You are on page 1of 32

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada orang tua (geriatri), menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada kelompok geriatri umumnya adalah tuli saraf, namun juga dapat berupa tuli konduktif atau tuli campur. Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut yang pada umumnya terjadi mulai usia 65 tahun akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara berangsur-angsur dan simetris di kedua sisi telinga. Presbikusis merupakan salah satu masalah kesehatan yang terpenting dalam masyarakat. Hampir 40 % penderita usia 65 tahun ke atas mengalami gangguan pendengaran. Akibat gangguan pendengaran tersebut, penderita mengalami gangguan masalah sosial seperti frustasi, depresi, cemas, paranoid, merasa kesepian dan meningkatnya angka kecelakaan. Kehilangan pendengaran akan berpengaruh pada situasi psikososial. Ancaman yang terjadi bila pendengaran terganggu adalah isolasi lingkungan sosial, depresi dan kehilangan kepercayaan diri. Gangguan pendengaran akan berimplikasi pada demensia, meskipun banyak faktor yang lain yang mempengaruhinya. Beberapa penelitian menunjukkan adanya gangguan pendengaran pada usia di atas 60 tahun. Adanya gangguan tersebut tertu mempengaruhi proses pengertian akan pembicaran dan secara tidak langsung

mempengaruhi proses komunikasi. Oleh karena latar belakang diatas penulisan referat presbikusis ini perlu dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Anatomi Telinga

Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu : 1. Telinga Luar Telinga luar terdiri aurikula, meatus akustikus eksernus, dan membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.

Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna putih mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin. Membrana ini panjang vertical rata-rata 9-10 mm dan diameter anteroposterior kira-kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of light). Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu : 1) 2) 3) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum. Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastic yaitu: bagian dalam sirkuler, dan bagian luar radier.

2.

Telinga Tengah Teling tengah berbentuk kubus dengan batas-batas : Batas luar Batas depan Batas bawah Batas atas Batas dalam : membrane timpani : tuba eustachius : vena jugularis

Batas belakang : aditus ad antrum : tegmen timpani : berturut-turut dari atas kebawah, kanalis semi

sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium. Telinga tengah terdiri dari: a. b. c. Cavum timpani Tuba eustaceus Prosesus Mastoid

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani terdiri dari : 1. Tulang-tulang pendengaran a. Malleus (hammer/martil). Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulangtulang pendengaran dan terletak paling lateral, leher, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. kepala terletak pada epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan leher terletak dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam membrane timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.

b. Inkus (anvil/landasan) Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5 mm. Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung prosesus longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes. Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes melalui sendi inkudostapedius.

c. Stapes (stirrup/pelana) Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki (foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum anulare. Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada posterior. Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya

mempunyai tepi superior yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada fenestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm.

2. Dua otot Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius ( muskulus stapedius). Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut semikanal. Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat tendon tersebut membelok kearah lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus. Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke V. kerja otot ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam sehingga menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar suara serta melemahkan suara dengan freksuensi rendah. Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal tersebut. Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon

stapedius yang berinsersi pada apek posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke VII yang timbul ketika saraf tersebut melewati m. stapedius tersebut pada perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius menarik stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang pendengaran.

3. Saraf korda timpani Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani memasuki telinga tengah bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani dan berjalan keatas depan lateral keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah leher maleus tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah berjalan kearah medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.

4. Saraf pleksus timpanikus Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna.

10

Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu : 1) Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian). 2) Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa
11

muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi selsel goblet dan kelenjar mucus dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba. Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu : 1. M. tensor veli palatine 2. M. elevator veli palatine 3. M. tensor timpani 4. M. salpingofaringeus Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu

mempertahankan keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.

3.

Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,

menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

12

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.

13

B.

Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.

14

Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

15

C.

Definisi

Tuli perseptif merupakan kelainan pendengaran yang disebabkan karena kelainan pada koklea dan atau kelainan pada organ retrokoklea (Nervus Vestibulochohlea atau otak). Presbikus adalah tuli sensorineural pada usia lanjut yang pada umumnya terjadi mulai usia 65 tahun akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara berangsur-angsur dan simetris di kedua sisi telinga.

16

D.

