You are on page 1of 41

SKENARIO KERACUNAN MAKANAN

Sebanyak 65 karyawan dari perusahaan X kemarin terserang diare, muntah, dan pusing setelah makan siang, sehingga harus dibawa ke rumah sakit. Berdasarkan anamnesa para karyawan tersebut sebanyak 60 orang menyatakan telah makan siang dengan menu B dan 5 orang lainnya makan siang dengan menu A.

Data tambahan : Perusahaan X adalah perusahaan dengan 250 0rang tenaga kerja, yang terdiri dari 50 orang staf administrasi, 150 orang karyawan tetap dan 50 orang karyawan harian. Perusahaan memberikan fasilitas 5 kamar mandi, 4 tempat cuci tangan, 2 ruang makan. Perusahaan memberikan makan siang untuk karyawan tetap dan staf administrasi, sedangkan karyawan harian tidak diberi makan siang. 60 orang tenaga kerja yang terkena diare merupakan karyawan tetap yang menyantap menu B yang terdiri dari nasi, perkedel kornet, tahu atau tempe goring, sayur sop, dan semangka, 90 orang karyawan tetap lainnya menyantap menu yang sama tanpa perkedel kornet. Sedangkan staf administrasi menyantap menu A yang terdiri dari nasi, ayam goreng, tahu atau tempe goreng, sayur sop, dan pisang. Kelima staf administrasi yang terkena diare juga mendapatkan perkedel kornet sebagai tambahan.

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sebagai negara berkembang dengan sistem kesehatan yang masih berkembang

pula, tentu saja Indonesia masih memiliki banyak masalah kesehatan yang harus diperbaiki salah satunya adalah diare. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Penyebab diare bermacam-macam ada yang disebabkan oleh infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunisasi defisiensi dan lai-lain. Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,

Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, Vibrio parahaemoliticus, Salmonella typhii, Campylobacter jejuni, dan Salmonella paratyphii (Zein, 2004). Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa salah satu penyebab diare adalah keracunan makanan. Keracunan makanan dapat timbul akibat makanan yang telah terpapar virus, bakteri dan juga racun. Pada skenario kali ini, para karyawan menderita diare yang penyebabnya belum dapat diketahui. Oleh karena itu, makalah ini akan

menganalisis dan membahas penyebab diare yang diderita oleh para karyawan perusahaan yang ada di scenario.

1.2

Rumusan Masalah
1. 2. Apa yang terjadi dengan para karyawan tersebut ? Apa penyebab karyawan tersebut mengalami diare, muntah dan pusing ?

1.3

Tujuan
1. 2. Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dari para karyawan tersebut Untuk mengetahui penyebab karyawan tersebut mengalami diare, muntah

dan pusing

1.4

Manfaat Penyelidikan
1. Khusus Sebagai pengetahuan mengenai diare, penatalaksanaan dan penyebab yang menimbulkannya serta sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah IKkom Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2. Umum Sebagai ilmu pengetahuan mengenai penyebab diare dan

penatalaksanaannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sekilas Mengenai Keracunan Makanan


Keracunan adalah masuknya zat racun ke dalam tubuh melalui saluran

pencernaan, inhalasi atau kontak langsung yang menimbulkan tanda dan gejala klinis khas. Pada dasarnya semua zat kimia dapat menimbulkan keracunan tergantung pada jumlah dan caranya masuk kedalam tubuh. Gejala klinis yang timbul sesuai dengan pengaruh zat racun yang terkandung pada system tubuh. Umumnya pada penyakit akibat keracunan makanan, gejala-gejala terjadi tak lama setelah menelan bahan peracun tersebut, bahkan dapat segera setelah menelan bahan beracun itu dan tidak melebihi 24 jam setelah tertelannya racun. Salah satu penyebab keracunan bisa disebabkan pengkonsumsian suatu makanan yang mengandung bahan yang bersifat racun bagi tubuh. Keracunan makanan adalah istilah yang diberikan kepada infeksi dengan bakteri, parasit, virus, atau racun dari kuman yang mempengaruhi manusia melalui terkontaminasi makanan atau air. Organisme kausatif yang paling umum adalah Staphylococcus atau Escherechia coli. Keracunan makanan ini bisa diakibatkan karena adanya bentuk kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan ataupun makanan dapat menyebabkan berbagai perubahan fisik dan kimiawi. Apabila perubahan tersebut tidak diinginkan atau tidak dapat diterima konsumen maka bahan

pangan tersebut dinyatakan telah rusak. Bentuk kerusakan bahan pangan ataupun makanan oleh karena mikroorganisme adalah sebagai berikut: 1. Berjamur, disebabkan oleh kapang aerobik, banyak tumbuh pada permukaan bahan 2. Pembusukan (rots), bahan menjadi lunak dan berair 3. Berlendir, pertumbuhan bakteri di permukaan yang basah akan dapat menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta pembusukan bahan pangan dengan pembentukan lendir. 4. Perubahan warna, beberapa mikroorganisme menghasilkan koloni-koloni yang berwarna atau mempunyai pigmen yang memberi warna pada bahan yang tercemar 5. Berlendir kental seperti tali 6. Kerusakan fermentative 7. Pembusukan bahan berprotein Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi 3 golongan : a) Secara alami makanan itu memang telah mengandung zat kimia beracun, misalnya, singkong yang mengandung HCN, ikan dan kerang yang mengandung unsur toksik tertentu (logam berat, misalnya Hg dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem saraf dan napas. b) Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning). c) Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agent penyakit pada makanan
5

itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Contoh penyakitnya antara lain typhoid abdominalis dan disentri basiler

