You are on page 1of 7

Diabetes Juga Bisa Akibatkan Gagal Ginjal Prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia pada 2030 bisa mencapai

21,3 juta orang sehingga untuk mengurangi angka perkiraan itu perlu dilakukan pencegahan sejak dini. Pengendalian diabetes meliputi faktor risiko, diagnosis, maupun komplikasi yang sangat penting terkait penyakit ginjal pada pasien diabetes melitus, kata dosen Peneliti Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (UI), Rani Sauriasari di Jakarta, Minggu. Rani merupakan salah satu dari empat perempuan peneliti yang meraih LOreal Indonesia Nasional Fellowship for Women in Science (FWIS) 2012, mengatakan, penelitian itu dilakukan karena melihat keadaan ibunya yang menderita diabetes dan tidak terdeteksi sehingga ginjalnya mengalami gangguan. Ibunya kemudian mengalami gagal ginjal dan harus menjalani hemodialisasi, ucapnya. Rani menambahkan, diabetes melitus tipe dua merupakan penyakit yang ditunjukkan oleh adanya defisiensi fungsi insulin ataupun resistensi insulin. Diabetes melitus yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan berbagai komplikasi yang dapat berakibat fatal. Komplikasi yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus meliputi komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler, katanya. Beberapa studi menunjukkan bahwa kondisi stres oksidatif pada pasien diabetes melitus memiliki peranan penting dalam terjadinya komplikasi, tambahnya.

Sumber : Sehat News

PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) PENYEBAB KEMATIAN TERBANYAK DI INDONESIA

Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat membuka Temu Nasional Strategi Kemitraan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dalam Penguatan Sistem Kesehatan pada Era desentralisasi di Jakarta, Kamis 18 Agustus 2011. Hasil pertemuan ini akan menjadi bahan masukan bagi delegasi Indonesia dalam Pertemuan Tingkat Tinggi tentang PTM di Majelis Umum PBB, New York, September 2011. Dalam sambutannya Menkes menjelaskan, proporsi angka kematian akibat PTM meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007. Penyebab kematian tertinggi dari seluruh penyebab kematian adalah stroke (15,4%), disusul hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis. Kematian akibat PTM terjadi di perkotaan dan perdesaan. Data Riskesdas 2007 menunjukkan di perkotaan, kematian akibat stroke pada kelompok usia 45-54 tahun sebesar 15,9%, sedangkan di perdesaan sebesar 11,5%. Hal tersebut menunjukkan PTM (utamanya stroke) menyerang usia produktif. Sementara itu prevalensi PTM lainnya cukup tinggi, yaitu: hipertensi (31,7%), arthritis (30.3%), penyakit jantung (7.2%), dan cedera (7,5%). Menkes mengatakan, PTM dipicu berbagai faktor risiko antara lain merokok, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan gaya hidup tidak sehat. Riskesdas 2007 melaporkan, 34,7% penduduk usia 15 tahun ke atas merokok setiap hari, 93,6% kurang konsumsi buah dan sayur serta 48,2% kurang aktivitas fisik. Menkes menambahkan, peningkatan PTM berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar. Beberapa jenis PTM adalah penyakit kronik dan/atau katastropik yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu, salah satu dampak PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen. "Pemerintah sedang melakukan langkah-langkah bagi terwujudnya jaminan kesehatan menyeluruh atau universal coverage of social health insurance untuk masalah penyakit kronik dan katastropik dalam periode 2010-2014", ujar Menkes. Kementerian Kesehatan telah mengembangkan program pengendalian PTM sejak tahun 2005. Upaya pengendalian faktor risiko PTM yang telah dilakukan berupa promosi Perilaku Bersih dan Sehat serta pengendalian masalah tembakau. Beberapa Pemerintah Daerah telah menerbitkan peraturan terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan membentuk Aliansi Walikota/Bupati dalam Pengendalian Tembakau dan Penyakit Tidak Menular. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengendalian Tembakau dalam proses. Sedangkan untuk pengaturan makanan berisiko, ke depan akan dibuat regulasi antara lain tentang gula, garam dan lemak dalam makanan yang dijual bebas,