Epidemiologi

Berdasarkan definisinya, prevalensi presbiakusis meningkat seiring bertambahnya usia. Secara global prevalensi presbikusis bervariasi, Presbiakusis dialami sekitar 30-35% pada populasi berusia 65-75 tahun dan 40-50% pada populasi diatas 75 tahun. Prevalensi pada laki-laki sedikit lebih tinggi daripada wanita. Perbedaan prevalensi presbiakusis antar ras belum diketahui secara pasti.

E.

Etiologi dan Faktor Resiko Umumnya diketahui bahwa presikusis merupakan akibat dari proses degenerasi. Schucknecht menerangkan penyebab kurang pendengaran pada presbikusis antara lain : 1) Degenerasi sel rambut di koklea. 2) Degenerasi fleksibilitas dari membran basiler 3) Berkurangnya neuron pada jalur pendengaran 4) Perubahan pada sistem pusat pendengaran dan batang otak 5) Degenerasi jangka pendek dan auditory memory 6) Menurunnya kecepatan proses pada pusat pendengaran di otak (central auditory cortex )

Cepat lambatnya proses degenerasi ini dipengaruhi juga oleh tempat dimana seseorang tinggal selama hidupnya. Orang kota lebih cepat datangnya presbikusis ini dibandingkan dengan orang desa. Diduga kejadian presbikusis usia mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, metabolisme, arterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Faktor resiko yang dapat memperberat penurunan pendengaran pada presbikusis antara lain :

17

a) Usia dan jenis kelamin Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun keatas. Pengaruh usia terhadap gangguan pendengaran berbeda antara laki-laki dan

perempuan. Laki-laki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan perempuan. Sunghee et al. menyatakan bahwa perbedaan pengaruh jenis kelamin pada presbikusis tidak seluruhnya disebabkan perubahan di koklea. Perempuan memiliki bentuk daun dan liang telinga yang lebih kecil sehingga dapat menimbulkan efek masking noise pada frekuensi rendah. b) Hipertensi Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler yang mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehingga proses transmisi sinyal mengalami gangguan yang

menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme. c) Diabetes Melitus Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding pembuluh darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut mikroangiopati. Mikroangiopati pada organ koklea akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasa nervus VIII, ligamentum dan ganglion spiral pada sel

18

Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan axon maka akan menimbulkan neuropati. National Health Survey USA melaporkan bahwa 21% penderita diabetik menderita presbikusis terutama pada usia 60-69 tahun. Hasil audiometri penderita DM menunjukkan bahwa frekuensi derajat penurunan pendengaran pada kelompok ini lebih tinggi bila dibandingkan penderita tanpa DM. d) Merokok Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai efek mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak sel saraf organ koklea. Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui produksi karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin) sehingga hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Seperti diketahui, ikatan antara hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding dengan oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea dan menimbulkan efek iskemia. Selain itu, efek karbonmonoksida lainnya adalah spasme pembuluh darah, kekentalan darah, dan arteriosklerotik. Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif. Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain. Mizoue et al. meneliti pengaruh merokok dan bising terhadap gangguan pendengaran melalui data pemeriksaan kesehatan 4 624 pekerja pabrik baja di Jepang. Hasilnya memperlihatkan gambaran yang signifikan terganggunya fungsi pendengaran pada frekuensi tinggi akibat merokok dengan risiko tiga kali lebih besar.

19

e) Hiperkolesterol Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah (dislipidemia) di mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dL. Keadaan tersebut dapat menyebabkan penumpukan

plak/atherosklerosis pada tunika intima. Patogenesis atherosklerosis adalah arteroma dan arteriosklerosis yang terdapat secara bersama. Arteroma merupakan degenerasai lemak dan infiltrasi zat lemak pada dinding pembuluh nadi pada arteriosklerosis atau pengendapan bercak kuning keras bagian lipoid dalam tunika intima arteri sedangkan arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri atau nadi yang ditandai dengan penebalan dan hilangnnya elastisitas/pengerasan pembuluh nadi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan transpor oksigen. Teori ini sesuai dengan penelitian Villares yang menyatakan terdapat hubungan antara penderita hiperkolesterolemia dengan penurunan pendengaran. f) Riwayat Bising Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, umur, dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Hal tersebut dikarenakan paparan terus menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea.

20

F.