2.1.1 Macam-Macam Keracunan Makanan a. Keracunan Makanan Secara Kimiawi Keracunan makanan secara kimiawi disebabkan terdapatnya bahan kimia beracun dalam makanan. Keracunan tersebut dapat berasal dari bahan kimia pertanian, yang sengaja dipergunakan untuk kegiatan produksi. Penggunaan pembasmi rumput dan insektisida sangat penting untuk memperoleh hasil yang baik, tetapi beberapa dari senyawa ini dapat membahayakan jika digunakan tidak sesuai dengan aturan karena dapat bersifat toksis jika dikonsumsi dalam dosis yang tinggi. Sedangkan pada jumlah yang kecil biasanya tidak menimbulkan pengaruh bahaya di dalam tubuh. Bahan kimia pembasmi rumput dan insektisida harus diuji terlebih dahulu sebelum dipasarkan dan petani harus diberi instruksi yang rinci tentang caracara penggunaannya yang baik. Keracunan juga dapat disebabkan oleh bahan-bahan yang berasal dari logam tertentu (misalnya timah, merkuri, dan kadmium) di dalam tubuh. Kadar kadmium dan merkuri yang tinggi telah ditemukan pada ikan yang ditangkap dari perairan yang mengalami cemaran bahan buangan industri. Keracunan timah dapat timbul oleh air minum yang melewati pipa yang terbuat dari timah hitam.

b. Keracunan Makanan Secara Biologis Keracunan makanan secara biologik karena memakan tumbuhan yang mengandung substansi yang terdapat secara alami dan bersifat membahayakan. Ada beberapa spesies jamur beracun, seperti Amanda phalloides dan Amanda virosa, yang dapat menyebabkan sakit dan juga dapat menyebabkan kematian. "Deadly nightshade " adalah sejenis tanaman semak yang tumbuh di selurula Eropa dan Asia. Semua bagian tanaman tersebut mengandung obat

"Belladonna", yang kadang-kadang digunakan dalam pengobatan untuk penyembuhan asma, penyakit paru-paru, dan penyakit jantung. Tetapi obat tersebut juga dapat menyebabkan kematian, jika dosisnya terlalu tinggi, kematian juga dapat terjadi pada anak-anak yang keracunan akibat memakan buah dari tanaman tersebut. Jenis-jenis kentang yang merupakan anggota keluarga "nightshade", salah satunya adalah kentang hijau yang mengandung bahan yang disebut solanin, yang menyebabkan sakit bahkan kematian bila dimakan dalam jumlah yang banyak. Asam oksalat dalam bentuk kalium oksalat, terdapat di dalam getah tanaman seperti bayam. Senyawa tersebut juga terdapat dalam tubuh manusia dalam jumlah yang sangat kecil. Tetapi jika dalam jumlah yang banyak senyawa tersebut dapat berbahaya, dan mengkonsumsi bayam dalam jumlah yang banyak juga dapat membahayakan tubuh manusia.

c. Keracunan Makanan Karena Mikroorganisme Pada dasarnya mikroorganisme dapat membantu kehidupan makhluk hidup yang lain, tetapi mikroorganisme juga dapat membahayakan karena beberapa dari jenis mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan sakit yang cukup serius pada makhluk hidup yang lain ( Gaman dan Sherrington, 2000 : 255 ). Keracunan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme ini, disebabkan oleh : 1. Orang yang menangani atau mengolah makanan Staphyloccocus aureus, Salmonella spp., Clostridium botulinum dan Clostridium perfringens semua dapat dibawa oleh orang yang terlibat dalam penyiapan makanan. 2. Lingkungan atau area dan peralatan Spora Clostridium perfringens dan Bacillus cereus dapat dijumpai pada debu di ruangan tempat menyimpan bahan makanan. Juga, semua bakteri penyebab keracunan makan dapat menyebar dengan kontaminasi silang. 3. Bahan makanan Bahan makanan sendiri juga mengandung bakteri penyebab keracunan pada saat dibawa ke dapur, atau bakteri

dapat masuk ke bahan makanan karena kegagalan pengolahan selama persiapan.

