You are on page 1of 59

FISIOLOGI PERSALINAN NORMAL :

FISIOLOGI PERSALINAN NORMAL dr.Bambang Widjanarko, SpOG Fakultas Kedokteran & Kesehatan Univerisitas Muhammadiyah Jakarta

PENDAHULUAN :
Persalinan (partus) : keluarnya janin dari uterus. Persalinan normal terdiri dari dua peristiwa utama yaitu proses persalinan-kala I (labor) dan proses kelahiran-kala II dan III (delivery). Proses persalinan (labor) : proses dilatasi dan pendataran servik yang progresif akibat kontraksi uterus berulang serta proses meneran untuk mengawali ekspulsi produk konsepsi. Proses kelahiran (delivery) : ekspulsi janin dan plasenta. PENDAHULUAN 2

PERUBAHAN FISIOLOGI MENJELANG PERSALINAN :


Sebelum onset true labor terjadi beberapa perubahan fisiologis. Pada nulipara, biasanya kepala janin masuk panggul 2 minggu sebelum persalinan (lightening). Kontraksi Braxton Hicks menjadi semakin sering (setiap 10 20 menit). Beberapa hari sebelum persalinan, servik menjadi lunak-mendatar dan sedikit membuka serta terdapat show (berupa lendir bercampur darah) . Disebut inpartu, biasanya bila dilatasi servik sudah mencapai = 2 cm. PERUBAHAN FISIOLOGI MENJELANG PERSALINAN 3

TRUE and FALSE LABOR :


True labor : HIS teratur dan semakin sering serta intensitas yang semakin kuat. Rasa tak nyaman pada punggung dan abdomen . Terjadi dilatasi servik. Kontraksi uterus tak dapat dihentikan dengan pemberian sedasi. False labor : HIS tidak teratur dan interval semakin panjang dan intensitas tidak berubah. Rasa nyaman terutama pada bagian bawah abdomen. Tidak terdapat dilatasi servik. Rasa sakit umumnya hilang dengan pemberian sedasi. TRUE and FALSE LABOR 4

KARAKTERISTIK PERSALINAN NORMAL :


Stadium persalinan dibagi menjadi 4 : Persalinan kala I : mulai saat inpartu sampai dilatasi lengkap Persalinan kala II : mulai dilatasi lengkap sampai janin lahir Persalinan kala III : Kala pengeluaran plasenta [Persalinan kala IV] : 2 jam pasca persalinan KARAKTERISTIK PERSALINAN NORMAL 5

Kurve persalinan normal dan posisi kepala janin :


Kurve persalinan normal dan posisi kepala janin 6

TAHAPAN PERSALINAN :
Persalinan kala I terdiri dari 2 fase : Fase LATEN [dilatasi 0 3 cm] Fase AKTIF [ dilatasi 3 10 cm ] Fase aktif : Fase akselerasi Fase dilatasi maksimal Fase deselerasi Pada fase aktif, kecepatan dilatasi servik pada nulipara 1.2 cm ; pada multipara 1.5 cm. Lama kala I persalinan pada nulipara 8 jam dan pada multipara 5 jam. TAHAPAN PERSALINAN 7

PENDATARAN SERVIK :
PENDATARAN SERVIK Pendataran pada awal persalinan Pendataran 50% 8 Pendataran servik 90%

PERSALINAN KALA I :
Sejak terjadinya kontraksi uterus yang adekwat disertai dengan dilatasi servik > 3 cm ( persalinan aktif ) sampai dilatasi servik lengkap. Pemantauan kontraksi uterus melalui palpasi dilakukan tiap 30 menit untUk menentukan frekuensi, durasi dan intensitas his. Pada fase aktif penilaian dilatasi dan desensus dengan VT dan palpasi abdomen yang dilakukan tiap 4 jam. Pada kasus resiko rendah dengarkan DJJ tiap 30 menit (pada kasus resiko tinggi setiap 15 menit) segera setelah kontraksi uterus. PERSALINAN KALA I 9

DESENSUS :
DESENSUS DESENSUS BERDASARKAN STASION - VT Desensus Berdasarkan Palpasi Abominal 10

PERSALINAN KALA II :
Pada awal kala II (dilatasi servik lengkap), terdapat reflek meneran dari ibu pada tiap kontraksi uterus. Tekanan abdomen disertai dengan kontraksi uterus akan mendorong janin keluar dari jalan lahir. Pada kala II, kemajuan persalinan ditentukan berdasarkan derajat desensus (slide 9 ) Pada primigravida, umumnya kala II berlangsung selama 50 menit ; multigravida 20 menit. PERSALINAN KALA II 11

MEKANISME PERSALINAN NORMAL :


Selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan untuk melewati panggul [ seven cardinal movements of labor ] yang terdiri dari : Engagemen Fleksi Desensus Putar paksi dalam Ekstensi Putar paksi luar Ekspulsi 12 MEKANISME PERSALINAN NORMAL

ENGAGEMEN :
Suatu keadaan dimana diameter biparietal sudah melewati pintu atas panggul. Pada 70% kasus, kepala masuk pintu atas panggul ibu dengan oksiput melintang (tranversal) Proses engagemen kedalam pintu atas panggul dapat melalui proses normal sinklitismus , asinklitismus anterior atau asinklitismus posterior : 13 ENGAGEMEN

ENGAGEMEN :
ENGAGEMEN ANTERIOR ASYNCLITISMUS. parietalis anterior sebagai bagian terendah NORMAL SYNCLITISMUS sutura sagitalis berada diantara promontorium dan simfisis 14

FLEKSI :
Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan servik, dinding panggul dan otot dasar panggul. Fleksi kepala diperlukan agar dapat terjadi engagemen dan desensus. Bila terdapat kesempitan panggul, dapat terjadi ekstensi kepala sehingga terjadi letak defleksi (presentasi dahi, presentasi muka). 15 FLEKSI Gerakan fleksi kepala janin yang menyebabkan oksipitofrontalis ( 12 cm) menjadi suboksipito bregmatika

DESENSUS :
NULIPARA : engagemen terjadi sebelum inpartu dan berlanjut sampai awal kala II; MULTIPARA : desensus dan engagemen berlangsung bersamaan dengan dilatasi servik. Penyebab terjadinya desensus : Tekanan cairan amnion Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong Usaha meneran ibu Gerakan ekstensi tubuh janin (tubuh janin menjadi lurus) 16 DESENSUS

PUTAR PAKSI DALAM :


Bersama dengan gerakan desensus, bagian terendah janin mengalami putar paksi dalam pada level setinggi spina ischiadica (bidang tengah panggul). Kepala berputar dari posisi tranversal menjadi posisi anterior (kadang-kadang kearah posterior). Putar paksi dalam berakhir setelah kepala mencapai dasar panggul. 17 PUTAR PAKSI DALAM

EKSTENSI :
Aksis jalan lahir mengarah kedepan atas, maka agar kepala dapat melewati pintu bawah panggul harus terjadi gerakan ekstensi kepala JANIN lebih dulu. Akibat proses desensus lebih lanjut, terjadi regangan perineum dan diikuti dengan crowning ( 18 EKSTENSI

MEKANISME PERSALINAN PADA PRESENTASI BELAKANG KEPALA DENGAN OKSIPUT KIRI MELINTANG :
MEKANISME PERSALINAN PADA PRESENTASI BELAKANG KEPALA DENGAN OKSIPUT KIRI MELINTANG 19 A. Fleksi dan desensus ; B dan C Desensus berlanjut dan akan masuk kedalam putar paksi dalam ; D putar paksi dalam sudah sempurna dan kepala akan lahir dengan gerakan ekstensi

PERASAT RITGEN :
perasat Ritgen dilakukan untuk mencegah kerusakan perineum yang luas melalui pengendalian persalinan kepala janin. 20 PERASAT RITGEN

Persalinan KEPALA :
Setelah kepala lahir, muka janin dibersihkan dan jalan nafas dibebaskan dari darah dan cairan amnion. Mulut dibersihkan terlebih dahulu sebelum melakukan pembersihan hidung. Setelah jalan nafas bersih, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat sekitar leher dengan jari telunjuk. 21 Persalinan KEPALA

PERSALINAN KEPALA :
PERSALINAN KEPALA Memberishkan muka dan hidung Melonggarkan lilitan talipusat 22

PUTAR PAKSI LUAR :


PUTAR PAKSI LUAR PUTAR PAKSI LUAR Setelah kepala lahir, terjadi putar paksi luar (restitusi) yang menyebabkan posisi kepala kembali pada posisi saat engagemen terjadi dalam jalan lahir. Gerakan ini mengikuti masuknya bahu kedalam panggul 23

PERSALINAN BAHU :
Setelah putar paksi luar kepala, bahu mengalami desensus kedalam panggul dengan cara seperti yang terjadi pada desensus kepala. Bahu anterior akan mengalami putar paksi dalam sejauh 450 menuju arcus pubis sebelum dapat lahir dibawah simfisis. Persalinan bahu depan dibantu dengan tarikan curam bawah pada samping kepala janin seperti terlihat pada 24 PERSALINAN BAHU

Slide 25:
25

Slide 26:
26

PERSALINAN TUBUH ANAK :


Setelah persalinan kepala dan bahu, persalinan selanjutnya berlangsung pada sisa bagian tubuh janin dengan melakukan traksi pada bahu janin. Setelah kelahiran janin, terjadi pengaliran darah plasenta pada neonatus bila tubuh anak diletakkan dibawah introitus vagina. Sebaiknya neonatus diletakkan diatas perut ibu dan pemasangan dua buah klem talipusat dilakukan dalam waktu sekitar 15 20 detik setelah bayi lahir dan kemudian baru dilakukan pemotongan talipusat diantara kedua klem. 27 PERSALINAN TUBUH ANAK

PERSALINAN KALA III :


Periode persalinan antara lahirnya janin sampai lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Akibat kontraksi uterus, ukuran plasenta dan plasental site mengecil sampai tersisa 25% ? hematoma retroplasenta ? terjadi separasi plasenta. Separasi plasenta umumnya terjadi 5 menit setelah anak lahir. Penatalaksanaan kala III : 1. Penatalaksanaan klasik atau tradisional 2. Penatalaksanaan aktif 28 PERSALINAN KALA III

PENATALAKSANAAN KALA III AKTIF :


Setelah talipusat dipotong Pastikan ini persalinan kehamilan tunggal Injeksi Methergin 0.5 mg i.m 29 PENATALAKSANAAN KALA III AKTIF

PENATALAKSANAAN KALA III AKTIF :


Setelah plasenta lahir lakukan inspeksi plasenta dan selaput ketuban 30 PENATALAKSANAAN KALA III AKTIF

PENATALAKSANAAN PASCA PERSALINAN :

Sebelum dirawat di ruang perawatan nifas, pasien pasca persalinan harus Keadaan umum baik . Kontraksi uterus baik dan tidak terdapat perdarahan pervaginam. Cedera perineum sudah diperbaiki. Kandung kemih kosong. 31 PENATALAKSANAAN PASCA PERSALINAN

