Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Elemen-elemen yang menyusun struktur baja harus digabungkan satu dengan yang lain dengan suatu sistem sambungan. Sambungan berfungsi menyatukan elemen-elemen dan menyalurkan beban dari satu bagian ke bagian yang lain
Elemen yang disambung Jenis penyambung : las, baut, paku keling Pelat penyambung (dan pelat pengisi)
Sistem Sambungan
Contoh Sambungan
Sambungan balok - balok
Mutu Normal
Tinggi Tinggi Normal
28,6 38,1
12,7 38,1
510
825 -
725
1035 370
Proof stress A307 adalah 70% x fu Proof stress A490 adalah 80% x fu
A307 A325
Normal Tinggi
A490
Tinggi
1540
3780
Kerusakan Sambungan
a. b. c. d. Kerusakan pada baut akibat geser Kerusakan pada pelat lewat lubang sambungan Kerusakan pada baut ataupun pelat (mana yang lebih lemah) akibat tumpu Kerusakan pada tepi pelat akibat geser
10
9.
Mekanisme Sambungan
1. Tipe tumpu Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang dikencangkan dengan tangan, atau baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkna gaya tarik minimum yang disyaratkan, yang kuat rencananya disalurkan oleh gaya geser pada baut dan tumpuan pada bagian-bagian yang disambungkan
12
2.
Tipe friksi Sambungan tipe friksi adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan tarikan baut minimum yang disyaratkan sedemikian rupa sehingga gayagaya geser rencana disalurkan melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak dan gesekan yang ditimbulkan antara bidang-bidang kontak
13
Klasifikasi Sambungan
1. Sambungan Kaku (Rigid Connection) Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur. Sambungan dianggap memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut diantara elemen-elemen yang disambung. M sambungan = 90% - 100% M jepit sempurna
14
15
16
2.
Sambungan Semi Kaku (Semi Rigid Connection) Pada sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, dan deformasinya harus menggunakan analisa mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan eksperimental. Sambungan tidak memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut antara elemen yang disambung. Dianggap mempunyai kapasitas yang cukup untuk memberikan tahanan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut tersebut M sambungan = 20% - 90% M jepit sempurna
17
18
3.
Sambungan Sendi (Simple Connection) Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungan. M sambungan = 0% - 20% M jepit sempurna
19
20
21
22
1.
Bidang Kerja Sejajar (Pembebanan Dalam Bidang) Adalah pembebanan yang gaya dan momen lentur rencananya berada dalam bidang sambungan sedemikian rupa sehingga gaya yang ditimbulkan dalam komponen sambungan hanya gaya geser
23
2.
Bidang Kerja Tegal Lurus (Pembebanan Luar Bidang) Adalah pembebanan yang gaya dan momen lentur rencananya menghasilkan gaya yang arahnya tegak lurus bidang sambungan sedemikian rupa sehingga gaya yang ditimbulkan dalam komponen sambungan hanya gaya tarik
24
3.
Bidang Kerja Kombinasi Adalah pembebanan yang gaya dan momen lentur rencananya menghasilkan gaya yang arahnya sejajar dan tegak lurus bidang sambungan sedemikian rupa sehingga gaya yang ditimbulkan dalam komponen sambungan adalah kombinasi gaya geser dan tarik
25
26
Perencanaan Baut
27
28
29
30
31
32
(Tb)
33
Pada sambungan ini, beban bekerja pada bidang sambungan, tetapi tidak melalui titik berat sambungan. Akibat eksentris tersebut akan menimbulkan beban momen puntir pada sambungan, sehingga disamping sambungan menerima geser sentris, juga ditambah menerima beban geser puntir Ada 3 cara pendekatan analisis untuk sambugan baut geser puntir yang telah dikenal yaitu : Cara elastis Reduced Eccentricity Method Ultimated Strength Method
DESAIN KONSTRUKSI BAJA MK-144020-Unnar-Dody Brahmantyo 34
A. Cara Elastis
Penyelesaian cara elastis ini memberikan hasil sangat konservatif karena pengaruh gesekan antar pelat tidak diperhitungkan.
Untuk kasus A adalah geser sentris sehingga beban Pu diterima secara merata pada tiap baut : Ku = Pu/n Untuk kasus B, momen puntir Mu = Pu x e, seolah-olah disebarkan ke masing-masing baut sedemikian rupa sehingga arah dari beban setiap baut akan membuat momen kopel terhadap titik berat susunan baut dan besar beban masing-masing baut sebanding dengan jarak baut tersebut ke titik berat susunan baut (cg).
DESAIN KONSTRUKSI BAJA MK-144020-Unnar-Dody Brahmantyo 35
Kui = beban pada tiap baut Ri = jarak antara baut ke titik berat (cg) susunan baut dimana arah Ki tegak lurus Ri
(1)
dan (2)
Kalau diperhatikan, maka baut yang menerima beban terberat adalah baut terjauh dari cg (Rmax)
DESAIN KONSTRUKSI BAJA MK-144020-Unnar-Dody Brahmantyo 36
Kalau beban K diuraikan dalam arah horisontal dan vertikal, maka perumusannya adalah :
Sin ai =
Khi = Ki sin ai = Kvi = Ki cos ai = Dimana :
Cos ai =
Kva =
Total beban yang diterima :
Rn
37
Contoh baut 2 baris, n = 3 eefektif = 5 (1+3)/2 = 3 in Penyelesaian selanjutnya dengan cara elastis
DESAIN KONSTRUKSI BAJA MK-144020-Unnar-Dody Brahmantyo 38
Jika pada baut yang terjauh belum mulai terjadi slip atau leleh, sambungan belum gagal. Bila momen bertambah, baut yang lebih dekat akan menahan beban bertambah besar, dan kegagalan tidak terjadi sebelum semua baut slip atau leleh. Pada beban eksentris ini cenderung terjadi baik rotasi maupun translasi pada bahan sambungan, dan pengaruhnya sama dengan perputaran sambungan terhadap suatu titik yang disebut pusat sesaat perputaran (titik O).