kataMenkes "Upaya pengendalian PTM tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan tanpa dukungan seluruh jajaran lintas sektor Pemerintah, Swasta, Organisasi Profesi, Organisasi Kemasyarakatan dan seluruh lapisan masyarakat", tegas Menkes. Kegiatan Temu Nasional Strategi Kemitraan ini merupakan pertemuan multi sektor yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan non pemerintah seperti organisasi profesi, LSM, swasta, dan organisasi dibawah PBB. Pertemuan ini dihadiri sekitar 120 orang yang bertujuan untuk menjalin kemitraan dalam pengendalian PTM di Indonesia, yang sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor A/RES/64/265 tentang pencegahan dan pengendalian PTM. Menkes berharap pertemuan ini menghasilkan masukan, gagasan, inovasi bahkan mungkin terobosan yang bermanfaat bagi suksesnya Pengendalian PTM di Tanah Air guna peningkatan derajat kesehatan, kualitas hidup, dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Sumber: http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1637-penyakit-tidak-menularptm-penyebab-kematian-terbanyak-di-indonesia.html

Pengendalian Penyakit Tidak Menular


Sep13 2012 Leave a Comment Written by admin

Seiring dengan tingkat perkembangan pola kehidupan (tingkat kesejahteraan) di Indonesia, pola penyakit mengalami transisi epidemiologi, dengan ditandai beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular. Sekaligus juga menghadapi penyakit-penyakit yang muncul kembali seperti HIV/AIDS, TB dan Malaria. Perubahan pola penyakit ini sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, perubahan prilaku, transisi demografi, sosial ekonomi dan sosial budaya. Dengan demikian Pembangunan bidang kesehatan saat ini dihadapkan pada triple burden (Penyakit Menular, Penyakit Tdak Menular dan Re-emerging diseases. Khusus Penyakit Tdak menular (PTM) yang meliputi Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD), Diabetes Melitus (DM), Penyakit Kronis dan penyakit degenerative lainya, Kanker, serta Cedera dan Tindak Kekerasan, maka kelompok masyarakat yang terpapar mayoritas adalah : Usia produktif, yang sangat diperlukan (oleh keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara) sebagai SDM yang menanggung beban biaya hidup dan melahirkan generasi penerus yang tangguh. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan :

Proporsi kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia meningkat dari 41,4% pada tahun 2005 menjadi 59,5% pada tahun 2007. Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia seperti : hipertensi 31,7%, penyakit sendi 30,3%, cedera lalu lintas darat 25,9%, penyakit jantung 7,2%, asma 3,5%, DM 1,1%, stroke 8,3% dan kanker/tumor 4,3%.

PTM berpotensi besar menghambat pertumbuhan ekonomi dan pencapaian target MDGs karena tingginya beban biaya yang dibutuhkan untuk mengobati PTM. Oleh karena itu PTM perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah disemua tingkat, dengan prioritas utama adalah upaya pencegahan dan pengendalian PTM. Kebijakan dan strategi PPTM tergantung dari kebijakan dan strategi masing-masing daerah termasuk penerapannya, dengan didasari sbb :
1. Mengembangkan dan memperkuat program pencegahan dan pengendalian faktor risiko (FR) PTM. 2. Mengembangkan dan memperkuat deteksi dini FR-PTM. 3. Meningkatkan dan memperkuat manajemen, ekuitas dan kualitas peralatan untuk deteksi dini FR-PTM. 4. Meningkatkan profesionalisme SDM dalam pencegahan dan pengendalian FR-PTM. 5. Mengembangkan dan memperkuat system surveilans epidemiologis FR-PTM. 6. Meningkatkan pemantauan program pencegahan dan pengendalian FR-PTM. 7. Mengembangkan dan memperkuat pencegahan dan pengelolaan system informasi PTM. 8. Mengembangkan dan memperkuat jaringan untuk pencegahan dan pengendalian FR-PTM. 9. Meningkatkan advokasi dan diseminasi pencegahan dan pengendalian FR-PTM. 10. Mengembangkan dan memperkuat system pendanaan pencegahan dan pengendalian FR-PTM.