Klasifikasi

Gacek dan Schucknecht mengidentifikasi 4 lokasi penuaan koklea dan membagi presbikusis menjadi 4 tipe berdasarkan lokasi tersebut. Perubahan histologik ini berhubungan dengan gejala yang timbul dan hasil pemeriksaan auditorik. Adapun keempat tipe dari prebikusis adalah sebagai berikut : 1. Presbikusis sensorik Tipe ini menunjukkan atrofi dari epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel penyokong Organ Corti. Prosesnya berasal dari bagian basal koklea dan perlahan-lahan menjalar ke daerah apeks. Perubahan ini berhubungan dengan penurunan ambang frekuensi tinggi, bersifat bilateral simetris, dan tidak menganggu diskriminasi suara. Secara histologyi ditemukan degenerasi/atrofi organ korti pada daerah basiler kemudian berjalan progresif kearah apical tetapi hanya terbatas sepanjang lebih kurang 15 mm dari ujung basal koklea sehingga tidak mempengaruhi pendengaran pada frekuensi bicara. Perubahan pertama berupa flattening dan distorsi organ korti yang akhirnya sel rambut menghilang dan atrofi sel penyokong.

2. Presbikusis Neural Tipe ini memperlihatkan atrofi dari sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf pusat. Schuknecht memperkirakan adanya 2100 neuron yang hilang setiap dekadenya ( dari totalnya sebanyak 35000 ). Hilangnya neuron ini dimulai pada awal kehidupan dan mungkin diturunkan secara genetik. Efeknya tidak disadari sampai seseorang berumur lanjut sebab gejala tidak akan timbul sampai 90 % neuron akhirnya hilang. Atrofi terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilarnya sedikit lebih banyak terkena dibanding sisa dari bagian koklea lainnya. Tetapi, tidak didapati adanya penurunan ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe ini
21

menyebabkan penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik berhubungan dengan presbikusis neural dan dapat dijumpai sebelum terjadinya gangguan pendengaran.

3. Presbikusis Metabolik Kondisi ini dihasilkan dari atrofi stria vaskularis. Stria vaskularis normalnya berfungsi menjaga keseimbangan bioelektrik dan kimiawi dan juga keseimbangan metabolik dari koklea. Atrofi dari stria ini menyebabkan hilangnya pendengaran yang direpresentasikan melalui kurva pendengaran yang mendatar (flat) sebab seluruh koklea terpengaruh. Diskriminasi kata-kata dijumpai. Proses ini berlangsung pada seseorang yang berusia 30-60 tahun. Berkembang dengan lambat dan mungkin bersifat familial.

4. Presbikusis Mekanik ( Cochlear presbykusis ) Kondisi ini disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder dari membran basilaris koklea. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus koklearis dan atrofi dari ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli sensorineural yang berkembang sangat lambat.

G.

Patofisiologi

Tuli sensorineural pada usia lanjut disebabkan oleh berkurangnya selsel rambut dan elemen penunjang. Degenerasi yang tejadi di basal membran menyebabkan penurunan pada frekuensi tinggi. Pada usia lanjut ditemukan atrofi stria vaskularis yang memberikan gambaran audiometri nada murni berbentuk flat. Kekakuan membran basal juga memberikan gambaran penurunan audiometri nada murni yang berbentuk kurva menurun, kerusakan bisa juga mengenai nervus koklearis. Kerusakan terjadi akibat adanya lesi yang disebabkan oleh infeksi atau penyakit sistemik, sehingga menghambat impuls yang ditansmisikan ke otak.

22

Selain itu proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N. VIII. Pada koklea perubahan yang mencolok adalah atrofi. Proses atrofi disertai pula dengan perubahan vascular pada stria vaskularis serta berkurangnya jumlah dan ukuran sel ganglion dan saraf. Hal yang serupa juga terjadi pada myelin akson saraf.

Proses degenerasi telinga dalam pada lansia

Faktor herediter, hipertensi, penyakit sistemik, multifaktor

Perubahan struktur koklea dan nervus akustik

Atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ corti, perubahan vaskular pada stria vakularis, jumlah dan ukuran sel ganglion saraf menurun

Pendengaran berkurang secara perlahan, progresif, dan simetris pada kedua telinga

Telinga berdenging, pasien dapat mendengar tapi sulit memahami

Bila intensitas suara tinggi dapat timbul nyeri, disertai tinitus dan vertigo

23

H.

Gejala klinis

Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya pendengaran tidak diketahui pasti. Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang bising (cocktail party deafness). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul suara nyeri di telinga, hal ini disebabakan oleh faktor kelemahan saraf (recruitment).

I.

Penegakan Diagnosis

1.