2.1.2 Macam Bakteri Penyebab Kontaminasi Makanan Pengertian makanan menurut beberapa sumber, diantaranya Permenkes, adalah barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasuk permen karet dan sejenisnya akan tetapi bukan obat. Makanan dapat menimbulkan penyakit (foodborne diseases) apabila terkontaminasi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang sering ditemukan dalam makanan diantaranya adalah bakteri. Bakteri dapat merusak makanan dengan berbagai cara dan hal itu tidak selalu dapat diketahui atau dikenal dari wujudnya oleh pandangan mata, baunya atau rasanya. Sayangnya, beberapa bakteri yang menempati posisi penting dalam dunia kesehatan dapat mempertinggi tingkat bahaya yang ditimbulkan olehnya kepada manusia melalui makanan yang dihinggapinya tanpa merubah warna atau rasanya. Bakteri ini tidak merubah penampilan makanan yang ada, tetapi ternyata telah membuat makanan tidak sehat untuk dimakan oleh manusia (Saksono, 1986). Makanan yang terkontaminasi dapat menimbulkan gejala penyakit baik infeksi maupun keracunan. Kontaminasi makanan adalah terdapatnya bahan atau organisme berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja. Bahan atau organisme berbahaya tersebut disebut kontaminan. Terdapatnya kontaminan dalam makanan dapat berlangsung melalui 2 (dua) cara yaitu kontaminasi langsung dan kontaminasi silang. Kontaminasi langsung adalah kontaminasi yang terjadi pada bahan makanan mentah, baik tanaman maupun hewan yang diperoleh dari tempat hidup atau asal bahan makanan tersebut. Sedangkan
9

kontaminasi silang adalah kontaminasi pada bahan makanan mentah maupun makanan masak melalui perantara. Bahan kontaminan dapat berada dalam makanan melalui berbagai pembawa antara lain serangga, tikus, peralatan ataupun manusia yang menangani makanan tersebut yang biasanya merupakan perantara utama (Purnawijayanti,2001). Makanan mulai dari awal proses pengolahan sampai siap dihidangkan dapat memungkinkan terjadinya pencemaran oleh mikrobia (Trihendrokesowo, 1989). Pencemaran mikrobia di dalam makanan dapat berasal dari lingkungan, bahan-bahan mentah, air, alat-alat yang digunakan dan manusia yang ada hubungannya dengan proses pembuatan sampai siap disantap. Jenis mikrobia yang sering menjadi pencemar bagi makanan salah satunya adalah bakteri. Bakteri yang mengkontaminasi makanan dapat berasal dari tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Bakteri terdapat dimana-mana misalnya dalam air, tanah, udara, tanaman, hewan dan manusia. Di dalam pengolahan makanan, bakteri dapat berasal dari pekerja, bahan mentah, lingkungan, binatang dan fomite (bendabenda mati). Sumber-sumber ini dapat menyebarkan bakteri yang mungkin menyebabkan pembusukan makanan atau tersebarnya suatu penyakit. Bakteri yang tinggal dalam usus dapat pindah ke dalam makanan jika penjamah makanan tidak mencuci tangan dengan benar setelah menggunakan kamar kecil. Mencuci tangan yang benar sangat penting setelah menggunakan toilet, tidak hanya setelah buang air besar, karena bakteri patogen juga dapat diperoleh dari pengguna toilet sebelumnya melalui pegangan pintu, keran dan handuk pengering.

10

Makanan masak merupakan campuran bahan yang lunak dan sangat disukai oleh bakteri. Bahaya terbesar dalam makanan masak adalah adanya bakteri patogen dalam makanan akibat terkontaminasinya makanan sewaktu dalam proses pengolahan atau kontaminasi silang melalui wadah maupun penjamah makanan, kemudian dibiarkan dingin pada suhu ruang. Kondisi yang optimum bagi bakteri patogen dalam makanan siap saji akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlipat ganda dalam jangka waktu antara 1-2 jam. Depkes RI (1999) menyebutkan bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan dengan suasana yang cocok untuk pertumbuhan bakteri diantaranya adalah suasana makanan yang banyak protein dan banyak air, pH normal (6,8-7,5) serta suhu optimim 10 C-60 C (Jenie, 1998). Bakteri yang menyebabkan gejala sakit atau keracunan disebut bakteri patogen. Gejala penyakit disebabkan oleh patogen timbul karena bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan dapat berkembang biak di dalam saluran pencernaan dan menimbulkan gejala sakit perut, diare, muntah, mual dan gejala lain. Bakteri patogen semacam ini misalnya Escherichia coli, Salmonella typhi dan Shigella dysentriae. Untuk menyebabkan penyakit, jumlah sel bakteri patogen yang dikonsumsi harus memadai. Dosis infeksius ini bervariasi antarorganisme dan antarindividu. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan pada E. coli, perkiraan dosis infeksi bermacam-macam misalnya: Enteropatogenik 106-1010; Enterotoksigenik 106-108; Enteroinvasif 106; Enterohemoragik 101-103. Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa diperlukan sejumlah bakteri untuk bisa menyebabkan penyakit, tetapi pernyataan itu harus dipandang sebagai pendapat mentah. Infeksi yang terjadi merupakan akibat dari interaksi antara 2
11

faktor, yaitu kemampuan bakteri untuk menyebabkan penyakit dan kerentanan individu. Kerentanan individu terhadap infeksi meliputi usia, kesehatan secara umum, nutrisi, status imun dan apakah seseorang sedang menjalani pengobatan (Adams dan Motarjemi, 1999). Bakteri patogen di dalam makanan juga dapat menyebabkan keracunan makanan. Hal ini disebabkan oleh tertelannya racun (toksin) yang diproduksi oleh bakteri selama tumbuh dalam makanan. Gejala keracunan makanan oleh bakteri dapat berupa sakit perut, diare, mual, muntah atau kelumpuhan. Bakteri yang tergolong ke dalam bakteri penyebab keracunan misalnya Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Bacillus cereus yang memproduksi racun yang menyerang saluran pencernaan (Badan POM, 2002).

