You are on page 1of 12

PAPER AGAMA MEMPERSIAPKAN PERKAWINAN SECARA KATOLIK O L E H

Kelompok Anggota : VI : : 4103111007 : 4103111015 : 4103111025

1. ANITA 2. BOY ARMY OKTARIO SIHOTANG 3. ELISABETH MARGARETH GULTOM

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2013

MEMPERSIAPKAN PERKAWINAN SECARA KATOLIK

Pentingnya Persiapan Perkawinan 1. Keluarga yang baik perlu dipersiapkan lama Kursus persiapaan perkawinan itu sangat penting karena keadaan keluarga yang baik adalah faktor mutlak untuk tercapainya keselamatan ( kesejahteraan ), baik bagi orang perorangan, masyarakat umum, maupun Gereja (bdk. GS 47 ). Artinya, nilai-nilai berkeluarga yang menjiwai keluarga akan terpantul keluar dan akan menetukan pandangan hidup selanjutnya. 2. Pengertian mengenai martabat perkawinan (keluarga) harus jelas bagi muda-mudi . Kebutuhan akan kesiapan yang teratur dan terperinci sungguh-sungguh dirasakan dewasa ini, baik oleh muda-mudi sendiri maupun oleh pemimpin Gereja. Lebih-lebih karena adanya gejala-gejala negatife masyarakat yang mengaburkan martabat perkawinan dan adanya perubahan nilai-nilai (bdk.GS 46 dan 47 ). 3. Segala upaya diberikan dalam persiapan. Dewasa ini, susunan dan struktur keluarga sedang mengalami perubahan yang mendalam maka kita harus menggunakan segala upaya ( pandangan yang jelas dan sehat ) untuk menciptakan suasana yang lebih memuaskan. Kalau kita menggunakan kesempatan sekarang ini dengan baik, kita dapat menunjukkan persekutuan cinta yang merupakan sumber terbaik untuk kehidupan manusiawi yang baru,yaitu anak-anak. Oleh karena itu, persiapan dapat dibedakan : a. Persiapan jangka panjang, Suasana keluarga yan sehat, pendidikan disekolah, lingkungan pergaulan, kegiatan social, keterampilan, dan lain-lain. b. Persiapan jangka pendek, Khusus bagi muda-mudi yang akan menghadapi kehidupan berkeluarga (perkawinan), seperti yang diberikan saat kursus. Dengan melihat betapa pentingnya kursus perkawinan bagi kehidupan pasangan suami-istri , dibeberapa paroki, kursus perkawinan sebagai sarana mendapatkan pemahaman minimal mengenai perkawinan katolik menjadi syarat wajib untuk memasuki jenjang perkawinan. Namun, kursus hidup berkeluarga ini perlu dihayati bukan sebagai kewajiban atau syarat semata, tetapi sebagai rekoleksi dan permenungan yang sederhana untuk mempersiapkan diri lebih baik dan memantapkan niat memasuki jenjang perkawinan.

Syarat-syarat dan Halangan Perkawinan a. Syarat-syarat perkawinan Orang yang diperbolehkan oleh hukum untuk menikah

Setiap orang tidak dilarang oleh hukum dapat menikah ( kanon 1058 ). Menikah adalah hak asasi dan fundamental manusia.hak ini juga untuk melangsungkan pernikahan dan memilih calon partner hidupnya secara bebas. Jadi, hanya orang yang bebas dan tidak dilarang oleh hukum saja yang dapat menikah dalam Gereja Katolik. Kesepakatan perkawinan sebagai unsur essensial dan mutlak Kesepakatan antara orang-orang yang menurut hukum mampu dan yang dinyatakan secara legitim, membuat perkawinan ; kesepakatan itu tidak dapat diganti kuasa manusiawi manapun (kanon 1057:1). kesepakatan ini menjadi syarat mutlak diadakannya suatu perkawinan yang sah. Kesepakatan perkawinan adalah perbuatan kemauan dengan mana pria dan wanita saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali ( kanon 1057 :2) . Kesepakatan tersebut harus dibuat secara bebas, artinya tidak ada paksaan atau desakan dari luar dan atas kemauan sendiri, tidak ada paksaan dari pihak manapun (lih. Kanon 1103). Kesepakatan ini dilakukan secara sadar, artinya tahu apa yang ia sepakati; perkawinan adalah suatu persekutuan tetap antara seorang pria dengan seorang wanita, terarah pada kelahiran anak, dengan suatu kerja sama seksual (lih.kanon 1096) Kesepakatan nikah harus dinyatakan secara lisan, atau jika mereka ridak dapat berbicara, dinyatakan dengan isyarat-isyarat yang senilai. Dan, kedua mempelai harus hadir pada saat upacara pernikahan dilangsungkan (lih. Kanon 1104 ). Dalam keadaan khusus, kesepakatan ini juga dapat didelegasikan kepada orang lain. b. Halangan-halangan perkawinan Halangan-halangan yang berkaitan dengan hukum Gereja dapat diberi dispensasi, sedangkan halangan yang berkaitan dengan hukum ilahi tidak dapat diberi dispense oleh Ordinaris Wilayah. Halangan nikah dari hukum Ilahi

