep Kaidah Prinsip Strategi Kognitif Keterampilan motorik Sikap

http://ilmucerdas.wordpress.com/2012/10/19/psikologi-pendidikan-hakekat-belajar/ 15:34

jam

Psikologi dan Pendidikan. Secara etimologis, istilah psikologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Namun apabila mengacu pada salah satu syarat ilmu yaitu adanya objek yang dipelajari maka tidaklah tepat mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa karena jiwa bersifat abstrak. Oleh karena itu yang sangat mungkin dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yaitu dalam wujud perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Whiterington (1982:10) bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar.[1] Itu artinya bahwa tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui proses belajar-mengajar. Karena itu untuk mencapai hasil yang diharapkan, metode dan pendekatan yang benar dalam proses pendidikan sangat diperlukan. Kalau kita berbicara tentang individu yaitu manusia, maka kita akan bertemu dengan beberapa keunikan perilaku/jiwa (psyche), dan faktor ini akan berhubungan erat bahkan menentukan dalam keberhasilan proses belajar. Didasari pada begitu eratnya antara tugas psikologi (jiwa) dan ilmu pendidikan, kemudian lahirlah suatu subdisiplin yaitu psikologi pendidikan (educational psychology). Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua definisi ini maka jelas fokus dari psikologi pendidikan adalah proses belajar mengajar. Peran Psikologi Pendidikan Dalam Proses Belajar-Mengajar Dalam bukunya, Drs. Alex Subor, M,si.[2] mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar. Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam[3]: 1. Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya. 2. Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya. 3. Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun

non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik. Sementara menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The science of educational psychology) Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity) Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure). Perkembangan siswa (growth). Proses-proses tingkah laku (behavior proses). Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning). Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar (factors that condition learning) Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning). Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi.

(measurement: basic principles and definitions). 10. Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters)

11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement). 12. Ilmu statistic dasar (element of statistics). 13. Kesehatan rohani (mental hygiene). 14. Pendidikan membentuk watak (character education). 15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology of secondary school subjects). 16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school). Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik Guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat : 1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat. Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu. 2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai. Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya. 3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling. Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban. 4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik. Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya. 5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.

Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan. 6. Berinteraksi secara tepat dengan siswanya. Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya. 7. Menilai hasil pembelajaran yang adil. Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian. Penutup. Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan dari psikologi. Guru sebagai pendidik/pengajar menjadi subjek yang mutlak harus memiliki pengetahuan psikologi sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam meminimalisir kegagalan dalam menyampaikan mataeri pelajaran.

[1] Makalah BASOM Mata Kuliah Psikologi Pendidikan oleh Ev. Sang Putra Immanueal Duha, S.Th [2] Psikologi Umum Drs. Alex Subor, M,si [3] Internet Sumbangan Psikologi dalam pendidikan

http://hutabalian72.wordpress.com/2010/02/02/peranan-psikologi-pendidikan-dalamproses-belajar-mengajar/ jam 15:41

PERANAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR


Psikologi dan Pendidikan. Secara etimologis, istilah psikologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Namun apabila mengacu pada salah satu syarat ilmu yaitu adanya objek yang dipelajari maka tidaklah tepat mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa karena jiwa bersifat abstrak. Oleh karena itu yang sangat mungkin dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yaitu dalam wujud perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya . Menurut Whiterington (1982:10) bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar.[1] Itu artinya bahwa tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui proses belajarmengajar. Karena itu untuk mencapai hasil yang diharapkan, metode dan pendekatan yang benar dalam proses pendidikan sangat diperlukan. Kalau kita berbicara tentang individu yaitu manusia, maka kita akan bertemu dengan beberapa keunikan perilaku/jiwa (psyche), dan faktor ini akan berhubungan erat bahkan menentukan dalam keberhasilan proses belajar. Didasari pada begitu eratnya antara tugas psikologi (jiwa) dan ilmu pendidikan, kemudian lahirlah suatu subdisiplin yaitu psikologi pendidikan (educational psychology). Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua definisi ini maka jelas fokus dari psikologi pendidikan adalah proses belajar mengajar. Peran Psikologi Pendidikan Dalam Proses Belajar-Mengajar Dalam bukunya, Drs. Alex Subor, M,si.[2] mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar. Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam[3]: 1. Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya. 2. Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya. 3. Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik. Sementara menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan, yaitu : 1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The science of educational psychology) 2. 3. 4. Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity) Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure). Perkembangan siswa (growth).