Staphylococcus
Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif, berbentuk bulat bergerombol seperti anggur dan tidak membentuk spora sehingga sangat mudah diinaktifkan dengan perlakuan panas. S. aureus merupakan bakteri yang umum terdapat pada manusia dan bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan pangan. Keracunan yang disebabkan oleh bakteri ini tergolong dalam kasus intoksikasi, yaitu tertelannya enterotoksin yang dihasilkan oleh S. aureus pada pangan. Menurut Pelczar dan Chan (2005), gejala umum keracunan enterotoksin stafilokoki berupa mual, pusing, muntah dan diare. Enterotoksin stafilokoki dapat menyebabkan keracunan pada dosis yang sangat rendah, yaitu 0.1-1 g/kg (ICSMF, 1996). Gejala keracunan dapat terlihat 30 menit hingga 8 jam setelah mengonsumsi makanan yang mengandung toksin tersebut (Blackburn dan Mc Clure, 2002). Sudah sejak lama, S. aureus menjadi salah satu agen terpenting penyebab terjadinya food-borne disease di masyarakat. Penyebab utama masuknya S. aureus
12

ke dalam rantai pangan, yang kemudian menyebabkan keracunan adalah karena rendahnya tingkat sanitasi pekerja. Selain itu, faktor lingkungan juga berpengaruh pada tingkat kontaminasi. Menurut Ray (2001), pangan yang disiapkan di bawah kondisi dan lingkungan yang kurang baik berimplikasi dengan tingginya kejadian food-borne disease. Hal ini terutama terjadi pada negara berkembang, seperti Indonesia dan tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada negara maju.

2.1.3 Manifestasi Klinis Keracunan Makanan a. Perut Kram Menurut Ilmuan dari University of Maryland Medical Center gejala perut kram ini dapat dirasakan setelah mengkonsumsi makanan kurang lebih dalam waktu 12-72 jam. Jika efek dari racun tersebut tidak terlalu bahaya biasanya gejala ini akan hilang sendiri dalam waktu 4-7 hari. Namun jika parah lebih baik langsung dibawa ke medis supaya mendapat perawatan lebih lanjut. b. Muntah dan Diare Muntah dan diare merupakan usaha tubuh untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Biasanya saat diare akan diiringi keluarnya lendir dan darah bersamaan dengan keluarnya kotoran. Diare dan muntah yang berlebihan dapat membuang nutrisi sehingga tubuh menjadi lemas dan juga dehidrasi

13

c. Dehidrasi Dehidrasi disebabkan kekurangan cairan tubuh dan elektrolit. Dehidrasi adalah gejala lanjutan dari muntah dan diare. Apabila terlalu parah perlu diberikan cairan pengganti langsung seperti infus. Adapun gejala-gejala lainnya yang dapat ditimbulkan oleh keracunan makanan antara lain : Demam Sesak nafas

Koma

Sakit otot

Merasa sangat lemah dan lelah tanpa alasan yang jelas

Sakit kepala parah

2.1.4

Penatalaksanaan Keracunan Makanan Dalam penatalaksanaan keracunan makanan, ada baiknya kita

mengetahui beberapa hal , antara lain : a. Pendekatan Keracunan Perkirakan jenis makanan

14

Perkirakan jumlah makanan Tentukan waktu mulai makan dengan keluhan yang terjadi b. Tipe kejadian Tidak disengaja Disengaja c. Pengumpulan Bahan Muntahan Bahan makanan

Selain itu perlu juga untuk mengetahui gambaran klinis dari pasien meliputi : a. Kesadaran Komposmentis Apatis Somnolen Soporus Koma b. Vital Sign Tekanan darah Nadi Suhu Pernapasan Urine

15

Penatalaksanaannya meliputi : a. Korban Sadar Tentukan derajat dehidrasi pasien. Berikan rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi pasien. Berikan obat golongan absorben guna menyerap racun yanga ada didalam usus , jangan menghentikan diarenya kecuali jika pasien dalam keadaan dehidrasi parah. Jangan berikan antiemtik sebab muntah merupakan mekanisme pengeluaran benda asing yang ada ditubuh. Berikan hanya jika pasien dehidrasi parah. Tidak diperkenankan melakukan rangsang muntah jika pasien berada dalam kondisi tidak sadar atau karena keracunan zat korotf. Pantau selalu kondisi pasien hingga pasien membaik.

b. Korban Tidak Sadar Pasien ditidurkan. Longgarkan pakaian. Miringkan pasien jika pasien muntah. Awasi keadaan nadi, pernafasan , dan suhu. Identifikasi bau mulut yang khas sesuai bahan beracun.

