You are on page 1of 27

LAPORAN KASUS STROKE HEMORAGIK

PEMBIMBING : DR SUSI HARINI, SP. S

PENYUSUN : AZMAN HAKIM HASSANUDDIN 030.08.270

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PERIODE 6 MEI 2103-8 JUNI 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

PENGESAHAN Dengan hormat, Laporan kasus stroke hemoragik dalam rangka memenuhi kewajiban di kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati telah dilaksanakan oleh

Nama : Azman Hakim Hassanuddin NIM : 030.08.270 Fakultas : Kedokteran Universitas Trisakti Periode kepaniteraan : 6 Mei-8 Juni 2013

Dan hasilnya telah disetujui dan dikoreksi pembuatannya oleh : Pembimbing, Dr.Susi Harini, SP.S Jakarta, 17 Mei 2013

STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Agama Status Perkawinan Alamat Pendidikan Masuk RS Pengambilan Data II. ANAMNESIS Dilakukan secara allo-anamnesis dan auto-anamnesis pada tanggal 11 Mei 2013 a. KELUHAN UTAMA Kelemahan sesisi tubuh sebelah kanan mendadak sejak 2 hari SMRS b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke IGD RSF dengan keluhan utama kelemahan sesisi tubuh sebelah kanan mendadak sejak 2 hari SMRS. Pasien mengaku kelemahan di sisi tubuh sebelah kanan dirasakan tiba-tiba saat berada di kamar mandi. Pasien lalu terjatuh namun kepala tidak mengalami benturan. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala. 30 menit kemudian, pasien ditemui istrinya dalam keadaan tergeletak di kamar mandi. Pasien dalam kondisi sadar tapi kelihatan bengong. Kemudian, pasien dibawa ke tempat tidur. Istri pasien mengatakan saat pasien diajak bicara, pasien tidak berespon dan mulutnya mencong ke arah kanan. Pasien dikatakan mulai mengantuk 3 : Tn A : Laki-laki : 43 tahun : Pegawai Swasta : Islam : Sudah menikah : Jln. Bambu Laranjah 005/002 Cilandak Timur : SLTA : 09 Mei 2013 : 11 Mei 2013

setelah kejadian. Kejang tidak ada. Muntah menyembur tidak ada. Nyeri kepala hebat sebelumnya tidak ada. Demam tidak ada. Riwayat trauma di bagian kepala sebelumnya tidak ada. Pasien mengaku penglihatan menjadi dobel pada kedua mata. Penglihatan kabur dan buram disangkal. Pasien kemudian dibawa ke RS Desa Putra dan dirawat selama 1 hari. Selama perawatan, kondisi pasien mulai membaik; pasien mulai bicara namun bicara pelo. Nyeri kepala sudah berkurang. Kemudian pasien dirujuk ke RSF. Pasien menyangkal sering buang air kecil pada waktu malam, sering merasa haus dan sering lapar. c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Riwayat stroke 1 tahun yang lalu pada tungkai atas dan bawah kanan namun tidak dirawat. Riwayat hipertensi 1 tahun yang lalu dengan pengobatan tidak terkontrol. Riwayat kencing manis, penyakit jantung disangkal oleh pasien. d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), stroke(-), penyakit jantung (-), alergi (-). e. RIWAYAT KEBIASAAN merokok 1 bungkus sehari 25 tahun SMRS III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum: tampak sakit berat a. Kesadaran: compos mentis b. Sikap : berbaring c. Koperasi: kooperatif d. Keadaan gizi: cukup e. Tekanan darah: 230/110 mmHg f. Nadi: 73 x/menit g. Suhu: 36.3oC 4

h. Pernapasan: 20 x/menit Keadaan Lokal a. Traumata stigmata: tidak ada b. Pulsasi arteri carotis: reguler, equal kanan-kiri c. Perdarahan perifer: capillary refill time < 2 detik d. KGB: Tidak teraba pembesaran, nyeri tekan (-) e. Columna vertebralis: Lurus di tengah, nyeri tekan (-) Pemeriksaan Kepala Mata Pemeriksaan Leher JVP Pemeriksaan Jantung Inspeksi Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V 1 jari ke medial dari linea midclavcula sinistra Perkusi : Batas kanan : di antara linea sternalis dextra Batas kiri : ICS V 1 jari ke medial dari linea midclavicula sinistra Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra Auskultasi Pemeriksaan Paru : Inspeksi Palpasi Perkusi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru : Sonor di kedua lapangan paru 5 : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : 5-2 cmH2O : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Auskultasi

: Suara napas vesikular +/+; Ronki -/-; Wheezing -/-.