Halangan nikah dikatakan berasal dari hukum ilahi jika halangan bersumber dari hukum kodrat yang dibuat dan diatur oleh Allah sendiri dalam tata ciptaan. Khususnya dalam hakikat dan martabat manusia (hukum ilahi-kodrati), atau ditetapkan oleh Allah melalui perwahyuan (hukum ilahi positif). Meskipun halangan ini bersumber dari hukum ilahi, namun yang mendeklarasikan secara eksplisit dan memasukkannya kedalam KHK adalah kuasa legislative tertinggi Gereja (bdk. Kanon 1075). Menurut doktrin umum, halangan ini adalah :

1. 2. 3.

Impotensi seksual yang bersifat tetap (kanon 1084) Ikatan perkawinan sebelumnya (kanon 1085) Hubungan darah dalam garis lurus, baik keatas maupun kebawah (kanon 1091:1) Halangan nikah dari hukum Gerejawi

Halangan nikah dikatakan bersifat gerejawi karena diciptakan oleh otoritas Gereja. Gereja yang tampil di dunia ini dengan stuktur dan cirri masyarakat yang kelihatan memiliki undang-undangnya sendiri yang dibuat oleh otoritas gerejawi yang berwenang untuk mencapai tujuan-tujuan khasnya secara efektif, yakni menegakkan dan mempromosikan kesejahteraan umum komunitas gerejawi yang bersangkutan. Kesejahteraan umum ini harus sesuai dengan misi yang diterimanya sendiri dan Kristus, misi yang mengatasi dan melampaui kesejahteraan masing-masing anggota (kanon 114:1). Selain kesejahteraan umum, hukum gereja dibuat untuk membuat setiap orang mencapai keselamatan jiwanya karena keselamatan jiwa-jiwa adalah norma hukum tertinggi ( kanon 1752). Menurut kitab hukum kanonik, halangan-halangan itu adalah : 1. Halangan umur (kanon 1083) 2. Halangan beda agama (kanon 1086) 3. Halangan tahbisan suci (kanon 1086) 4. Halangan kaul kemurnian yang bersifat publik dan kekal dan tarekat religious(kanon 1088) 5. Halangan penculikan (kanon 1089) 6. Halangan kriminal (kanon 1090) 7. Halangan hubungan darah garis menyamping ( kanon 1091: 2) 8. Halangan hubungan semenda ( kanon 1092) 9. Halangan kelayakan public ( kanon 1093) 10. Halangan pertalian hukum (kanon 1094) Pembedaan kedua jenis halangan ini membawa kosekuensi hukum yang sangat besar. Halangan halangan yang bersifat ilahi mengikat semua orang. Baik yang dibaptis maupun yang tidak dibaptis, sedangkan halangan yang bersumber dari hukum gerejawi mengikat mereka yang dibaptis dalam Gereja Katolik atau yang diterima di dalamnya (kanon 1059).Halangan yang bersumber dari hukum ilahi tidak bisa didispensasi, sedangkan dari hukum gerejawi dapat didispensasi oleh otoritas Gereja yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku.