Strategi Pengendalian PTM, meliputi :


1. Memobilisasi dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian factor risiko PTM melalui program yang berbasis masyarakat, seperti Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu PTM) 2. Meningkatkan akses yang berkualitas kepada masyarakat untuk deteksi dini dan tindak lanjut dini factor risiko PTM terintegrasi. 3. Meningkatkan tatalaksana penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif dan efisien. 4. Memperkuat jejaring kerja dan kemitraan PTM. 5. Mengembangkan penelitian dan pengembangan kesehatan terkait PTM. 6. Mengembangkan dan memperkuat system surveilans epidemiologi factor risiko PTM termasuk monitoring dan system informasi. Dioptimalkan untuk surveilans factor risiko PTM berbasis masyarakat dan registry PTM. 7. Meningkatkan dukungan dana yang efektif untuk pencegahan dan pengen dalian PTM berdasarkan kebutuhan dan prioritas.

Kegiatan pokok pengendalian PTM, meliputi :


1. Melaksanakan review dan memperkuat aspek legal pencegahan dan penanggulangan PTM di unit pelaksana teknis (UPT), Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/kota dan Puskesmas.

2. Advokasi PPTM kepada pemerintah (Pusat dan Daerah) secara intensif dan efektif denagn focus pesan Dampak PTM (ancaman) terhadap pertumbuhan ekonomi Negara/Pemerintah. 3. Surveilans factor risiko dan registry PTM yang mampu laksana dan didukung regulasi memadai dan menjamin ketersediaan evidence based untuk advokasi kepada penentu kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan program PTM prioritas. 4. Promosi kesehatan dan perlindungan population at risk PTM yang efektif dan didukung regulasi memadai melalui Health in All Policy untuk menjamin pelaksanaan secara terintegratif melalui triple Acs(active cities, active community and active citizens) dengan kerjasama lintas program, kemitraan lintas sector, pemberdayaan swasta/industry dan kelompok masyarakat madani. 5. Deteksi dan tindak lanjut dini PTM secara terintegrasi dan focus pada factor risikonya, melalui Community Base Intervension and Development, yang didukung oleh sistim rujukan dan regulasi memadai, dengan kerja sama lintas profesi dan keilmuan, lintas program, kemitraan lintas sector, pemberdayaan swasta/industry dan kelompok masyarakat madani. 6. Tatalaksana penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif dan efesien, yang didukung kecukupan obat, ketenagaan, sarana/prasarana, sistim rujukan, jaminan pembiayaan dan regulasi memadai, untuk menjamin akses penderita PTM dan factor risiko terhadap tatalaksana pengobatan baik ditingkat pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun tertier. 7. Jejaring kerja dan kemitraan PPTM yang terdiri sub jejaring survailans, promosi kesehatan dan manajemen upaya kesehatan, baik ditingkat pusat maupun Daerah. 8. Penelitian dan pengembangan kesehatan yang menjamin ketersediaan informasi insiden dan prevalensi PTM dan determinannya, yang menghasilkan teknolagi intervensi kesehatan masyarakat/pengobatan/rehabilitasi dalam bentuk best Practice, dan intervensi kebijahan yang diperlukan.

Prioritas saat ini dalam Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) dengan kejadian tertinggi, sbb :
1. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, dengan prioritas spesifik : PJK, Hipertensi dan Stroke. 2. Diabetes Mellitus (DM) 3. Penyakit Kronis dan Penyakit Degeneratif lainnya, dengan prioritas spesifik : Asma, PPOK, dan SLE. 4. Kanker, dengan prioritas spsifik adalah : Kanker Leher Rahim (Ca Cervix), Kanker Payudara, Kanker pada anak (Leukemia, Retinoblastoma, Osteosarkoma, Neuroblastoma, Limfoma Malignan, Karsinoma Nasofaring). 1.5. Cedera dan Tindak Kekerasan, dengan prioritas spesifik : KLLJ, Tindak Kekerasan, Jatuh, Tenggelam, Keracunan, Terbakar (Sengatan Listrik), Gigitan Binatang (Gigitan Ular).