Pemeriksaan Abdomen: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Datar : Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-) : Timpani di seluruh lapangan abdomen : BU (+) normal.

Pemeriksaan Ekstremitas: o atas: akral hangat (+), edema (-) o bawah: akral hangat (+), edema (-) IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

GCS

E4 M6 V5 (15)

Mata: Pupil bulat isokor, diameter 3 mm/ 3mm RCL +/+, RCTL +/+

A. Rangsang Selaput Otak Kaku Kuduk Laseque Kernig Brudzinski I Brudzinski II : : : : :

Kanan (-) > 70 > 135 (-) (-)

Kiri (-) > 70 > 135 (-) (-)

B. Peningkatan Tekanan Intrakranial Nyeri kepala : (-) Muntah projektil : (-) Penurunan kesadaran : (-) C. Saraf-saraf Kranialis N. I (ofthalmicus) : normosmia normosmia

N.II

(opticus) : : : : Baik Baik Baik

Kanan Baik Baik Baik Tidak dilakukan

Kiri

Acies Visus Visus Campus Melihat Warna Funduskopi

N. III, IV, VI

Kanan

Kiri

(oculomotorius, trochlearis, abduscens) Kedudukan Bola Mata Pergerakan Bola Mata Ke Nasal Ke Temporal Ke Nasal Superior Ke Nasal Inferior : : : : Baik Baik negative Baik negative Baik (-) (-) Isokor Bulat, 3mm (+) (+) Baik Baik Baik Baik negative Baik negative Baik (-) (-) Isokor Bulat, 3mm (+) (+) Baik Baik : Ortoposisi Ortoposisi

Ke Temporal Superior : Ke Temporal Inferior Eksopthalmus Nistagmus Pupil Bentuk : : : : :

Refleks Cahaya Langsung : Refleks Cahaya Konsensual : Akomodasi Konvergensi : : `

N. V

(trigeminus) :

Kanan Baik

Kiri Baik

Cabang Motorik Cabang Sensorik Optahalmik Maxilla Mandibularis

: : :

Baik Baik Baik

Baik Baik Baik

N. VII

(fasialis) :

Kanan Baik

Kiri Baik Baik Baik

Motorik Orbitofrontal Motorik Orbicularis Pengecap Lidah

: Sudut nasolabial tertinggal : Baik

N. VIII (vestibulocochlearis) Vestibular Vertigo Nistagmus Cochlear Tes Rinne (+), Weber tidak ada lateralisasi, Schwabach sama dengan pemeriksa Tuli Konduktif : (-) Tuli Perspeptif : (-) : (-) : (-)

N. IX, X ( glossofaringeus, vagus) Motorik Sensorik : baik/baik : baik/baik

N. XI Mengangkat bahu Menoleh N. XII (Hypoglossus) Pergerakan Lidah Saat dijulurkan Saat istirahat Pergerakan Lidah Atrofi Fasikulasi Tremor D. Sistem Motorik Ekstremitas Atas Proksimal Distal Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : :

Kanan Baik Baik

Kiri Baik Baik

: terdorong ke kanan : tertarik ke kiri

: Deviasi kekanan : (-) : (-) : (-)

: 4444 | 5555 : 4444 | 5555

E. Gerakan Involunter Tremor Chorea Atetose Mioklonik Tics F. Trofik G. Tonus : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : Normotrofik : Normotonus

H. Sistem Sensorik Proprioseptif Eksteroseptif : Baik : Baik

I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi Ataxia Tes Rhomberg Disdiadokinesia Jari-Jari Jari-Hidung Tumit-Lutut Rebound Pheomenon J. Fungsi Luhur Astereognosia Apraksia Afasia K. Fungsi Otonom Miksi Defekasi Sekresi Keringat : Baik : Baik : Baik Kanan (+) (+3) (+3) (+3) (+3) Kiri (+) (+2) (+2) (+2) (+2) : (-) : (-) : (-) : tidak valid dinilai : : Melambat : tidak valid dinilai : tidak valid dinilai : tidak valid dinilai : tidak valid dinilai

L. Refleks-refleks Fisiologis Kornea Bisep Trisep Lutut Tumit : : : : :

Cremaster Sfingter Ani

: Tidak diperiksa : Tidak diperiksa Kanan (-) (+) (+) (+) (+) (+) (-) (-) (+) Kiri (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

