You are on page 1of 12

LAPORAN KASUS

PITYRIASIS VERSICOLOR

Oleh: Ardani Galih Prakosa Scarpia Puspitasari Yasmien Anis 04107100 0410710131 0410710149

Pembimbing: dr.Lukman Hakim, SpKK (K)

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RS SAIFUL ANWAR MALANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2010

BAB 1 PENDAHULUAN Pityriasis versicolor (PV), yang juga dikenal sebagai tinea versicolor adalah infeksi jamur superfisial berulang kronis pada stratum corneum, yang dikarakteristikkan oleh makulae irreguler depigmentasi berskuama, yang paling sering terjadi pada tubuh dan ekstremitas. PV disebabkan oleh pertumbuhan superfisial berlebih bentuk hifa dari Malassezia furfur. M. furfur (sebelumnya disebut Pityrosporum ovale, P. orbiculare) adalah jamur lipofilik yang normalnya berada di keratin kulit dan folikel rambut pada individu dalam masa pubertas dan setelahnya. Organisme ini bersifat oportunistik; dalam kondisi tertentu jamur komensal ini berubah menjadi bentuk filamen yang patogenik lalu menyebabkan pytiriasis versicolor dan folikulitis Malassezia, dan dihubungkan dengan patoogenesis dermatitis seboroik. Infeksi Malassezia tidak menular; tetapi, pertumbuhan berlebihan flora normal kulit terjadi dalam kondisi tertentu.1.2 Prevalensi pityriasis versicolor di Amerika Serikat adalah dua sampai delapan persen dari populasi. Sedangkan prevalensinya dilaporkan mencapai 50% di lingkungan yang panas dan lembab di Samoa Barat dan 1,1% di Swedia yang bertemperatur rendah.3 Pytiriasis versicolor biasanya terjadi pada dewasa muda, dengan insiden puncak pada usia 20an. Infeksi ini jarang terjadi bila produksi sebum menurun atau tidak ada. Kejadiannya menurun pada usia dekade kelima dan keenam. Faktor-faktor predisposisi terjadinya pityriasis versicolor adalah temperatur tinggi/kelembaban relatif, kulit berminyak, hiperhidrosis, faktor-faktor herediter, terapi glukokortikoid, dan imunodefisiensi. Penggunaan minyak, seperti minyak kelapa menjadi predisposisi PV pada anak-anak. Di negara-negara tropis, kondisi ini lebih sering daripada subtropis, muncul saat musim panas, mempengaruhi 2% populasi; dapat menurun kejadiannya pada bulan-bulan yang sejuk. Pada individu yang aktif secara fisik, dapat terjadi sepanjang tahun. PV dapat dihubungkan dengan berbagai penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus, Cushings disease, dan kondisi-kondisi imunosupresif.1,2 Malassezia berubah dari bentuk blastospora menjadi bentuk mycelial dengan pengaruh dari faktor-faktor predisposisi. Asam dikarboksilat (tyrosinase inhibitor) yang dibentuk dengan oksidasi enzimatik asam lemak pada lipid permukaan kulit menghambat secara kompetitif tyrosinase yang diperlukan untuk

pembentukan pigmen melanosit di melanosit epidermal dan oleh karenanya menyebabkan hipomelanosis. Pada makulae hiperpigmentasi, organisme Malassezia menginduksi pembesaran melanosome yang dibuat oleh melanosit di lapisan basal epidermis.1,3 Lesi pityriasis versicolor dapat terjadi selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Biasanya tidak ada gejala kulit yang dirasakan pasien. Terkadang disertai pruritus ringan. Individu dengan PV biasanya datang karena masalah kosmetik adanya bercak pigmentasi. Lesi kulit berupa makulae berbatas tegas, berbentuk bulat atau oval, bervariasi dalam ukuran. Skuama dapat muncul dengan cara menggosok lesi secara perlahan. Lesi yang telah diterapi lebih sedikit skuamanya. Pada kulit putih, lesi berwarna coklat muda. Pada kulit berwarna, lesi berwarna putih. Pada kulit gelap, lesi kulit berupa makulae coklat tua. Semakin lama, lesi-lesi individu dapat menjadi semakin besar, bergabung, membentuk area geografik yang luas. Distribusi lesi bisa di tubuh bagian atas, lengan atas, leher, abdomen, axillae, lipatan paha, paha, genitalia. Lesi di wajah, leher, dan/atau kepala terjadi pada pasien yang menggunakan glukokortikoid krim/salep atau topikal.1,3 Pemeriksaan penunjang untuk pityriasis versicolor adalah dengan pemeriksaan mikroskopik pada preparat skuama dengan KOH, lampu Wood, dan dermatopatologi. Pemeriksaan mikroskopik dapat menunjukkan hifa berfilamen dan bentuk jamur globus, yang disebut spaghetti and meatballs. Pemeriksaan lampu Wood menunjukkan skuama berfluoresensi kuning keemasan; dapat negatif pada individu yang baru mandi karena bahan kimia fluoresen bersifat larut air. Budding yeast dan bentuk hifa pada lapisan paling superfisial dari stratum corneum paling baik dilihat dengan pewarnaan PAS. Hiperkeratosis bervariasi, hiperplasia psoriasiform, inflamasi kronis dengan dilatasi pembuluh darah bisa tampak dengan dermatopatologi. Diagnosis pityriasis versicolor ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, dan dikonfirmasi dengan penemuan preparasi KOH yang positif.1,4 Pityriasis versicolor dapat menetap selama bertahun-tahun bila faktor predisposisinya tetap ada. Depigmentasi terjadi selama berbulan-bulan setelah infeksi dieradikasi.3

