You are on page 1of 14

Isolasi dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Larva Attacus atlas L.

Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh: Muhammad Nur Kholis M 0407049

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PENGESAHAN

Naskah Publikasi

Isolasi dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Larva Attacus atlas L. Oleh : Muhammad Nur Kholis M0407049 Telah disetujui untuk dipublikasikan

Surakarta, Agustus 2011 Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Artini Pangastuti, M.Si. NIP. 19750531 2000032 001

Dr. Agung Budiharjo, M.Si. NIP. 19680823 2000031 001

Mengetahui Ketua Jurusan Biologi

Dr. Agung Budiharjo, M.Si. NIP. 19680823 2000031 001

ii

Isolation and Identification of Bacteria Associating with larvae Attacus atlas L. Muhammad Nur Kholis Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta. ABSTRACT Attacus atlas L. lepidoptera insect that is widely used as a producer of wild silk fibers. Properties owned wild silk fiber is much softer, heat resistant, and anti bacterial and does not cause allergies for the wearer. However, during this larval cocoon A.atlas only obtained directly from nature that will interfere with the preservation of this species and ecosystem balance. Research on A.atlas needed before making efforts towards cultivation of this species, especially from the microbiological component of the structure of bacterial communities associated with the insect has a role to its host species, including reproductive, digestive, nutrition, and pheromone production. Bacterial communities associated A.atlas premises can be a base and a handle to understand life in an attempt to cultivate them A.atlas. The research was conducted in June 2010 - June 2011 at Central Laboratory and the Laboratory of Biology Department Sebelas Maret University. Samples were collected in Surakarta and Sragen. Samples of the digestive tract in the analysis metagenomik T-RFLP method using 16S rRNA to determine bacterial community. Samples were also analyzed by culture methods. In cultures getting 14 isolates of bacteria the digestive tract A.atlas larvae. Diversity of bacterial communities associated with larvae A.atlas Sukoharjo areas have higher levels of diversity than the bacterial diversity in the Sragen. Sukoharjo has a lower level of uniformity in comparison with the uniformity of bacteria in Sragen. The results identified 14 isolates bacterial related to Alcaligenes faecalis strain Nic-2, Bacterium clone 3-42019, Uncultured bacterium clone nbt37a05 and Bacillus sp. AY-2011-RS25.

Key words: A. Atlas, culture, bacteria diversity.

iii

PENDAHULUAN Sutera adalah serat yang diperoleh dari kelompok serangga Lepidoptera. Serat sutera berbentuk filamen dihasilkan oleh larva ulat sutera, saat membentuk kepompong (Borror et al., 1992). Ulat sutera membuat kokon untuk melindungi diri dari serangan predator dan kokon ini terbentuk pada stadium akhir dari daur hidupnya sebelum berubah menjadi ngengat (Borror et al., 1992). Kokon A.atlas belum dimanfaatkan secara maksimal untuk industri tekstil terutama dalam pembuatan kain sutera yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Situmorang, 1996). Menurut Akai (1997) dalam (Situmorang, 1996), ulat sutera liar seperti A. atlas menghasilkan jenis sutera yang berbeda yaitu serat sutera liar jauh lebih lembut, tahan panas, anti bakteri, filamen kokon banyak mengandung pori, dan tidak menyebabkan alergi bagi pemakainya. Keunggulan tersebut memberikan sebuah peluang potensi untuk pemanfaatan dan pembudidayaan A. atlas dalam skala industri. Namun selama ini larva A.atlas dimanfaatkan secara eksploitasi kokon langsung dari alam yang akan mengganggu kelestarian spesies ini serta keseimbangan ekosistem. Komunitas bakteri yang berasosiasi dengan larva A.atlas memiliki peranan bagi spesies inangnya (Douglas, 2009). Peran tersebut dapat menguntungkan inangnya dengan membantu nutrisi inang melalui produksi enzim-enzim hidrolitik ekstraseluler, menghasilkan senyawa esensial, dan membantu sistem pertahanan inang terhadap patogen. Saat ini penelitian tentang struktur komunitas bakteri yang berasosiasi dengan serangga terutama pada ordo Lepidoptera masih minim (Gringorten 1993; Makkar, 1996). Analisis struktur komunitas bakteri pada larva A.atlas pada tempat berbeda dapat dijadikan dasar dan pegangan memahami kehidupan A.atlas dalam usaha membudidayakannya, sehingga produksi serat merusak ekosistem yang ada di alam. sutera maksimal serta tidak

METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juni 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biologi Jurusan Biologi dan Laboratorium Pusat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pengambilan Sampel Sampel berupa larva Attacus atlas L. instar 5 dikoleksi dari daerah Sragen dan Sukoharjo pada tanaman mahoni. Kultur Bakteri Sampel pencernaan larva dihomogenisasi dalam 0,85% NaCl steril dan dibuat pengenceran berseri 10-110-7. Sebanyak 0,1 ml seri pengenceran disebar pada medium padat Luria-Bertani (1% tryptone, 0,5% yeast extract, 0,5 % NaCl, 1% agar) dengan metode cawan sebar sebanyak tiga kali sebagai ulangan. Hasil kultur kemudian diinkubasi selama 3x24 jam. Pengamatan koloni bakteri dengan penghitungan metode TPC (total plate count) dan penampakan morfologi koloni bakteri. Karakteristik Morfologi Isolat Isolat bakteri murni diidentifikasi morfologi selnya dengan menggunakan uji pewarnaan gram dan pengamatan bentuk mikroba secara mikroskopik. Ekstraksi DNA Isolat murni bakteri saluran pencernaan larva A.atlas ditanam pada media LB dan diletakan inkubator shaker 37 oC. Kemudian isolat tersebut di ekstraksi dengan menggunakan GenJect Genomic DNA Extraktion Kit (Fermentas) diikuti petunjuk dari produsen. Amplifikasi Gen 16S rRNA Amplifikasi Gen penyandi 16S rRNA dilakukan dengan primer forward 6FAM 5-CAGGCCTAACACATGCAAGTC-3 dan primer reverse 5-

CCCGGGAACGTATTCACCGC-3 (Marchesi et al., 1998) dengan campuran reaksi sebagai berikut: DNA 100 ng, 1x buffer (NEB, MA), 2 l 10 mM dNTP Mix, 2 U Taq DNA Polymerase (NEB, MA), 5 pmol masing-masing primer, ddH2O sampai 50 l. Program PCR terdiri dari 1 siklus pada 94C selama 3 menit; 30 siklus pada 94C selama 1 menit, 55C selama 1 menit, 72C selama 1 menit; 1 siklus pada 72C selama 7 menit; diakhiri dengan penyimpanan pada 4C. Bagian DNA utas tunggal dari amplikon didigesti dengan Mung Bean

Nuclease (NEB, MA) kemudian dipurifikasi dengan QIAquick Gel Extraction Kit (Qiagen, Germany). Sekuensing Gen penyandi 16S rRNA Sekuensing dilakukan dengan menggunakan ABI Big Dye Terminator kit (Perkin Elmer) dengan primer 63F. Siklus sekuensing dilakukan pada ABIprism 3100 Automated DNA Sequencer (PE Applied Biosystem). Sekuens gen penyandi 16S rRNA berukuran sekitar 1300 bp dibandingkan dengan database menggunakan program BLAST pada situs web National Center for Biotechnology Information (http://www.ncbi.nlm.gov/BLAST/). Pohon

filogenetika dikonstruksi berdasar sekuens yang telah dijajarkan dengan program MEGA 4 (www.megasoftware.net). Analisis Keragaman Bacterial phylotype richness (S) merupakan total puncak TRF berbeda/tipe restriksi yang berbeda yang ditemukan pada tiap sampel. Indeks Shannon-Wiener (H) dan evenness (E) dihitung untuk menggambarkan keragaman komunitas pada tempat berbeda dan nilai penting relatif dari tiap filotipe dalam keseluruhan komunitas. H dihitung dengan rumus sebagai berikut: H= - (pi) (ln pi) dengan pi adalah kemelimpahan relatif dari fragment i. Evenness dihitung sebagai

berikut: E = H/ Hmax dengan Hmax = ln S (Margalef, 1958). Profil komunitas bakteri pada saluran pencernaan dibandingkan antar tempat berbeda. Pohon filogenetika dikonstruksi berdasar sekuens yang telah dijajarkan dengan program ClusstalX danMEGA 5 (www.megasoftware.net).