M. Refleks-refleks Patologis Hoffman Tromner Babinsky Chaddock Gordon Gonda Schaeffer Oppenheim Klonus Lutut Klonus Tumit : : : : : : : : :

N. Keadaan Psikis Intelegensia Tanda regresi Demensia : Baik : (-) : (-)

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan

Hasil 09/05/2013

- Nilai rujukan

Interpretasi

Hematologi Hemoglobin Hematokrit Leukosit Eritrosit Trombosit 12,2 17 6,9 4,09 243 13,2 17,3 g/dl 33-45 % 5,0 10,0 ribu/Ul 4.40-5.90 juta/Ul 150-440 ribu Menurun Normal Normal Menurun Normal

VER/HER/ KHER/RDW VER HER 90,0 29,8 80.0-100.0 fl 26.0-34.0 pg Normal Normal

10

KHER RDW

33,1 14,3

32.0-36 mg/dl 11.5-14.5 %

Normal Normal

Kimia Klinik Fungsi Hati - SGOT - SGPT Fungsi Ginjal - Ureum Darah - Creatinin Darah Diabetes - Gula darah sewaktu ELEKTROLIT Natrium Kalium Klorida 142 2,63 107 135 - 147 3.10 -5.10 mmol/L 95 -108 mmol/L Normal Normal Normal 102 70-140 mg/dl Normal 24 1,3 20-40 mg/dl 0.6-1,5 mg/dl Normal Normal 21 27 0-34 U/I 0-40 U/I Normal Normal

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Rontgen toraks :

11

Mediastinum superior tidak melebar. Jantung kesan tidak membesar. Aorta baik. Pulmo : hilus kedua paru tidak melebar Corakan bronkovaskular normal Tidak tampak infiltrat/nodul di kedua lapangan paru Diafragma dan sinus kostrofrenikus normal Tulang-tulang dan jaringan lunak baik. Kesan : Paru dan jantung dalam batas normal

Kesan : perdarahan intraparenkimal pada thalamus kiri disertai perilocal edema dengan estimasi volume 2.2 cc. Infark di periventrikel lateralis kiri dan pons sisi kiri. VII. RESUME

Pasien datang ke IGD RSF dengan keluhan utama kelemahan sesisi tubuh sebelah kanan mendadak sejak 2 hari SMRS. Pasien mengaku kelemahan di sisi tubuh sebelah kanan dirasakan tiba-tiba saat berada di kamar mandi. Pasien lalu terjatuh namun kepala tidak mengalami benturan. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala. 30 menit kemudian, pasien ditemui istrinya dalam keadaan tergeletak di kamar mandi. Pasien dalam kondisi sadar tapi kelihatan bengong. Kemudian, pasien dibawa ke tempat tidur. Istri pasien mengatakan saat 12

pasien diajak bicara, pasien tidak berespon dan mulutnya mencong ke arah kanan. Pasien dikatakan mulai mengantuk setelah kejadian. Kejang(-), Muntah menyembur(-), Nyeri kepala hebat sebelumnya(-), Demam(-). Riwayat trauma di bagian kepala sebelumnya(-), Pasien mengaku penglihatan menjadi dobel pada kedua mata. Penglihatan kabur dan disangkal. Pasien kemudian dibawa ke RS Desa Putra dan dirawat selama 1 hari. Selama perawatan, kondisi pasien mulai membaik; pasien mulai bicara namun bicara pelo. Nyeri kepala sudah berkurang. Kemudian pasien dirujuk ke RSF. Riwayat stroke 1 tahun yll (+), merokok 1 bungkus/ hari selama 25 tahun SMRS. Pemeriksaan fisik : Tekanan darah : 230/110 mmHg Status neurologis: GCS: E4M6V5= 15 Nervus cranialis Motorik VIII. Pemeriksaan Penunjang: CT-Scan kepala tanpa kontras : Kesan : perdarahan intraparenkimal pada thalamus kiri disertai perilocal edema dengan estimasi volume 2.2 cc. Infark di periventrikel lateralis kiri dan pons sisi kiri. VIII. Diagnosis kerja Diagnosis klinis : Diplopia Disarthria Hemiparese dekstra Parese N. III dekstra dan sinistra Parese N VII dekstra sentral dan N XII dekstra central 13 : parese N.VII,XII dekstra sentral : hemiparese dekstra buram

Diagnosis topis : subcortex Diagnosis etiologi : CVD Stroke hemoragik Hipertensi emergensi IX. Tatalaksana : Nonmedikamentosa : Head up 30 Oksigen 2L/menit nasal canul Pemasangan IV line