Slide 32:
VERTEX TERLIHAT DI VULVA

Slide 33:
Saat parturien meneran, perineum ditahan dengan kasa steril

Slide 34:
Introitus vaginae menipis Persiapan episiotomi

Slide 36:
INFILTRASI LIGNOCAINE 1%

Slide 37:
INFILTRASI LIGNOCAINE 1%

Slide 38:
INFILTRASI LIGNOCAINE 1%

Slide 39:
Desensus semakin bertambah

Slide 40:
Episiotomi Mediolateral

Slide 41:
Fleksi dipertahankan

Slide 42:
Fleksi dipertahankan

Slide 43:
Membantu gerak ekstensi [ RITGEN ]

Slide 44:
RESTITUSI 450 KE KIRI

Slide 45:
BERSIHKAN HIDUNG

Slide 46:
PEMERIKSAAN LILITAN TALI PUSAT

Slide 47:
AWAL PUTAR PAKSI LUAR

Slide 48:
AKHIR PUTAR PAKSI LUAR

Slide 49:
BAHU DEPAN AKAN LAHIR

Slide 50:
PERSALINAN BAHU DEPAN

Slide 51:
PERSALINAN BAHU BELAKANG

Slide 52:
EKSPULSI TUBUH JANIN

Slide 53:
KLEM TALI PUSAT

Slide 57:
TALI PUSAT DI KLEM

Slide 58:
Injeksi uterotonika & Traksi terkendali pada tali pusat

Slide 59:
Melahirkan plasenta

Slide 60:
Melahirkan plasenta

Slide 61:
Melahirkan plasenta

Slide 63:
Menghangatkan Tubuh bayi

Slide 64:
oksigenasi

Slide 65:
Pernafasan buatan setelah jalan nafas bersih

Slide 66:
intubasi

PERAWATAN PASCA PERSALINAN :


PERAWATAN PASCA PERSALINAN Pengamatan perdarahan per vagina Pengamatan tekanan darah Pengamatan suhu tubuh Pengamatan tinggi fundus uteri Pengamatan lochia Pengamatan luka episiotomi Pengelolaan laktasi Ambulasi sedini mungkin Advis perawatan neonatus dan keluarga berencana

BAB I PENDAHULUAN

Apa yang sebenarnya terjadi pada saat kehamilan ? dan bagaimana timbulnya inisiasi persalinan atau bagaimana persalinan dimulai ? kenapa bisa tiba tiba terjadi kontraksi, padahal tadinya selama hamil, tenang tenang saja ?

Persalinan adalah suatu proses dimana fetus dan plasenta keluar dari uterus, ditandai dengan peningkatan aktifitas myometrium ( frekuensi dan intensitas kontraksi) yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks serta keluarnya lendir darah ("show") dari vagina. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal,15-20% terjadi komplikasi persalinan. UNICEF dan WHO menyatakan bahwa hanya 5% -10% saja yang membutuhkan seksio sesarea. Dari data WHO 1999, Terdapat 180-200 juta kehamilan setiap tahunnya dan 585 ribu kematian wanita hamil berkaitan dengan komplikasi. 24.8% terjadi perdarahan,14.9 % infeksi, 12,9 % eklampsia, 6,9 % distosia saat persalinan, 112,9 % aborsi yang tidak aman, 27 % berkaitan dengan sebab lain. Sedangkan sebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, Infeksi, eklampsia, partus lama dan komplikasi abortus. Perdarahan adalah sebab utama yang sebagian besar disebabkan perdarahan pasca salin. Hal ini menunjukan adanya managemen persalinan kala III yang kurang adekuat. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997 mengungkapkan bahwa partus lama merupakan penyebab kesakitan maternal dan perinatal utama disusul oleh perdarahan, panas tinggi, dan eklampsi. Pola morbiditas maternal menggambarkan pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil, karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat sekitar persalianan. 24,6 % persalianan dengan komplikasi harus ditolong dengan seksio sesarea, sebagian besar dari kasus ini disebabkan oleh partus lama dan perdarahan. Pada konfrensi internasional tahun 1999 di Kairo disepakati 80 % dari persalianan akan ditangani oleh tenaga terlatih pada tahun 2005. Hal ini pada negara-negara Asia akan dicapai pada tahun 2015. Di Indonesia pada tahun 1997 hanya 36% saja yang parsalinan ditangani oleh tenaga terlatih, didapat peningkatan yaitu pada tahun 1999 menjadi 56 %.5

1. 1. Tujuan Pada makalah ini akan dibahas mengenai Mekanisme persalinan normal yang mungkin dapat membantu dalam upaya memahami proses persalinan agar menghindari intervensi yang

tidak tepat dan komplikai yang tidak perlu terjadi, karena jelas bahwa kehadiran tenaga terlatih saat persalinan akan mengurangi kemungkinan komplikasi dan kejadian fatal.

1. 2. Pembahasan

Pengertian Sebab Terjadinya Proses Persalinan Persalinan Ditentukan Oleh 3 Faktor P Perubahan Biokimia Pada Wanita Hami Saat Memasuki Proses Persalinan Fase Persalinan Mekanisme Persalinan Managemen Persalinan Faktor Penghambat Persalinan Normal

BAB II ISI

2. 1. PENGERTIAN PERSALINAN / PARTUS Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus melalui vagina atau jalan lain ke dunia luar.

2. 1. 1 Partus Normal / Partus Biasa Bayi lahir melalui vagina dengan letak belakang kepala / ubun-ubun kecil, tanpa memakai alat / pertolongan istimewa, serta tidak melukai ibu maupun bayi (kecuali episiotomi), berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.

2. 1. 2. Partus Abnormal Bayi lahir melalui vagina dengan bantuan tindakan atau alat seperti versi / ekstraksi, cunam, vakum, dekapitasi, embriotomi dan sebagainya, atau lahir per abdominam dengan sectio cesarea.

2. 1. 3 Beberapa istilah

Gravida : wanita yang sedang hamil Para : wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable) In partu : wanita yang sedang berada dalam proses persalinan

2. 2. SEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN 1. Penurunan fungsi plasenta : kadar progesteron dan estrogen menurun mendadak, nutrisi janin dari plasenta berkurang. (pada diagram, dari Lancet, kok estrogen meningkat ?) 2. Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser, menjadi stimulasi (pacemaker) bagi kontraksi otot polos uterus. 3. Iskemia otot-otot uterus karena pengaruh hormonal dan beban, semakin merangsang terjadinya kontraksi. 4. Peningkatan beban / stress pada maternal maupun fetal dan peningkatan estrogen mengakibatkan peningkatan aktifitas kortison, prostaglandin, oksitosin, menjadi pencetus rangsangan untuk proses persalinan (DIAGRAM)

2. 3. PERSIAPAN FISIOLOGIS MENJELANG PERSALINAN Sebelum onset true labor terjadi beberapa perubahan fisiologis. Pada nulipara, biasanya kepala janin masuk panggul 2 minggu sebelum persalinan [lightening]. Kontraksi Braxton Hicks menjadi semakin sering (setiap 10 20 menit). Beberapa hari sebelum persalinan, servik menjadi lunak-mendatar dan sedikit membuka serta terdapat show (berupa lendir bercampur darah) . Disebut inpartu, biasanya bila dilatasi servik sudah mencapai 2 cm.

2. 3. 1 True labor : 1. Kontraksi uterus berlangsung secara teratur dan semakin sering serta intensitas yang semakin kuat. 2. Rasa tak nyaman pada punggung dan abdomen .

3. Terjadi dilatasi servik. 4. Kontraksi uterus tak dapat dihentikan dengan pemberian sedasi.

2. 3. 2 False labor 1. Kontraksi uterus tidak teratus dan interval semakin panjang dan intensitas tidak berubah. 2. Rasa nyaman terutama pada bagian bawah abdomen. 3. Tidak terdapat dilatasi servik. 4. Rasa sakit umumnya hilang dengan pemberian sedasi.

2. 4. PERSALINAN DITENTUKAN OLEH 3 FAKTOR "P" UTAMA 1. Power His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu. 2. Passage Keadaan jalan lahir 3. Passanger Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor) (++ faktor2 "P" lainnya : psychology, physician, position)

Dengan adanya keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor "P" tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung.

2. 5. PERUBAHAN BIOKIMIA PADA WANITA HAMIL SAAT MEMASUKI PROSES PERSALINAN. Pada mulai terjadinya proses persalinan terdapat perubahan-perubahan morfologik dan biokimia tersendiri didalam jaringan uterus yang mempersiapkan kontraksi yang kuat dan terkoordinasi. Diantara perubahan ini adalah : 1. Perlunakan dan pematangan serviks. 2. Perkembangan gap junction diantara sel-sel miometrium 3. Peningkatan jumlah reseptor oksitosin pada miometrium. 4. Peningkatan reseptor kontraktif darimiometrium terhadap uterotonin. Persalinan mulai saat benteng pemeliharaan kehamilan dilepaskan yang menyebabkan pembentukan uterotonin dan uterotropin. Diantara yang paling poten dari uterotonin ini adalah prostaglandin, oksitosin, angiotensin II, arginin vasopresin, dan bradikinin. Beberapa uterotonin ini diproduksi dalam jaringan intrauterin, seperti desidua uterus dan membran janin ekstraembrionik yang merupakan jaringan sangat potensial enzimatik untuk pembentukan PGE2 dan PGF2. Tampak yang paling mungkin adalah bahwa persalinan diawali sebagai respon terhadap uterotonin dan uterotropin yang diproduksi dalam uterus, yaitu dalam jaringan uterus atau pada jaringan janin ekstraembrional. Sejumlah agen bioaktif, yang diproduksi dalam jaringan-jaringan ini, berkumpul didalam cairan amnion selama proses persalinan. Pengaturan dan pembentukan gap junction merupakan subjek yang cukup penting. Bukti telah diperoleh, dengan penelitian in vitro dan in vivo pada binatang percobaan, bahwa

progesteron menghambat dan estrogen meningkatkan pembentukan gap junction. Beberapa prostanoid seperti PGE2, PGF2 dan tromboksan dan mungkin endoperoksida. Merangsang pembentukan gap junction pada kehamilan cukup bulan gap junction meningkat pada setiap sel dan selama proses persalinan jumlah dan ukurannya semangkin meningkat. Gap junction menghilang pada 24 jam postpartum. PGE2 dan PGF2 adalah stimuli yang poten untuk kontraksi miometrium dan diyakini bekerja meningkatkan kontraksi miometrium dan diyakini bekerja meningkatkan konsentrasi Ca 2+ bebas intraselular, suatu proses yang menghasilkan aktiviotas myosin light chain kinase, fosforilasi miosin, dan kemudian interaksi miosin terfosforilasi dan aktin. PGE2 dan PGF2 juga bekerja menginduksi perubahan-perubahan pada pematangfan serviks, yaitu aktivitas kolagenase-kolagenasa dan suatu perubahan konsentrasi glikosaminoglikan. Untuk beberapa lama, kita sudah bergulat deangn tiga teori umum yaitu : 1. Hipotesis " progesteron withdrawal " 2. teori oksitosin. 3. postulat sistem komunikasi ibu-janin. Sekarang bukti yang paling besar menentang bentuk progesteron withdrawal yang sudah dapat diketahui atau yang tersembunyi sebelum onset persalinan spontan manusia. Tidak ada penurunan kadar atau kecepatan produksi progesteron dalam darah sebelum mulainya persalianan dan tidak ada bukti yang nyata untuk sekuestrasi khusus, penarikan produksi ekstraglandular, metabolisme unik, atau kegagalan kerja progesteron yang menandai saat mulainya persalinan manusia. Demikian juga, sebagian fakta menentang peranan elementer oksitosin dalam inisiasi persalianan spontan. Oksitosin merupakan suatu uterotonin yang sangat poten yang penting dalam mempermudah kontraksi uterus pada stadium dua persalinan namun tidak terbukti mengininsiasi persalinan.