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri pada saluran pencernaan Larva A. atlas dengan metode kultur Isolasi bakteri saluran pencernaan larva A.atlas pada tempat berbeda dilakukan di daerah Kabupaten Sragen dan Sukoharjo. Jumlah dan macam isolat bakteri saluran pencernaan larva A. atlas pada populasi Sukoharjo disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Colony Forming Unit (CFU) dan nama isolat bakteri hasil isolasi dari saluran pencernaan larva A. atlas daerah Sukoharjo No Nama Isolat Bakteri Log CFU 1 AA 1 6.000 2 AA 2 7.653 3 AA 3 4.602 4 AA 4 7.342 5 AA 5 4.477 6 AA 6 6.301 7 AA 7 7.332 8 AA 8 6.301 9 AA 9 4.000 10 AA 10 5.908 11 AA 11 5.000 12 AA 12 6.845 13 AA 13 5.322 14 AA 14 5.703 Jumlah total CFU 82.788 Jumlah isolat yang didapatkan pada sampel yang berasal dari daerah Sukoharjo adalah sebanyak 14 isolat. Jumlah Log CFU bakteri hasil isolasi saluran pencernaan larva A..atlas di daerah Sukoharjo sebesar 82.788 log CFU, isolat bakteri AA 2 memiliki CFU paling besar yaitu sebesar 7.653 log CFU, sedangkan isolat yang memiliki CFU paling kecil adalah isolat AA 9 yaitu sebesar 4 log CFU. Hal ini menunjukkan baktei dominan yang berasal dari daerah Sukoarjo adalah AA 2. Jumlah dan macam isolat bakteri saluran pencernaan larva A. atlas pada daerah Sukoharjo disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Colony Forming Unit (CFU) dan nama isolat bakteri hasil isolasi dari saluran pencernaan larva A. atlas daerah Sragen (Rianita, 2010). No Nama Isolat Bakteri Log CFU 1 TSA-5.C/TTS-L 23.785 2 TSA-5.Y/1.3-N 6 3 TSA-6.A/3.2-R 25 4 TSA-6.Q/3.1-U 53 5 TSA-6.A/TTS-A 0.039 Jumlah total log CFU 107.824 Jumlah isolat bakteri yang didapatkan di daerah Sragen adalah sebanyak 5 isolat. Jumlah log CFU bakteri hasil isolasi saluran pencernaan larva A..atlas pada daerah Sragen sebesar 107.824, isolat bakteri TSA-6.Q/3.1-U memiliki log CFU paling besar yaitu sebesar 53 log CFU, sedangkan isolat yang memiliki log CFU paling kecil adalah isolat TSA-6.A/TTS-A yaitu sebesar 0.039 log CFU. Hal ini menunjukkan bakteri dominan yang berasal dari daerah Sragen adalah TSA6.Q/3.1-U. Perbedaan jenis isolat bakteri dan jumlah CFU (colony forming unit) saluran pencernaan larva A. atlas pada tempat berbeda disebabkan karena adanya perbedaan kondisi alam yang ada pada kedua daerah tersebut yaitu pada daerah Sukoharjo dan Sragen. Perbedaan kondisi alam akan mempengaruhi tanaman inang dari larva A. atlas yaitu tanaman mahoni sehingga akan mempengaruhi bakteri yang berasosiasi pada saluran pencernaan A.atlas, pada kondisi alam yang mendukung akan mengakibatkan jumlah bakteri yang berasosiasi pada saluran pencernaan akan semakin banyak jenis yang ditemukan. Perbedaan jenis bakteri pada tiap sampel diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan abiotik berupa intensitas cahaya dan kelembaban tanah pada tempat pengambilan sampel. Tabel 3. Hasil pengukuran faktor abiotik lokasi pengambilan sampel larva A. atlas Lokasi dan waktu Faktor abiotik Intensitas pH tanah Kelembaban cahaya tanah (lux) Sukoharjo pukul 16.15 WIB 521 7 3.5 Sragen pukul 15:00 WIB 700 7,5 4