Medikamentosa : IVFD 0.9% + KCL 25 mEq Manitol 20% 4x100 Citicholine 2x500mg Ranitidine 2x1 ampul Vitamin C 2x1 ampul Paracetamol 3x1 tab Laxadin 3xCI Captopril 2x12.5mg Amloidipin 1x5mg Konsul rehabilitasi medik

IX PROGNOSA Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad malam

14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Stroke atau serangan otak, suatu istilah klinis dari gangguan fungsi otak yang mendadak, terjadi bila terhenti atau gagalnya pasokan darah ke otak (stroke iskemik) atau dapat pula sebagai akibat pecahnya pembuluh darah di otak (stroke hemoragik). Dalam waktu hitungan detik ke menit, sel otak akan segera mati melalui berbagai proses patologis yang saat ini sudah dapat banyak diketahui. Itu sebabnya mengapa serangan otak merupakan merupakan salah satu kegawatdaruratan medis yang penting yang menunjukkan sangat pentingnya penanganan emergensi khusu pada awal munculnya manifestasi klinis gangguan fungsi otak. Antisipasi medis yang cepat, tepat, serta cermat telah terbukti dapat menyelamtkan penderita dari kematian serta dapat mengurangi angka kecacatan.5 Sekitar 80-85% stroke adalah stroke iskemik; stroke iskemi dapat disebabkan oleh trombosis dan emboli. Duapuluh persen sisanya adalah stroke hemoragik yang dapat disebabkan oleh perdarahan intraserebrum hipertensif, perdarahan subarachnoid akibat pecahnya aneurisma ataupun rupturnya malformasi arteriovena (MAV). Faktor resiko dari stroke ialah penyakit jantung aterosklerotik, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, obesitas dan hipertensi kronik. Usia lanjut, etnis dan riwayat dalam keluarga juga berpengaruh.2 Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke. Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur. Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai 35%, dan kemungkinan kecacatan mayor pada yang selamat adalah 35% sampai 40% (Wolf et al., 2000). Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke akan mengalami stroke berikutnya dalam 5 tahun; 5% sampai 14% dari mereka akan mengalami stroke ulangan dalam tahun pertama.2

15

STROKE HEMORAGIK Definisi Stroke Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit neurologis fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke perdarahan).1 Pembagian stroke Etiologi terjadinya stroke antara lain: 1. Infark otak (80%) a. emboli b. trombus 2. Perdarahan intraserebral (15%) 3. Perdarahan subarakhnoid (5%) 4. Penyebab lain Stroke dibagi menjadi: 1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya a. Stroke iskemik Transient Ischemic Attack (TIA) Trombosis serebri Emboli serebri

b. Stroke Hemoragik Perdarahan intraserebral Perdarahan subarakhnoid

2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu Transient Ischemic Attack (TIA) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) Stroke in evolution Completed stroke

3. Berdasarkan sistem pembuluh darah 16

Sistem karotis Sistem vertebrobasiler

Mekanisme Patofisiologi Umum Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi: arteri karotis interna dan serebrovaskular atau semua

cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu deri berbagai proses yang terjadi di pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologiknya dapat berupa: 1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti arterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau peradangan. 2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah. 3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium. 4. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subarachnoid.2 STROKE HEMORAGIK Stroke hemoragik merupakan penyebab sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vascular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Stroke

17

hemoragik terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : stroke hemoragik intraserebrum dan stroke hemoragik subarachnoid.2 Stroke hemoragik, yang ditandai oleh adanya suatu perdarahan, dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena menyebabkan tekanan pada struktur-struktur saraf dalam tengkorak. Iskemik adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan baik yang spontan maupun traumatic. Mekanisme terjadinya iskemik ada 2(dua), yaitu : (1) tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam tengkorak yang volumenya tetap, dan (2) vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan ke darah bebas didalm ruang antara lapisan arachnoid dan piamater meningens.2 Perdarahan dapat terjadi dibagian mana saja dari system saraf. Secara umum, perdarahan didalam tengkorak diklasifikasikan berdasarkan lokasi dalam kaitannya dengan jaringan otak dan meningens dan oleh tipe lesi vascular yang ada. Tipe perdarahan yang mendasari stroke hemoragik adalah perdarahan intraserebrum (parenkimatosa), intraventrikel, dan perdarahan subarachnoid (PSA). Penyebab-penyebab stroke hemoragik adalah adanya lesi vaskuler, hipertensi, gangguan perdarahan, pemberian anti-koagulan yang terlalu agresif (terutama pada pasien lanjut usia), dan pemakaian obat amfetamin dan kokain intranasal.2