Anamnesis Gejala gangguan pendengaran pada usia lanjut pertama kali adalah kesulitan untuk mengerti percakapan. Lama-kelamaan kemampuan untuk menentukan jenis dan arah suara akan berkurang. Kehilangan sensitivitas dimulai dari frekuensi tinggi, sehingga menimbulkan kesulitan untuk mengerti percakapan pada lingkungan bising (cocktail party deafness). Penurunan yang progresif terlihal pada frekuensi 24 kHz. Frekuensi ini sangat penting untuk dapat mengerti vokal konsonan. Kadang-kadang disertai dengan tinitus yaitu persepsi munculnya suara baik di telinga atau di kepala. Gejala penurunan ketajaman pendengaran pada usia lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat.

2.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penderita biasanya normal setelah

pengambilan serumen yang merupakan problem pada penderita usia lanjut dan penyebab kurang pendengaran terbanyak.

24

a) Pada pemeriksaan otoskopi, tampak membran timpani normal atau bisa juga suram, dengan mobilitas yang berkurang. b) Tes penala Uji rinne Uji rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pendengaran pasien. Rinne positif bila pasien masih mendengar penala melalui hantaran udara, setelah penala tidak terdengar melalui hantaran tulang (HU>HT). Rinne negatif bila pasien tidak dapat mendengar melalui hantaran udara setelah penala tidak lagi terdengar melalui hantaran tulang (HU<HT). Interpretasi uji rinne : Pendengaran dan Lokasi Gangguan Telinga Hasil Uji Rinne Positif HU HT Status Pendengaran Lokus koklearis retrokoklearis Negatif HU< HT Gangguan Konduktif Telinga luar atau tengah

Normal atau gangguan Tidak ada atau sensorineural

Uji Weber Interpretasi : Jika nada terdengar pada telinga yang dilaporkan lebih buruk, maka tuli konduktif perlu dicurigai pada telinga tersebut. Jika nada terdengar pada telinga yang lebih baik, maka dicurigai tuli sensorineural pada telinga yang terganggu

25

Uji schwabach Uji schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa. Cara kerja Garpu tala digetarkan, letakkan garpu tala pada prosesus mastoideus penderita sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus pemeriksa. Hasil Uji Schwabach Normal Memanjang Status Pendengaran Normal Tuli Konduktif Tidak ada Telinga luar dan/atau tengah Memendek Tuli Sensorineural Koklearis dan/atau retrokoklearis Lokus

3.

Pemeriksaan Penunjang a. Audiometri murni Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan audiometri nada murni. Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli sensorineural nada tinggi bilateral dan simetris. Pemeriksaan audiometri nada murni ditemukan perurunan

26

ambang dengar nada murni yang menunjukkan gambaran tuli sensorineural. Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 1000 Hz. Gambaran ini khas pada gangguan pendengaran jenis sensorik dan neural. Kedua jenis ini paling sering ditemukan. Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.

b. Audiometri tutur Menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara (speech

discriminatin) dan biasanya keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear. Pada pemeriksaan audiometri tutur pasien diminta untuk mengulang kata yang didengar melalui kasettape recorder. Pada tuli persepti koklea, pasien sulit untuk membedakan bunyi R, S, C, H, CH, N. Sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi umtuk membedakan kata tersebut. Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari, dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar. Hasil uji audiometri suara : 90-100 % 75-90% 60-75% 50-60% <50% normal tuli ringan tuli sedang kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari tuli berat

27

J.

Penatalaksanaan

a) Rehabilitasi Penatalaksanaan pada pasien ini bertujuan untuk memperbaiki efektifitas pasien dalam berkomunikasi, atau yang biasa disebut dengan rehabilitasi. Alat bantu dengar (hearing aid) Rehabilitasi ini bertujuan sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Alat ini berfungsi untuk membantu sisa pendengaran untuk berkomunikasi. Alat bantu dengar ini digunakan apabila terjadi penurunan pendengaran >40 dB. Pemasangan alat bantu dengar ini hasilnya akan lebih memuaskan bila dikombinasikan dengan latihan membaca (speech reading) maupun latihan mendengar (auditory training), hal tersebut dilakukan oleh ahli terapi wicara di rehabilitasi. Program rehabilitasi ini agar mencapai tujuan, dibutuhkan penilaian menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara

28

individual, seperti partisipasi dan motivasinya. Motivasi ini melibatkan keikutsertaan kerabat maupun keluarga dekat. Dalam rehabilitasi ini, salah satunya adalah membaca gerak bibir dan latihan pendengaran, dimana pasien diarahkan untuk memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual dan

pembacaan gerak bibir. Selama latihan pendengaran ini, pasien dapat melatih bicara, yaitu dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan yang sunyi dan bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada suatu lokalisasi, seperti pemakaian telepon. Program rehabilitasi ini efektif dilakukan secara perorangan atau individual, sedangkan latihan secara berkelompok melatih agar berkomunikasi sebagaimana di lingkungan atau situasi sehari-hari. Yang harus diperhatikan pada rehabilitasi ini adalah

mengembangkan kesadaran terhadap isyarat-isyarat lingkungan dan bagaimana isyarat tersebut dapat membantu kekurangan informasi dengarnya.

K.

Prognosis Telah diketahui bahwa presbikus ini merupakan tuli sensoris yang mana mengganggu kerja dari saraf, maka sifatnya tetap atau irreversible, sehingga tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik, namun perjalanan penyakit dapat diperlambat dengan menghindari penyebab atau faktor resiko yang memperburuk penyakit yang diderita. Penderita presbiakusis tidak memerlukan perawatan khusus, namun sebaiknya penderita melakukan pemeriksaan berkala pada ahli THT untuk memonitor ambang pendengaran dan untuk menyesuaikan amplifikasi alat bantu pendengaran. Selain itu, diperlukan juga motivasi untuk menenangkan kondisi psikis dari penderita presbiakusis.

29

BAB III KESIMPULAN

Presbiakusis merupakan tuli sensorineural pada usia lanjut yang pada umumnya terjadi mulai usia 65 tahun akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara berangsur-angsur dan simetris di kedua sisi telinga. Penyebab prebiaskusis kompleks dan multifaktorial degenerasi sel rambut di koklea, degenerasi fleksibilitas dari membran basiler,

berkurangnya neuron pada jalur pendengaran, perubahan pada sistem pusat pendengaran dan batang otak, degenerasi jangka pendek dan auditory memory, menurunnya kecepatan proses pada pusat pendengaran di otak (central auditory cortex ). Hal ini menyebabkan penurunan pendengaran yang awalnya pada nada tinggi kemudian meliputi seluruhnya Keseluruhan penyebab ini mendasari mekanisme utama presbiakusis. Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan audiometri nada murni. Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli sensorineural nada tinggi bilateral dan simetris. Presbiaskusis bersifat irreversibel sehingga perlu pencegahan faktor risiko dan rehabilitasi pada penderita presbiakusis.

30

DAFTAR PUSTAKA
Bashiruddin, Jenny. Alviandi, Widayat. Bramantyo Brasto et Yossa M.P. 2008. Gambaran Audiometri Nada Murni pada Penderita Gangguan

Pendengaran Sensorineural Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia. Volum: 58. No: 8 Diniz TH, Guida HL. Hearing loss in patients with diabetes mellitus. Braz J Otorhinolaryngol. 2009;75:573-8. Fernanda M, Lopes A. Relation between arterial hypertension and hearing loss. Intl Arch Otorhinolaryngol. 2009;13:63-8.

Gates, GA, Mills, JH. 2005. Presbycusis. Lancet. 366 : 1111-20 Inner ear, Presbycusis, Available from www.emedicine.com Kim SH, Lim EJ, Kim HS, Park JH, Jarng SS, Lee SH. Sex differences in a cross sectional study of age-related hearing loss in Korean. Clin Exp Otorhinolaryngol. 2010;3:27-31.

Moore, Keith. Anatomi Klinis Dasar. Edisi Pertama. Jakarta. 2002

Pengaruh rokok terhadap pendengaran. 2010. Available from: www. http://forum.upi.edu/v3/index.php Rolland PS, Eaton D, Meyerhoff WL. Aging in the auditory vestibular system. In: Bailey BJ, editor . Head & Neck Surgery - Otolaryngology. 3rd Ed. Philadelphia, USA: Lippincott Williams and Wilkins; 2001.p.1941-2.

31

Suwento, Ronny et Hendarmin, Hendarto. 2011. Gangguan Pendengaran Pada Geriatri. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tengorok dan Leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI Villares M, Carbajo SR, Calvo D, Pello F, Blanco P, Risueno T. Lipid profile and hearing loss aged related. Nutr Hosp. 2005;20:52-7.

32

You might also like