Sedangkan peran janin dalam inisiasi persalinan yaitu dalam penarikan agen pemeliharaan kehamilan melalui lengan plasenta sistem komunikasi janin-ibu. Sebagai jalur alternatif janin yaitu melalui paru-paru janin atau ginjal lewat sekresi atau eksresi yang memasuki cairan amnion ( lengan parakrin sistem komunikasi janin-ibu ).

2. 6. FASE PERSALINAN Proses persalinan dibagi dalam tiga berdasarkan pertimbangan klinis :

Kala I : Dimulai sejak awal kontraksi dengan frekuensi,intensitas dan durasi yang cukup sehingga menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks.

Kala II : kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (+10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi

Kala III : Segera setelah kelahiran bayi dan berakhir dengan kelahiran plasenta dan selaput ketuban

Kala IV : Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.

Gambar Kurve persalinan normal dan posisi kepala janin

2. 7. MEKANISME PERSALINAN 2. 7. 1 KALA I PERSALINAN Menurut Friedman 1967, Persalinan kala I terdiri dari 2 fase :

Fase LATEN (dilatasi 0 3 cm) Fase AKTIF (dilatasi 3 10 cm)

Fase aktif :

Fase akselerasi Fase dilatasi maksimal Fase deselerasi

Pada fase aktif, kecepatan dilatasi servik pada nulipara 1.2 cm dan pada multipara 1.5 cm. Lama kala I persalinan pada nulipara 8 jam dan pada multipara 5 jam. Persalinan dimulai dengan kala I sejak onset persalinan sampai serviks mencapai pembukaaan lengkap,Friedman (1978) dalam teorinya tentang persalinan, menyatakan : " Gambaran klinis kontraksi uterus, yaitu frekuensi,Intensitas dan lamanya tidak dapat diandalkan sebagai ukuran untuk menilai kemajuan persalinanjuga bukan petunjuk untuk kenormalannya, kecuali dilatasi serviks dan penurunan janin,tidak ada gambaran klinis pasien bersalin yang dapat mejadi ukuran kemajuan persalinan". Pola dilatasi serviks yang terjadi dalam perjalanan persalinan normal mengambil bentuk sigmoid seperti terlihat pada gambar 1, Kala pertama persalinan dapat dibedakan berdasarkan dua fase dilatasi serviks; fase laten dan fase aktif. Fase laten sejak awal persalinan dengan kontraksi uterus teratur hingga mencapai pembukaan serviks 4 cm. 1,3 Fase aktif dibagi lebih lanjut sebagai fase akselerasi,fase

kelandaian maksimum, dan fase deselerasi.Lamanya fase laten lebih variabel dan mudah mengalami perubahan-perubahan yang sensitive akibat faktor-faktor luar dan sedasi (pemanjangan fase laten ) dan perangsangan miometrium (pemendekan masa laten)lamanya fase laten hanya mempunyai hubungan yang sedikit dengan perjalanan persalinan berikutnya. Sedangkan karakteristik fase akselerasi biasanya dapat meramalkan hasil akhir suatu persalinan tertentu. Friedman (1978) menganggap kelandaian maksimum sebagai " ukuran yang baik untuk keseluruhan efisiensi mesin". Sedangkan sifat fase deselerasi lebih mencerminkan hubungan feto-pelvik. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif persalinan diakhiri dengan retraksi serviks disekeliling presentasi janin. Setelah dilatasi serviks lengkap, stadium kedua persalianan dimulai: Hanya penurunan presentasi janin yang tinggal untuk menilai kemajuan persalianan. Pola penurunan presentasi janin pada sebagian besar nullipara engagement kapala janin sudah terjadi sebelum mulai persalinan. Selebihnya terjadi pada fase I persalinan. Pada pola penurunan persalinan normal, terbentuk suatu kurva hiperbola yang tipikal bila station turunnya kepala dipetakan sebagai fungsi dari lamanya persalinan. Penurunan aktif biasanya terjadi setelah dilatasi aktif berjalan selama beberapa waktu. Pada nullipara kecepatan penurunan yang bertambah cepat biasanya ditemukan pada fase kelandaian maksimum dilatasi serviks.Pada waktu ini, kecepatan penurunan meningkat menjadi maksimum, dan kecepatan maksimal panurunan ini dipertahankan sampai bagian presentasi janin mencapai lantai perineum. Perjalanan persalinan dibagi secara fungsional atas dasar evolusi dilatasi yang diharapkan dan kurva-kurva penurunan janin 1; bagian persiapan,yang mencakup fase laten dan fase akselerasi,2; bagian dilatasional, yang meliputi fase kelandaian dilatasi maksimum, dan 3; bagian pelvis, yang mancakup fase deselerasi dan stadium kedua yang bersamaan dengan fase kelandaian maksimum turunnya kepala. 1,2,4 Rata-rata lamanya kala satu 8 12 jam untuk nullipara dan 6-8 jam untuk multipara.1 Pada fase aktif kala I dilatasi servik 1,2 cm / jam pada primipara dan 1,5 cm / jam pada multipara.4,11 kemajuan dilatasi servik 1 cm/jam pada fase aktif persalinan sering dipakai sebagai batas untuk menentukan suatu persalinan normal atau abnormal. Namun validitasnya

hanya didasarkan pengalaman. Karena beberapa persalinan normal didapat kemajuan yang lebih lambat.12 Diagnosa distosia dipertimbangkan bila kemajuan pembukaan servik kurang dari 0,5 cm / jam dalam periode 4 jam.12,13 Friedman (1972) menyatakan kemajuan dilatasi servik yang lambat didefinisikan bila pada primipara dilatasi servik kurang dari 1.2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm,sedang pada multipara kurang dari 1,5 cm/jam dan penurunan kurang dari 2 cm/jam.Didefinisikan sebagai distosia bila pada dalam 2 jam pemantauan tidak didapat perubahan pada dilatasi servik atau pada 1 jam pemantauan tidak didapat penurunan bagian janin.7

2. 7. 2 KALA II PERSALINAN DENGAN PRESENTASI OKSIPUT

Janin dengan presentasi oksiput, ditemukan hampir sekitar 95% dari seluruh kehamilan. Presentasi janin paling umum dipastikan dengan palpasi abdomen dan kadang kala diperkuat sebelum atau pada saat awal persalinan dengan pemeriksaan vagina. Pada banyak kasus vertex memasuki pelvis dengan sutura sagitalis pada diameter transversa pelvis.40% persalinan left occiput transverse (LOT) dan 20% posisi right occiput transverse (ROT).Posisi occiput anterior (LOA dan ROA) kepala dapat memasuki pelvis dengan berputar 45 derajat ke anterior dari posisi melintang. Pada 20% persalinan janin memasuki pelvis dengan posisi occiput posterior. Dari bukti penelitian radiologik hal ini dikaitkan dengan panggul depan yang sempit. 8

Karena bentuk dinding panggul yang tidak teratur dan dimensi kepala janin matur yang relatif besar,jelas bahwa tidak semua diameter kepala janin dapat memasuki dasar panggul. Yang terjadi adalah memerlukan suatu proses adaptasi atau akomodasi bagian-bagian kepala yang bersangkutan terhadap segmen panggul untuk menyelesaikan persalinan. Perubahan posisi pada presentasi ini merupakan mekanisme persalinan. Gerakan cardinal pada persalinan adalah Engagement, penurunan, fleksi, rotasi interna, ekstensi, rotasi eksterna, dan ekspulsi. - Engagement Mekanisme yang dipakai diameter biparietal, diameter melintang terbesar kepala janin dalam presentasi occiput melewati pintu atas panggul disebut sebagai engagement. Kepala janin biasanya memasuki pintu atas panggul dalam posisi diameter lintang atau salah satu dari diameter oblik Pada multipara atau beberapa nullipara fenomena ini dapat terjadi pada mingguminggu terakhir kehamilan.

- Penurunan Pada nulipara hal ini dapat terjadi sebelum onset persalinan dan penurunan selanjutnya tidak terjadi sampai mulanya kala II persalinan. Penurunan terjadi disebabkan satu atau lebih dari empat kekuatan, yaitu ; 1. Tekanan cairan amnion 2. Tekanan langsung fundus pada bokong dengan kontraksi 3. Tekanan langsung otot-otot abdomen 4. Ekstensi dan pelurusan badan janin.8 Feinstein dkk,2001 menyatakan dalam hasil penelitiannya berdasarkan univariat analisis, Faktor yang menghambat penurunan kepala yaitu nuliparitas, epidural analgesia, hidramnion, Hipertensi, DMG, Bayi lebih radi 4 kg, Ketuban pecah dini, persalianan yang di induksi. Didapat

cara persalinan pada distosia kala II ini dengan sesarea 20,6 %, ekstraksi vakum 74 % dan forcep 5,4 %.23

- Fleksi Segera setelah penurunan kepala menemukan tahanan pada dasar panggul, dinding panggul dan cerviks, fleksi kepala terjadi. Dimana diameter subocciput bregmatika menggantikan diameter occipitofrontalis yang lebih besar.

- Rotasi interna Pemutaran kepala yang menggerakan oksiput dari posisi asalnya ke anterior menuju simfisis pubis, atau kurang sering ke posterior menuju sacrum, selalu dihubunkan dengan turunnya bagian presentasi dan biasanya tidak terjadi sampai kepla mencapai spina (engaged). Calkin (1979) penelitian pada 5000 persalinan menentukan kapan terjadi rotasi interna.disimpulkan bahwa 2/3 rotasi interna lengkap pada saat kepala mencapai dasar panggul. nya terjadi segera setelah kepala mencapai dasar panggul. 5% tidak terjadi rotasi ke anterior. Rotasi sebelum mencapai dasar panggul lebih sering terjadi pada multipara dari pada nullipara.