Perdarahan intraserebrum (parenkimatosa) Perdarahan intraserebrum (parenkimatosa) hipertensif, merupakan perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskuler yang dipicu oleh hipertensif dan rupture dari salah satu arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum paling sering terjadi saat pasien terjaga dan aktif, sehingga kejadiannya sering disaksikan oleh orang lain.2 Adanya perdarahan intraserebrum, yang lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, maka ganglia basal, dan kapsula interna sering menerima beban tekanan dan iskemik yang cukup berarti, mengingat bahwa ganglia basal berfungsi untuk memodulasi fungsi motorik volunteer, dan bahwa semua serat saraf aferen dan eferen diseparuh korteks mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa stroke disalah satu bagian ini diperkirakan menimbulkan deficit yang sangat merugikan. Biasanya perdarahan dibagian dalam jaringan otak menyebabkan difisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna.2

18

Dibuku lain dikatakan bahwa, kejadian ini terutama dihubungkan dengan adanya riwayat hipertensi sebelumnya, dan diduga adanya pembentukan mikro aneurisma yang disebut sebagai aneurisma Charcot-Bouchard yang pecah dan menyebabkan perdarahan. Berdasarkan penelitian, pada penderita hipertensi bahwa adanya mikroaneurisma didalam pembuluh darah arteri jaringan otak meningkat dengan bertambahnya usia, serta lamanya penderita hipertensi sebelumnya. Aneurisma dan perdarahan yang ditimbulkannya itu paling sering terjadi di dalam ganglia basalis, pons, dan hemisfer serebelum. Pada pemeriksaan makroskopik dari otak si penderita misalnya pada pendarahan didalam ganglia basalis sering menunjukkan perluasan yang nyata pada hemisfer yang terkena dan pendataran dari gyrus otak. Sering terjadi hernia unsinatus dan otak bagian tengah terdorong kearah yang berlawanan dengan tempat perdarahan. Bila perdarahan telah memasuki ventrikel otak, bekuan darah bisa didapatkan didalam ruang subarachnoid dan sering kali berada disekitar foramen luschka dan magendi, dimana ventrikel berhubungan dengan ruang subarachnoid.2 Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium (diatas tentorium serebeli) memiliki prognosis baik apabila volume darah sedikit, namun perdarahan ke dalam ruang infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan pada struktur-struktur vital dibatang otak.2 Perdarahan subarachnoid Peradarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi kedalam ruang subarachnoid, biasanya berasal dari pecahnya suatu aneurisma atau lebih jarang oleh malformasi arteriovena. Perdarahan subarachnoid memiliki dua kausa utama : rupture suatu aneurisma vascular (nontrauma) dan trauma kepala..2 Alat yang sering digunakan untuk mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid (PSA) adalah Hunt and Hest Classification Grading Scale. Skala lima tingkat ini digunakan secra luas dalam klinis dan untuk riset. Hunt and Hest Classification Grading Scale Derajat I II Status neurologik Asimptomatik,nyeri kepala minimal, kaku kuduk ringan Nyeri kepala sedang sampai parah, kaku kuduk,tidak ada defisit neurologi kecuali kelumpuhan saraf kranial.

19

III IV V

Mengantuk,defisit fokal neurologis minimal Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal deserebrasi Koma dengan deserebrasi