2.2

Sekilas Mengenai Diare


16

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit.

2.2.1

Patofisiologi Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis

menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan
17

motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti Gastrin Vasoactive Intestinal Polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, Inflamatory Bowel Disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus irritabel atau diabetes mellitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri

18

dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.

2.2.2

Manifestasi Klinis Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan atau

demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera
19

diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

2.2.3

Pemeriksaan Laboratorium Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari

pemeriksaan feses dengan ditemukan adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas leukosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella spp., Shigella spp. dan Campylobacter spp. ) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya. Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 93 % dan spesifisitas 61 100 % terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran.

20

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses.Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

2.2.4

Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri a. Infeksi non-invasif. Staphylococcus aureus Keracunan makanan karena Staphylococcus spp. disebabkan asupan makanan yang mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokkus stabil terhadap panas (suhu yang tinggi). Gejala terjadi dalam waktu 1-6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi. Leukositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Diagnosis ditegakkan dengan biakan Staphylococcus aureus dari makanan yang terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien. Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik dalam mengeradikasi bakteri ini dari makanan yang ditelan.
21

Bacillus cereus Bacillus cereus adalah bakteri batang gram positif, bersifat aerobik, dan membentuk spora. Enterotoksin dari Bacillus cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih dominan. Gejala dapat ditemukan pada 1-6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8-16 jam setelah asupan makanan terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

Clostridium botulinum Bakteri Clostridium botulinum menghasilkan racun yang mencegah transmisi impuls saraf ke otot . Mual, muntah dan kram perut adalah gejala umum yang ditimbulkannya. Efek dimulai pada syaraf di kepala sehingga menyebabkan penglihatan kabur/ganda dan kesulitan menelan, menyebabkan kemudian menyebar otot lengan, ke punggung sehingga dan

kelumpuhan

otot

pernapasan,

mungkin juga otot kaki. Gejala ini biasanya muncul 4-36 jam setelah menelan toksin, tetapi bisa memakan waktu hingga delapan hari. Makanan kaleng adalah sumber utama botulisme (keracunan botulinum). Selain itu, botulisme juga dapat bersumber dari makanan bayi, yang dapat berakibat fatal bagi kelompok usia ini. Cara terbaik
22

untuk mencegah botulisme adalah mengikuti petunjuk yang benar dalam menyiapkan dan menyajikan makanan di rumah. Makanan yang terkontaminasi sering memiliki bau busuk, meskipun tidak selalu demikian. Botulisme adalah kedaruratan medis yang harus segera mendapatkan perawatan. Dengan tersedianya antitoksin, 90%

lebih pasien botulisme dapat diselamatkan.

Clostridium perfringens Clostridium perfringens adalah bakteri batang gram positif, bersifat anaerob, dan membentuk spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri. Gejala berlangsung setelah 8-24 jam setelah asupan produkproduk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah dan demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam. Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 105 organisme per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan karena Clostridium perfringens. Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya sel polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak

diperlukan. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

Vibrio cholerae Vibrio cholerae adalah bakteri batang gram negative yang dapat menyebabkan diare dengan menimbulkan dehidrasi berat, kematian
23

dapat terjadi setelah 3-4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi. Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi. Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan Vibrio cholerae. Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif. Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan cairan intravena. Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan menurunkan angka kematian (biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin parenteral.

Escherechia coli Escherechia coli yang bersifat patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu : 1. Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
24

2. Enterophatogenic E. coli (EPEC) 3. Enteroadherent E. coli (EAEC) 4. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) 5. Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak ada gejala sisa. Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E. coli, lekosit feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada leukositosis. Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum diketahui akan mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC.

b. Infeksi Invasif Shigella spp. Organisme Shigella spp. menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakterinya.
25

Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3-5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3-4 minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi. Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak terjadinya disentri. Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik. Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk mempersingkat berlangsungnya penyakit dan penyebaran bakteri. Trimetoprim-sulfametoksazole atau

fluoroquinolon dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang dianjurkan.

Salmonella nontyphoid Salmonella nontyphoid adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika Serikat. Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan penyebabnya. Awal penyakit dengan gejala
26

demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang abdomen. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari. Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih se. Kultur darah positip pada 5-10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada pasien terinfeksi HIV. Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan hidrasi adekuat. Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena dapat meningkatan resistensi bakteri. Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi salmonellosis, usia ekstrem (bayi dan berusia > 50 tahun), immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal (osteomilitis, abses). Pilihan antibiotik adalah trimetoprim-

sulfametoksazole atau fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5-7 hari atau Cephalosporin generasi ketiga secara intravena pada pasien yang tidak dapat diberi oral.