- Ekstensi Setelah rotasi interna, kepala yang fleksi penuh mencapai vulva, kepala menekan lorong panggul,ada dua kekuatan yang bekerja, berasal dari uterus bekerja lebih posterior dan tahanan lantai panggul yang bekerja anterior. Gaya resultantenya mengarah ke muara vulva. terjadi ekstensi, yang membawa dasar oksiput menempel pada margo inferior simpfisis. Karena pintu keluar vulva mengarah keatas dan kedepan, ekstensi harus terjadi sebelum kepala dapat melewatinya. - Rotasi Eksterna

Kepala yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi, bila oksiput awalnya mengarah ke kiri maka berotasi kearah tuberusitas ischium kiri. Begitu pula sebaliknya. Diikuti dengan lengkapnya rotasi luar keposisi lintang. Suatu gerakan yang sesuai dengan rotasi badan janin, yang bekerja membawa diameter biakromial berhimpit dengan anteroposterior pintu bawah panggul.

- Ekspulsi Segera setelah rotasi eksterna bahu depan terlihat di bawah simfisis dan perineum menjadi teregang olah bahu belakang, setelah lahirnya kedua bahu tersebut sisa badan lainya didorong keluar

2. 7. 3 KALA III PERSALINAN. Otot miometrium berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan rongga uterus ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi plasenta. Karena tempat implantasi menjadi sangat kecil, plasenta terlepas.

2. 8. MANAGEMEN PERSALINAN Beberapa hal penting yang harus dinilai segera saat seorang wanita memasuki fase persalinan yaitu :

Onset serta frekuansi,durasi, relaksasi dan intensitas kontraksi uterus, riwayat perdarahan, dan gerakan janin.

Riwayat Alergi, penggunaan obat-obatan, waktu dan jumlah intake oral terakhir. Maternal vital sign, data laboratorium; Hb, golongan darah, protein urin dan glukosa Bunyi jantung janin, dan perkiraan berat janin Status membran, pembukaan dan penipisan serviks serta penurunan kepala.

Pada initial assessment ini harus ditentukan normalnya kehamilan.Kesimpulan hasil pemeriksaan dan data selama antenatal di gunakan untuk membuat rencana yang rasional untuk memonitor persalinan. Untuk mendapat hasil akhir kehamilan yang baik ditetapkan program yang dirinci dengan baik memberikan surveilans yang teliti tentang kesejahteraan ibu maupun janin. Semua observasi harus dicatat dengan baik Frekuensi, intensitas, lamanya kontraksi uterus, serta respon denyut jantung janin terhadap kontraksi tersebut harus diperhatikan benar. Denyut jantung janin. Jika memungkinkan auskultasi denyut jantung janin diperiksa selama kontraksi dan selama 60 detik setelah kontraksi untuk melihat respon janin terhadap kontraksi.Pengukuran denyut jantung janin selama 30 60 detik diantara his untuk mengidentifikasi frekuensi dasar. Tanpa mempertimbangkan metoda yang digunakan dalam pengukuran denyut jantung janin standar interval evaluasi yang digunakan menurut ACOG guidelines (1997),AWHONN (1997) san SOGC (1995) yaitu :

Kala persalinan Risiko rendah Risiko tinggi PK I laten 30 60 menit 30 menit PK I aktif 30 menit 15 menit PK II 15 menit 5 menit

Auskultasi denyut jantung janin harus dilakukan sebelum melakukan tindakan ; pemberian obat anastetik dan analgesik, oxytocics dan setiap kali perubahan dosisnya, pecah ketuban, kontraksi uterus yang kuat,pemeriksaan dalam atau pun kateterisasi urin. Gawat janin atau hilangnya kesejahteraan janin, diduga apabila denyut jantung janin segera setelah kontraksi dengan pengulangan didapat 110 dpm.Gawat janin sangat mungkin terjadi bila didapat bunyi jantung janin kurang dari 110 dpm walaupun dengan perbaikan menjadi 110 sampai 160 dpm sebelum kontraksi berikutnya. Gambaran bunyi jantung janin yang normal bila di dapat; frekuensi dasar 120 160 dpm,akselerasi tanpa ada deselerasi dan variabilitas antara 5 - 25 dpm.

Kontraksi uterus Kontraksi uterus harus dievaluasi harus dimonitor intensitas, frekuensi, dan

durasinya.Kontraksi yang adekuat bila kontraksi tersebut secara teratur menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks bersamaan dengan penurunan kepala. Satuan pengukuran kontraksi uterus yaitu Montevideo unit, rata-rata kekuatan (amplitudo) kontraksi dalam millimeter merkuri dikalikan dengan frekuensi kontraksi dalam 10 menit.200 250 montevideo unit ditentukan sebagai persalinan yang adekuat.

Pengukuran tanda vital Pengukuran suhu, nadi dan tekanan darah dinilai sekurangnya tiap 2 - 4 jam, lebih sering

bila ada indikasi, bergantung pada kondisi pasien. Pada pasien dengan ketuban pecah jika temperatur meningkat maka suhu diukur tiap 1 jam.

Pemeriksaan dalam

Pada kala satu persalinan keperluan pemeriksaan dalam selanjutnya untuk mengetahui status serviks dan dilatasi serta posisi bagian presentasi. Bila selaput ketuban sudah pecah, pemeriksaan hendaknya diulang segera kalau kepala tidak pasti engaged pada pemeriksaan vagina sebelumnya. Di Parkland Hospital Pemeriksaan vagina sering dilakukan dengan interval 2-3 jam untuk mengevaluasi persalinan.9,14 Pemeriksaan vagina yang berulang dan sering dapat menginduksi terjadinya infeksi terutama pada kala I persalinan.19 Depkes merekomendasikan periksa dalam pada keadaan normal cukup dilakukan empat jam dan selalu dilakukan secara asepsis.30 Frekuensi periksa dalam harus dibatasi sesedikit mungkin (WHO,1996) Periska dalam yang dilakukan lebih sering dari 4 jam sekali tidak bermanfaat, kecuali bila ada indikasi : 1. Ketuban pecah dini dengan letak bagian bawah janin masih tinggi untuk menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. 2. Untuk memantau kemajuan persalinan dan mencatat pembukaan serviks pada partograf Alasan untuk melakukan pemeriksaan dalam setiap 4 jam didasari pada penggunaan partograf dan garis waspada. Biasanya terdapat waktu sekitar 4 jam antara garis waspada dan garis tindakan. Bila pemeriksaan dalam dilakukan kurang dari 4 jam, mungkin masih diperlukan pemeriksaan lagi sebelum mencapai garis tindakan.

Penggunaan oksitosin Penggunaan oksitosin sebagai modalitas dalam managemen aktif persalian tanpa

amniotomi dapat mengurangi lama persalinan hanya didapat pada satu penelitian dari empat penelitian yang ada. Didapat tidak adanya perbedaan insidensi seksio sesarea dan persalianan pervaginam dengan alat dan tidak mempengaruhi kondisi janin.

Asupan oral dan cairan intravena. Pada dasarnya pada semua keadaan, makanan dan cairan tidak diberikan oral pada saat

memasuki persalinan aktif. Waktu pengosongnan lambung memanjang saat proses persalinan

berlangsung dan pada pemberian analgesia. Sebagai akibat makanan dan kebanyakan obat yang dimakan tetap ada dilambung dan tidak diabsopsi, tetapi dapat dimuntahkan dan terjadi aspirasi. Namun penelitian Guyton dan Gibbs (1994) Insidensi aspirasi tidak didapat pada pemberian cairan oral 150 ml dua jam sebelum pembedahan. Pada beberapa pusat kesehatan sering dilakukan restriksi caitan untuk menghindari aspirasi atau antisipasi bila anastesi umum dibutuhkan.Pemberian cairan intravena rutin pada awal persalinan tidak jelas diperlukan.Sedang pemberian infus intravena dengan oxytocics menguntungkan selama masa nifas untuk profilaksis. Dan perberian glukosa,elektrolit dan cairan baik bagi wanita yang berpuasa dengan kecepatan 60 120 ml perjam, untuk menghindari dehidrasi dan asidosis. Randomized controlled trial 2000,didapat pemberian intravena pada nullipara menurunkan insidensi persalinan lama dan mengurangi kemungkinan kebutuhan pemberian oksitosin serta hidrasi yang kurang dapat menjadi factor yang menyebabkan gangguan pada proses persalinan. Hal ini dikarenakan cairan yang adekuat dapat menunjang perfusi yang optimal bagi uterus dan tidak hanya oksigenasi fetal adekuat tetapi juga menunjang kebutuhan nutrien bagi persalinan dan mengurangi sisa sisa metabolisme.16, 20 Namun menurut Neilson.JP,1998 rutin pemberian cairan intravena tidak selalu dibutuhkan bila wanita hamil dapat minum dengan baik. Sedangkan efek untuk mengurangi atau mencegah makan dan minum sering mengakibatkan perlunya pemberian glukosa intravena, yang telah dibuktikan dapat berakibat negatif terhadap janin dan selanjutnya bayi baru lahir. Efek tersebut disebabkan oleh peningkatan insulin sebagai respons dari peningkatan kadar glukosa dan bisa mengakibatkan hipoglikemi pada janin, atau lebih sering terjadi hipoglikemi pada neonatal.

Dukungan psikis Berdasarkan meta-analisis dari 11 RCT didapat; Dukungan psikis dapat mengurangi

lamanya persalianan menghindari depresi pasca persalinan, mengurangi penggunaan analgesia,

persalinan yang lebih singkat, mengurangi persalianan secara operatif dan persalianan dengan menggunakan alat.13, 17, 29 Banyak penelitian yang mendukung kehadiran orang ke kedua saat persalinan berlangsung. Penelitian itu menunjukan bahwa ibu merasakan kehadiran orang kedua tersebut sebagai pendamping pertolongan persalinan / bidan, akan memberi kenyamanan pada saat bersalin.

Pencukuran daerah pubis Menurut Nelson 1998, dalam evidence-based intrapartum care dinyatakan bahwa

pencukuran daerah pubis tidak mengurangi infeksi, bahkan mungkin meningkatkan risiko penularan HIV dan Hepatitis pada bayi.

Fungsi kandung kemih Distensi kandung kemih harus dihindarkan, karena dapat menimbulkan persalinan macet

dan selanjutnya hipotonia dan infeksi kandung kemih.Selalu dilakukan pemeriksaan abdomen daerah suprasimfisis untuk mendeteksi pengisian kandung kemih. Bila kandung kemih mengembang dan tidak dapat berkemih kateterisasi diindikasikan.9 Minta ibu hamil agar sering buang air kecil sedikitnya setiap 2 jam. Catat pada partograf jumlah pengeluaran urine setiap kali ibu b.a.k dan catat protein atau aseton yang ada dalam urine.

Posisi dan gerakan ibu dalam persalinan Diketahui bahwa posisi terlentang saat persalinan dapat mengakibatkan berkurangnya

aliran darah dari ibu ke janin. Pada saat persalinan sebenarnya telah terjadi pengurangan aliran darah plasenta akibat aktifitas otot rahimpada saat kontraksi. Bila janin telah mengalami kurangnya aliran darah plasenta, seperti pada gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, maka dengan adanya gangguan aliran darah plasenta yang diakibatkan posisi ibu (terlentang), maka hal ini dapat membahayakan janin.