DESAIN KONSTRUKSI BAJA MK-144020-Unnar-Dody Brahmantyo 39
Pusat sesaat perputaran ini berjarak e dari titik berat sambungan. Deformasi dari baut-baut ini dianggap bervariasi tergantung pada jarak baut dari pusat sesaat putaran. Beban geser ultimate yang dapat diterima oleh baut tidak sama dengan Ru baut, tapi tergantung pada deformasi baut. Crafod dan Kulak mendapatkan hubungan sbb:
= total deformasi dari baut Rult = kekuatan rencana baut (Ru) Baut terjauh deformasinya diambil =0,34 in dan deformasi baut lainnya dapat dihitung sebanding dengan jarak (d) antara baut dengan titik pusat (O) Gaya yang diterima oleh masing-masing baut dinyatakan dengan R dengan arah tegak lurus garis hubung (d) Titik O dicari dengan coba-coba, sehingga didapat keseimbangan : V = 0 Pu - Rv = 0 (total gaya vertikal = 0) M terhadap O = 0 (total momen thd titik O = 0) H = 0 (total gaya horisontal = 0)
DESAIN KONSTRUKSI BAJA MK-144020-Unnar-Dody Brahmantyo 40
Untuk sambungan geser eksentris jumlah baut harus direncanakan dulu baru dikontrol kekuatannya. Sebagai perkiraan awal jumlah baut dapat digunakan rumus pendekatan sbb :
n = jumlah baut Mu = Momen terfaktor = jarak vertikal antar baut Ru = kekuatan rencana baut
Rumus tsb berlaku untuk beban Mu saja dan baut hanya 1 baris Untuk beban Mu dan Pu, nilai Ru direduksi Untuk baut lebih dari 1 baris, nilai Ru dinaikkan
41
Untuk sambungan dengan beban A, maka beban menjadi geser sentris, sehingga beban Pu dibagi secara merata pada tiap baut Ku = Pu/n
42
Untuk sambungan dengan beban B, momen Mu merupakan momen yang menyebabkan sambungan melentur, dimana bagian atas akan tertarik dan bagian bawah tertekan Bila alat penyambung digunakan baut mutu tinggi tipe friction, maka akibat dari pengencang baut akan memberikan gaya tekan pada bidang sambungan, tapi bila digunakan baut biasa (tipe tumpu) maka gaya tekan ini dapat diabaikan Untuk sambungan baut tipe tumpu dapat diselesaikan dengan cara elastis atau ultimate sedangkan sambungan baut tipe friction diselesaikan dengan memperhitungkan gaya tekan.
43
(1)
(2)
DESAIN KONSTRUKSI BAJA MK-144020-Unnar-Dody Brahmantyo 44
45
Tarik yang diterima luasan baut dapat ditransformasi ke luasan pelat dengan lebar be dimana : be = (A . n) / A = luasa penampang baut = jarak baut vertikal n = jumlah baut 1 deret
DESAIN KONSTRUKSI BAJA MK-144020-Unnar-Dody Brahmantyo 46
Mencari letak garis netral b . yb2 = be . ya2 b . yb2 = be . ya2 yb/ya = (be/b) (1) ya + yb = h (2) Dari persamaan (1) dan (2), ya dan yb dapat dihitung Momen inersia dari luasan transformasi : I = 1/3 be . ya3 + 1/3 b . yb3 Tegangan tarik max :
Pada baut yang terjauh dari garis netral (g.n) menerima tegangan :
47
48
Garis netral didapat dari keseimbangan gaya tekan = gaya tarik : fyp . a . b = T T = gaya tarik pada 1 baut fyp = tegangan leleh pelat Baut selain memikul beban tarik, juga memikul beban geser :
DESAIN KONSTRUKSI BAJA MK-144020-Unnar-Dody Brahmantyo 49
Kontrol tarik : dimana : Anggap beban tarik baut = Td (diambil dari Td tarik murni dan kombinasi geser tarik, mana yang terkecil) Garis netral :
50
Dimana Vn = 1,13 m m Tb
DESAIN KONSTRUKSI BAJA MK-144020-Unnar-Dody Brahmantyo 51
Sambungan Balok
Karena panjang profil dipasaran terbatas, maka terkadang sebuah balok harus disambung. Misalnya pada potongan I sejarak x dari perletakan A
Pada potongan I akan terjadi gaya lintang sebesar DI dan momen lentur MI
DESAIN KONSTRUKSI BAJA MK-144020-Unnar-Dody Brahmantyo 52
Pembagian beban pada sambungan : Gaya lintang DI seluruhnya dipikul pelat badan profil Momen lentur MI disalurkan ke pelat sayap dan pelat badan dengan pembagian sbb : Badan menerima : Sayap menerima :
53
Sambungan Sayap
Momen yang dipikul saya dijadikan sepasang gaya kopel sehingga sambungan pada sayap menerima beban geser sentris sebesar gaya kopel tersebut
h = tinggi profil
54
Sambungan Badan
Momen pada pelat badan dan gaya lintang akan bekerja sebagai beban geser eksentris dan momen puntir pada sambungan pelat badan
55
56