Salmonella typhi Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid. Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus

gastrointestinal. Sumber organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi. Setelah bakterimia, organisme ini bersarang pada sistem retikuloendotelial, menyebabkan hiperplasia, pada lymph nodes dan
27

Peyer pacthes di dalam usus halus. Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat menyebabkan perforasi usus halus atau perdarahan gastrointestinal. Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu kedua terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru-biruan dan berpotensi untuk terjadinya perforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan klinis. Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif pada 90% pasien pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif pada minggu kedua dan ketiga. Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka waktu penyakit. Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung empedu dapat menjadi karier dari pasien yang telah sembuh dari penyakit akut. Pilihan obat adalah chlorampenicol 500 mg 4 kali sehari selama 2 minggu. Jika terjadi resistensi, penekanan sumsum tulang, sering kambuh dan karier disarankan sepalosporin generasi ketiga dan flourokinolon. Sepalosforin generasi ketiga menunjukkan effikasi sangat baik melawan Salmonella thypi dan harus diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti ciprofloxacin 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari, telah menunjukkan efikasi yang tinggi dan status karier yang rendah.

Yersinia
28

Spesies

Yersinia

adalah

coccobacill,

gram-negatif.

Diklasifikasikan sesuai dengan antigen somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut menginvasi epitel usus. Yersinia menghasilkan enterotoksin labil. Terminal ileum merupakan daerah yang paling sering terlibat, walaupun kolon dapat juga terinvasi. Manifestasi klinis biasanya menunjukkan adanya diare dan nyeri abdomen, yang dapat diikuti dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema multiforme). Feses berdarah dan demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis, mual, muntah dan ulserasi pada mulut. Diagnosis ditegakkan dari kultur feses. Penyakit biasanya sembuh sendiri berakhir dalam 1-3 minggu. Terapi dengan hidrasi adekuat. Antibiotik tidak diperlukan, namun dapat dipertimbangkan pada penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi Aminoglikosid dan Kuinolon nampaknya dapat menjadi terapi empirik pada sepsis.

29

BAB III METODE PENYELIDIKAN (EPIDEMIOLOGI)

Metode yang dipakai itu ialah metode Cross Sectional Study yakni yang memiliki pengertian secara definitif, peneliti mencari hubungan antara variabel bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat. Langkah-langkah dalam Cross Sectional Study itu terdapat 5 langkah, yakni: 1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai Di dalam kasus skenario ini mungkin dapat kami asumsikan pertanyaan yang dikemukakan adalah berkaitan dengan waktu anamnesis yang dilakukan sama dokter yang memeriksa, beberapa pertanyaan mungkin bisa diajukan seperti: a. Apa menu makanan yang anda konsumsi tadi? b. Apa saja makanan yang telah dikonsumsi tadi? c. Apakah setelah mengkonsumsi makanan itu terjadi gangguan pencernaaan? Setelah melakukan anamnesis nantinya bisa mempermudah untuk pemeriksaan fisiknya juga. Setelah kami anamnesis, berdasarkan skenario ini kami membuat hipotesis bahwasanya karyawan yang mengkonsumsi menu A yang ditambah perkedel kornet serta karyawan

30

yang mengkonsumsi menu B dapat menderita diare, muntah, dan pusing (keracunan).

2. Mengidentifikasi variabel bebas dan tergantungnya Variabel yang berdasarkan skenario ini, kami membuat bahwa variabel bebasnya (faktor resiko) yakni mengkonsumsi makan siang menu A dan mengkonsumsi makan siang menu B. Sedangkan untuk variabel terikatnya, kami membuat menjadi diare dan tidak diare, sehingga kami memutuskan membuatnya menjadi table 2 x 2 untuk hal tersebut.

Efek Faktor Resiko Menu A Menu B Jumlah Keterangan : A : Karyawan yang mengkonsumsi menu A + perkedel kornet dan diare B : Karyawan yang mengkonsumsi menu A tanpa perkedel kornet dan tidak diare C : Karyawan yang mengkonsumsi menu B secara utuh dan diare D : Karyawan yang mengkonsumsi menu b tidak utuh atau tanpa perkedel kornet dan tidak diare 3. Menetapkan subyek penelitian Diare A=5 C = 60 (A+C) = 65 Tidak Diare B = 45 D = 90 (B+D) = 135 Jumlah (A+B) = 50 (C+D) = 150 (A+B+C+D) = 200

31

Subyek penelitiannya ialah karyawan perusahaan X yang dapat jatah makan siang sebagai populasinya dan karyawan yang terkena diare (keracunan) itu sebagai sampelnya.

4. Melaksanakan pengukuran Pengukurannya dilaksanakan secara wawancara dan

observasional, karena pada skenario ini dibutuhkan untuk wawancara yang bisa dilakukan pada saaat anamnesisnya serta perlunya

pemeriksaan specimen pada makanan yang dicurigai menyebabkan diare (keracunan) itu yakni perkedel kornet agar bisa memastikan apa penyebabnya sehingga terjadi diare tersebut.

5. Melakukan analisis Pada analisisnya, berdasarkan dari data di atas kami dapat mencari Odd Rasionya yakni dengan rumus: (A X D)/(B X C) = (5 x 90)/(45 X 60) = 5/30 = 1/6

Serta Rasio Prevalensnya dengan rumus : (A/(A+B))/(C/(C+D) = (5/(5+45))/(60/(60+90) = (5/50)/(60/150)= 5/20 =

Dengan didapatkan nilai Rasio Prevalensnya <1, berarti faktor yang diteliti merupakan faktor protektif, bukan faktor resiko. Jika mengkonsumsi perkedel kornet maka kali akan terjadi diare.