5. 6. 7. 8.

Proses-proses tingkah laku (behavior proses). Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning). Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar (factors that condition learning) Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).

9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi. (measurement: basic principles and definitions). 10. Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters) 11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement). 12. Ilmu statistic dasar (element of statistics). 13. Kesehatan rohani (mental hygiene). 14. Pendidikan membentuk watak (character education). 15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology of secondary school subjects). 16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school). Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa diantara pengetahuan pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik Guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat : 1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat. Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu. 2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai. Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya. 3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.

Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban. 4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik. Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya. 5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif. Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan. 6. Berinteraksi secara tepat dengan siswanya. Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya. 7. Menilai hasil pembelajaran yang adil. Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsipprinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian. Penutup. Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan dari psikologi. Guru sebagai pendidik/pengajar menjadi subjek yang mutlak harus memiliki pengetahuan psikologi sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam meminimalisir kegagalan dalam menyampaikan mataeri pelajaran.

http://the-arinugraha-centre.blogspot.com/2012/10/peranan-psikologi-pendidikandalam.html jam 15:43

Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar Mengajar | Majalah Siantar Setelah sekian lama tidak mengisi kategori pendidikan, kali ini admin MS mau lanjutin bahas artikel sebelumnya yakni Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar, karena jika semua langsung sekaligus diposting akan sangat panjang, jadi saya putuskan untuk membuatnya secara terpisah. Meski jarak waktu update antar artikel pendidikan ini memang sangat lama, terakhir itu 3 atau 5 bulan yang lalu, namun tidak akan membuat admin melupakan kategori pendidikan karena ini disengaja untuk para siswa, mahasiswa atau guru yang sedang mencari materi mengenai faktor faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar disekolah. Langsung saja ke inti topik kali ini. Ini juga belum secara langsung keseluruhan, tetapi hanya sebahagian, untuk sisanya akan diposting dimasa yang akan datang. :D

FAKTOR INTERNAL
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis. A. Faktor Fisiologis Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktorfaktor ini dibedakan menjadi dua macam: 1. Keadaan Jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.

Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah : a. Menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk kedalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar. b. Rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat. c. Istirahat yang cukup dan sehat.

2. Keadaan Fungsi Jasmani/Fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula . Dalam proses belajar, merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehingga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga panca indra dengan baik. Dengan menyediakan sarana belajar yang

memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.

B. Faktor psikologis Faktor faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat. Kecerdasan/Intelegensi Siswa Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya. Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru atau pihakpihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu megarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.

- Motivasi Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.

Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsic relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik). Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah. - Minat Secara sederhana,minat (interest) mengandung kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan. Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya. Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi dan desain. - Sikap Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaranyang diampunya dengan baik

dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkansiswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat bagi diri siswa. - Bakat Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil. Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri. Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

FAKTOR FAKTOR EKSTERNAL


Selain karakteristik siswa, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan social dan faktor lingkungan non-sosial.

1) Lingkungan sosial a. Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik disekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar. b. Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya. c. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik. 2) Lingkungan Non - Sosial Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non-sosial adalah : a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat. b. Faktor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya. c. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa. Sekian dulu untuk postingan kedua mengenai pembahasan tentang Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar Mengajar, jika ada kesempatan lain, admin akan melengkapi agar seluruh pembaca mendapatkan info lengkap apa yang menjadi permasalahan seputar dunia pendidikan kita khususnya untuk wilayah Indonesia, sampai jumpa lagi pada edisi selanjutnya.. hehe.

http://majalahsiantar.blogspot.com/2012/10/faktor-yang-mempengaruhi-prosesbelajar.html jam 15:45

You might also like