Aneurisma Penyebab tersering perdarahan subarachnoid spontan (nontraumatik) adalah rupturnya aneurisma sakular. Aneurisma dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : sakular /berry aneurysm (kongenital), arteriosklerotik, dan mikotik. Dimana jenis berri merupakan aneurisma yang paling sering didapatkan. Aneurisma sakular (berry aneurysm) terdapat pada sekitar 1% populasi umum. Insidensinya lebih tinggi pada pasien dengan penyakit tertentu, termasuk penyakit ginjal polikistik, displasia fibromuskulus, koarktasio aorta, dan malformasi arteriovena otak. Aneurisma ini harus dibedakan dengan dilatasi fusiformis pembuluh intrakranial yang mungkin ditemukan pada arteriosklerosis, dari aneurisma infeksius (mikotik), dan dari aneurisma disekans yang juga dapat ditemukan dalam kompartemen intrakranial. Sebagian besar aneurisma sakular (80%) terbentuk di percabangan arteri di teritorial arteri karotis interna. Tempat yang umum adalah cabang arteri serebri media, cabang intrakranial arteri karotis interna dan taut antara arteri komunikans anterior dan serebri anterior. Limabelas hingga 20% aneurisma sakular terbentuk di dalam sirkulasi posterior (vertebrobasilar). Meskipun selama ini dianggap sebagai akibat dari defek kongenital di tunika media arteri pada titik-titik percabangan, aneurisma jarang ditemukan pada anak-anak dan bayi. Aneurisma ini diduga mencerminkan suatu lesi degeneratif didapat, mungkin berkaitan dengan cedera mekanis (hemodinamik) kronis terhadap dinding pembuluh darah. Aneurisma sakular membesar seiring dengan waktu dan beresiko pecah jika telah mencapai diameter 6-10 mm. Yang menarik pada aneurisma dengan garis tengah melebihi 25 mm, yang kadang-kadang disebut aneurisma raksasa, kemungkinan ruptur berkurang dan gejala yang berkaitan dengan efek massanya menjadi lebih menonjol.3 Gambaran klinis Perdarahan subarachnoid akibat ruptur aneurisma sakuler lebih jarang terjadi dibandingkan dengan perdarahan serebrum primer. Perempuan sedikit lebih sering terkena daripada lakilaki, dengan sebagian besar kasus terjadi sebelum masa 50 tahun. Seperti pada kasus perdarahan intraparenkim primer, perdarahan subarachnoid mempunyai onset mendadak dan disertai oleh nyeri kepala hebat, muntah dan kehilangan kesadaran. Biasanya tidak terdapat 20

riwayat faktor pemicu yang jelas. Biasanya terdapat tanda-tanda rangsang meningen, termasuk kaku kuduk, dan CSS berdarah. Sekitar 50% pasien dengan dengan perdarahan subarachnoid akibat ruptur aneurisma sakular meninggal dalam beberapa hari setelah timbulnya gejala. Penyulit akut lain adalah infark serebrum, biasanya timbul dalam 4-9 hari setelah onset gejala, hidrosefalus akut dan herniasi. Hidrosefalus kronik dapat terjadi pada pasien yang selamat dari serangan akut, akibat organisasi darah di granulasi arachnoid dan/atau leptomeningen yang menyebabkan hambatan aliran CSS.3 Malformasi areriovena (MAV) Malformasi areriovena (MAV) adalah jaringan kapiler yang mengalami malformasi kongenital dan merupakan penyebab PSA yang lebih jarang dijumpai. Dalam keadaan normal, jaringan kapiler terdiri dari pembuluh-pembuluh darah yang garis tengahnya hanya 8/1000 mm, karena ukurannya yang halus, arteriol-arteriol halus ini memiliki resistensi vascular tinggi yang memperlambat aliran darah sehingga oksigen dan zat makanan dapat berdifusi kedalam jaringan otak. Pada MAV, pembuluh darah melebar sehingga darah mengalir diantara arteri bertekanan tinggi dan system vena bertekanan rendah. Akhirnya dinding venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak. Pada sebagian besar pasien perdarahan terutama terjadi di intraparenkim dengan perembesan kedalam ruang subarachnoid. Perdarahan mungkin massif, yang dapat menyebabkan kematian, atau kecil dengan garis tengah 1 cm.2 Mekanisme peningkatan TIK pada pagi hari Selama tidur malam, terjadi peningkatan PCO2 arteri serebri. Kenaikan konsentrasi karbon dioksida dalam darah arteri yang memperfusi otak sangat meningkatkan aliran darah serebral. Karbondioksida meningkatkan aliran darah serebral oleh reaksi dengan air di dalam cairan tubuh untuk membentuk asam karbonat, yang kemudian berdisosiasi membentuk ion hidrogen. Ion hidrogen kemudian menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah serebral. Zatzat lain apa pun yang meningkatkan keasaman jaringan otak, dan oleh karena itu juga meningkatkan konsentrasi ion hidrogen , juga memperbesar aliran darah. Hal ini akan menyebabkan peningkatan CBF (choroidal blood flow) sehingga tekanan intrakranial meningkat. Peningkatan tekanan intrakranial inilah yang menimbulkan gejala sakit kepala dan muntah. Kaku kuduk (+) Perdarahan intraserebral akan meningkatkan tekanan intrakranial selanjutnya terjadi penekanan pada meningens. Hal ini akan merangsang nervus accesorius dan menimbulkan hipersensitivitas dan rigiditas. Sehingga didapatlah hasil tes kaku kuduk (+). Selain itu, dapat 21