BIDANG PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT (P2P)


Bidang pengendalian dan pemberantasan penyakit (P2P) adalah unsur pelaksana dinas dibidangnya yang dipimpin oleh seorang kepala bidang, yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. Bidang pengendalian dan pemberantasan penyakit (P2P) mempunyai tugas membantu Kepala Dinas dalam merumuskan kebijakan teknis dan kebijakan pelaksanaan serta mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pengendalian, Pemberantasan Penyakit, yang meliputi pengamatan penyakit, pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, dan penanggulangan masalah kesehatan. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut, Bidang pengendalian dan pemberantasan penyakit (P2P) mempunyai fungsi :
1. Menyusun kebijakan teknis pelaksanaan Pemberantasan Penyakit, yang meliputi pengamatan penyakit, pencegahan dan Pemberantasan Penyakit. 2. Melakukan Pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap Penyelenggaraan pengamatan penyakit (Suveilans) dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian laboratorium dinas kesehatan dan puskesmas; 3. Menyusun rencana dan kebijakan teknis pelaksanaan serta Pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan penyakit, yang meliputi surveilans, epidemiologi, pengendalian penyakit menular langsung, pengendalian penyakit bersumber binatang, pengendalian penyakit tidak menular, imunisasi dan kesehatan matra; 4. Menyusun rencana dan kebijakan teknis pelaksanaan serta Pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan penanggulangan masalah kesehatan, yang meliputi penyiapan tenaga, peralatan, bahan dan obat dalam rangka pelaksanaan P3K, penanganan KLB, penanggulangan bencana dan imunisasi

Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) terdiri dari : a. Seksi Pengamatan Penyakit b. Seksi Pencegahan, Pemberantasan Penyakit c. Seksi Penanggulangan Masalah Kesehatan Seksi Pengamatan Penyakit mempunyai tugas membantu Kepala Bidang pengendalian dan pemberantasan penyakit dalam :
1. Melaksanakan pengamatan penyakit melalui surveilans terpadu, sentinel dan surveilans khusus, 2. Melaksanakan pengamatan vector penyakit menular langsung dan pengendalian penyakit bersumber binatang, pengendalian penyakit tidak menular, kesehatan haji dan kesehatan dan kesehatan transmigrasi, melaksanakan survey khusus bidang kesehatan, 3. Melaksanakan pengamatan laboratorium penunjang diagnose penyakit yang ada pada dinas kesehatan dan puskesmas, termasuk perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana, tenaga dan regensia untuk menunjang kualitas laboratorium Dinas Kesehatan, serta melaksanakan bimbingan dan pengendalian terhadap laboratorium Dinas Kesehatan. 4. Melaksanakan pembinaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) dan investigasi KLB.

Seksi Pencegahan, Pemberantasan Penyakit mempunyai tugas membantu Kepala Bidang pengendalian dan pemberantasan penyakit dalam :

1. Melakukan upaya pengendalian dan pemberantasan penyakit yang meliputi surveillance epidemilogi, pengendalian penyakit menular langsung, penyakit menular bersumber binatang, pengendalian penyakit tidak menular, imunisasi dan kesehatan matra. 2. Melakukan upaya mengumpulkan dan menganalisa, hasil kegiatan pemberantasan/ penanggulangan penyakit menular dan tidak menular, serta menyebarluaskan informasi cara pemberantasannya, 3. Melakukan upaya mengumpulkan dan menganalisa hasil kegiatan pemberantasan/ penanggulangan penyakit menular langsung dan tidak langsung, serta menyebarluaskan informasi cara pemberantasannya, 4. Melakukan upaya mengumpulkan dan menganalisa data, monitoring, evaluasi dan pelaksanaan pelaksanaan vaksinasi rutin dan insidental pada unit pelaksana (Posyandu, Puskesmas dan unit pelaksana lainnya) serta menganalisa hasil penelitian penyakit yang disebabkan oleh imunisasi (PD3I).

Seksi Penanggulangan Masalah Kesehatan mempunyai tugas membantu Kepala Bidang pengendalian dan pemberantasan penyakit dalam :
1. Melakukan upaya pengendalian wabah dan bencana, yang meliputi, kesiapsiagaan, mitigasi, tanggap darurat dan pemulihan; 2. Melaksanakan kegiatan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) yang meliputi perencanaan, pengorganisasian serta bimbingan dan pelaksanaan kegiatan P3K termasuk penyediaan obat dan alat kesehatan serta tenaga kesehatan yang dibutuhkan pada P3K, 3. Melakukan analisis terhadap penyebab masalah kesehatan serta penanggulangannya. 4. Melaksanakan perencanaan, pengorganisasian bimbingan dan pelaksanaan masalah kesehatan dan KLB penyakit yang meliputi managemen informasi, dana dan sarana.

You might also like