BAB 2 LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien Nama Jenis kelamin Umur Alamat Status Pekerjaan Pendidikan Etnis/suku Agama Nomor RM Tanggal pemeriksaan 2.2 Anamnesis Keluhan utama: bercak putih di lengan dan punggung disertai rasa gatal. Pasien mengeluh adanya bercak putih di lengan dan punggung disertai rasa gatal sejak tiga bulan ini. Bercak putih semakin lama semakin banyak. Gatal hilang timbul, timbul terutama saat berkeringat. Pasien bekerja sebagai reporter lapangan sehingga sering berkeringat. Pasien mengaku berganti pakaian hanya satu kali per hari. Riwayat kontak: di lingkungan pasien tidak ada yang sakit seperti ini. Riwayat terapi: pasien menggunakan micorex (larutan) selama minggu ini dan hasilnya bercak mengelupas serta rasa gatal berkurang. Riwayat penyakit dahulu: sebelumnnya pasien pernah sakit seperti ini sekitar dua tahun lalu. Riwayat penyakit lain seperti kencing manis dan darah tinggi disangkal. Riwayat atopi: pasien mengaku alergi terhadap debu (bersin-bersin bila terkena debu). Pasien didiagnosis menderita rhinitis allergica oleh bagian THT. 2.3 Status Presens (16 April 2010) 2.3.1 Status Dermatologis Lokasi Distribusi : lengan atas dan bawah D/S, punggung : lokal satu : Tn. Y : Laki-laki : 30 tahun : Jl. Pelabuhan Tanjung Perak No 17 Malang : Menikah : Reporter lapangan : S-1 : Jawa : Islam : 10871xxx : 16 April 2010

Ruam

: makulae hipopigmentasi, berbentuk bulat, irregular, sebagian berkonfluensi satu sama lain, berbatas tegas, jumlah multiple dengan ukuran diameter bervariasi antara 1-3 cm, dengan skuama putih halus (coup dongle of Besnier).

2.3.2 Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Gizi Tensi Nadi RR T ax Kepala/leher Thorax Abdomen Genitalia Extremitas 2.4 Diagnosis Banding Pityriasis versicolor : baik : compos mentis : cukup, looked normoweight : 120/80 mmHg : 80 x/menit : 18 x/menit : tidak dievaluasi : anemia -/: tidak dievaluasi : tidak dievaluasi : tidak dievaluasi : sesuai status dermatologis

Pityriasis alba Vitiligo

2.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Wood lamp ruam berfluoresensi kuning emas Pemeriksaan KOH dari skuama hifa pendek dengan spora (spaghetti with meatballs) 2.6 Diagnosis Pityriasis versicolor 2.7 Penatalaksanaan Edukasi : Menghindari kelembaban yang berlebihan dengan cara segera mengganti pakaian bila berkeringat Menghindari penggunaan pakaian yang ketat atau tidak menyerap keringat Menghentikan penggunaan bedak, bobok, dan obat luar lainnya

Ketoconazole tablet 1 x 200 mg per oral selama 4 minggu Topisel solution (digunakan 20 menit sebelum mandi)