Daerah Sukoharjo memiliki intensitas cahaya, pH tanah dan kelembapan tanah yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan daerah Sragen (Tabel 3), hal ini akan mempengaruhi jenis bakteri yang ada pada saluran pencernaan A.atlas. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi akan mempengaruhi suhu udara sehingga akan berpengaruh pada kondisi komunitas bakteri yang ada pada A.atlas karena hanya pada suhu optimum bakteri dapat tumbuh maksimum. Daerah Sukoharjo memiliki keanekaragaman isolat lebih tinggi dibandingkan dengan daearah Sragen dimungkinkan karena daerah Sukoharjo memiliki faktor abiotik yang lebih mendukung untuk tumbuh dan berkembangnya bakteri. Indeks keanekaragaman (Shanon-wiener) dan keseragaman (Eveenes) komunitas bakteri yang berasosiasi saluran pencernaan A.atlas pada tempat berbeda yaitu Kabupaten Sukoharjo dan Sragen disajikan Tabel 4. Tabel 4. Indeks Shanon wiener dan Eveenes komunitas bakteri saluran pencernaan larva A.atlas pada tempat berbeda Lokasi Sampel Indeks Shanon-wiener ( H ) Eveenes ( E) Kabupaten Sukoharjo 1.49 0.65 Kabupaten Sragen 1.16 0.56 Nilai H di daerah Sukoharjo lebih besar dibandingkan dengan daerah Kabupeten Sragen yaitu 1.49 dan 1.16. (Tabel 4), hal ini menunjukkan bahwa komunitas bakteri yang berasosiasi pada saluran larva A.atlas sampel yang berasal dari daerah Sukoharjo memiliki keanekaragaman yang lebih besar bila dibandingkan dengan komunitas bakteri larva A.atlas sampel daerah Sragen. Nilai E menunjukkan keseragaman dari suatu daerah tertentu, semakin kecil nilai E, maka semakin kecil keseragaman suatu daerah, sebaliknya semakin besar nilai E, maka akan menunjukkan keseragaman artinya pada komunitas tersebut tidak dijumpai kelompok organism yang terlalu dominan. Nilai E pada daerah Sukoharjo lebih besar dibandingkan dengan daerah Sragen yaitu 0.65 dan 0.56 (Tabel 4), hal ini menunjukan komunitas bakteri saluran larva A.atlas sampel daerah Sukoharjo memiliki tingkat keseragaman yang lebih tinggi daripada sampel daerah Sragen.

Ekstraksi DNA dengan metode kultur dari isolat bakteri larva A.atlas didapatkan DNA genom yang diinginkan.
Marker DNA 10000 bp 8000 bp 6000 bp 5000 bp 4000 bp 4500 bp 3500 bp 3000 bp 2500 bp 2000 bp 1500 bp 1000 bp 750 bp 500 bp 250 bp

Gambar 2. Hasil elektroforesis PCR dari ekstraksi kultur murni ( M : marker 1- 9 : produk PCR dari kultur isolat murni) Amplifikasi DNA yang berasal dari kultur isolat murni didapatkan DNA bakteri yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena DNA yang didapatkan dari ekstraksi kultur murni terbebas dari adanya DNA dari organisme lain sehinga DNA dapat teramplifikasi dengan baik. DNA isolat bakteri yang dapat diamplifikasi 16S rRNA kemudian

didentifikasi. Hasil identifikasi didapatkan tiga jenis bakteri yang berkerabat dekat dengan 14 isolat bakteri. Isolat AA 1, AA 2, AA 4 dan AA 14 berkerabat dekat dengan Alcaligenes faecalis strain Nic-2. Sedangkan isolat AA 3, AA 6, AA 8, , AA 9, AA 10, AA 11, AA 12 dan AA 14 berkerabat dekat dengan Uncultured bacterium clone 3-42019. Isolat AA 7 berkerabat dekat dengan Uncultured bacterium clone nbt37a05 sedangkan berkerabat dekat dengan Bacillus sp. AY-2011-RS25. isolat AA 13