A. Persiapan Perkawinan Menurut Gereja Katolik 1. Persiapan Awal (tiga bulan sebelum perkawinan) Minimal tiga bulan sebelum hari perkawinan, calon pasangan suami istri perlu bersama sama menghadap pastor paroki pihak calon mempelai putri. Jika salah seorang bukan katolik, hendaknya menghadap pastor paroki pihak calon yang Katolik. Yang perlu dibicarakan ialah rencana hari, tanggal perkawinan, waktu dan tempat perkawinan akan dilaksanakan, kapan diadakan penyelidikan kanonik, dan bagaimana liturgi perkawinannya. 2. Persiapan Pertengahan (dua bulan sebelum perkawinan) Calon mempelai hendaknya menghubungi sekretariat Paroki untuk menanyakan persyaratan administrasi yang perlu dipenuhi, baik perkawinan gerejawi maupun catatan sipil untuk mencatatkan tanggal perkawinan dan imam yang meneguhkan perkawinan, untuk meminta informasi dan mendaftar kursus persiapan perkawinan. Sekretaris paroki akan memberikan catatan yang persiapkan dan memberi beberapa blangko persyaratan yang perlu diisi dan dikembalikan ke sekretariat paroki. Untuk persyaratan perkawinan gereja, yang harus dipenuhi dua bulan sebelum perkawinan adalah: a. Surat pendaftaran perkawinan yang harus diberi tanda tangan ketua lingkungan sebagai surat keterangan mengenai calon mempelai. b. Surat baptis baru bagi yang katolik (tanggal pembuatannya kurang dari 6 bulan sebelum hari perkawinan) dari paroki tempat ia dibaptis. c. Fotokopi sertifikat kursus persiapan perkawinan. d. Nama dan data lengkap dua orang saksi perkawinan di Gereja. e. Pasfoto ukuran 4 6 sebanyak tiga lembar (berdampingan putra disebelah kanan)

f. Dispensasi bagi calon nikah campur, baik beda Gereja maupun beda agama dengan persyaratan: Calon yang beragama Kristen perlu menyampaikan: Surat baptis dari Gereja Kristen yang asli. Surat persyaratan belum pernah menikah dari dua orang saksi dengan blangko dari Gereja. Surat pernyataan mendukung calonnya tetap menjalankan agama katolik dan mendidik anaknya secara Katolik. Calon yang beragama Islam atau Budha/Hindu perlu menyampaikan: Surat pernyataan belum pernah menikah dari dua orang saksi dengan blangko dari Gereja.

Surat pernyataan mendukung calonnya tetap menjalankan agama Katolik dan mendidik anaknya secara Katolik.

3. Persiapan tahap terakhir (paling lambat satu bulan sebelum perkawinan) Dengan surat surat tersebut di atas, calon suami istri menghadap pastor paroki untuk penyelidikan kanonik. Pastor akan memeriksa, apakah ada halangan dalam perkawinan yang dapat dihilangkan dengan dispensasi dari Gereja, dan apakah mereka sungguh bebas tanpa unsur paksaaan dalam menentukan perkawinan mereka. Selanjutnya, diadakan pengumuman tiga kali di gereja. Apabila kurang dari tiga kali, perlu adanya dispensasi. Agar upaya perkawinan di gereja bisa terlaksana dengan baik dan mengeankan, calon mempelai perlu membicarakan mengenai liturgi perkawinan. Selanjutnya, disiapkan paduan suara untuk memeriahkan pernikahannya di gereja, disiapkan putra/i altar, dan lektor untuk membaca bacaan dan doa umat. 4. Persiapan untuk pelaksanaan pada saat perkawinan Agar upacara pernikahan di gereja dapat terlaksana dengan baik, teratur, dan lancar, calon mempelai perlu memikirkan adanya panitia pelaksana upacara pernikahan di gereja. Untuk keperluan ini, calon mempelai perlu melibatkan kaum keluarganya, atau ketua dan umat lingkungan. Mereka diharakan bisa membantu menyiapkan beberapa hal, seperti : a. Penyediaan buku panduan liturgi perkawinan b. Menyiapkan lektor yang membaca bacaan 1 dan doa umat c. Menyiapkan putra/i altar (jika dipandang perlu) d. Menyiapkan wakil orang tua yang menyerahkan mempelai kepada pemimpin Misa e. Menyiapkan dua orang saksi yang harus siap sebelum upacara perkawinan f. Mempersiapkan paduan suara g. Mengingatkan perlunya disediakan dua cincin perkawinan h. Menyediakan Kitab Suci, Salib, dan Rosario yang idhadiahkan orang tua kepada mempelai i. Mengingatkan perlunya buket bunga bagi mempelai putri dan buket yang dipersembahkan kepada Bunda Maria dan Keluarga Kudus 4. Persiapan Perkawinan Secara Sipil Agar perkawinan di gereja dapat sah menurut hukum negara, paling lambat satu bulan sesudah menikah secara gerejawi, mempelai haris mencatatkan perkawinannya di hadapan pegawai Kantor Catatan Sipil. Di banyak paroki, hal ini ditangani oleh sekretaris paroki, tetapi di beberapa paroki, urusan ini harus dilaksanakan sendiri oleh mempelai yang