2.8 Prognosis Quo ad vitam : bonam Quo ad functionam : bonam

BAB 3 PEMBAHASAN Pasien Tn. Y datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSSA pada tanggal 16 April 2010 dengan keluhan utama timbul bercak putih di lengan dan punggung yang disertai rasa gatal. Pasien kemudian didiagnosis sebagai pityriasis versicolor berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan sederhana. Dari anamnesis, didapatkan keluhan bercak putih di lengan dan punggung yang semakin banyak, dengan disertai rasa gatal. Gatal terutama timbul saat berkeringat. Hal ini sesuai dengan gambaran pityriasis versicolor yang dikarakteristikkan oleh makulae irreguler depigmentasi berskuama, yang paling sering terjadi pada tubuh dan ekstremitas, serta dapat disertai oleh pruritus ringan.1,2 Pasien bekerja sebagai reporter lapangan yang sering berkeringat dan pasien mengaku berganti pakaian hanya satu kali per hari. Data ini juga menguatkan dugaan pityriasis versicolor oleh karena pasien ini memiliki faktorfaktor predisposisi untuk terjadinya PV, yaitu tinggal di daerah tropis, kelembaban, kemungkinan temperatur lingkungan yang tinggi (karena pasien bekerja di luar), dan sering berkeringat. Adanya keluhan gatal mengurangi kemungkinan diagnosis vitiligo.1,3 Ruam terletak di punggung dan lengan yang merupakan tempat yang paling sering timbulnya pityriasis versicolor, yaitu di tubuh dan ekstremitas. Ruam merupakan gambaran makulae hipopigmentasi, berbentuk bulat, irregular, sebagian berkonfluensi satu sama lain, berbatas tegas, jumlah multiple dengan ukuran diameter bervariasi antara 1-3 cm, dengan skuama putih halus (coup dongle of Besnier). Gambaran ruam pada pasien ini berupa makulae hipopigmentasi yang berbatas tegas menurunkan kemungkinan diagnosis pityriasis alba dan vitiligo.. Pityriasis alba biasanya berlokasi di wajah, bagian luar lengan dan bahu. Lesinya berbatas tidak tegas dan skuama lebih kasar, lesi tampak berwarna abuabu dan fluoresensi di bawah lampu Wood. Vitiligo biasanya mudah dikenali dengan area-area depigmentasi berbatas tegas dan tidak berskuama, biasanya di regio wajah, ekstremitas dan genital. 1,4 Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis pityriasis versicolor ditegakkan dari pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan dengan lampu Wood

dan KOH. Pemeriksaan di bawah lampu Wood menunjukkan fluoresensi kuning yang sesuai dengan gambaran pityriasis versicolor. Pemeriksaan dengan KOH menunjukkan hifa pendek dengan spora. Adanya sel budding yeast yang berbentuk ovoid bersama hifa menyebabkan gambaran spaghetti and meatballs.5 Sebagian besar kasus pityriasis versicolor terjadi pada individu yang tidak menderita defisiensi imunologis. Alasan mengapa M. furfur menyebabkan PV pada beberapa individu, dan tetap menjadi flora normal pada individu lain tidak diketahui sepenuhnya. Beberapa faktor, seperti persyaratan nutrisi organisme dan respon imun host terhadap organisme, cukup signifikan. Organisme ini lipofilik dan lipid penting untuk pertumbuhannya secara in vitro dan in vivo. Selain itu, stadium mycelial dapat diinduksi secara in vitro dengan penambahan kolesterol dan kolesterol ester ke media yang sesuai. Karena organisme ini cepat berkolonisasi pada manusia selama pubertas saat lipid kulit meningkat dan PV bermanifestasi di area-area kaya-sebum (misalnya, dada, punggung), variasi individu dalam hal lipid permukaan kulit diduga berperan penting dalam patogenesis penyakit. Meskipun demikian, dalam suatu studi pasien dengan PV dan subyek kontrol tidak menunjukkan perbedaan kuantitatif dan kualitatif pada lipid permukaan kulit. Lipid permukaan kulit signifikan untuk keberadaan M. furfur yang normal pada kulit manusia, tetapi kemungkinan lipid berperan kecil dalam patogenesis PV.3 Bukti-bukti semakin bertambah mengenai asam amino, bukan lipid, yang penting untuk munculnya kondisi penyakit. Secara in vitro, asam amino aspargin mesntimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino lain, glisin, menginduksi pembentukan hifa. Secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit pasien dengan PV dalam dua studi berbeda.3 Faktor kausatif lain yang signifikan adalah sistem imun pasien. Meskipun sensitisasi terhadap antigen M. furfur secara rutin ada dalam populasi umum (sebagaimana dibuktikan dengan studi-studi transformasi limfosit), fungsi limfosit mengenai stimulasi oleh organisme mengalami kerusakan pada pasien PV. Hasil ini serupa dengan situasi sensitisasi dengan Candida albicans. Singkatnya, imunitas seluler berperan dalam timbulnya penyakit.3 Pasien ini mendapatkan terapi ketoconazole oral 1 x 200 mg dan topisel (selenium sulfida) topikal yang dioleskan 20 menit sebelum mandi. Pasien juga