Tabel 4. Hasil identifikasi isolat bakteri dari larva A.atlas No Isolat AA 1 AA 2 AA 3 AA 4 AA 6 AA - 7 AA 8 AA 9 AA 10 AA 11 AA 12 AA 13 AA 14 Hasil Identifikasi Alcaligenes faecalis strain Nic-2 Alcaligenes faecalis strain Nic-2 Uncultured bacterium clone 342019 Alcaligenes faecalis strain Nic-2 Uncultured bacterium clone 342019 Uncultured bacterium clone nbt37a05 Uncultured bacterium clone 342019 Uncultured bacterium clone 342019 Uncultured bacterium clone 342019 Uncultured bacterium clone 342019 Uncultured bacterium clone 342019 Bacillus sp. AY-2011-RS25 Alcaligenes faecalis strain Nic-2 % Kesamaan 98 % 99 % 97 % 97 % 98 % 97 % 98 % 99 % 100 % 99 % 99 % 99 % 97 % No. Akses HQ161777.1 HQ161777.1 JF775440.1 HQ161777.1 JN033068.1 F7894180.1 JN033068.1 JN033068.1 JN033068.1 JN033068.1 JN033068.1 FR871649.1 HQ161777.1

Hasil identifikasi dari 14 isolat bakteri yang berbeda hanya didapatkan 4 strain bakteri yang berkerabat dekat dengan isolat tersebut. Hal ini disebabkan isolat yang memiliki kesamaan secara molekular belum tentu secara morfologi atau karakter biokimia memiliki kesamaan. Meskipun ada beberapa isolat memiliki kesamaan dengan jenis bakteri yang sama namun memiliki indeks prosentase kesamaan yang berbeda hal ini dimungkinkan isolat tersebut termask pada jenis bakteri yang sama namun memiliki strain yang berbeda. Empat jenis bakteri yang memiliki kesamaan dengan 14 isolat tersebut adalah Uncultured bacterium clone 3-42019, Uncultured bacterium clone nbt37a05, Bacillus sp. AY-2011-RS25 dan Alcaligenes faecalis strain Nic-2. Berdasarkan data Blast-n disebutkan bakteri Uncultured bacterium clone 3-42019, Uncultured bacterium clone nbt37a05, Bacillus sp. AY-2011-RS25 diisolasi dari lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga bakteri yang diisolasi dari saluran

pencernaan larva A.atlas L. tersebut berasal dari lingkungan, dimungkinkan berasal dari host atau tanaman inang yang digunakannya. Alcaligenes faecalis termasuk dalam proteobacteria, bersifat motil, pertama kali ditemukan pada feses namun saat ini dapat ditemukan di lingkungan. Bakteri ini umumnya dianggap non patogen. Bakteri ini dapat mendegradasi urea untuk kemampuan memproduksi serat sutera dan menciptakan amonia yang dapat menigkatkan pH lingkungan (Anonim 1, 2011) . Bakteri ini juga ditemukan pada endosimbion serangga Psyllids (Allen and van Dohlen., 1998) yang belum diketahui fungi pada serangga tersebut. Bakteri ini juga didapatkan oleh Yubin et al. (1994) pada tiga spesies Crithidia. Analisis filogenetik molekular merupakan proses bertahap untuk mengolah data sekuen DNA sehingga diperoleh hasil yang menggambarkan hubungan kekerabatan antar sampel. Sampel isolat bakteri dianalisis pohon filognetiknya dengan menggunakan program ClustalX dan Mega 5.
45 52 37