bersangkutan dengan mendatangkan petugas perkawinan sipil ke gereja/ pastoran atau harus mengurus sendiri di Kantor Pencatatan Sipil. Persyaratan administrasi pencatatan sipil yang perlu disiapkan jauh jauh sebelum hari perkawinan ialah : 1) Fotokopi surat Perkawinan Gereja 2) Fotokopi surat Baptis lama 3) Surat keterangan dari Kelurahan, yang terdiri dari : DPP-5 N1 N2 N3 N4 : Surat keterangan / pengantar : Surat keterangan untuk menikah : Surat keterangan asal usul : Surat persetujuan mempelai : Surat izi orang tua (bagi calon mempelai yang usianya di bawah 21 tahun untuk pria dan di bawah 19 tahun untuk wanita) 4. 5. 6. 7. 8. 9. Fotokopi KTP Fotokopi Kartu Keluarga Fotokopi Akte Kelahiran yang dilegalisir oleh Kantor Pencatatan Sipil Pas Foto berpasangan ukuran 4 x 6 sebanyak 4 lembar Surat imunisasi TT dari calon mempelai wanita Untuk WNI keturunan melampirkan : a. Fotokopi SKBRI ( Surat Kewarganegaraan RI) yang dilegalisir oleh Kantor Pencatatan Sipil. b. Fotokopi ganti nama yang dilegalisir oleh Kantor Pencatatan Sipil. 10. Untuk WNA melampirkan : a. STMD : Surat Tanda Melaporkan Diri

b. POA/SKK : Surat Keterangan Keimigrasian c. KOM : Kartu Izin Menetap

d. Fotokopi paspor e. Surat izin dari kedutaan yang bersangkutan 11. Surat dispensasi dari Kecamatan apabila pendaftaran ke Pencatatan Sipil kurang dari 10 hari. 12. Mempersiapkan dua orang saksi yang telah berumur lebih dari 20 tahun 13. Fotokopi nama kedua saksi

KURSUS PERKAWINAN Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai pentingnya mengikuti kursus pernikahan, yaitu : 1. Alasan Praktis Sampai saat ini, persiapan perkawinan diserahkan kepada pastor paroki setempat dengan kursus kilat. Waktu yang tersedia sangat pendek dan tidak ada kesamaan waktu yang tersedia. 2. Alasan Sosial Kenyataan menunjukkan bahwa beberapa keluarga mengalami kesulitan yang disebabkan karena kurang persiapan dalam perkawinan. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak calon pasangan suami istri terpaksa cepat cepat melangsungkan perkawinan tanpa bimbingan yang memadai dan menyeluruh. Urusan perkawinan bukan hanya urusan perseorangan melainkan juga urusan masyarakat (sosial) dan Gereja. 3. Alasan Pastoral Keluarga yang baik perlu dipersiapkan lama sebab keluarga yang baik adalah faktor utama untuk keselamatan (kesejahteraan) baik pribadi, masyarakat, maupun Gereja. Pengertian mengenai martabat perkawinan dan hidup berkeluarga harus jelas bagi muda mudi, lebih lebih di era globalisasi yang diwarnai oleh media masa yang begitu kuat pengaruhnya, radio, TV, film, majalah, dsb. Persiapan perkawinan yang efektif menuntut waktu, metode (cara), dan kerja sama dari berbagai bidang yang terkait. Tujuan dilaksanakannya kursus perkawinan, yaitu: 1. Mempersiapkan muda mudi yang akan menikah / hidup berkeluarga dalam bentuk kursus perkawinan (penyadaran dan pemberdayaan) antara lain: Sebagai langkah persiapan bagi muda mudi untuk hidup berkeluarga yang baik dan suatu usaha memberikan bekal dalam hidup keluarga katolik. Melengkapi kebutuhan mereka dalam pengetahuan teologi, psikologi, moral, seksualitas, kesehatan, ekonomi, paham gender, dan pengetahuan lainnya yang berkaitan erat dengan hidup berkeluarga. Memberikan pegangan bagi mereka untuk mengambil tindakan dan mengatur hidupnya sendiri menurut azas dan moral Kristiani.