juga dikarenakan perdarahan yang telah memasuki ventrikel otak, bekuan darah bisa didapatkan di dalam ruang subaraknoid dan seringkali berada di sekitar foramen Luschka dan Magendi, di mana ventrikel berhubungan dengan ruang subaraknoid. Bila selaput otak meradang (misalnya pada meningitis) atau di rongga subarachnoid terdapat benda asing (misalnya darah, seperti pada perdarahan subarachnoid), maka hal ini dapat merangsang selaput otak, dan terjadilah iritasi meningeal atau rangsang selaput otak. Manifestasi subjektif dari keadaan ini ialah keluhan yang dapat berupa sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia (takut cahaya, peka terhadap cahaya) dan hiperakusis (peka terhadap suara). Gejala lain yang dapat dijumpai ialah sikap tungkai yang cenderung mengambil posisi fleksi. Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan hal berikut: tangan pemeriksa ditempatlkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukkan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala. Pada pasien yang pingsan (koma) kadang-kadang kaku kuduk menghilang atau berkurang. Untuk mengetahui adanya kaku kuduk pada penderita dengan kesadaran menurun, sebaiknya penekukkan kepala dilakukan sewaktu pernapasan pasien dalam keadaan ekspirasi, sebab bila dilakukan dalam keadaan inspirasi, biasanya (pada keadaan normal) kita juga mendapatkan sedikit tahanan, dan hal ini mengakibatkan salah tafsir. PENATALAKSANAAN STROKE HEMORAGIK (e.c. perdarahan subarachnoid) Penatalaksanaan umum stroke Dasar penatalaksanaan suatu stroke akut adalah dengan mengoptimalkan sirkulasi dan metabolisme umum dan mencegah peningkatan tekanan intrakranial akibat edema otak. a. Posisikan kepala dan badan atas 20-30 derajat, infus terpasang, boleh dimulai bertahap bila hemodinamik stabil b. Bebaskan jalan napas, bila perlu berikan oksigen 1-2 L/menit sampai ada hasil pemeriksaan gas darah c. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermitten d. Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus 22

e. Suhu tubuh harus dipertahankan normal f. Asupan nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik dan apabila didapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik dengan 1500 kalori g. Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan h. Pemberian cairan intravena 24 jam pertama cairan emergensi RL, NaCL 0,9%, asering dan dilanjutkan 24 jam berikutnya berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik i. Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin/LMWH dosis rendah bila tidak ada kontraindikasi j. Mobilisasi dan neuroretorasi serta neurorehabilitasi dini bila tidak ada kontraindikasi5 Diagnosis Serangan Otak a. Definisi stroke (WHO, 1986; PERDOSSI, 1999) adalah tanda-tanda klinis yang

berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal, global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. b. c. di otak. d. Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan CT Scan maka dapat digunakan : Algoritme Stroke Gajah Mada Djunaedi Stroke Score Siriraj Stroke Score: Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis. CT Scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk perdarahan

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik) - (3 x petanda ateroma) -12 keterangan: derajat kesadaran : 0 kompos mentis; 1 somnolen; 2 sopor/koma vomitus : 0 tidak ada; 1 ada nyeri kepala : 0 tidak ada; 1 ada ateroma : 0 tidak ada; 1 salah satu atau lebih: DM, angina, penyakit pembuluh darah e. f. Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khusus MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke lebih tajam. 23

g.

Neurosonografi untuk mendeteksi stenosis pebuluh darah

ekstrakranial dan

intrakranial dalam membantu evaluasi diagnostik, etiologik, terapeutik, dan prognostik. Pengelolaan gawat darurat pada peningkatan intrakranial Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iskemia otak dan sebaliknya. Iskemia otak bisa juga sebagai kelainan primer seperti pada pada trombosis pembuluh darah otak.Pada fase akut cedera kepala dan stroke, harus dianggap peninggian tekanan intrakranial sampai terbukti tidak. Tindakan primer bila telah atau akan terjadi peninggian tekanan intrakranial adalah 1. Dengan meninggikan kepala 20-30 derajat dengan mencegah teganggunya perfusi, 2. mencegah konstriksi leher, 3. normotermia serta pembunuh nyeri. Mulai bila simptomatik atau bila TIK 25 mmHg. 1. Periksa jalan nafas dan posisi kepala. 2. Berikan oksigen atau respirator bila ada indikasi. 3. Jaga tekanan darah normotensif kecuali pada kasus hipertensi jangan tergesa-gesa menurunkan tekanan darah. Pasien gawat darurat perlu : 1. Penilaian awal secara cepat. 2. Tindakan penyelamat hidup. Lakukan : 1. Survei primer : Penilaian A-B-C-D. Survei primer sistem saraf : D = Disability : Penilaian neurologis cepat : 1. Tingkat kesadaran cara AVPU / GCS : A = alert. V = respon terhadap rangsangan verbal. P = respon terhadap rangsangan nyeri. U = tidak ada respon.