Isolat AA3 Isolat AA4 Isolat AA1 Isolat AA11

Kel.I

48

Isolat AA2 Isolat AA6

100

Isolat AA8 Isolat AA12


59 75

Isolat AA9 Isolat AA10 Isolat AA7 Isolat AA13

100

Kel.II

0.20

0.15

0.10

0.05

0.00

Gambar 12. Pohon filogenetik isolat bakteri larva A.atlas Analisis filogenetik menunjukkan hubungan kekerabatan dari 13 isolat bakteri di bagi menjadi dua cluster besar yaitu kelompok I dan kelompok II. Kelompok I terdiri dari isolat AA 3,isolat AA 4, isolat AA 1, isolat AA 11, isolat AA 2, isolat AA 6, isolat AA 8, isolat AA 12, isolat 9 dan isolat 10. Kelompok II terdiri dari isolat AA 7 dan isolat AA 13. Isolat AA 10 dan isolat AA 9 memiliki

hubungan filogenetik terdekat dari 13 isolat tersebut. Hal ini menunjukkan antara isolat AA 10 dan isolat AA 9 memiliki hubungan kekerabatan paling dekat.

KESIMPULAN Keanekaragaman komunitas bakteri yang berasosiasi dengan larva A.atlas pada daerah kabupaten Sukoharjo memiliki tingkat keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan keanekaragaman bakteri pada daerah kabupaten Sragen.

10

DAFTAR PUSTAKA Anonim1. 2011. Alcaligenes faecalis. www.wikipedia.com (di akses pada tanggal 4 Agustus 2011). Borror D.J., C.A.Triplehorn, N.F.Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi keenam. Diterjemahkan oleh: Soetiyono Partosoedjono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Douglas A. E. 2009. The Microbial Dimension in Insect Nutritional Ecology. Fungctional Ecol 23: 38-47. Gringorten, J.L., Crawford D.N/, and Harvey W.R. 1993. High pH in The Ectoperitrophic Space of The Larval Lepidopteran midgut. J. Exp. Biol. 183:353359. Makkar, H.P.S. and K.Becker. 1996. Effect of pH, Temperature, and Time on Inactivation of Tannins and Possible Implications of Detannification Studies. J. Agric. Food Chem. 44:12911295 Marchesi J.R., T.Sato, A.J. Weightman, T.A. Martin, J.C.Fry, S.J.Hiom, D. Dymock and Wade W.G. 1998. Design and evaluation of useful bacterium-specific PCR primers that amplify genes coding for bacterial 16S rRNA. Appl Environ Microbiol 64:795799. Margalef R. 1958. Information theory in ecology. General System 3:56-71. Pangastuti, A. 2006. Definisi Spesies Prokaryota Berdasarkan Urutan Basa Gen Penyandi 16s rRNA dan Gen Penyandi Protein. Biodiversitas 7(3): 292296. Pangastuti A., A. Suwanto, Y. Lestari, M. T. Suhartono.2010. Bacterial communities associated with white shrimp (Litopenaeus vannamei) larvae at early developmental stages Biodiversitas 11(2) : 65 68 Rianita. 2010. Jenis Bakteri yang Dominan pada Telur dan Saluran Pencernaan Larva Attacus atlas L. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta. Situmorang, J., 1996. An attempt to Produce Attacus atlas Using Baringtonia Leaves as Plant Fooder, Int.J.of Wild Silkmoth and Silk.Japan, 2:55-57
Stressmann F. A., G. B. Rogers, E. R. Klem, A. K. Lilley, S. H. Donaldson, T. W. Daniels, M. P. Carroll, N. Patel, B. Forbes, R. C. Boucher, M. C. Wolfgang, and K. D. Bruce. 2011. Analysis of the Bacterial Communities Present in Lungs

of Patients with Cystic Fibrosis from American and British Centers Journal of Clinical Microbiology 49 (1) : 281291

11

You might also like