Posisi bersalin dalam persalinan dapat mempengaruhi lamanya proses berlangsung, ibu yang lebih banyak bergerak dan dibiarkan memilih posisi yang mereka pilih sendiri mengalami nproses persalian yang lebih singkat, dan rasa nyeri yang berkurang. Oleh karena itu ibu bersalin hendaknya diberi kebabasan memilih posisi yang dirasakan paling nyaman kecuali ada kontraindikasi lain. (WHO 1996). Dalam suatu review sistematis dari 17 Randomised control Trial untuk mengevaluasi efek posisi ibu dalam persalinan, menyimpulkan bahwa " Ibu bersalin yang mengambil posisi tegak dilaporkan mengalami lebih sedikit rasa tidak nyaman dan nyeri, mengalami kala II yang lebih singkat (tanpa bantuan oksitosin), lebih mudah meneran dan memiliki peluang lebih besar untuk persalinan spontan dengan robekan perineal dan vaginal yang leboh sedikit. Komite ahli yang mengkaji persalinan normal untuk WHO menyimpukan hal yang sama.

Amniotomi Manfaat yang diperkirakan adalah persalinan bertambah cepat, deteksi dini pewarnaan

mekonium pada cairam amnion.bila amniotomi dilakukan hendaknya dilakukan teknik asepsis dan kepala harus tetap di panggul untuk menghindari prolaps tali pusat. Pada dua multisenter di Canada dan The United Kingdom pada lebih dari 2000 partisipan didapat bahwa amniotomi dapat mengurangi lamanya persalinan, namun tidak menunjukan perbedaan efek terhadap ibu dan janin.

Partograf. Alat Bantu yang digunakan untuk observasi dan menilai kemajuan persalian dengan

menilai pembukaan melalui pemeriksaan dalam, serta mendeteksi apakah proses persalianan berjalan secara normal. Pencatatan dalam partograf yaitu :

1. Fase aktif ; pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm 2. Kontraksi uterus dan Denyut jantung janin setiap 30 menit 3. Pembukaan serviks setiep 4 jam 4. Nadi setiap 30 menit 5. Tekanan darah dan temperatur setiap 4 jam 6. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam Informasi yang didapat melalui partograf yaitu : 1. Informasi kondisi tentang ibu; Nama, umur, gravida, para, abortus tanggal mulai persalinan, waktu ketuban pecah 2. Kondisi janin : DJJ,warna dan adanya air ketuban, molase 3. Kemajuan persalinan : pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah janin atau presentasi, garis waspada dan garis bertindak. 4. Jam dan waktu : mulainya fase aktif dan waktu actual saat pemeriksaan 5. Kondisi ibu : Nadi, tekanan darah, temperatur, dan urin obat obatan dan cairan yang diberikan

Garis waspada : dimulai saat pembukaan servika 4 cm dan dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi bila pembukaan 1 cm per jam. Garis bertindak : tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada disebelah kanan garis bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus dilakukan Penelitian WHO di multicentre Asia tenggara yang bermaksud mengevaluasi penggunaan partograf dalam managemen dan hasil persalinan, bahwa dengan menggunakan partograf dapat mengurangi augmentasi dengan oksitosin hingga 54%, mengurangi lama proses persalinan yaitu persalinan yang lebih dari 18 jam serta mengurangi postpartum sepsis hingga 59%.

2. 8. 1 KALA II

Kala II persalinan dimulai saat pembukaan serviks mencapai maksimum diakhiri dengan lahirnya janin. Pembukaan cerviks yang lengkap, ibu ingin mengejan dan turunya presentasi kepala menandai kala II persalinan dengan kontraksi uterus berlangsung selama 1 menit dan fase istirahat miometrium tidak lebih dari satu menit. Pada kala II persalinan bantu ibu mengambil posisi yang paling nyaman baginya, Riset menunjukan bahwa posisi duduk atau jongkok memberikan banyak keuntungan. Pada kala II anjurkan ibu untuk meneran hanya jika merasa ingin meneran atau saat kepala bayi sudah kelihatan di introitus vagina "crowning" dan pada penelitian tidak direkomendasikan untuk meneran sambil menahan nafas karena terbukti berbahaya. Hindari juga peregangan pada vagina secara manual dengan gerakan menyapu atau menariknya ke arah luar. Penelitian menyatakan bahwa tidak ada keuntungan untuk meminta ibu bersalin menarik nafas dalam, menahan nafas dan meneran saaat kontraksi. Praktek untuk menahan nafas dan memaksa upaya ekspulsi terkendali untuk membantu persalinan dikenal sebagai manuver valsava. Pada umumnya praktek ini menyebabkan ibu meneran sambil menghembuskan nafas

kuat kuat dengan glotis tertutup. Dari penelitian didapat tidak ada perbedaan lamanya waktu persalinan bila dibandingkan dengan ibu bersalin yang meneran spontan dan tidak menahan nafas. (thompson, 1995, Knauth dan haloburdo, 1986 ). Kala II memakan waktu kurang dari 30 menit dan Berkaitan dengan mortalitas dan morbiditas janin tenaga kesehatan harus berhati-hati bila lebih dari satu jam.1 tetapi dapat sangat berbeda-beda pada nulipara dapat 50 menit dan 20 menit pada multipara.1 Dalam literature lain dinyatakan, Satu jam pada multipara dan dua jam pada nulipara.23 Rata rata lamanya kala II persalianan menurut ACOG yaitu 30 menit pada multipara dan satu jam pada primipara.11 Dari beberapa hasil penelitian tidak bermasalah berapa lamanya kala II persalinan sehingga lamanya kala II ini tidak dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan intervensi selama kondisi ibu dan janin baik lamanya kala II ini dapat berlanjut hingga lebih dari satu jam. Pada seorang wanita dengan paritas lebih tinggi dengan perineum teregang dengan beberapa kali daya dorong mungkin dapat menyelesaikan persalinan. Sebaliknya, pada seorang wanita dengan panggul sempit atau janin besar, atau ada gangguan daya dorong kala II dapat menjadi abnormal lama. Lamanya kala II ini berkaitan dengan APGAR score yang lebih rendah pada menit pertama setelah kelahiran namun tidak berbeda pada manit ke lima dan sepuluh. Perbedaan nilai APGAR signifikan pada kala II lebih dari 4 jam, Sedangkan asidosis pada bayi tidak berhubungan dengan lamanya kala II.21 Sedangkan menurut feinstein dkk 2001, Kala II lama berkaitan dengan penurunan APGAR score pada menit pertama dan kelima tetapi tidak signifikan dengan peningkatan mortalitas perinatal.23 Kala II yang memanjang berkaitan dengan kerusakan muscular dan neuromuscular dasar panggul, incontinensia alvi, incontinensia urin, dan meningkatnya risiko perdarahan post partum.11,15 Berdasarkan univariat analisis risiko tersebut timbul pada kala II lebih dari dua jam, dengan perdarahan rata-rata 500cc dan penurunan hemoglobin 1,8 g/dl serta meningkatkan risiko terjadinya atonia uteri. Episiotomi untuk mempercepat kala II tidak rutin dilakukan karena tidak mencegah terjadinya kerusakan m.sfingter ani justru menambah risiko terjadinya kerusakan tersebut,dari

data yang didapat khususnya episiotomi mediana harus dihindari pada kala II memanjang karena dapat menambah kerusakan dasar panggul yang berat. Sebuah RCT di Canada menyatakan bahwa menghindari melakuakan episiotomi mengurangi trauma perineum dan episiotomi meningkatkan resiko inkontinensia fecal pada tiga dan enam bulan postpartum. Episiotomi mediana tidak efektif dalam perlindungan daerah perineum selama persalianan. Pada nuliparitas masase perineum beberapa minggu sebelum persalianan dapat mencegah trauma perineum. Dan tidak ada bukti yang menunjang dilakukan masase perineum pada kala II pesalinan. Ekstraksi Vakum dan persalianan spontan dapat mengurangi trauma sfingter ani di bandingkan dengan ekstraksi forsep. Dorongan pada fundus selama persalinan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan uterus dan abdomen.serta dorongan yang terus menerus dapat menyebabkan penurunan oksigenisasi bagi bayi dan tidak mengurangi lamanya kala II persalinan. Melambatnya denyut jantung janin yang diinduksi kompresi kepala sering terjadi pada waktu kompresi dan upaya ibu untuk mendorong. Bila pemulihan denyut jantung cepat setelah kontraksi dan setelah upaya ekspulsi tersebut maka pesalinan dapat dilanjutkan. Tetapi tidak semua pelambatan denyut jantung janin tersebut didsebabkan oleh kompresi kepala. Daya yang kuat yang timbul didalam uterus waktu kontraksi dan daya mengejan ibu dapat menurunkan perfusi plasenta yang cukup besar. Turunnya janin melalui jalan lahir dan berkurangnya volume uterus sebagai akibatnya dapat mencetuskan derajat pelepasan plasenta prematur, sehingga kesejahteraan janin terancam. Turunnya janin lebih mungkin mengencangkan lilitan tali pusat disekeliling janin terutama dileher sehingga dapat menyumbat aliran darah umbilical. Mengejan yang berkepanjangan dan tidak henti-hentinya dapat membahayakan janin. Takikardi ibu, yang sering terjadi pada kala II jangan disalah artikan sebagai bunyi jantung janin yang normal. Dua puluh RCT (Randomized Controlled Trial ) membandingkan monitoring bunyi jantung janin secara elektronik dan auskultasi, dilaporkan peningkatan section sesarea dan persalinan operatif pervaginam. Adanya monitoring secara elaktronik ini tidak menambah keuntungan bagi bayi.Pada salah satu penelitiannya didapat penurunan angka kejadian kejang

pada neonatus dan fetal asidosis dengan menggunakan continous monitoring electronic namun tidak ada perbedaan hasil setelah satu tahun pemantauan perkembangan bayi. Kelahiran kepala dengan perasat Ritgen, pada waktu kepala meregangkan perineum dan vulva kontraksi cukup untuk membuka introitus vagina sekitar 5 cm, perlu memasang duk dengan satu tangan untuk melindungi introitus dari anus dan kemudian menekan ke depan pada dagu janin melalui perineum tepat didepan koksigis, sementara tangan lainnya memberi tekanan diatas pada oksiput. Setelah kepala dilahirkan, untuk mengurangi kemungkinan aspirasi debris cairan amnion dan darah yang mungkin terjadi setelah dada lahir dan bayi dapat menarik nafas, wajah cepatcepat diusap dan nares serta mulut bayi diaspirasi. Selanjutnya jari hendaknya menuju leher untuk memastikan apakah ada lilitan tali pusat. Lilitan terjadi pada sekitar 25 % persen kasus, bila terdapat lilitan hendaknya ditarik diantara jari-jari dan kalau cukup longgar dilepaskan dari kepala bayi. Bila lilitan mencekik erat dileher sehingga susah dilepaskan dari kepala, hendaknya dipotong diantara dua klem dan bayi cepat dilahirkan. Setelah lahir bayi ditempatkan setinggi introitus vagina atau dibawahnya selama tiga menit dan sirkulasi fetoplasenta tidak segera disumbat dengan klem, kira kira 80 ml darah dapat berpindah dari plasenta ke janin. Satu keuntungan dari transfusi plasenta tersebut bahwa hemoglobin dari 80 ml darah plasenta memberikan 50 mg besi sebagai simpanan bayi untuk menghindari anemia defisiensi besi pada masa bayi. Lavase atau manual eksplorasi pada uterus setelah bayi lahir tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan trauma servik dan uterus serta dapat menimbulkan infeksi. 2. 8. 2 Kala III Segera setelah bayi lahir tinggi fundus dan konsistensi dipastikan, sepanjang uterus tetap kencang dan tidak terdapat perdarahan yang luar biasa pelepasan plasenta di tunggu hingga ada tanda tanda pelepasan plasenta. Dilakukan managemen aktif kala III untuk menghasilkan

kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga mengurangi kehilangan darah.26, 27, 28 Namun sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan tidak ada kehamilan ganda.30 Tunggu uterus berkontraksi, lakukan peregangan tali pusat terus menerus sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati hati ke arah punggung ibu dan kearah atas (dorso kranial). Ulangi langkah ini setiap kali ada his.berhati hati, jangan menarik tali pusat berlebihan atau mendorong fundus karena akan menyebabkan inversio uteri. Managemen aktif kala III yaitu : 1. Pemberian uterotonik profilaksis 2. Melakukan peregangan tali pusat terkendali 3. Masase fundus uteri Bila plasenta belum lepas setelah melakukan penatalaksanaan aktif perslinan kala III dalam waktu 15 menit, ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM, periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh, kala III dilakukan terus hingga 15 menit berikutnya.30 Setelah lahirnya plasenta harus diperiksa kelengkapannya dan masase uterus dilakukan untuk merangsang kontraksi uterus serta periksa perineum dari perdarahan aktif. Pada prinsipnya pencegahan perdarahan post partum yaitu dengan meningkatkan kontraksi uterus dan mempercepat kala II persalinan ini. Tatalaksana kala III persalinan berbeda pada setiap center kesehatan, seperti di Eropa masih menggunakan "expectant management" yaitu menunggu terlepasnya plasenta dan membiarkan plasenta terlepas spontan. "Cochrane systematic review" menganalisa lima RCT ( Rendomized Controlled Trials ) untuk membandingkan akspectant management dan managemen aktif didapat bahwa " managemen aktif berkaitan dengan menurunnya risiko perdarahan postpartum lebih dari 500cc, menghindari kala III yang memanjang dan komplikasi serius lainnya, tetapi juga dikaitkan dengan efek samping penggunaan uterotonik " Penggunaan syntrometrin intamuskular sebagai uterotonik profolaksis rutin pada kala III mengurangi risiko perdarahan postpartum dibandingkan dengan oksitosin intramuskular.Namun risiko terjadinya perdarahan postpartum yang berat pada penggunaan oksitosin intramuskular tidak meningkat.

Beberapa penelitian klinis menyarankan penggunaan misoprostol 400-600 mikrogram oral sama efektifnya dengan penggunaan oksitosin dan sintimetrin dan pada penelitian lain menemukan sama efektifnya dengan oksitosin namun berhubungan dengan peningkatan suhu dan mengigil.27 Sedangkan pada Penelitian multisenter RCT dari WHO didapat, Pada penggunaaan misoprostol (prostaglandin E1) untuk mencegah perdarahan postpartum secara oral maupun rectal kurang efektif dibandingkan injeksi oksitosin.Hal ini berkaitan dengan lamanya mencapai kadar puncak dalam plasma setelah pemberian oral maupun rectal sehingga tidak direkomendasikan digunakan secara rutin pada kala III.

2. 8. 3 Kala IV

Observasi pada satu jam pertama setelah persalinan tiap 15 menit dan 30 menit pada jam kedua. Perhatikan tekanan darah ,nadi kontraksi uterus serta perdarahan. Harus diperhatikan bila ada nyeri perineum yang berat berkaitan dengan terbentuknya hematoma. Serta distensi kandung kemih dapat mengakibatkan terganggunya kontraksi uterus.

2. 9. FAKTOR PENGHAMBAT PERSALINAN NORMAL 2. 9. 1 Varises Menghambat Persalinan Normal Ternyata, varises bukan cuma terjadi di kaki, tapi juga bisa di vagina dan anus. Hati-hati, karena berisiko terjadi perdarahan sewaktu persalinan. Bisa dipastikan, tak ada wanita yang tak ingin tampil indah. Begitu pun kala hamil. Itu sebab tak setiap wanita siap menghadapi perubahan tubuh yang terjadi saat hamil. Sekalipun perubahan itu terjadi di kaki semisal varises. Betapa tidak? Kehadiran tonjolan biru melingkarlingkar seperti cacing ini membuat kaki yang semula mulus jadi hilang keindahannya. Namun yang harus dicemaskan bukan hilangnya keindahan si kaki, melainkan si varises. Pasalnya, hampir semua wanita hamil yang mengalami varises di kaki, di vaginanya pun ada varises. Ini berbahaya, lo, karena bisa menghambat persalinan, terutama bagi mereka yang melakukan persalinan secara normal atau pervaginam.

Bukan berarti yang kakinya mulus alias tak terkena varises, akan aman-aman saja, lo. Soalnya, bisa terjadi si varises memang tak bersarang di kaki, melainkan di vagina dan jalan lahir atau di anus. Bila varisesnya besar-besar di daerah jalan lahir atau dubur, akan berisiko terjadi perdarahan waktu persalinan, karena pembuluh darah yang membesar itu bisa pecah akibat tertekan tubuh janin saat meluncur keluar dalam persalinan, terang dr. Judi Januadi Endjun, SpOG, Sonologist, dari FK UPN Veteran/Departemen Obstetri dan Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Bahkan, saat mengejan pun, bisa saja pembendungan pada pembuluh-pembuluh darah di sekitar jalan lahir tak bisa ditahan oleh dinding pembuluh hingga pecah dan timbullah perdarahan hebat. Akibatnya, harus dilakukan bedah sesar pada si ibu untuk mencegah perdarahan hebat.

Perubahan Normal Varises, terang Judi, merupakan pelebaran pembuluh darah vena atau pembuluh darah

balik yang diakibatkan kelemahan pada dinding otot pembuluh darah tersebut atau karena ada gangguan pada klep vena. Saat hamil, wanita akan mengalami perubahan hormonal, terutama peningkatan hormon progesteron. Perubahan hormonal yang besar itu mengakibatkan terjadi perubahan fisik dan psikis yang nyata. Misal, payudara membesar dan aerola mammae yang tampak lebih kehitaman, tubuh terasa lemas, pusing, serta merasa mual-muntah. Nah, perubahan hormonal juga berpengaruh pada dinding pembuluh darah, yaitu membuat elastisitas dinding pembuluh darah makin bertambah, hingga dinding pembuluh darah (baik arteri maupun vena) makin lentur. Akibatnya, pembuluh darah jadi tambah besar dan melebar. Namun pembesaran dan pelebaran ini terlihat lebih nyata pada pembuluh darah vena karena pembuluh darah vena lebih tipis dibanding pembuluh darah arteri (nadi).

Pelebaran pembuluh darah ini perlu untuk memenuhi kebutuhan janin, agar aliran darah dan volume darah yang memang makin meningkat pada wanita hamil dapat tersuplai dengan baik, hingga pertumbuhan janin pun berlangsung normal. Bukankah rahim yang membesar butuh penyediaan aliran darah yang banyak, hingga pembuluh-pembuluh darah yang menjadi tempat darah mengalir akan bertambah besar dan banyak? Namun, akibat efek mekanik penekanan rahim, maka aliran darah balik dari anggota gerak bawah dan panggul mengalami hambatan hingga terjadi bendungan yang bisa menyebabkan pelebaran vena atau varises.

Tergantung Besar Rahim Pada wanita hamil, umumnya varises terjadi di daerah panggul dan anggota gerak bagian

bawah. Soalnya, pembuluh-pembuluh darah di daerah itulah yang berhubungan erat dengan rahim. Sementara kemunculannya bisa kapan saja, bahkan bisa sejak kehamilan trimester pertama, tergantung sebelumnya sudah ada varises atau tidak. Yang jelas, tegas Judi, sejalan bertambahnya usia kehamilan, biasanya varises makin tambah parah. Varises bertambah besar bila aliran darah di pembuluh vena mengalami bendungan. Pembendungan bisa terjadi, seperti diungkap di atas, akibat efek mekanik penekanan rahim. Adapun besarnya pembendungan aliran darah amat tergantung besarnya rahim. Makanya, varises makin parah di bulan-bulan terakhir kehamilan karena beban perut makin besar. Bukankah makin bertambah usia kehamilan, rahim pun akan makin besar? Nah, rahim yang makin besar ini, makin lama makin menekan pembuluh darah balik yang terdapat di bagian bawah perut. Selain itu, bagian kepala janin yang sudah turun ke rongga panggul juga mempengaruhi. Akibatnya, aliran peredaran darah di daerah itu tak lancar. Aliran darah yang terhambat dan terbendung inilah yang tampak sebagai tonjolan di bawah kulit. Pada betis, tonjolan itu tampak sebagai garis-garis panjang warna hijau kebiru-biruan.

Pembesaran ini makin diperparah oleh sikap tubuh yang salah semisal berdiri terusmenerus, duduk yang terlalu lama, dan sering mengangkat beban berat. Terlebih bila wanita hamil kurang berolahraga. Itu sebab, wanita hamil dianjurkan rajin berolah raga agar aliran darah tetap lancar. Sementara varises di anus yang lebih dikenal dengan istilah ambeien, salah satu pemicunya adalah kebiasaan buang air besar dengan cara duduk. Mereka yang kurang menkonsumsi makanan berserat pun punya kecenderungan cukup besar untuk menderita varises di anus. Kecenderungan varises juga makin besar terjadi pada wanita yang pernah hamil dan melahirkan anak lebih dari 2 kali maupun wanita hamil usia di atas 40 tahun. Penyebabnya, tak lain ada arteriosclerosis (penebalan dinding pembuluh darah) yang berdampak dinding pembuluh darah jadi kehilangan daya lentur/elastisitasnya. Kekakuan dinding arteri ini akan menghambat aliran vena, hingga varises pun timbul. Selain tentu saja varises juga terjadi pada mereka yang memang berbakat.

Sulit Diobati Untuk varises di kaki, pembesaran bisa dicegah dengan memakai stocking khusus.