BAB IV
32

HASIL PENYELIDIKAN

4.1

Deskripsi Pasien
Pasien merupakan karyawan dari perusahaan X yang telah memakan menu yang mengandung kornet yang di duga menjadi penyebab keracunan makanan sehingga pasien mengalami diare, mual, muntah yang merupakan gejala yang terjadi akibat keracunan makanan tersebut.

4.2

Karateristik Gejala Yang Disampaikan Pasien


Pasien mengalami diare, mual, dan muntah.

4.3

Hasil Pemeriksaan Fisik


Pada kasus ini pasien mengalami diare, mual dan muntah setelah memakan makanan yang mengandung kornet yang diduga menjadi penyebab keracunan saat makan siang. Kemungkinan pasien mengalami keracunan makanan dari bakteri yang ada di dalam kornet. Bakteri yang mungkin menimbulkan keracuanan makanan adalah Staphylococcus sehingga perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap menu yang diamakan dan muntahan si penderita untuk mengetahui lebih jelas keadaannya.

4.4

Penatalaksanaan Untuk Pasien

33

Pengobatan dan perlakuan yang diberikan pertama kali kepada si penderita harus melihat terlebih dahulu keadaannya. Bagi Pasien yang sadar Berikan 1-2 gelas air sedikit demi sedikit untuk mengencerkan racun Sebaiknya tidak memberikan susu karenan memudahkan penyerapan melalui saluran cerna Berikan norit yasng telah dilarutkan dalam 1 gelas air (dosis 1gr/kg BB)

Bagi Pasien tidak Sadar Pasien ditidurkan Longgarkan pakaian pasien Miringkan tubuh pasien bila pasien muntah Awasi kesadaran nadi, pernapasan, dansuhu Pasien harus segera di bawa ke rumah sakit bila gejala lebih berat dan

upaya mencari pengobatan lebih baik. Pemantauan kondisi dehidrasi adalah hal yang utama bila terjadi keracunan berat karena apabila dehidrasi ini tidak ditangani akan menyebabkan kematian. Apabila dehidrasi berat ditemukan pada pasien segera lakukan rehidrasi secepat mungkin.

4.5

Cara Pengambilan Sampel


Sampel yang di ambil adalah makanan yang dimakan oleh penderita terutama kornet sebagai makanan yang dicurigai serta muntahan si penderita.

4.6

Tindak Lanjut
34

Setelah dilakukuan pemeriksaan pada sampel untuk mengetahui kebenarannya, dilanjutkan dengan meneliti keadaan tempat catering atau took tempat memesan makanan yang dicurigai menjadi sumber kontaminasi makanan tersebut. Setelah itu apabila positif sumber pencemaran berasal dari tempat tersebut maka hal yang terpenting dilakukan ialah memperbaiki higienisitas tempat, cara membuat makanan dan tentunya adalah orang-orang yang mengkonsumsi harus bisa menjaga kebersihan agar tidak menjadi sumber pencemaran bagi makanan yang dikonsumsinya.

4.7

Laporan Terjadinya Kasus


Setelah dilakukan pemeriksaan, kasus ini terjadi akibat kornet yang di duga terpapar oleh Staphylococus dimana bakteri ini dapat menghasilkan racun yang tentu saja membahayakan kesehatan apabila terkonsumsi.

35

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1

Keracunan Makanan akibat Mikroba Patogen Keracunan makanan terjadi jika makan atau minum bahan tercemar. Hal ini sering dan ada sekitar 5,4 juta kejadian tiap tahun di Australia. Ada 3 hal utama yang bisa menyebabkan sakit dari makanan: kuman, virus dan racun dalam makanan baik yang alamiah maupun dicampurkan. Makanan apa pun dapat meracuni, apakah ini diolah atau disiapkan di rumah, sekolah, supermarket setempat, toko makanan bungkus atau rumah makan. Bahaya keracunan berkurang bila makanan disimpan dan disiapkan semestinya. Salah satu akibat dari kontaminasi makanan adalah tejadinya peracunan peracunan makanan dari microbial biasanya karena dua kemungkinan, pertama karena intoksinasi makanan yang dihasilkan pertumbuhan mikroorganisme, krdua infeksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme pathogen bersama makanan ke dalam tubuh seseorang setelah terjadinya setelah terjadi pertumbuhan internal menyebabkan sakit karena terbentuknya toksik. Bakteri yang tergolong ke dalam bakteri penyebab keracunan misalnya Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Bacillus cereus yang memproduksi racun yang menyerang saluran pencernaan. Pada scenario kali ini Staphylococcus aureus diperkirakan menjadi penyebab dari kejadian luar biasa ini. Hal ini dikarenakan gejala yang
36

ditimbulkan memiliki kemiripan dengan scenario yaitu mual, muntah, pusing dan diare. Sebagai bakteri gram positif S. aureus menjadi salah satu agen terpenting penyebab terjadinya food-borne disease di masyarakat. Penyebab utama masuknya S. aureus ke dalam rantai pangan, yang kemudian menyebabkan keracunan adalah karena rendahnya tingkat sanitasi pekerja. Selain itu, faktor lingkungan juga berpengaruh pada tingkat kontaminasi.