2. Memberikan penjelasan bagi mereka tentang hal hal yang berhubungan dengan masalah perkawinan dan masalah keluarga di paroki. 3. Menanamkan benih panggilan kristiani melalui kelurga keluarga. Mengurus perkawinan menurut tata cara Gereja Katolik memerlukan aneka macam persiapan. Namun, di sini, tidak dibicarakan persiapan jangka panjang: pengenalan calon suami istri pada waktu berpacaran, melamar calon pasangan, bertunangan, da seterusnya. Di sini hanya dibicarakan persiapan teknis menjelang perkawinan dan apa yang perlu dilakukan calon pengatin menurut prosedur yang berlaku di paroki paroki, khusunya kelengkapan administrasi perkawinan Gereja dan catatan sipil.

KAWIN CAMPUR Pengertian 1. Perkawinan campur, yaitu perkawinan antara seorang baptis Katolik dan pasangan yang bukan Katolik (bisa baptis dalam gereja lain, maupun tidak dibaptis (islam, buddha)). Gereja memberi kemungkinan untuk perkawinan campur karena membela dua hak asasi, yaitu hak untuk menikah dan hak untuk memilih pegangan hidup (agama) sesuai dengan hati nuraninya. 2. Dua jenis Perkawinan Campur a. Perkawinan campur beda gereja (seorang baptis Katolik menikah dengan seorang baptis non-Katolik) perkawinan ini membutuhkan ijin. b. Perkawinan campur beda agama (seorang dibaptis Katolik menikah dengan seorang yang tidak dibaptis) untuk sahnya dibutuhkan dispensasi

DISPENSASI adalah: ijin dari Gereja Katolik untuk pernikahan beda agama. Dispensasi utk Katolik non Kristiani (islam, buddha, hindu) adalah: Disparitas Cultus sedangkan untuk Katolik - Protestan/Orthodox adalah Mixta Religio.

Syarat untuk melakukan pernikahan beda agama di Gereja Katolik:

1. Mengikuti KURSUS PERNIKAHAN (sekitar tiga bulan sebelum menikah) Yang dibahas dalam kursus: (a) Apa itu perkawinan menurut hukum Gereja dan Negara,

(b) Bagaimana upacaranya, apa yg perlu disiapkan, bagaimana melakukan Keluarga Berencana secara benar menurut Gereja Katolik, Bagaimana menjaga komunikasi yang baik, bagaimana mengatur ekonomi Rumah Tangga, dsb. Setelah mengikuti kursus pernikahan ini, akan mendapatkan SERTIFIKAT KURSUS PERNIKAHAN (berlaku untuk masa waktu 6 bulan)

2. Mendapatkan surat DISPENSASI (a) calon mempelai (wanita dan pria) bersama-sama menghadap Pastor, untuk melakukan penyelidikan persiapan sebelum pernikahan sesuai hukum Gereja Katolik (Kanonik), sekaligus membawa dua orang terpercaya yang bisa memberi kesaksian bahwa pihak nonKatolik berstatus bebas atau tidak terikat perkawinan, juga membawa persyaratan lainnya: Saksi dalam penyelidikan Kanonik adalah saksi yang tahu dan bersumpah bahwa pihak nonKatolik memang tidak terikat perkawinan apapun (atau belum pernah menikah); maka orang ini bisa jadi saudara-saudari sekandung atau orang tuanya, atau kerabat dekatnya, yang kesaksiannya diterima/dipercayai oleh pihak Katolik. (b) mempersiapkan foto 4x6 berduaan, fotocopy sertifikat kursus perkawinan, surat baptis terbaru paling lama 6 bulan & surat pengantar dari ketua lingkungan (bagi pihak katolik). Surat Janji dan surat kesaksian status bebas akan dibuat bersama pastor ketika sudah ketemu. Pastor akan membantu mengirim surat permohonan dispensasi ke Keuskupan (terutama untuk KAJ). Surat DISPENSASI didapatkan biasanya paling cepat sekitar satu (1) bulan setelah dimohon. Dan untuk mendapatkan itu, harus dilampirkan sertifikat KURSUS

PERNIKAHAN.

3. Apabila sudah memenuhi syarat- syarat pernikahan secara Katolik, maka bisa melakukan pemberkatan perkawinan di Gereja. Di dalam pemberkatan perkawinan di Gereja, ada janji perkawinan yaitu saling diberikan dan dilaksanakan oleh seorang dibaptis dan tidak dibaptis (non-Katolik) di hadapan dua saksi awam dan seorang imam. Inti isi janjinya sama: setia sampai mati memisahkan, saling mencintai dan menghormati, hanya modelnya yang berbeda karena yang Katolik akan memakai model Jesus yang mencintai, sedang yang Islam memakai muhamad atau orang tuanya sebagai model, atau yang budhis memakai Budha atau orang tuanya sebagai model. Yang paling sedikit berbeda antara upacara sakramen (calon mempelai keduanya Katolik) dengan pemberkatan (calon mempelai Katolik dan Non Katolik) adalah pertanyaan

penyelidikan atas kesediaan pasangan, rumusan janji, doa dari imam, juga pihak non katolik tidak diwajibkan untuk berdoa secara katolik tentu saja.