Sayang, stocking ini tak nyaman dipakai karena menimbulkan rasa gerah lantaran iklim di Indonesia yang panas. Sementara pembesaran varises di vagina dan anus, tak ada alat khusus yang bisa mencegahnya. Namun bila wanita hamil rajin mengangkat kaki dengan cara menaruhnya di atas bantal kala sedang tidur-tiduran atau membaca buku, sedikit banyak bisa membantu melancarkan aliran darah. Dengan cara ini diharapkan beban yang harus ditopang kaki jadi makin berkurang. Selain penggunaan sepatu, sebaiknya dengan hak maksimal 2 cm agar aliran darah tak terhambat. Kemudian saat tidur, usahakan jangan berbaring hanya dalam satu posisi untuk menghindari tekanan pada pembuluhpembuluh darah di satu tempat.

Akan halnya pengobatan varises, biasanya cuma bersifat mengurangi keluhan. Soalnya, varises yang terjadi saat kehamilan amat sulit diobati. Selain harus memperhitungkan dampak negatif yang mungkin terjadi pada janin, juga proses terjadi varises berkaitan dengan kehamilan. Bukankah makin tua usia kehamilan akan makin besar rahim, hingga makin besar pula efek bendungan pada pembuluh-pembuluh vena hingga varises makin besar? Makanya, saran Judi, mereka yang berbakat atau sudah punya penyakit ini, sebaiknya varises diobati sebelum hamil. Jikapun keluhannya sudah terasa mengganggu, akan diberi obat oles yang memunculkan efek menghangatkan. Kadang juga diberi vitamin tambahan yang bekerja untuk syaraf seperti vitamin B1, B6, dan B12. Atau bahkan diberi suntikan yang bersifat mengurangi rasa sakit, karena varises yang parah akan dirasakan pegal-pegal, panas, dan sakit oleh si ibu hingga membuatnya sering merasa tak nyaman serta menimbulkan banyak keluhan dan stres. Tentu obat suntiknya harus dipilih yang aman bagi janin.

Tak Bisa Normal Lagi Menurut Judi, wanita yang pada kehamilan pertamanya mengalami varises, biasanya

pada kehamilan kedua dan seterusnya akan makin parah varisesnya. Soalnya, elastisitas otot-otot jadi berubah, hingga varises yang diderita pun makin berat. Pada kasus ini, biasanya untuk kembali normal akan sulit, hingga jalan operasilah yang bisa mengatasinya. Umumnya, varises yang terjadi karena kehamilan akan hilang sendiri setelah kelahiran bayi. Bukankah dengan mengecilnya rahim, pembendungan tak ada lagi, hingga aliran darah pun lancar kembali? Namun begitu, untuk sebagian wanita mungkin saja tak bisa normal kembali. Jadi, varisesnya masih tampak besar-besar, hingga perlu penanganan dokter lebih lanjut. Waktu menghilangnya pun tak sama pada masing-masing ibu. Ada yang dalam waktu cepat bisa hilang, misal, setelah kelahiran bayi, tapi ada pula yang hingga waktu nifas baru hilang. Tiap wanita punya ciri dan sifat sendiri dalam tubuhnya, termasuk dalam susunan pembuluh darahnya, kata Judi. Hal ini pula yang menyebabkan tak setiap wanita akan mengalami varises.

1. Tips Mencegah Varises


Rajin senam. Tak mengenakan pakaian ketat. Sesering mungkin mengangkat kaki lebih tinggi dari tubuh. Jika otot kaki terasa pegal, pijatlah hingga aliran darah kembali normal.

2. Mencegah Ambien Bertambah Parah Biasanya dokter akan memeriksa varises di anus (ambeien) dan saluran pembuangan bagian bawah ini dengan alat bernama anuskopi. Dari situ dokter bisa melihat, apakah varises akan membahayakan kehamilan dan proses persalinan atau tidak. Saran Judi, bila memang sudah punya ambeien sebelum hamil, lebih baik ambeiennya dioperasi dulu sebelum kehamilan berlangsung. Soalnya, jika sudah kadung hamil, tak bisa dilakukan tindakan operasi. Yang bisa dilakukan hanya mencegah agar pembuluh darah tak bertambah melebar. 3. Pencegahan bisa dilakukan, antara lain:

Jangan menunda keinginan buang air besar, tapi cobalah usahakan untuk buang air besar secara teratur tiap hari.

Usahakan minum air jangan kurang dari 2 liter per hari. Perbanyak makanan yang mengandung serat, seperti sayuran dan buah-buahan. Lakukan olahraga secara teratur, terutama olahraga untuk orang hamil, seperti senam hamil.

Jika sudah kadung ada perdarahan atau nyeri yang hebat di daerah tersebut, segera konsultasikan ke dokter.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Dan Saran

Mekanisme Persalinan normal mencegah terjadinya komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir sehingga akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. 1. Mencegah perdarahan pasca persalinan 2. Menjadikan laserasi / episiotomi sebagai tindakan tidak rutin 3. Mencegah terjadinya retensio placenta Upaya Pencegahan Retensio Placenta berupa : Pencegahan retensio plasenta dengan cara mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali. Upaya ini disebut juga penatalaksanaan aktif kala III 4. Mencegah partus lama Upaya mencegah partus lama berupa : Mengharapkan dukungan suami dan kerabat ibu 5. Mencegah asfiksia bayi baru lahir Upaya mencegah asfiksia bayi baru lahir secara berurutan,yaitu : Membersihkan mulut dan jalan napas sesaat setelah ekspulsi kepala. menghisap lendir secara benar. Segera mengeringkan dan menghangatkan tubuh bayi

Ini Sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir, karena sebagian besar persalinan di indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan kesehatan primer di mana tingkat ketrampilan dan pengetahuan petugas kesehatan di fasilitas pelayanan tersebut masih Belum memadai. Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Jika semua tenaga penolong persalinan dilatih agar mampu untuk mencegah atau deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi, menerapkan asuhan persalinan secara tepat guna dan waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi, dan segera melakukan rujukan saat kondisi ibu masih optimal, maka para ibu dan bayi baru lahir akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian. DAFTAR PUSTAKA

1. http://racik.wordpress.com/2007/11/23/varises-menghambat-persalinan-normal/ 2. http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/fisiologi-dan-managemen-persalinan.html 3. http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/mekanisme-persalinan-normal.html 4. http://ayurai.wordpress.com/2009/03/13/persalinan-fisiologis-kala-i-fase-aktif/ 5. http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2008/11/mekanisme-persalinan-normal.html 6. http://blog.asuhankeperawatan.com/414askep/tag/kala-iii/ 7. http://www.scribd.com/doc/14077783/Asuhan-Kebidanan8. http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/17 44/epis1.jpg&imgrefurl=http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklob17.html &usg=__QnAU2H3tZP_KaoGYfdReCrPeY0=&h=366&w=315&sz=43&hl=id&start=2&um=1&tbnid=Lccp AaVDk0N5M:&tbnh=122&tbnw=105&prev=/images%3Fq%3Dpersalinan%2Bnormal% 26hl%3Did%26sa%3DN%26um%3D1 9. "Asuhan Persalinan Normal".Jaringan Pelayanan Klinik Reproduksi.JHPIEGO (MNH). Departeman Kesehatan. Jakarta 2002. 10. Saifuddin A.B. Buku acuan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal ; Persalinan normal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1st Jakarta.2002;

11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Buku satu : Standar Pelayanan Kebidanan, Jakarta, 2001 12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Buku satu : Catatan Tentang Perkembangan dalam Praktek Kebidanan, Jakarta, 2001 http://dc373.4shared.com/doc/t7yhrJ5W/preview.html

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Teori terjadinya persalinan Proses terjadinya persalinan belum diketahui secara pasti, sehingga

menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulainya kekuatan his. Perlu diketahui bahwa ada dua hormon yang dominan saat hamil, yaitu estrogen dan progesteron. Estrogen terdapat dalam keseimbangan sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks. Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan dominan saat mulainya persalinan. Oksitosin diduga bekerjasama atau melalui prostaglandin yang makin meningkat mulai dari umur kehamilan minggu ke-15. Disamping itu faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat memberikan pengaruh penting untuk dimulainya kontraksi rahim. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan, antara lain : 2.1.1 Teori keregangan a. Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.

b. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai. c. Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu,

sehingga menimbulkan proses persalinan. 2.1.2 Teori penurunan progesteron a. Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur 28 minggu, dimana terjadi

penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. b. Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif

terhadap oksitosin. c. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan

progesteron tertentu. 2.1.3 Teori oksitosin internal a. b. Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior Perubahan keeimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas

otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. c. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin

dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat mulai. 2.1.4 Teori prostaglandin a. Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur hamil 15 minggu, yang

dikeluarkan oleh desidua. b. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim

sehingga hasil konspsi dikeluarkan. c. 2.1.5 Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.

Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis

a.

Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi

kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973. b. Malpar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan, hasilnya kehamilan

kelinci berlangsung lebih lama. c. Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi

(mulainya) persalinan. d. Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituitari dengan mulainya persalinan. e. Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan. Jenis persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Jenis persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut: a. Persalinan spontan.

2.2

Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri. b. Pesalinan buatan. Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar. c. Persalinan anjuran.

Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.

2.3 2.3.1

Tahapan persalinan

Persalinan kala I.

Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm per jam dan pembukaan multigravida 2 cm per jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan. Pada kala I ini terjadi pendataran dan penipisan serviks. 2.3.2 Kala II atau kala pengusiran. Gejala utama kala II (pengusiran) adalah a. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100

detik. b. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaranan cairan secara mendadak. c. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan,

karena tertekannya fleksus frankenhouser. d. Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga terjadi: 1) Kepala membuka pintu 2) Subocciput bertindak sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan muka, dan kepala seluruhnya. e. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar, yaitu penyesuaian

kepala pada punggung. f. Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan jalan:

1) Kepala dipegang pada os occiput dan di bawah dagu, ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam keatas untuk melahirkan bahu belakang. 2) Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi. 3) Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.

g. Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan multigravida 30 menit. 2.3.3 Kala III (pelepasan placenta) Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya placenta sudah dapat diperkirakan dengan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut: a. Uterus menjadi bundar

b. Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim c. Tali pusat bertambah panjang

d. Terjadi perdarahan. Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara Crede pada fundus uteri. 2.3.4 Kala IV Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakuakn: a. b. c. d. Tingkat kesadaran penderita. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan respirasi. Kontraksi uterus. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.

2.4 2.4.1

Tanda-Tanda Persalinan Terjadinya his persalinan.

His persalinan mempunyai sifat: a. Pinggang terasa sakit yang menjalar ke depan.

b. Sifatnya teratur, interval makin pendek, durasi makin lama dan kekuatannya makin besar. c. Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks.

d. Makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah. 2.4.2 Pengeluaran lendir bercampur darah (pembawa tanda). Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan menimbulkan: a. Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas.

b. Terjadi perdarahan Pendataran dan pembukaan servik. c. 2.4.3 kapiler pembuluh darah pecah.

Pengeluaran cairan. Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.