24

2. Pupil : 1. Ukuran. 2. Reaksi cahaya. 2. Resusitasi. 1. Atur posisi kepala / rahang sambil mengontrol posisi tulang belakang leher. Bersihkan jalan nafas. Pasang kanul naso / orofaring. Intubasi bila GCS 8 atau kurang. 2. Oksigen 10 L/menit melalui masker O2. Kontrol respirator bila GCS 8 atau kurang. 3. Kontrol tekanan darah / perfusi. Monitor EKG. Kontrol vena sentral. 4. Pemeliharaan kebutuhan metabolik otak : PO2. : Pertahankan > 80 mmHg. PaCO2. : 26 - 28 mmHg. 5. Cegah / atasi peninggian TIK : Induksi hipokapnia : Hiperventilasi hingga PCO2 = 26 -28 mmHg. Kontrol cairan : NaCl 0.9%. Cegah overhidrasi. Diuretik : Pasang kateter urin. Berikan saat persiapan operasi : Manitol 20%,1gr/kgBB/IV guyur. Furosemid 40 -80 mg/IV ( dewasa). Awasi tekanan darah. Ganti volume urin. tekanan

3. Survei sekunder. 1. Ambil riwayat. 2. Pemeriksaan neurologis : GCS, pupil, motorik, dll. 3. Pemeriksaan khusus : CT semua kasus tersangka atau GCS 13 atau disertai komplikasi. Angiografi cerebral bila CT negatif pada PSA. Lab, foto torax. 4. Tentukan jenis CVD / cedera kepala dll. 5. Tentukan jenis spesifik CVD / cedera kepala dll. 4. Tindakan definitif atau rujukan.

25

Penatalaksanaan spesifik untuk perdarahan subarachnoid a. Suportif 1. Bebaskan jalan napas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu O2 1-2 L/menit sampai ada hasil pemeriksaan gas darah 2. Infus : asering, Ringer laktat, NaCL 0,9% 3. Menurunkan tekanan darah sampai normotensi atau hipertensi grade I 4. Istirahat 5. Analgesik dan penenang 6. Laxative b. Medikamentosa 1. Antiedema : manitol 20% : 1-2 gr/kg BB/30/6 jam 2. Antihipertensi : Nitrogliserin : dosis awal 5g/menit titrasi sampai 5 g/menit tiap 5, dosisi maksimal 200 g/menit Diltiazem 3. Anti vasospasme Ca-antagonis : nimodipin 1-2 mg/kg BB/24 jam disesuaikan dengan tekanan darah 4. Antikonvulsan 5. Antiaritmia (atas indikasi) 6. Antifibrinolitik : tranxenamic acid 250-500 mg/4x/24 jam 7. Neuroprotektor : citicholin, piracetam 8. Antagonis H2 c. Operatif 1. Grade 1 dan 2 2. Hidrosefalus obstruktif6

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiman, Gregory. Basic Neuroanatomical Pathways. Jakarta : CV. Sagung Seto.2009. 2. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006 3. Misbach,Jusuf. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1999. 4. PERDOSSI. Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI. 2011

2. Mansjoer, arif, suprohaita, dkk. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Ed III. Fakultas Kedokteran UI: Media Aesculapius.hal 17 3. Becker, Joseph U , Charles R Wira, Jeffrey L Arnold. Stroke, Ischemic. Emedicine. Article Last Updated: Oct 9, 2008. 4. Jauch ,Edward C, Brett Kissela, Brian Stettler. Acute Stroke Management. Emedicine. Article Last Updated: Feb 5, 2008. 5. Adams and Victors. Principles of Neurology. 8th ed. Ropper AH, Brown RH 6. PERDOSI. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur Operasional (SPO) Neurologi.2006. hal17. 7. RSCM. PANDUAN PELAYANAN MEDIS DEPARTEMEN NEUROLOGI.2005. 8. Misbach, Jusuf. STROKE Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal:2-7,52-53.

27

You might also like