Tatacara pemberkatan pernikahan akan dijelaskan dalam Kursus Persiapan Perkawinan. Intinya adalah pasangan masing-masing menjawab beberapa pertanyaan mengenai keikhlasan hati untuk melangsungkan perkawinan, mereka mengucapkan janji perkawinan dengan intinya adalah kesetiaan, saling mengasihi dan menghormati sampai kematian memisahkan, pengesahan perkawinan oleh imam, doa pemberkatan oleh imam bagi pasangan itu, pengenaan cincin tanda cinta dan kesetiaan, penandatanganan dokumen perkawinan.

Tidak ada tatacara yang membuat orang non-katolik menjadi orang katolik secara tidak langsung, karena orang non-katolik bersama yang katolik akan menyusun teks upacara perkawinan dan pihak non-katolik tidak harus mengucapkan doa-doa orang katolik. Maka tatacara itu tidak akan mengganggu iman masing-masing. Untuk jadi orang katolik tidak mudah, harus pelajaran minimal sekitar setahun, harus ujian tertulis, tes wawancara dengan pastor, melakukan beberapa latihan, dan kalau dianggap tidak lulus ya tidak akan dibaptis. Perkawinan adalah peristiwa sadar dan terencana, maka tidak ada yang disembunyikan dari pihak Katolik. Bahkan orang Katolik yang berjanji mendidik anak secara katolik pun janjinya diketahui pihak non-Katolik.

4. Peraturan Pokok Gereja Katolik Roma di manapun sama, karena diatur dengan Hukum Gereja Katolik (ada bukunya), yang agak beda peraturan pelaksanaan di bawah peraturan pokok (istilah pemerintah: juklak nya).

5. Setelah menerima pemberkatan pernikahan, lalu Pencatatan Sipil (bisa dibantu koordinasinya dengan sekretariat Paroki Gereja dimana akan melangsungkan pemberkatan pernikahan, bisa juga utk mengurus sendiri dgn Catatan Sipil, tapi yg lazim adalah setelah pemberkatan di Gereja, prosesi dengan Catatan Sipil dilakukan di ruangan lain di lingkungan Gereja, jadi petugasnya datang). Agama yang akan tercantum di buku nikah akan tertulis sesuai kenyataan, yaitu Katolik dan Islam atau Buddha atau Kristen atau Hindu. Tidak keduanya katolik.

6. Yang hadir dalam pemberkatan pernikahan adalah: (a) calon mempelai pria dan wanita (tidak boleh diwakilkan),

(b) dua orang saksi. Saksi dalam pemberkatan perkawinan adalah orang yang menyaksikan berlangsungnya perkawinan yang diakui sebagai saksi kalau ada masalah hukum di kemudian hari, sekaligus yang berperan untuk menjadi penasehat (yang didengarkan dan dipercaya pasangan baru) jika ada masalah keluarga pada pasangan baru. Sebaiknya saksi sekaligus penasehat ini adalah suami istri katolik yang sudah banyak berpengalaman dalam mengelola rumah tangganya yang baik, termasuk mendidik anak, termasuk mengerti perasaan orang yang berbeda agama. Kalau saksinya keluarga campur beda agama, sebaiknya juga pasangan yang memang berhasil mengatasi perbedaan agama dalam damai. Jadi saksi adalah suami istri, yang disetujui oleh pasangan baru yang mau menikah. Bersama-sama mencari saksi ini juga bisa menjadi latihan bagi pasangan baru untuk membiasakan mencapai tujuan bersama: yaitu kesejahteraan suami istri sesuai dengan kehendak Tuhan yang maha kasih. (c) seorang imam. (d) orang tua pun tidak wajib hadir, karena dianggap sudah dewasa. Tapi yg terjadi biasanya mereka hadir dengan seluruh keluarga besarnya, untuk (ikut berdoa) memberikan restu.

7. Untuk konsultasi mengenai pencatatan sipil dengan petugas sekretariat Paroki Gereja dimana pemberkatan perkawinan akan berlangsung sedangkan untuk pengurusan dispensasi dan pemberkatan pernikahan dengan Pastor.

You might also like