2.5

Perbedaan his palsu dan his persalinan. Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Kontraksi ini dapat

dikemukakan sebagai keluhan, karena dirasakan sakit dan mengganggu. Kontraksi Braxton Hicks terjadi karena perubahan keseimbangan estrogen, progesteron, dan memberikan kesempatan rangsangan oksitosin. Dengan demikian makin tua hamil, pengeluaran estrogen dan progesteron makin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering, sebagai his palsu. Perbedaan his palsu dan his persalinan antara lain:

His permulaan (palsu) Rasa nyeri ringan di bagian bawah Datangnya tidak teratur, interval panjang, durasinya pendek Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda Tidak bertambah bila beraktivitas

His persalian Pinggang terasa sakit yang menjalar ke depan Sifatnya teratur, interval makin pendek, durasi makin lama dan kekuatannya makin besar Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks Makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah

2.6

Konsep Moulage Moulage adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat

menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. Moulage itu mungkin karena adanya sutura. Tulang kepala yang yang saling menyusup atau tumpang tindih menunjukkan kemungkinan adanya disproporsi tulang panggul (cephalo pelvic disproportion -CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar-benar terjadi jika tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat dipisahkan. Apabila ada dugaan disproporsi tulang panggul sangat penting untuk memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan. Segera lakukan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan tanda-tanda disproporsi tulang panggul ke fasilitas kesehatan yang memadai. Moulage merupakan perubahan bentuk kepala dalam usaha menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yaitu dengan bergesernya tulang tengkorak yang satu dibawah tulang tengkorak yang lain. Dengan adanya moulage ukuran yang melalui jalan lahir menjadi kecil sedangkan ukuran yang tegak lurus menjadi lebih panjang. Misalnya pada presentasi belakang kepala diameter suboksipito bregmatika menjadi kecil dan diameter mento oksipitalis bertambah. Biasanya os oksipital dan kadang-kadang juga os frontal bergeser dibawah os parietal kemampuan moulage dapat menentukan apakah perrsalinan dapat berlangsung dengan spontan atau tidak. Namun moulage yang terlalu kuat dapat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan dalam tengkorak.

Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam nilai penyusupan kepala janin. Catat temuan dikotak yang sesuai dibawah lajur air ketuban. Dibawah ini merupakan lambang-lambang yang dapat digunakan. N o. 1 2 3 4 Lamban g 0 1 2 3 Keterangan Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi. Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan. Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan. Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan lagi.

2.7

Mekanisme fisiologi kala I sampai kala IV Mekanisme persalinan Normal adalah gerakan janin yang mengakomodasikan

diri terhadap panggul ibu. Penyesuaian diri berupa : fleksi, rotasi dari janin. Hal ini sangat penting untuk kelahiran melalui vagina oleh karena janin tersebut harus menyesuaikan diri dengan ruangan yang tersedia didalam panggul. Diameter-diameter yang lebih besar dari janin harus menyesuaikan diri dengan diameter yang paling besar dari panggul ibu agar janin bisa masuk melalui panggul untuk dilahirkan. Turunnya kepala dibagi menjadi dua yaitu: a. Masuknya kepala dalam pintu atas panggul Masuknya kedalam pintu atas panggul pada primigravida (yang baru pertama kali hamil) sudah terjadi pada bulan terkahir kehamilan tetapi pada multigravida (yang sudah pernah hamil sebelumnya) biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala kedalam pintu atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis, melintang dan dengan fleksi yang ringan. Masuknya sutura sagitalis terdapat ditengahtengah jalan lahir, ialah tepat diantara simpisis dan promontorium, maka kepala dikatakan dalam synclitismus dan synclitismus os parietal depan dan belakang sama tingginya. Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau agak kebelakang mendekati promontorium maka posisi ini disebut asynclitismus. Pada pintu atas panggul biasanya kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan. Asynclitismus

posterior ialah jika sutura sagitalis mendekati simpisis dan os parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan. Asynclitismus anteriorialah jika sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang. b. Majunya kepala. Majunya kepala pada primigravida terjadi setelah kepala masuk kedalam rongga panggul dan biasanya baru dimulai pada kala 2. Pada multigravida sebaiknya majunya kepala dan masuknya kepala kedalam rongga panggul terjadi bersamaan. Yang menyebabkan majunya kepala : Tekanan cairan intrauterin, tekanan langsung oleh fundus pada bokong, kekuatan meneran, melurusnya badan janin oleh perubahan bentuk rahim. Penurunan terjadi selama persalinan oleh karena daya dorong dari kontraksi dan posisi, serta peneranan selama kala 2 oleh ibu. Penurunan kepala mengalami tahapantahapan sebagai berikut: 1. Fiksasi (engagement) merupakan tahap penurunan pada waktu diameter biparietal

dari kepala janin telah masuk panggul ibu 2. Desensus merupakan syarat utama kelahiran kepala, terjadi karena adanya

tekanan cairan amnion, tekanan langsung pada bokong saat kontraksi, usaha meneran, ekstensi dan pelurusan badan janin 3. Fleksi, sangat penting bagi penurunan kepala selama kala 2 agar bagian terkecil

masuk panggul dan terus turun. Dengan majunya kepala, fleksi bertambah hingga ubun-ubun besar. Keuntungan dari bertambahnya fleksi ialah ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir yaitu diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan diameter suboccipito frontalis (11,5 cm). Fleksi disebabkan karena janin didorong maju, dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks, dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari kekuatan dorongan dan tahanan ini terjadilah fleksi, karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan defleksi.

4.

Putaran paksi dalam/rotasi internal, pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa

sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke bawah sympisis. Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar kedepan kebawah simpisis. Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putara paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu kepala sampai ke hodge III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasa panggul. Sebab-sebab putaran paksi dalam : Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari kepala. Pada bagian terendah dari kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit yaitu pada sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genetalis antara M. Levator ani kiri dan kanan. Pada ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior. Rotasi internal dari kepala janin akan membuat diameter enteroposterior (yang lebih panjang) dari kepala akan menyesuaikan diri dengan diameter anteroposterior dari panggul 5. Ekstensi, setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul,

terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini terjadi pada saat lahir kepala, terjadi karena gaya tahanan dari dasar panggul dimana gaya tersebut membentuk lengkungan Carrus, yang mengarahkan kepala keatas menuju lubang vulva sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Bagian leher belakang dibawah occiputnya akan bergeser dibawah simpisis pubis dan bekerja sebagai titik poros. Uterus yang berkontraksi kemudian memberi tekanan tambahan atas kepala yang menyebabkan ekstensi kepala lebih lanjut saat lubang vulva-vagina membuka lebar. Pada kepala bekerja dua kekuatan, yang satu mendesaknay ekbawah dan satunya kerena disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya keatas. Resultantenya ialah kekuatan kearah depan atas. Setelah subocciput tertahan pada pinggir bawah sympisis maka yang dapat maju karena kekuatan tersebut diatas adalah bagian yang berhadapan dengan subocciput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi hidung dan mulut dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Subocciput yang menjadi pusat pemutaran disebut hypomoclion

6.

Rotasi eksternal/putaran paksi luar, terjadi bersamaan dengan perputaran interior

bahu. Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang etrjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi. 7. Restitusi adalah perputaran kepala sejauh 45 baik kearah kiri atau kanan

bergantung pada arah dimana ia mengikuti perputaran menuju posisi oksiput anterior. Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischidicum. Gerakan yang terakhir ini adalah gerakan paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu, menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul. 8. Ekspulsi, setelah putaran paksi luar bahu depan sampai dibawah sympisis dan

menjadi hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahi mengikuti lengkung carrus (kurva jalan lahir). Penurunan kepala dapat juga digambarkan seperti dibawah ini

2.8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persalinan Faktor-faktor penting dalam persalinan adalah a. a. Power His (kontraksi otot rahim).

b. Kontraksi otot dinding perut.

c.

Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.

d. Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum. His atau kekuatan kontraksi rahim yang normal mempunyai sifat dimulai dari salah satu tanduk rahim, kemudian menjalar keseluruh otot rahim. Kekuatan ini seperti memeras isi rahim. Otot rahim yang berkontraksi tidak akan kembali kepanjang semula, sehingga terjadi retraksi dan pembentukan segmen bawah rahim. b. Pasanger (janin dan plasenta). Selama janin dan plasenta berada dalam rahim pertumbuhannya belum tentu normal, kelainan genetik dan kebiasaan ibu yang buruk dapat menjadikan adanya pertumbuhan yang tidak normal antara lain: a. Kelainan bentuk dan besar janin : anensefalus, hidrosefalus dan janin makrosomia.

b. Kelainan pada otak kepala : presentasi puncak, muka, dahi dan kelainan occiput. c. Kelainan letak janin : letak sungsang, lintang, mengolak, rangkap. Setelah persalinan kepala, badan janin tidak akan mengalami kesulitan. Kepala janin memiliki ciri oval yang membuat bagian lain lebih mudah lahir setelah bagian besarnya lahir, berbentuk kogel atau mudah digerakkan kesegala arah dan persendian sedikit kebelakang yang berfungsi untuk fleksi pada putaran paksi dalam. c. Passage atau jalan lahir. Passage atau jalan lahir terdiri dari jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang. Jalan lahir lunak terdiri atas otot, jaringan dan ligamen. Sedangkan jalan lahir tulang atau keras terdiri dari tulang panggul dan sendi. d. Psikologis Banyak wanita normal bisa merasakan kegairahan dan kegembiraan disaat merasa kesakitan awal persalinan. Perasaan positif ini berupa kelegaan hati karena merasa telah menjadi wanita sejati. Psikologis meliputi: 1. Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan intelektual.

2. Pengalaman bayi sebelumnya. 3. Kebiasaan adat. 4. Penolong Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini proses tergantung dari kemampuan skil dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan.

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan 1. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). 2. Proses terjadinya persalinan belum diketahui secara pasti. 3. Dua hormon yang dominan saat hamil, yaitu estrogen dan progesteron. 4. Beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan, antara lain teori keregangan, teori penurunan progesteron, teori oksitosin internal,teori prostaglandin, dan teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis. 5. Persalinan berdasarkan definisi antara lain persalinan spontan, persalinan buatan, persalinan anjuran. 6. Tahapan persalinan normal dimulai dari kenceng teratur, pengeluaran bayi, pelepasan dan pengeluaran plasenta, sampai 2 jam setelah postpartum. 7. Tanda-tanda persalinan antara lain : terjadinya his persalinan, pengeluaran lendir bercampur darah (pembawa tanda), dan pengeluaran cairan. 8. Moulage adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. 9. Faktor-faktor penting dalam persalinan adalah power, pasanger (janin dan plasenta), psikologis, penolong, dan passage atau jalan lahir. DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gde.1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:EGC Obstetri fisiologi.1983. Bandung:Eleman Prawirohardjo, Sarwono.2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Prawirohardjo, Sarwono.2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sujiyatini. Asuhan Kebidanan II (Persalinan). Yogyakarta:Rohima Press

http://cahyatoshi12.blogspot.com/2012/03/fisiologi-persalinan.html BLOK BAGUSSS!! http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/mekanisme-persalinan-normal.html

You might also like