5.2

Pencegahan dan Penatalaksanaan Keracunan Makanan 5.2.1 Pencegahan Kebersihan Sesudah ke WC, sebelum makan atau menyiapkan

makanan,cucilah tangan dengan bersih memakai sabun dan kucuran air setidaknya 15 detik, lalu keringkanlah dengan handuk bersih. Orang yang mendapat gejala penyakit ini tidak patut menyiapkan makanan bagi orang lain. 5.2.2 Pemantauan suhu Menyimpan makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat membiaknya kuman yang menyebabkan racun makanan, yang tumbuh di antara suhu 5 C dan 60 C. Untuk berjaga-jaga, suhu lemari es jangan lebih tinggi dari 5 C dan ada aliran udara di seputar makanannya agar pembagian suhunya merata. Makanan panas patut disimpan di atas suhu 60 C, Makanan yang harus dipanaskan lagi ya cepat-cepat dipanaskan sampai semua bagiannya mencapai suhu 75 C,
37

Makanan beku sebaiknya dicairkan di dalam lemari es atau microwave, sebab makin lama makanan mentah dibiarkan pada suhu ruangan, makin cepat pulalah kuman berbiak dan racun bisa terbentuk,

Agar kuman di dalamnya mampus, makanan harus dimasak matang benar.

5.2.3 Cara Menyimpan Dengan cermat. Untuk berjaga-jaga: Makanan mentah patut disimpan tertutup atau dalam tempat bertutup dibawah makanan lain yang sudah siap agar bagian makanan atau cairan daging tidak menumpahi atau menetesinya, Makanan sebaiknya ditutupi sebelum disimpan di dalam lemari es bawah maupun atas atau di lemari agar terhindar dari pencemaran, Tangan harus segera dicuci sesudah menangani makanan mentah dan sebelum menangani makanan yang sudah matang atau siap konsumsi, Teliti mencuci sayur mentah sebelum menyiapkannya untuk dimakan, Bahan makanan harus disimpan baik-baik, jauh dari bahan beracun,semprot serangga, bahan pembersih dll, Tidak memakai serbet pengering piring untuk menyeka tangan atau meja,lagipula serbetnya harus sering dicuci dan dikeringkan, Serbet harus sering disucihamakan dan diganti.

38

5.3

Penatalaksanaan Penanganan gejala keracunan makanan seperti diare, mual, dan muntah Pemantauan dehidrasi dengan melakukan rehidrasi segera apabila terjadi dehidrasi yang sangat berat dengan memberikan infus cairan isotonik (NaCl) Pemantauan komplikasi akibat keracunan makanan tersebut

5.4

Tindakan dari Perusahaan Pada kasus di skenario ini diakibatkan oleh menu makanan yang diberikan oleh perusahaan, oleh karena itu perusahaan wajib bertanggung jawab atas kejadian ini. Hal yang dapat dilakukan perusahaan adalah membayar semua biaya pengobatan para karyawan yang menderita keracunan dan lebih baik lagi bila perusahaan telah memberikan asuransi kepada karyawannya sehingga lebih ringan dalam mengatasi hal tersebut. Setelah penanganan korban atau karyawannya yang mengalami keracunan makanan ini selanjutnya pihak perusahaan harus membenahi higienitas makanan yang diberikan kepada karyawannya, misalnya dimulai dari higienitas tempat makan dan para karyawannya sendiri agar kasus seperti ini tidak terulang lagi yang justru bisa merugikan pihak perusahaan itu sendiri. Ataupun pihak perusahaan dapat membuat suatu tim pengawas makanan khusus untuk mengawasi berbagai makanan yang akan disetiakan setiap harinya.

BAB VI
39

KESIMPULAN

Gejala diare, mual, dan muntah yang diderita para karyawan merupakan akibat dari keracunan makanan

Keracunan yang terjadi akibat makanan yang dimakan oleh para karyawan khususnya kornet telah terkontaminasi oleh bakteri pathogen.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap muntahan pasien dan makanan yang dimakan

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah tetap menjaga kebersihan baik itu di tempat cathering maupun di perusahaan

DAFTAR PUSTAKA

Detik helath. 2009. Foodborne Disease. (http://mhcs.health.nsw.gov.au) diakses tanggal 23 Oktober 2012 Tinjauan Pustaka diare tahun 2010 (www.google.com/bab_2pdf) diakses tanggal 20 Oktober 2012 Prinsip Tatalaksana Diare tahun 2010 (www.google.com/pedomanpdf) diakses tanggal 18 Oktober 2012
40

Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Bandung: CV.Karya Putra Darwati Satroasmoro, Sudigdo. 2011. Dasar Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : CV. Sagung Seto. Zein, Umar dkk.2004. Diare Akut Sebabkan Diare, www.usu.ac.id/e-library diakses tanggal 17 Oktober 2012

41

You might also like