diberikan edukasi untuk menghindari faktor-faktor predisposisi timbulnya pityriasis versicolor, dengan menghindari kelembaban berlebihan. Pasien harus diberi informasi bahwa pityriasis versicolor disebabkan oleh jamur yang normalnya ada di permukaan kulit sehingga tidak menular. Kondisi ini tidak meninggalkan jaringan parut yang permanen atau perubahan pigmentasi, dan perubahan warna kulit membaik dalam waktu 1-2 bulan setelah terapi dimulai. Rekurensi sering terjadi dan terapi profilaksis dapat membantu menurunkan tingkat rekurensi yang tinggi. Pityriasis versicolor dapat diterapi dengan sukses dengan berbagai agen. Agen topikal efektif meliputi selenium sulfida, sodium sulfasetamid, siklopiroksolamin, serta antifungi azole dan allilamin. Berbagai regimen dapat digunakan. Selenium sulfida lotion dioleskan pada area kulit yang terpengaruh setiap hari selama 2 minggu; setiap kali setelah dioleskan, dibiarkan selama 10 menit sebelum dicuci/mandi. Pemberian per minggu agen-agen topikal selama beberapa bulan ke depan dapat membantu mencegah rekurensi.3,4 Terapi oral juga efektif untuk pityriasis versicolor dan seringkali lebih dipilih pada pasien karena lebih mudah dan tidak memakan waktu. Terapi oral dapat diberikan bersama regimen topikal. Ketoconazole, fluconazole, dan itraconazole merupakan agen oral pilihan pertama. Berbagai regimen dosis telah digunakan. Dengan ketoconazole, diberikan dosis 200 mg per hari selama 10 hari dan sebagai dosis tunggal 400 mg, keduanya memiliki hasil yang sama. fluconazole diberikan dalam dosis 150 sampai 300 mg setiap minggu selama 2-4 minggu. Itraconazole biasanya diberikan pada 200 mg per hari selama 7 hari. Pramiconazole dan sertaconazole juga telah digunakan dalam terapi pityriasis versicolor.3,5 Terapi oral tidak mencegah tingkat rekurensi yang tinggi dan terapi dengan ketoconazole oral atau agen topikal mungkin perlu diulangi secara intermitten selama satu tahun. Regimen 1 tablet ketoconazole, fluconazole, dan itraconazole setiap bulan dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah rekurensi.3

BAB 4 KESIMPULAN Telah dilaporkan kasus dengan diagnosis pityriasis versicolor pada pasien Tn. Y. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh bercak keputihan di lengan kanan dan kiri, serta punggung dengan rasa gatal. Pasien mengeluh adanya bercak putih di lengan dan punggung disertai rasa gatal sejak tiga bulan ini. Bercak putih semakin lama semakin banyak. Gatal hilang timbul, timbul terutama saat berkeringat. Pasien bekerja sebagai reporter lapangan sehingga sering berkeringat. Pasien mengaku berganti pakaian hanya satu kali per hari. Di lingkungan pasien tidak ada yang sakit seperti ini. Pasien menggunakan micorex (larutan) selama satu minggu ini dan hasilnya bercak mengelupas serta rasa gatal berkurang. Sebelumnnya pasien pernah sakit seperti ini sekitar dua tahun lalu. Riwayat penyakit lain seperti kencing manis dan darah tinggi disangkal. Pasien mengaku alergi terhadap debu (bersin-bersin bila terkena debu). Pasien didiagnosis menderita rhinitis allergica oleh bagian THT. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ruam di lengan D/S dan punggun berupa makulae hipopigmentasi, berbentuk bulat, irregular, sebagian berkonfluensi satu sama lain, berbatas tegas, jumlah multiple dengan ukuran diameter bervariasi antara 1-3 cm, dengan skuama putih halus (coup dongle of Besnier). Pasien dirawat jalan dan diterapi ketoconazole tab 1 x 200 mg dan selenium sulfide solution. Prognosis bonam.

DAFTAR PUSTAKA 1. Wolf, Klaus, Lowell A.G., Stephen I.L., Barbara A.G, Amy S.P., and David J.L. 2008. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine, seventh edition. USA: Mc Graw Hill. 2. Gosh, Sudip Kumar, Sunil K.D., Indranil S., Jayasree N.B., Arghyaprasun G., and Aloke K.R. 2008. Pityriasis versicolor: A Clinicomycological and Epidemiological Study from A Tertiary Care Hospital. Indian J Dermatol 2008:53(4):182-5. 3. Burkhart, Craig G. and Lorie G. 2010. Tinea Versicolor. http://emedicine.medscape.com/article/1091575. Diakses tanggal 17 April 2010. 4. Richardson, Malcolm D. and David W.W. 1994. Fungal Infection Diagnosis and Management. London: Blackwell Scientific Publication. 5. Hawranek, Thomas. 2002. Cutaneous Mycology. In Fungal Allergy and Pathogenicity. Basel: S. Karger AG.

LAMPIRAN

You might also like